TESIS
Oleh:
kebutuhan emosi dan seksual yang sah dan benar guna memperoleh
keturunan yang sah dan sebagai fungsi sosial. Sedangkan pernikahan secara
sempit seperti yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam menyebutkan
dalam Pasal 2 bahwa pernikahan ialah perintah Allah dan melaksanakannya
adalah ibadah.1
Islam juga menjelaskan aturan-aturan perkawinan namun aturan
perkawinan dalam masyarakat tidak terlepas dari pengaruh budaya dan
lingkungan, dimana masyarakat tersebut berbeda, tetapi yang lebih dominan
adalah dipengaruhi oleh adat istiadat dan budaya yang berlaku pada tempat
masyarakat itu tinggal.
Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui, yaitu perkawinan.
Hal tersebut sesuai dengan Firman Allah dalam surat Ar Rum Ayat 21 yang
berbunyi :
َ َٰ َ َو ِهي َءا َٰيَتِ ِهۦٓ أَى َخلَ َق لَ ُكن ِ ّهي أًَفُ ِس ُكن أ
زوجا ِلّت َس ُكٌُىاْ ِإلَي َها َو َجعَ َل بَيٌَ ُكن َّه َىدَّة َو َرح َوت ِإ َّى
١٢ َفِي َٰذَ ِل َك ََل َٰيَت ِلّقَىم يَتَفَ َّك ُروى
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.2
Allah menciptakan pasangan hidup dari jenismu sendiri yang dimaksud
adalah Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam disebelah kiri
yang paling pendek, dalam artian pasangan hidup harus laki-laki dan
perempuan dari golongan manusia, bukan dari hewan atau golongan jin. Agar
tercipta manfaat atau kemaslahatan yang besar pada diri manusia dan
terciptanya keluarga yang sakinah (perasaan nyaman, damai, hening, dan
tenang kepada yang dicintainya), mawaddah (cinta kasih, persahabatan,
keinginan untuk bersama), rahmah (kasih sayang dan kelembutan).
1
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, (Yogyakarta: Pustaka
Baru Perss, 2017), h. 51.
2
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Al-Hikmah, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2008), h. 406.
3
3
Agus Hidayatullah, Aljamil Al-Qur‟an Tajwid Warna Terjemah Perkata Terjemah Inggris,
(Jawa Barat: Cipta Bagus Segara), h. 406 dan 274.
4
Ridhwan Indra, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), h. 1.
4
5
Komar Andasasmita, Hukum Harta Perkawinan dan Waris, Menurut Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (Teori dan Praktek), Ikatan Notaris Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Barat,
1987, h. 53.
6
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, CV Akademika Pressindo, Jakarta,
Cetakan Keempat, 2010, h. 72.
5
7
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intemasa, Jakarta, Cet. XXVII, 1995, h.37.
8
Abd Rahma Ghazaly, Fiqh Munakahat, Kencana, Bogor, 2003, h. 119
9
H A Damanhuri, Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Mandar Maju,
Bandung, 2007, h.11
10
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Indonesia Legal Centre
Publishing, Jakarta,2002, h.30
11
Amir Syariffudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kharisma Putra Utama,
2009), h. 145
6
lembaga yang di persiapkan apabila ada pihak-pihak yang merasa perlu untuk
membuat perjanjian untuk menghindarkan terjadinya perselisihan di belakang
hari, misalnya mengenai pemisahan antara harta pribadi dan harta bersama.
Kedua, berkenaan dengan isi perjanjian tersebut pada dasarnya dibebaskan
tetapi tidak boleh bertentangan dengan aturan-aturan syariat.12
Mengenai hal ini telah dijelaskan oleh Sayid Sabiq yang mengatakan:
“Setiap syarat yang tidak sejalan dengan hukum yang ada dalam kitab Allah
adalah batal meskipun 100 syarat”. Lebih lanjut ia mengatakan: “Orang-orang
Islam itu terikat oleh syarat yang dibuat mereka, kecuali syarat yang
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal”. Sebagai contoh
dilarang membuat perjanjian yang isinya tidak boleh mengadakan hubungan
suami istri, tidak ada hubungan waris mewarisi antara suami dan istri, serta
keduanya harus pindah agama jika akad nikah telah dilangsungkan dan
sebagainya. Jika hal ini terjadi tidak saja perjanjian itu tidak sah bahkan
perkawinannya tidak sah.13
Tapi pada kenyataannya terdapat suatu perjanjian perkawinan yang
memang harus dilakukan dalam perkawinan sebagai bentuk adat kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat tertentu. Sebagaimana yang dilakukan oleh
masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung
Tengah. Dimana mereka melakukan perjanjian perkawinan dalam bentuk
perjanjian untuk hidup bersama agar tidak bercerai. Kemudian perjanjian
tersebut dilakukan sebelum akad perkawinan.14
Masyarakat adat Lampung tidak mengharuskan menikah dengan sesama
suku Lampung atau di luar suku Lampung. Walaupun sebenarnya, para tokoh
adat atau penyimbang agar menjaga keabsahan keturunan dianjurkan untuk
menikah dengan sesama suku Lampung. Anjuran ini sifatnya sekedar
12
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 99-
100.
13
H Aminur Nurudin Dan Azhari Akmal,Hukum Perdata Islam di Indonesia.Prenada Media,
Jakarta, 2004, h. 138-139.
14
Hasil wawancara pra riset dengan bapak Ahmad Sari selaku tokoh adat Lampung di
Kecamatan Anak TuhaKabupaten Lampung Tengah pada Minggu 12 Mei 2019, Pukul. 10.00
WIB.
7
himbauan, tidak ada paksaan dari tokoh adat. Oleh karena itu, masyarakat
adat Lampung ditinjau dari segi sistem perkawinannya mengikuti sistem
eleutberogami (sistem perkawinan dimana seseorang diperbolehkan kawin
dengan orang dari dalam dan luar sukunya).
Masyarakat di Kecamatan Anak Tuha yang bersuku Lampung
memahami bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan yang sakral. Ikatan ini
ialah ikatan yang sangat kuat dan harus dijaga sampai mati. Masyarakat suku
Lampung dalam melangsungkan sebuah perkawinan memerlukan waktu yang
lama dan dana yang tidak sedikit. Waktu yang lama ini dimaksudkan agar
dalam membina rumah tangga benar-benar mendapatkan kesiapan matang
baik fisik maupun mental.
Sebuah keluarga yang dibangun dengan ikatan perkawinan adat, bukan
hanya melibatkan suami atau istri saja apabila terjadi permasalahan yang
sudah tidak dapat lagi diselesaikan oleh pasangan suami istri. Akan tetapi,
kedua keluarga mempelai dan penyimbangnya juga ikut bertanggung jawab
apabila terjadi suatu masalah. Hal ini karena masalah suami istri akan
mengakibatkan terhadap kehormatan keluarga dan penyimbangnya.
Masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha sejak dahulu
telah meyakini bahwa perceraian dalam keluarga adalah aib. Oleh karena itu,
perceraian tidak diperbolehkan karena untuk menjaga kehormatan diri,
keluarga dan penyimbang adat.
Tradisi tidak bercerai dalam masyarakat suku Lampung hanya berlaku
pada perkawinan yang terjadi antar suku Lampung, jadi keluarga pengantin
pria dan wanita adalah suku asli Lampung atau yang seserang yang bukan
orang Lampung, kemudian terlebih dahulu menjalani upacara adat untuk
mendapatkan pengakuan keadatan sebagai bagian dari suku Lampung. Jika
terjadi perkawinan antar suku di luar suku Lampung, contoh Bujang Suku
Lampung menikah dengan Suku Jawa/Sunda/Batak, maka adat tidak bercerai
sesudah menikah ini tidak berlaku.
Masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha telah menjalankan
adat tidak boleh bercerai secara turun temurun. Faktor yang menyebabkan
8
masyarakat adat Lampung taat terhadap aturan ini adalah menjaga harga
dirinya dihadapan masyarakat. Selain menjaga harga dirinya juga menjaga
harga diri keluarga besar dan juga penyimbangnya. Keluarga besar ini tidak
hanya meliputi keluarga yang masih hidup akan tetapi sampai naik kepada
nenek-moyang asal-usul keturunan suku tersebut. Sehingga akan berimbas
kepada keturunan, aib dari tidak bisa menjaga martabat akan secara turun-
temurun diwariskan sebagai akibat dari orang tua yang tidak dapat menjaga
harga diri (pi‟il pesenggiri).
Menjaga harga diri atau martabat di masyarakat adat Lampung dikenal
dengan istilah pi‟il pesenggiri. Menjaga pi‟il pesenggiri sudah menjadi
budaya dalam masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha. Baik
dilapisan atas maupun dilapisan paling bawah, para tokoh maupun
masyarakat adat biasa.
Masyarakat kelas bawah lebih mengenalnya dengan pi‟il saja. Pi‟il
secara bahasa berarti harga diri. Pi‟il merupakan nilai yang melekat pada
setiap individu dari masyarakat suku Lampung asli. Dalam konteks
perempuan yang sudah menikah, maka ia akan berharga dan diakui statusnya
di masyarakat apabila ia mempertahankan pi‟il (harga diri) sebagai seorang
ibu rumah tangga.
Apabila seorang istri menginginkan bercerai maka akan rusak pi‟il yang
dimiliki. Apabila rumah tangganya rusak, maka akan menimbulkan opini
buruk di masyarakat bahwa ia bukanlah ibu yang baik yang tidak bisa
menjaga rumah tangga, ia juga tidak bisa menjaga kehormatan nenek-moyang
dan juga keturunannya nanti.15
Sebaliknya, sebagai seorang suami apabila menceraikan istrinya maka
hancurlah pi‟il dari suami itu, suami akan dicap oleh masyarakat adat
Lampung sebagai suami yang tidak bisa mengatur istri. Oleh karena itu, sang
suami tidak akan pernah mengucapkan kata cerai kepada istri.
15
Hasil wawancara pra riset dengan bapak Muhammad Husni pada Senin 23 September 2019,
Pukul. 13.00 WIB.
9
Para istri bertengkar dengan suami tidak akan sampai meminta bercerai,
karena perceraian sudah merupakan hal yang tabu. Lebih baik berpisah dan
tidak mendapatkan nafkah dari pada harus memisahkan ikatan perkawinan.
Apabila suami berkeinginan mempunyai istri lebih, maka istri pertama tidak
akan meminta cerai dan bersedia dipoligami dari pada harus dicerai.
Walaupun setelah dipoligami tidak dinafkahi, hal tersebut lebih baik dari pada
harus melepaskan ikatan perkawinan. Karena perceraian tidak dikenal dalam
masyarakat suku Lampung sejak zaman nenek-moyang dan menjaga pi‟il
pesenggiri sebagai pedoman hidup.
Kondisi tersebut di atas mengakibatkan ketentuan khusus bagi suami
istri, dalam aturan adat seorang janda atau duda hanya mengenal cerai mati
sebagai bentuk kesetiaan terhadap suami atau istrinya tersebut. Cerai mati
merupakan cerai yang diakibatkan dengan matinya salah satu pasangan suami
istri. Apabila salah satu pasangan suami istri tersebut mati maka habislah
ikatan perkawinan mereka.
Masyarakat adat Lampung telah memahami maka apabila melanggar
ketentuan adat terutama larangan bercerai akan ada akibat hukum yaitu
rusaknya pi‟il pesenggiri maka akibatnya sudah pasti dimata masyarakat akan
hancur. Sanksi sosial ini lebih berat ketimbang sanksi adat berupa
penyembelihan kerbau atau sanksi adat lainnya.16
Untuk mencegah terjadinya perceraian maka masyarakat adat Lampung
di Kecamatan Anak Tuha melakukan perjanjian perkawinan. Dengan
demikian bagi masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha perjanjian
perkawinan merupakan tradisi sekaligus upaya untuk mencegah terjadinya
perceraian karena masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha
dianggap tidak mudah cerai dan mengucap kata cerai (Talak). Dalam tradisi
masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha perceraian merupakan
sebuah aib yang harus dihindari. Perceraian dapat menimbulkan akibat
16
Hasil wawancara pra riset dengan Ibu Dowiyah pada Senin 23 September 2019, Pukul.
15.00 WIB
10
17
Rahmat Arijaya, “Inilah Materi Pelatihan PERMA Nomor 3 Tahun 2017”, dalam
https://badilag.mahkamahagung.go.id/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-badilag/inilah-materi-
pelatihan-perma-nomor-3-tahun-2017,akses internet pada 16 Mei 2019, jam 20:35 WIB.
12
2. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih efektif dan terarah, maka penulis akan
berusaha untuk membatasi lingkup kajian penelitian ini dan difokuskan
pada hal-hal berikut :
Tinjauan Hukum Islam terhadap Perjanjian Perkawinan untuk mencegah
terjadinya perceraian di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung
Tengah.
C. Rumusan Masalah
Didalam penulisan tesis ini diperlukan adanya penelitian yang seksama
dan teliti, agar di dalam penulisannya dapat menuju arah yang hendak dicapai,
sehingga hal ini diperlukan adanya perumusan masalah yang menjadi pokok
pembahasan di dalam penulisan tesis ini, guna menghindari adanya
kesimpangsiuran dan ketidak konsistenan di dalam penulisan. Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam usulan
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perjanjian perkawinan pada masyarakat adat Lampung di
Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah ?
2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadapa Perjanjian Perkawinan pada
masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung
Tengah?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis perjanjian perkawinan masyarakat
adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis teori maqāṡid al-syarī‟ah dalam
Hukum Islam terhadap Perjanjian Perkawinan masyarakat adat Lampung
di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah.
13
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai banyak kegunaan dan manfaat, baik untuk
kalangan akademisi maupun non akademisi. Kegunaan hasil penelitian yang
dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu ditinjau dari segi
teoritis dan segi praktis.
1. Secara Ilmiah (Teoritis)
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan menambah wawasan serta memperkuat ilmu pembaca
pada umumnya, dan khususnya bagi mahasiswa/i yang berkaitan dengan
materi Tinjauan Hukum Islam terhadap Perjanjian Perkawinan untuk
mencegah terjadinya perceraian
2. Secara Terapan (Praktis)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
para masayarakat serta tokoh adat pepadun di Kecamatan Anak Tuha
Kabupaten Lampung Tengah serta peneliti lain. Supaya diketahui adanya
kejelasan mengenai materi yang dibahas peneliti yaitu Tinjauan Hukum
Islam terhadap Perjanjian Perkawinan untuk mencegah terjadinya
perceraian.
F. Kajian Pustaka
Tinjauan pustaka ini dapat digunakan untuk mengetahui aspek
orisinalitas dan kejujuran dari tesis ini. Selain itu, hal tersebut sebagai
antisipasi adanya unsur plagiat dalam tesis ini maupun diduplikat oleh pihak
lain yang tidak bertanggungjawab. Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut,
perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang penelitian yang berkaitan dengan
tesis ini.
Perjanjian Perkawinan merupakan topik yang telah banyak dibahas
baik dalam betuk buku-buku, penelitian, artikel, jurnal, makalah dan
sebagainya. Pembahasan Perjanjian Perkawinan sangatlah dinamis serta
menambah wawasan intelektual bagi yang memerlukannya. Sampai saat ini
tema ini senantiasa menarik dan terus tumbuh di dalam pengkajiannya.
14
Adapun dalam kajian pustaka di dalam bentuk karya ilmiah dengan tema
perjanjian perkawinan ditemukan pada penelitian setingkat tesis ialah sebagai
berikut:
1. Erdhyan Paramita, Program Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan Yang
Tidak Disahkan Oleh Pegawai Pencatat Pekawinan, 2017, Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa tentang keabsahan perjanjian
perkawinan yang tidak disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan dan
menganalisa akibat hukum bagi suami istri dan pihak ketiga tentang
perjanjian perkawinan yang tidak disahkan.18
2. Mohamad Nizar Sabri, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Asas
Publisitas dalam Pembuatan Akta Perjanjian Perkawinan oleh Notaris,
2018, Penelitian dari tesis ini menunjukkan bahwa, putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 terkait perjanjian perkawinan,
bertentangan dengan tujuan asas publisitas.19
3. I Putu Agus Permata Giri, Program Pascasarjana Universitas Airlangga,
Perjanjian Pemisahan Harta Bersama Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
103 Tahun 2015 Ditinjau Dari Prinsip-Prinsip Perjanjian Perkawinan,
2017, Isu hukum yang dibahas dalam tesis ini yaitu ratio legis perjanjian
pemisahan harta bersama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun
2015 dan akibat hukum perjanjian pemisahan harta bersama dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 yang tidak dibuat dengan
akta Notaris.20
18
Erdhyan Paramita, Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan Yang Tidak Disahkan Oleh
Pegawai Pencatat Pekawinan, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2017),
https://eprints.uns.ac.id/32669/ akses internet pada 17 Mei 2019, jam 03:24 WIB.
19
Mohamad Nizar Sabri, Asas Publisitas dalam Pembuatan Akta Perjanjian Perkawinan oleh
Notaris, (Surabaya: Universitas Airlangga, 2018), http://repository.unair.ac.id/69912/akses internet
pada 17 Mei 2019, jam 03:45 WIB.
20
I Putu Agus Permata Giri, Perjanjian Pemisahan Harta Bersama Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 Ditinjau Dari Prinsip-Prinsip Perjanjian Perkawinan,
(Surabaya: Universitas Airlangga, 2017), http://repository.unair.ac.id/62526/akses internet pada 17
Mei 2019, jam 04:20 WIB.
15
21
Ida Sanjaya, Kedudukan Perjanjian Perkawinan Yang Tidak Tercatat di Catatan Sipil
Apabila Terjadi Perceraian (Studi Keputusan Mahkamah Agung Nomor : 3405K/PDT/2012,
(Surabaya: Program Pascasarjana Narotama, 2018), http://repository.narotama.ac.id/493/akses
internet pada 17 Mei 2019, jam 04:49 WIB.
22
Efa Rodiah Nur, Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Berkeadilan Dalam Penyelesaian
Tindak Pidana Ringan Berbasis Kearifan Lokal Hukum Adat Lampung, (Semarang: Universitas
Diponegoro, 2016), http://eprints.undip.ac.id/51622/ akses internet pada 18 Februari 2020, jam
11:15 WIB.
23
Dwiyana Achmad Hartanto, „‟Local Wisdom ofSsedulu Sikep(samin) Society‟s Marriage in
Kudus: Persepektive of Law Number 1 Year 1974 on Marriage”, (Purwokerto: jurnal Dinamika
Hukum, 2017), vol 17, No 2.
16
24
Sulasman dan Setia Gumilar, Teori-Teori Kebudayaan dan Teori Hingga Aplikasi,
(Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.99.
17
28
Op Cit., h. 39-40.
29
Sulistyowati Irianto dan Lim Sing Meij, “Praktek Penegakan Hukum:Arena Penelitian
Sosiolegal yang Kaya” dalam Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Yayasan Obor dan JHMP-
FHUI, 2009), h. 198.
19
30
Al-Syatibi adalah filosof hukum Islam dari Spanyol yang bermazhab Maliki. Nama
lengkapnya, Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Syatibi. Tempat dan
tanggal lahirnya tidak diketahui secara pasti, namun nama al-Syatibi seringdihubungkan dengan
nama sebuah tempat di Spanyol bagian timur, yaitu Sativa atau Syatiba (Arab), yang asumsinya al-
Syatibi lahir atau paling tidak pernah tinggal di sana. Dia meninggal pada hari Selasa tanggal 8
sya‟ban tahun 790H atau 1388 M dan dimakamkan di Granada. Mulai belajar fikih pada tahun 754
H/ 1353 M, al-Syatibi berguru kepada Abu Sa‟adah Ibn Lubb yang kepada orang inilah hampir
seluruh pendidikan ke-fikih-annya diselesaikan. Ibn Lubb adalah fakih yang terkenal di Andalusia
dengan tingkat ikhtiyâr, atau keputusan melalui pilihan dalam fatwa. Sejarah pendidikan al-Syatibi
banyak diwarnai oleh sarjana-sarjana terkemuka di Granada dan para diplomat yang mengunjungi
Granada. Di antara sarjana tersebut yang perlu disebutkan adalah Abu Abd Allah al-Maqqari yang
datang ke Granada pada tahun 757 H/ 1356 M karena diutus oleh Sultan Banu Marin sebagai
diplomat. Interaksi intelektualitasnya dengan Maqqari diawali dengan diskursus Razisme dalam
ushul fikih Maliki. Maqqari juga orang yang mempengaruhinya dalam tasawuf. LihatMoh.
Toriquddin, Teori Maqāṡid Al-Syarī‟ah Perspektif Al-Syatibi, (Malang: Fakultas Syariah UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014) de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 6 Nomor 1,
Juni 2014, h. 34
31
Muhammad Khalid Mas‟ud, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka, 1996), h. 239-241.
20
32
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2008), h. 231.
33
Muhammad Thahir bin „Asyur, Maqashid al-Syari‟ah al-Islamiyyah, (Dar al-Nafais, 2001),
h. 194.
34
Ibid., h. 195.
21
35
Ahmad al-Raisuni, Nadariyāt al- Maqāṣid „Inda al-Imām al-Syātibi, (Beirut:Muassasah al-
Jami‟ah, 1992), h. 117
36
Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, Pengantar untuk Ushul Fiqh Mazhab Sunni,
terj E. Kusnadiningrat dan Abdul Haris bin Wahid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h.
248.
22
37
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid II (Jakarta: Kencana, 2011), 224.
23
38
Ali Sodiqin, Fiqh Ushul Fiqh: Sejarah, Metodologi dan Implementasinya di Indonesia,
(Yogyakarta: Berada Publishing, 2012), h. 172-173.
24
39
Ibid., h. 174.
40
Ibid., h. 120
25
41
Imam Syatibi, al-Muwāfaqāt fī Usul al-Syarīah, Juz I, (Beirut: Dar al-Kutûb al-Ilmiyyah,
tt.), h. 128
42
Ibid
43
Ahmad al-Raisuni, Nadariyāt al- Maqāṣid…,Op.Cit., h.127
26
44
Moh. Toriquddin, Teori Maqāṡid Syarī‟ah..., Op.Cit., h. 38-39
45
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata HUkum Islam di
Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.61.
46
Ibid.
47
IAIN Raden Intan Lampung, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Makalah, Proposal, Tesis
dan Disertasi, diterbitkan oleh Program Pascasarjana (PPs), Institut Agama Islam Negeri Raden
Intan Lampung, 2012, h. 22
27
48
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 14
28
1. Konsep Perkawinan
2. Pelaksanaan
Perkawian
Perjanjian 3. Isi Perjanjian
Teori Perkawinan Perkawinan
Etnografi Masyarakat Adat 4. Dampak Perjanjian
Lampung Perkawinan terhadap
Kehidupan Rumah
Tangga
Kesimpulan
H. Pendekatan Penelitian
Pendekatan adalah persoalan yang berhubungan dengan cara seseorang
meninjau dan bagaimana seseorang menghampiri persoalan tersebut sesuai
dengan disiplin ilmunya. Adapun pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan antropologi hukum dan pendekatan ushul
fiqh untuk melihat hubungan antara hukum dengan aspek kebudayaan dan
melihat kebudayaan dalam tinjauan hukum Islam.
Pertama, antropologi hukum adalah berasal dari kata “logos” yang
berarti ilmu pengetahuan dan “antropos” yang berarti manusia yang
bersangkutan hukum. Yang dimaksud dengan manusia adalah manusia yang
hidup bermasyarakat, terjadi pergaulan antara yang satu dengan yang lainnya,
baik masyarakat yang masih primitif atau sederhana budayanya maupun yang
29
49
Hilman Hadikusuma, Pengantar Antropologi Hukum, (PT.Citra Aditya Bakti, Bandar
Lampung, 2004), h. 4.
50
Ibid, h. 8.
51
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.35
30
dikemukakan oleh para ahli ushul fiqh. Sebagian ahli ushul fiqh menekankan
pada fungsi ushul fiqh, sedangkan yang lainnya menekankan pada
hakikatnya. Namun pada prinsipnya mereka sependapat, bahwa ushul fiqh
ilmu yang objek kajiannya berupa dalil hukum syara‟ secara ijmal (global)
dengan semua permasalahannya. 52
Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan ushul fiqh
dikarenakan teori yang digunakan adalah maqāṡid al-syarī‟ah yang
merupakan upaya untuk melihat perjanjian perkawinan pada masyarakat adat
Lampung di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah dari
pandangan hukum Islam. Untuk mengungkapkan apakah suatu tata cara
dalam upacara perkawinan yang sudah menjadi hukum adat masyarakat
setempat membawa kemaslahatan atau tidak dalam memelihara salah satu
unsur pokok yang harus dilindungi yaitu memelihara agama; jiwa; akal;
keturunan dan harta, khususnya dalam praktik perjanjian perkawinan yang
merupakan obyek penelitian ini.
Peneliti mengunakan pendekatan ushul fiqh sebagai suatu landasan
kajian tentang perjanjian perkawinan pada masyarakat adat Lampung di
Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah untuk mengemukakan
sifat atau kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang dianggap
tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadis), dengan tidak
menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudarat
kepada mereka yaitu dengan melakukan perjanjian perkawinan sebagai
perjanjian yang mengikat secara adat. Dimana dalam hukum adat setempat
beranggapan bahwa tradisi ini telah eksis diamalkan secara turun temurun
sehingga masyarakat harus mengikutinya, kemudian bagi mereka yang tidak
mau menjalankan, maka akan mendapatkan sanksi berupa membayar denda.
52
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul Fiqh, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2006), h.8-9
BAB II
LANDASAN TEORI
3
Slamet Abidin, dan Aminudin, Fiqh Munakahat 1 , h. 10-11.
4
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Al-Hikmah, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2008), h. 77.
5
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqh Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h.376.
33
6
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Al-Hikmah, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2008), h. 81.
34
7
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 9, h. 45
36
Menurut jumhur ulama rukun perkaiwnan itu ada lima, dan masing-masing
rukun itu mempunyai syarat tertentu. Syarat dari rukun tersebut adalah:
1. Calon suami, syarat-syaratnya:
a. Beragama Islam
b. Laki-laki
c. Jelas orangnya
d. Dapat memberikan persetujuan
e. Tidak terdapat halangan perkaiwnan
2. Calon istri, syarat-syaratnya:
a. Beragama Islam
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Dapat dimintai persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
3. Wali nikah, syarta-syartanya:
a. Laki-laki
b. Dewasa
c. Mempunyai hak perwalian
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya
4. Ijab Qabul, syarat-syaratnya:
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b. Adanya pernyataan menerima dari calon mempelai
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut
d. Antara ijab dan qabul bersambungan
e. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah
37
f. Majelis ijab dan qabul harus dihadiri minimal empat orang yaitu, calon
mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai perempuan, dan dua orang
saksi.8
Dalam hukum Islam perjanjian perkawinan sah apabila dibuat sesudah atau
setelah perkawinan tersebut dilangsungkan, taklik talak termasuk dalam perjanjian
perkawinan yang dilaksanakan / dilakukan sesudah perkawinan dilangsungkan.
Oleh karena taklik talak hanya terdapat dalam perkawinan Islam, dan dilakukan
setelah upacara akad nikah, yang artinya perjanjian tiap-tiap pihak terikat kepada
perjanjian taklik talak tersebut atau khusus ucapan suami kepada istri.9
8
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011),
h.10.
9
Totok Suyanto, Perjanjian Perkawinan Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Dan Hukum Islam, (Tesis Program Sarjana Universitas Diponegoro, 2006),
http://eprints.undip.ac.id/17998/, (akses internet tanggal 19 Februari 2020, jam 14:46 WIB.
38
10
Ahmad al-Damanhury, tt, Idhab al-Mubham min Ma‟ani al-Sullam fi al-Mantiq, (Bandung:
al-Ma‟rifat), h.8-9. Bandingkan dengan Muhammad Ibn Ali al-Sabban, tt, Hasyiyah „ala Syarh al-
Sullam li al Mallawi, (Singapura: al-Haramain), h.80-88.
11
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), Cet. VII, Ed. VI, H.125-127.
12
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Al-Hikmah, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2008), h. 99.
13
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan dia (Abu Daud) meriwayatkannya pula dari Abu Hurairah,
Nomor 3594, Al-Hafizh Abu Thohir mengatakan sanad hadis ini hasan.
39
14
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1315
15
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 145.
16
Abi Abdullah Muhammad Ibn Ismail Al Bukhari, Matan Masykul Al Bukhari Jus 2, (Beirut:
Daar Al- Fiqr, 2006), h.147
40
17
Diriwayatkan oleh Bukhari, Nomor 2530.
18
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur‟an, (Jakarta: 2010), h.68.
41
19
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Al-Hikmah, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2008), h. 419.
20
Ibid.,h. 106
21
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), h.114.
42
Apabila perjanjian yang telah disepakati bersama antara suami dan istri,
tidak dipenuhi oleh salah satu pihak maka pihak lain berhak untuk mengajukan
persoalannya ke Pengadilan Agama untuk menyelesaikannya. Dalam hal
pelanggaran dilakukan suami misalnya istri berhak meminta pembatalan nikah
atau sebagai alasan perceraian dalam gugatannya. Demikian juga sebaliknya jika
istri yang melanggar perjanjian di luar taklik talak, suami berhak mengajukan
perkaranya ke Pengadilan Agama. 22
22
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 162.
23
Sayid Sabiq, tt, Fiqh Sunnah, Juz II, (Mesir: Syirkah Dar al-Kiblah al Saqafiyah al-
Islamiyah), h.40. Lihat juga A. Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka al-
Husna, 1994), h. 41-42.
24
Zakiyuddin Sya‟ban, al-Ahkam al-Syar‟iyah li af-Ahwal al-Syakhsiyah, (Mesir: al-Nahdah al-
Arabiyah, 1967), h. 442.
43
akan tetapi wajib membayar kifarat sumpah dan taklik yang di dalamnya
terkandung syarat yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak ketika terjadinya
sesuatu yang disyaratkan, maka talak tersebut jatuh.
Selanjutnya Muhammad Yusuf Musa mengemukakan pendapatnya bahwa
taklik talak yang diucapkan suami dapat membawa konsekuensi jatuhnya talak
suami kepada istri apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Bahwa yang dita‟likkan itu adalah sesuatu yang belum ada ketika taklik
diucapkan tetapi dimungkinkan terjadi pada masa yang akan datang.
b. Pada saat taklik talak diucapkan obyek taklik (istri) sudah menjadi istri sah bagi
pengucap taklik.
c. Pada saat taklik talak diucapkan suami istri berada dalam majelis tersebut.
Terlepas dari perbedaan pendapat dikalangan fuqaha tentang bentuk taklik
yang jatuhnya talak, tetapi menurut A. Jamil Latief bahwa perbedaan yang
mendasar antara taklik yang ada dalam kitab fikih dengan yang ada di Indonesia
istri lah yang menjadi subyek talak.25 Selain itu kitab fikih juga tidak dikenal
adanya pembakuan sighat ta‟lik, meskipun taklik tersebut dikhususkan
pemakainnya kepada taklik talak. Berbeda halnya dengan taklik talak yang dikenal
di Indonesia seperti diatur dalam PMAKPPN dalam Pasal 11, yaitu:
a. Ayat (1) calon suami istri dapat mengadakan perjanjian sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Perjanjian sebagaimana tersebut pada Ayat (1) dibuat rangkap empat di atas
kertas bermaterai menurut peraturan yang berlaku. Lembar pertama untuk
suami, lembar kedua untuk istri,lembar ketiga untuk PPN dan lembar keempat
untuk Pengadilan.
c. Perjanjian yang berupa taklik talak dianggap sah jika perjanjian itu dibacakan
dan ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan.
25
A. Jamil Latief, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986),
h.62-63.
44
26
Sulaiman Rasyid, Fikih Islam Lengkap, (Bandung: Sinar Batu Algesindo, 2001), h.408.
45
Artinya: Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang
dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata. Bagaimana kamu akan
mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)
dengan yang lain sebagai suami-istri, dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil
dari kamu Perjanjian yang kuat.27
Dalam ayat di atas nampak, bahwa dalam perkawinan terdapat sebuah
perjanjian yang kuat yang diambil oleh para istri dari para suami mereka. Muatan
perjanjian tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum al-Qur‟an, karena
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum al-Qur‟an, meskipun
seratus syarat sudah terpenuhi maka hukumnya batal. Demikian juga perjanjian
yang tidak bertujuan menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Perjanjian perkawinan mempunyai syarat, yakni perjanjian yang dibuat itu tidak
bertentangan dengan syari‟at Islam atau hakikat perkawinan.”Jika syarat perjanjian
yang dibuat bertentangan dengan syari‟at Islam atau hakikat perkawinan apapun
bentuk perjanjian itu maka tidak sah, tidak perlu diikuti, sedangkan akad nikahnya
sendiri sah”. Jadi, jika syarat perjanjian perkawinan yang dibuat tidak bertentangan
dengan syari‟at Islam atau hakikat perkawinan, maka hukumnya boleh (sah), tetapi
jika syarat itu bertentangan dengan syari‟at Islam atau hakikat perkawinan maka
hukum perjanjian itu tidak boleh (tidak sah).28
Dalam literatur fikih klasik tidak ditemukan bahasan khusus dengan nama
perjanjian dalam perkawinan. Yang ada dalam bahsan fikih dan diteruskan dalam
sebagian kitab fikih dengan maksud yang sama adalah “Persyaratan dalam
Perkawinan” atau ا ٌكلىفطٕششلBahasan tentang syarat dalam perkawinan tidak
27
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Al-Hikmah, (Bandung: CV Penerbit
Diponegoro, 2008), h. 81
28
Asrofudin Romdani, http://asrofudin.blogspot.com/2010/06/makalah-perjanjian-perkawinan-
dalam.html, (diakses tanggal 4 November 2019 pukul 15.07 WIB).
46
sama dengan syarat perkawinan yang dibicarakan dalam semua kitab fikih karena
yang dibahas dalam syarat perkawinan itu adalah syarta-syarat untuk sahnya suatu
perkawinan, yang materinya telah lebih dahulu dibahas.29
Kaitan antara syara dalam perkawinan dengan perjanjian dalam perkawinan
adalah karena perjanjian itu berisi syart-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak
yang melakukan perjanjian dalam arti pihak-pihak yang berjanji untuk memenuhi
syarat yang ditentukan. Oleh karena perjanjian dalam perkawinan terpisah dari
akad nikah, maka tidak ada kaitan hukum antara akad nikah yang dilaksanakan
secara sah dengan pelaksanaan syarat yang ditentukan dalam perjanjian itu. Hal ini
berarti bahwa tidak dipenuhinya perjanjian tidak menyebabkan batalnya nikah
yang sudah sah.30
Membuat perjanjian dalam perkawinan hukumnya mubah artinya boleh
seseorang untuk membuat perjanjian dan boleh pula tidak membuat. Namun
apabila sudah dibuat bagaimana hukum memenuhi syarat yang terdapat dalam
perjanjian perkawinan itu, menjadi perbincangan dikalangan ulama. Jumhur ulama
berpendapat bahwa memenuhi syarat yang dinyatakan dalam bentuk perjanjian itu
hukumnya adalah wajib sebagaimana hukum memenuhi perjanjian lainnya,
bahkan syarat-syarat yang berkaitan dengan perkawinan lebih berhak untuk
dilaksanakan.31
Kewajiban memenuhi persyaratan yang terdapat dalam perjanjian dan
terikatnya dengan kelangsungan perkawinan tergantung kepada bentuk persyaratan
yang ada dalam perjanjian. Dalam hal ini ulama membagi syarat itu menjadi tiga:
Pertama : syarat-syarat yang langsung berkaitan dengan pelaksanaan
kewajiban suami istri dalam perkawinan dan merupakan tuntutan dari perkawinan
itu sendiri.
29
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.145.
30
Ibid., h.146
31
Ibid., h.146
47
32
Ibid., h.147
33
Departemen Agama RI, OpCit, h. 106
34
Departemen Agama RI, OpCit, h. 285
48
suami, namun secara khusus tidak ada larangan untuk menggabungkan harta
perkawinan itu.35
Perjanjian dalam pelaksanaan perkawinan diatur dalam Pasal 29 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2019 Tentang
Perkawinan, yaitu sebagai berikut:
1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh
Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak
ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas
hukum, agama, dan kesusilaan.
3. Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali
bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan
tidak merugikan pihak ketiga.
Penjelasan Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perjanjian Perkawinan, telah diubah atau
setidaknya diterapkan bahwa taklik talak termasuk salah satu perjanjian
perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), seperti yang dijelaskan di
bawah ini :
1. Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
2. Apabila keadaan yang disyaratakan dalam taklik talak betul-betul terjadi
kemudian tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh
jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.
3. Perjanjian taklik talak bukan perjanjian yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik taklak sudah diperpanjang tidak dapat
dicabut kembali.
35
Ibid., h.149.
49
Ayat (3) Kompilasi Hukum Islam (KHI) di atas bertentangan dengan Pasal
29 ayat (4) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 16
Tahun 2019 Tentang Perkawinan yang mengungkapkan bahwa selama perkawinan
berlangsung, perjanjian tidak dapat diubah kecuali ada persetujuan kedua belah
pihak, dan tidak merugikan pihak ketiga. Dari sinilah, maka dalam penjelasannya
disebutkan tidak termasuk taklik talak. Sebab, naskah perjanjian taklik talak,
dilampirkan dalam salinan Akta Nikah yang sudah ditandatangani oleh suami.
Oleh karena itu, perjanjian taklik talak tidak dapat dicabut kembali. Dapat
dipahami bahwa sebelum pelaksanaan akad nikah Pegawai Pencatat perlu
melakukan penelitian mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat oleh kedua
calon mempelai, baik secara material atau isi perjanjian itu, maupun teknis
bagaimana perjanjian itu telah disepakati mereka bersama. Selama perjanjian itu
berupa taklik talak, Menteri Agama telah mengaturnya. 36 (Sighat) taklik talak yang
diucapkan suami sesudah dilangsungkan akad nikah adalah sebagai berikut:
Sesudah akad nikah, saya…bin… berjanji dengan sesungguh hati, bahwa
saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan saya akan pergauli
istri saya bernama…binti…dengan baik (mu‟asyarah bil ma‟ruf) menurut ajaran
syari‟at Islam. Selanjutnya saya mengucapkan singkat taklik talak atas istri saya
itu seperti berikut:
Sewaktu-waktu saya:
1. Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut.
2. Atau saya tidak memeberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.
3. Atau saya mengikuti badan/jasmani istri saya itu.
4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu 6 (enam) bulan
lamanya.
“Kemudian istri saya tidak ridho dan mengadukan halnya kepada Pengadilan
Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduan
36
Amir Syarifuddin, Op Cit., h.42
50
dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, dan istri saya itu
membayar uang sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti)
kepada saya, maka jatuhnya talak saya satu kepadanya. Kepada pengadilan atau
petugas tersebut tadi saya kuasakan untuk menerima uang iwadl (pengganti) itu
dan kemudian memberikannya untuk ibadah sosial”.37
Kompilasi yang mengatur perjanjian harta bersama dan perjanjian yang
berkaitan dengan masalah poligami:
Pasal 47
1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai
dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah
mengenai kedudukan harta dalam perkawinan.
2. Perjanjian tersebut pada ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan
pemisahan harta pencarian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan
dengan Hukum Islam.
3. Disamping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu
menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotek atas
harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.38
Pasal 48
1. Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta bersama atau
harta syarikat, maka perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban
suami untuk memenuhi kewajiban rumah tangga.
37
Asrofudin Romdani, Op Cit., diakses tanggal 5 November 2019 pukul 13.10 WIB
38
Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001
51
39
Ibid., Departemen Agama RI
40
Ibid., Departemen Agama RI
41
Ibid., Departemen Agama RI
52
42
Ibid., Departemen Agama RI
43
Ibid., Departemen Agama RI
44
Helmut Rainer, Should we write prenuptial contract?, (European Economic Review 51,
2007), h.338.
45
Veronica Dagher, Why Postnuptial Agreements Are on the Rise Postnups primarily spell out
how assets and liabilities would be split upon divorce or death, (The Wall Street Journal March 12-
13, 2016), h. 1.
53
lebih bijak bagi pasangan apabila perkawinan tidak berjalan dengan baik. Kontrak
ini biasanya juga dibuat karena pasangan suami istri ingin mengubah kesepakatan
keuangan yang sebelumnya telah ditetapkan dalam prenuptial agreement.
46
Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, (Jogjakarta: Cakrawala, 2012), h.8.
47
Kompilasi Hukum Islam Pasal 51
48
Ibid., Pasal 50 ayat (4)
54
49
Almadjdin Abuar –Firda‟Isma‟ilibn Kasir. tt, Tafsir al-qur‟an 31-„Azim Juz II, (Mesir: Dar al-
Ihya‟ al-Kufib al-Arabiyah), h.22.
55
suami dan calon istri yang akan menikah dan harus terlebih dahulu mendapat
dispensasi kawin dari Pengadilan Agama, maka persetujuan tentang adanya
perjanjian taklik talak calon suami danatau calon istri diberikan pada saat belum
memenuhi syarat subyektif untuk melakukan perbuatan hukum selain perkawinan
dan perbuatan hukum melakukan perjanjian taklik talak digolongkan kepada
perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif. Oleh karena itu calon suami dan
atau calon istri yang belum cakap bertindak untuk melakukan perjanjian tersebut
harus didampingi oleh wali. Ketentuan seperti ini juga dijumpai dalam ketentuan
perjanjian perkawinan dalam KUHPerdata.50
Perjanjian taklik talak dapat ditambah, jika ada permintaan dari pihak istri,
semisal sang istri tidak akan dimadu, jika dimadukan dan jika si istri tidak sabar,
sang istri dapat meminta fasakh kepada Pengadilan Agama dan sang suami
membayar sejumlah kerugian.
Disamping taklik yang boleh dan sah ada pula taklik yang tidak boleh, yaitu
yang bertentangan dengan Hukum Islam, bertentangan dengan akhlak, moral dan
susila, yaitu dalam taklik disebutkan bahwa suami memberikan hak kepada istri
untuk berkunjung ketempat-tempat yang tidak sopan, atau istri dalam perkawinan
tidak dapat belanja dari suami atau jika suami atau istri meninggal dunia tidak
saling pusaka mempusakai.
Dalam perjanjian perkawinan yang ditentukan dalam Pasal 29 Undang-
undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 16 Tahun
2019, bahwa dapat mencegah permaduan dengan membuat perjanjian perkawinan
antara calon suami dan calon istri, yaitu calon suami tidak akan melakukan
perkawinan dengan perempuan yang kedua dan seterusnya tanpa setahu atau seizin
dari istri pertama.
Dalam Islam telah mensyaratkan boleh berpoligami asalkan adil dan terbatas
empat orang saja, berarti memberikan kepada perempuan atau walinya untuk
mensyaratkan kepada suaminya agar tidak dimadu. Jika syarat yang diberikan oleh
istri ini dilakukan ketika ijab qabulnya supayaia tidak dimadu, maka syaratnya ini
sah dan mengikat dan ia berhak untuk membatalkan perkawinan jika syarat itu
tidak dipenuhi oleh suaminya dan hak membatalkan perkawinan ini tidak hilang
selagi tidak dicabutnya dan rela akan pelanggaran suaminya. Oleh sebab itu
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh istri lebih wajib dipenuhi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah sebagai suatu sarana pokok dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten karena melalui proses
penelitian diadakan ananalisis dan kontruksi terhadap data yang telah dikumpulkan
dan diolah.
Metode berasal dari bahasa Yunani “Metodhos” yang artinya adalah cara atau
jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah maka metode menyangkut masalah kerja,
yaitu cara kerja untuk dapat memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
A. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenisnya, maka penelitian ini merupakan penelitian lapangan
(field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan mencari data melalui
survei lapangan. Dilihat dari jenis informasi datanya, penelitian ini termasuk
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang tidak dapat diuji dengan statistik. 1
Penelitian yang bertujuan untuk memaparkan dan menggambarkan keadaan serta
fenomena yang lebih jelas mengenai situasi, maka jenis pendekatan yang
digunakan adalah kualitatif.
B. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mengungkap kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, dan keadaan yang
terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya
1
Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM, 2004), h.
105.
58
2
Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan
Filsafat, 1999), h. 14.
59
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan aslinya
memuat informasi atau data-data tersebut.3 Data ini diperoleh tidak secara
langsung atau dengan menggunakan perantara media lain, seperti peraturan-
peraturan hukum, dokumen hukum dan literatur-literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
Data sekunder hanya diperlukan sebagai pendukung data primer, data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka sebagai langkah
awal untuk memperoleh :
a. Bahan hukum primer yang merupakan bahan-bahan yang mempunyai
kekuatan mengikat dari norma-norma dasar, yaitu
1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Undang-undang Nomor 16
Tahun 2019 Tentang Perkawinan
2) Kompilasi Hukum Islam
3) KUHPerdata
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa serta
memahami pokok permasalahan sesunguhnya. Bahan hokum sekunder
tersebut meliputi:
1) Buku-buku hasil karya ilmiah Pascasarjana
2) Tesis-tesis yang berhubungan dengan judul dalam penelitian ini
3) Jurnal-jurnal yang berhugungan dengan judul dalam penelitian ini
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang member penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini
berupa kamus, ensiklopedia, artikel pada majalah atau surat kabar dan
sebagainya. Data yang ada dalam penelitian ini baik data primer, sekunder
maupun primer akan digunakan sebagai landasan pemikiran yang bersifat
3
Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakrat: Rajawali, 1986), h. 132.
60
4
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo), h.2.
5
Ibid., h.3.
6
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 24.
61
7
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 193
8
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991), h. 178.
62
2. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dipakai untuk memperoleh data yang tidak dapat
diperoleh dengan metode interview. Dimana dokumentasi tersebut diperoleh
dengan jalan mempelajari catatan-catatan, arsip-arsip yang ada hubungannya
dengan permasalahan dimana penelitian sedang berlangsung. Metode
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan sebagainya.9
Metode dokumentasi memiliki arti yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif karena secara jelas dokumentasi memberikan gambaran mengenai
peristiwa atau kejadian yang terdapat pada subyek dan obyek penelitian pada
saat tertentu. Sehingga peneliti mampu memberikan gambaran maupun
penafsiran sesuai dengan informasi dan pesan yang terdapat dalam
dokumentasi tersebut. Dengan kata lain, dokumentasi adalah cara untuk
memperoleh data dengan jalan mengadakan pencatatan terhadap dokumen-
dokumen yang ada di lokasi penelitian. Data yang akan diteliti penulis adalah
data tentang Perjanjian Perkawinan Masayarakat Adat Lampung di
Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah.
Adapun alasan peneliti menggunakan metode dokumentasi dalam
penelitian ini, antara lain:
a. Untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dari metode lain.
b. Dengan metode ini peneliti dapat mengambil data meskipun peristiwanya
telah berlalu.
c. Untuk dijadikan bahan perbandingan dari data yang telah diperoleh
dengan metode lain.
9
Ibid., h.188.
63
10
Muhammad Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:
Grafia Indonesia, 2002), h. 55.
11
Witarto, Memahami Pengolahan Data, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.29.
12
Abdulkadir Muhammad, Hukumdan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h.
126.
64
lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang
utuh.13
Analisis yang dimaksud adalah sebagai penjelasan dan penginterpretasian
secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif-
induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah.
Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu
dengan mengemukakan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan
yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data maupun setelah
pengumpulan data selesai, yang diawali dari pengumpulkan data, muatannya,
membagikan menjadi satu pola, mempelajari dan menentukan apa-apa yang akan
dipelajari serta apa yang akan dilaporkan oleh peneliti. Analisis data tersebut
adalah dalam rangka untuk memahami arti dan menafsirkan data sebagai suatu
cara untuk menjelaskan dan membandingkan teori dengan data yang telah diolah
dan diimplementasikan.
Analisis data sebagai proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan dipahami. Berdasarkan jenis data, maka analisis data
yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif kualitatif. Teknik analisis
kualitatif yang digunakan adalah teknik analisis data menurut data stake yaitu
mencoba membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan standard yang
telah digunakan sebelumnya. Dengan model ini peneliti berusaha
mendiskripsikan peristiwa-peristiwa, aktifitas dan kondisi yang ada dalam
kaitannya dengan perjanjian perkawinan masyarakat adat Lampung yang ada di
Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah.
Pada tahap analisis, banyak data yang telah terkumpul harus diseleksi dan
diklasifikasi terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran secara relatif dalam
13
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Op.,cit, h.4.
65
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan tesis ini adalah dengan
menguraikan permasalah yang dibagi dalam beberapa bagian atau bab dan sub
bab dengan tujuan dari pembagian tesis ini ke dalam bab dan sub bab tersebut
adalah agar dapat menjelaskan dan menguraikan setiap permasalahan dengan
baik dan sistematis.
Bab I Pendahuluan. Bab ini adalah bab pendahuluan yang berisikan antara
lain latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, kajian teori dan kerangka pikir,
dan pendekatan penelitian.
Bab II Landasan Teori. Bab ini terdiri dari 6 (Enam) sub bab yaitu
Pengertian dan Konsep P erkawinan Dalam Hukum Islam, Unsur-unsur Suatu
Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Islam, Perjanjian Perkawinan Dalam
Hukum Islam, Bentuk Perjanjian Perkawinan Dalam Hukum Islam, Perjanjian
Perkawinan Dalam Islam yang Berlaku di Indonesia, Perjanjian Perkawinan
dalam Islam yang Berlaku di Indonesia, dan Akibat Hukum dari Perjanjian
Perkawinan.
14
Ibid., h. 6-7
66
Bab III Metode Penelitian. Pada bab ini penulis akan menguraikan
pembahasan tentang metode yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini yang
meliputi Jenis Penelitian, Sifat Penelitian, Sumber Data Penelitian, Populasi dan
Sampel, Metode Pengumpulan Data, Metode Pengolahan Data, Metode Analisis
Data, dan Sistematka Pembahasan.
Bab IV Data dan Analisis. Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang
gambaran umum Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah.
Kemudian juga diuraikan tentang perjanjian perkawinan masyarakat adat
Lampung di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah serta
keterkaitannya dengan perjanjian perkawinan dalam tinjauan hukum Islam. Pada
bagian terakhir bab IV akan dilakukan anlisis data terhadap data-data yang
diperoleh dalam peneltian.
Bab V Penutup. Bab ini memaparkan tentang kesimpulan akhir dari bab-
bab sebelumnya yang menjawab rumusan masalah dan disertai rekomendasi atau
saran sebagai hasil dari kesimpulan tersebut.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
2
Ibid
69
c) Ibukota / Provinsi : 65 Km
4) Curah hujan :
a) Jumlah curah hujan terbanyak dan tertinggi
b) Banyaknya hujan : 120 mm / th
5) Bentuk wilayah : daratan dan datar
h. Kependudukan
Dengan jumlah penduduk Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah terdiri dari Kepala Kelurahan sebanyak 12.293 KK
dengan Jumlah Jiwa yang menyebar di 12 (dua belas) Kampung dengan
perincian sebagai berikut:
Tabel 4.1: Jumlah penduduk Kecamatan Anak Tuha
No Kampung Luas Jumlah Jumlah Penduduk / Jiwa
Wilaya KK Laki- Pr Jumlah
h laki
1 2 3 4 5 6 7
1 Tj. Harapan 2000 862 1916 1788 3704
2 Gunung Agung 1026 96 2170 2654 4824
3 Neg. Aji Baru 1015 910 3129 3084 6213
4 Neg. Bumi 5000 1620 2305 2132 4437
Udik
5 Neg. Aji Tua 1011 1087 2125 1951 4076
6 Bumi Aji 8000 1458 1547 1610 3157
7 Neg. Bumi Ilir 7000 1112 268 204 472
8 H. Pemanggilan 1800 1027 812 782 1594
9 Mulyo Haji 966 815 1946 1851 3797
10 Bumi Jaya 475 750 2277 2284 4561
11 Jaya Sakti 943 1597 1474 1411 2885
12 Srikaton 569 959 1381 1258 2579
Jumlah 29.805 12.293 21.290 21.009 42.229
71
3
Ibid
72
Tabel 4.5 : Data Perangkat Kampung Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah
Kepala Sekretaris Kaur Bendahara BPK LINMAS
No Kampung Kadus RT
Kampung Kampung / Kasi Kampung Ketua Anggota Danton Anggota
1 Tj. Harapan 1 1 5 6 1 1 8 1 30 17
2 Gunung Agung 1 1 5 2 1 1 4 1 30 4
3 Neg. Aji Baru 1 1 5 6 1 1 8 1 30 18
4 Neg. Bumi Udik 1 1 5 8 1 1 8 1 30 23
5 Neg. Aji Tua 1 1 5 9 1 1 10 1 30 21
6 Bumi Aji 1 PNS 5 9 1 1 10 1 30 28
7 Neg. Bumi Ilir 1 1 5 9 1 1 9 1 30 31
8 H. Pemanggilan 1 1 5 11 1 1 10 1 30 21
9 Mulyo Haji 1 PNS 5 7 1 1 8 1 30 22
10 Bumi Jaya 1 1 5 4 1 1 8 1 30 15
11 Jaya Sakti 1 PNS 5 10 1 1 8 1 30 36
12 Srikaton 1 PNS 5 7 1 1 8 1 30 21
Jumlah 12 12 60 88 12 12 99 12 360 257
74
CAMAT
JABATAN FUNGSIONAL
Kasubag Kasubag Perencanaan & Pelaporan Kasubag Keuangan
Umum
KASI PEMERINTAHAN KASI KESRA KASI PPM KASI PAD KASI TRANTIBUM
KEPALA KAMPUNG
Gunug Negara Negara Negara Bumi Negara Haji Mulyo Bumi Jaya Srikaton Tanjung
Agung Aji Baru Bumi Udik Aji Tua Aji Bumi Ilir Pemanggilan Haji Jaya Sakti Harapan
75
j. Pendidikan
Sarana pendidikan memegang peranan sangat penting dalam
memajukan mutu dan tingkat pendidikan bagi masyarakat, hal ini akan
terwujud apabila sarana pendidikan dapat dimanfaatkan dan dinikmati
keberadaanya bagi masyarakat.4
Jumlah sarana gedung sekolah yang ada di Kecamatan Anak Tuha
Kabupaten Lampung Tengah.
Tabel 4.9: Jumlah Sarana Gedung Sekolah Di Kecamatan Anak Tuha
Sarana / Gedung Sekolah
No Kampung
TK SD SLTP SLTA PT
1 Haji Pemanggilan 1 4 1 - -
2 Negara Bumi Ilir 1 2 1 1 -
3 Bumi Aji 2 3 - - -
4 Negara Aji Tua 3 3 1 - -
5 Negara Bumi Udik 1 2 1 - -
6 Negara Aji Baru 1 2 - - -
4
Lilik Dermawan, Mengenal Lebih Dekat Profil Kecamatan Anak Tuha, (Negara Aji Tua:
Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah Kecamatan Anak Tuha, 2019).
77
7 Gunung Agung - - - - -
8 Tanjung Harapan 2 2 - - -
9 Srikaton 4 2 1 1 -
10 Jaya Sakti 3 3 1 2 1
11 Bumi Jaya 2 1 - - -
12 Mulyo Haji 2 1 1 1 -
6
Ibid
79
7
Lilik Dermawan, Mengenal Lebih Dekat Profil Kecamatan Anak Tuha, (Negara Aji Tua:
Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah Kecamatan Anak Tuha, 2019).
80
jalan, ini menjadi faktor yang paling terdepan yang harus menjadi skala
prioritas pada setiap tahapan pembangunan. Distribusi barang dari dan
ke suatu derah akan menjadi mudah dan cepat, begitupun dengan
komoditi hasil pertanian yang dihasilkan.8
Berikut adalah gambaran infrastuktur jalan yang ada di Kecamatan Anak
Tuha Kabupaten Lampung Tengah:9
1) Jalam Prvinsi : 10 Km
2) Jalan Kabupaten : 35 Km
3) Jalan Hotmix : 20 Km
4) Jalan Tanah : 24 Km
5) Jalan Kampung : 60 Km
6) Jalan Aspal : 30 Km
7) Jalan diperkeras : 37 Km
8) Jalan Tanah : 29 Km
9) Jalan Onderlagh : 37 Km
8
Ibid
9
Ibid
10
Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h.520.
81
11
Harifudin Cawiduw, Konsep Kufr dalam al-Qur’an, Suatu Kajian Teologis dengan
Pendekatan Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h.13.
12
Idtesis.Com, Pengertian Konsep Menurut para Para Ahli, (Diposting Tanggal 20 Maret
2015). https://idtesis.com/konsep-menurut-para-ahli/ (Diakses Tanggal 13 Maret 2020).
13
Moh.Amin, Mengerjakan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Metode
“Discovery” dan “Inquiry”, (Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti, 1987), h.42.
82
14
Pelajaran.co.id, Pengertian Konsep dan Unsur-Unsur Konsep Menurut Ahli Terlengkap,
(Diposting Tanggal 6 Februari 2017).https://www.pelajaran.co.id/2017/06/pengertian-konsep-dan-
unsur-unsur-konsep-menurut-ahli.html, (Diakses Tanggal 13 Maret 2020).
15
Ahmad Timbas, Tokoh Adat Kampung Negara Bumi Udik Kecamatan Anak Tuha
Kabupaten Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 08 November 2019.
83
16
Abdul Thalib, Tokoh Adat Kampung Tanjung Harapan Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 09 November 2019.
17
Chairul Saleh, Tokoh Adat Kampung Bumi Aji Kecamatan Anak TuhaKabupaten Lampung
Tengah, Wawancara, Tanggal 10 November 2019.
85
kabar bahwa ada seorang laki-laki yang sudah mendapatkan calon istri.
Untuk sampai pada proses perkawinan paling sebentar memerlukan
waktu 15 (lima belas) hari dari proses mengambil gadis tersebut.18
Menurut bapak Ahmad Sari tokoh adat kampung Gunung Agung
menyebutkan konsep perkawinan pada masyarakat adat Lampung di
Kecamatan Anak Tuha tidak jauh berbeda dengan konsep perkawinan
dalam Hukum Islam sebaga ikatan yang sakral dan kuat. Selanjutnya
bapak Ahmad Sari sedikit menjelaskan mengenai tata cara pada
masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha pada umumnya
berbentuk perkawinan dengan cara lamaran (rasan tuha) dengan
sebambangan (larian). Perkawinan dengan cara lamaran ditandai
dengan pemberian sejumlah uang kepada pihak perempuan. Uang
tersebut digunakan untuk menyiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga
(sesan), dan diserahkan kepada mempelai laki-laki pada saat upacara
perkawinan berlangsung. Sedangkan, perkawinan sebambangan (tanpa
acara lamaran) merupakan perkawinan dengan cara melarikan gadis
yang akan dinikahi oleh bujang dengan persetujuan si gadis, untuk
menghindarkan dari hal-hal yang dianggap dapat menghambat
pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang memakan
biaya cukup banyak.19
b. Pelaksanaan Perkawinan
Tentang tatacara atau upacara perkawinan pada masyarakat adat
Lampung menurut Ahmad Timbas selaku Tokoh Adat di Kecamatan
Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah pada umumnya berdasarkan
perkawinan jujur yang pelaksanaannya dapat dengan cara adat hibal
serba, bumbang aji, itar padangdan itar manom. Tata cara dan upacara
adat ini dapat dilakukan apabila tercapaikesepakatan antara pihak
kerabat laki-laki dan kerabat perempuan, baik dikarenakan berlakunya
18
Usman Efendi, Tokoh Adat Kampung Negara Bumi Ilir Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 11 November 2019.
19
Ahmad Sari, Tokoh Adat Kampung Gunung Agung Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 11 November 2019.
86
22
Ibid
23
Ibid
88
24
Ibid
89
25
Ibid
90
buah kelapa tumbuh, alat tenun, kendi air, padi bertangkai. Di sana
mempelai duduk bersanding dengan menginjak kepala kerbau.
Pada saat akan melaksanakan cakak pepadun, mempelai laki-
laki memakai celana panjang kelabu, ikat pinggang putih, keris
punduk, baju panjang, kopiahtua, sedangkan mempelai perempuan
memakai tapis, baju panjang, kanduk telue (kerudung), dan selempang
berwarna putih kuning merah.
Kedua mempelai selanjutnya dipersilahkan duduk di atas
pepadun, yaitu bangku adat yang berkaki empat pendek terbuat dari
kayu yang berukir-ukir. Disamping mempelai duduk pula kerabat
yang akan menjadi pembantu adat dari kepenyimbangan mempelai.
Ada yang duduk di sebelah kiri (nyiku kiri) dan ada yang di sebelah
kanan (nyiku kanan) dan ada beberapa yang berdiri di belakang
(nenggau).
Setelah para anggota pemuka adat duduk tenang dihadapan
kedua mempelai maka penglaku memohon perhatian dan
menyampaikan dengan kata-kata sastra yang indah dengan diselingi
pukulan canang bahwa pada hari itu kedudukan mempelai diresmikan
sebagai kepala rumah tangga kerabatnya yang bertanggungjawab dan
memiliki harta kekayaan dan alat perlengkapan adat sendiri. Sebagai
pimpinan rumah tangga kepada mempelai laki-laki diberi gelar
“Suttan”, misalnya Suttan Kepala Raja dan kepada mempelai
perempuan diberi gelar “Sesunan”, misalnya Sesunan Ratu Buwai
Perintah, dan sebagainya. 26
Di masa sekarang semua isi pengumuman penglaku berdasarkan
keputusan musyawarah adat para penyimbang-penyimbang yang
hadir. Surat keputusan tersebut diserahkan kepada kerabat yang
memadun.
Bahwa upacara adat memadun ini cukup dilaksanakan oleh anak
lelaki tertua, karena kedudukannya sebagai penyimbang dalam
26
Ibid
91
27
Ibid
28
Abdul Thalib, Tokoh Adat Kampung Tanjung Harapan Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 09 November 2019.
92
3) Itar Padang
Upacara adat perkawinan itar padangyang juga disebut tar
padang (dilepas dengan terang) atau lapah dawah (berjalan siang),
dimasa lampau dilakukan oleh anggota kerabat penyimbang suku
dengan nilai jujur 8 (delapan) atau 6 (enam) rial. Perundingan antar
pemuka adat kerabat laki-laki dan perempuan cukup dilakukan di
rumah mempelai perempuan. Mempelai laki-laki yang datang
mengambil mempelai perempuan berpakain jas hitam, kain songket
dan ikat kepala (kikat akkin), sedangkan mempelai perempuan yang
berangkat dari rumahnya berpakaian baju kerudung atau kebaya
beludru hitam bertahta benang emas dengan kerudung hitam bersulam
benang emas.
Untuk menjamu rombongan mempelai laki-laki dan para
undangan pihak kerabat perempuan hanya memotong beberapa ekor
ayam. Setelah penyelesaian uang jujur dan uang-uang adat dengan
pihak mempelai perempuan oleh pihak mempelai laki-laki, maka
mempelai perempuan dan laki-laki diiringi tanpa tabuhan tala oleh
anggota kerabat menuju ke rumah mempelai laki-laki, tanpa
kendaraan, berjalan kaki dengan paring adat berwarna merah. Barang-
barang sesan sekerdarnya dibawa serta.
Jika mempelai berjalan malam memakai penerangan lampu yang
bercahaya terang (petromak). Sampai di rumah laki-laki mempelai
diterima dengan sederhana dan segera dinikahkan yang dihadiri oleh
anggota kerabat kedua pihak.Setelah akad nikah jika pihak kerabat
pria menghendaki dilaksanakan upacara adat memadun dan turun
duwai dapat saja dilaksanakan atas persetujuan dan pemufakatan
kerabat laki-laki dan pemuka adat di tempat laki-laki bersangkutan.29
29
Chairul Saleh, Tokoh Adat KampungBumi Aji Kecamatan Anak TuhaKabupaten Lampung
Tengah, Wawancara, Tanggal 10 November 2019.
93
4) Itar nanom
Perkawinan dengan itar nanom adalah perkawinan yang
didahului dengan acara lamaran dan perundingan secara diam-diam
antara pihak laki-laki dan pihka perempuan tanpa dicampuri oleh tua-
tua penyimbang.Keluarga pihak mempelai perempuan melepas
keberangkatan anak perempuannya diambil oleh pihak laki-laki
dengan jamuan hidangan minum kopi. Mempelai laki-laki tidak perlu
untuk datang menyongsong ke rumah pihak perempuan, oleh karena si
perempuan diambil oleh beberapa orang perempuan dan kerabat laki-
laki pada waktu malam hari. Dalam perjalanan ini mempelai
perempuan hanya berpakaian kebaya kerudung biasa saja tidak dengan
alat perlengkapan pakaian adat. Anggota kerabat terbanyak dan para
tetangga baru akan tahu keesokan paginya bahwa mempelai sudah
ada.
Beberapa hari kemudian kedua mempelai dinikahkan dan jika
kerabat laki-laki mampu dalam hal ini dapat juga mereka
meningkatkan upacara perkawinan ini ke upacara memadun. Jika tidak
mampu maka setelah acara akad nikah secara agama Islam yang
dihadiri oleh para anggota kerabat kedua pihak, maka upacara
sederhana ini diakhiri dengan makan-makan bersama antara kerabat
besan. Sedangkan antara kedua mempelai perempuan juga dilakukan
acara mosok(disuapi) makanan oleh anggota kerabat kedua pihak,
terutama kaum perempuannya hanya sifatnya lebih sederhana
daripada dalam acara Tar Padang.30
c. Isi Perjanjian Perkawinan
Terkait isi perjanjian perkawinan menurut Ahmad Tibas selaku
tokoh adat kampung Negara Bumi Udik Kecamatan Anak Tuha tidak
tertulis namun diucapkan secara lisan. Mengenai perjanjian perkawinan
merupakan sudah menjadi adat istiadat yang turun temurun diwariskan
30
Usman, Tokoh Adat Kampung Negara Aji BaruKecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 11 November 2019.
94
oleh nenek moyang masyarakat adat Lampung sejak zaman dahulu. Isi
dari perjanjian perkawinan yaitu untuk hidup bersama selamanya agar
tidak bercerai yang diucapkan oleh mempelai laki-laki yaitu,“saya
berjanji akan mencintai dan hidup bersama dengan istri saya sampai
mati”.31
Apabila salah satu pasangan atau masing-masing pasangan takut
diselingkuhi maka dibuatlah perjanjian yang menyatakan sampai mati
tidak akan bercerai dikarenakan perceraian yang berlaku pada
masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha hanya cerai mati.
Apabila seorang istri / suami selingkuh dengan laki-laki / perempuan
lain maka istri / suami tersebut harus dibuang terlebih dahulu dari adat
guna membersihkan dosa dan aib yang telah diperbuat. Jika tidak
dibuang maka akan diasingkan dari adat karena rusaknya harga diri.
Dikatakan cerai mati karena yang dapat memisahkan perkawinan hanya
maut.
Berdasarkan hasil penelitian jika terjadi perceraian atau istri
dibawa lari laki-laki lain, dalam adat masyarakat Lampung harus
memotong Kerbau dan nurun uang adat. Dalam hal nurun uang adat
jumlahnya tidak tentu, berbeda antara orang yang satu dengan yang
lainnya. Jumlah nurun uang adat diantaranya ada yang dua juta empat
ratus, dua puluh empat juta, enam puluh juta, seratus dua puluh juta, dan
paling kecil uang adat yaitu enam ribu. Uang adat yang sudah
dikeluarkan akan masuk ke kas adat untuk dipergunakan dalam acara-
acara adat.32
Menurut Abdul Thalib selaku tokoh adat kampung Tanjung
Harapan Kecamatan Anak Tuha isi perjanjian perkawinan tidak tertulis
namun diucapkan secara lisan. Perjanjian yang dimaksud di sini adalah
perjanjian yang mengikat secara adat istiadat secara turun temurun agar
tidak bercerai. Isi dari perjanjian perkawinan yaitu untuk hidup bersama
31
Ahmad Timbas, Tokoh Adat Kampung Negara Bumi Udik Kecamatan Anak Tuha
KabupatenLampung Tengah, Wawancara, Tanggal 08 November 2019.
32
Ibid
95
33
Abdul Thalib, Tokoh Adat Kampung Tanjung Harapan Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 09 November 2019.
34
Ibid
35
Chairul Saleh, Tokoh Adat Kampung Bumi Aji Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 10 November 2019.
96
yang mengikat ini merupakan adat istiadat yang sudah turun temurun
dan harus dilaksanakan, apabila melanggar maka akan mendapat sanksi
adat.
Masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah sejak dahulu kala telah meyakini bahwa perceraian
dalam keluarga merupaka aib. Oleh karena itu perceraian tidak
dibolehkan untuk menjaga kehormatan diri, keluarga dan penyimbang.
Jika dipresentasikan maka Sembilan dari sepuluh orang memilih untuk
tidak bercerai demi menjaga kehormatan diri dan keluarga. Bisa
dikatakan dengan adanya perjanjian perkawinan dapat menekan angka
perceraian di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah. 38
Berkaitan dengan isi perjanjian perkawinan masyarakat adat
Lampung menurut Ahmad Sari tokoh adat kampung Gunung Agung
yaitu untuk hidup bersama selamanya agar tidak bercerai yang
diucapkan oleh mempelai laki-laki yaitu, “saya berjanji akan mencintai
dan hidup bersama dengan istri saya sampai mati”.39
Pada adat Lampung yang dipegang hanya cerai mati. Jika terjadi
perceraian antara pasangan suami istri baik itu perceraian dari pihak
laki-laki maupun perceraian dari pihak perempuan ada dendanya dari
adat Lampung. Dendanya yaitu sementara ditinggalkan dahulu di dalam
adat. Sehingga tidak bisa mengerjakan adat dan mencampuri adat
terkecuali jika sudah menyelesaiakan denda apa yang diberikan oleh
adat. Denda dalam adat Lampung bermacam-macam, ada istilah denda
yang tenurun yaitu memberikan uang sejumlah yang telah disepakati
misalnya enam juta atau dua belas juta. Ada juga yang tidak bisa
diselesaikan dengan uang, sekecil apapun dia harus memotong kerbau
atau sapi baru bisa masuk lagi ke dalam adat Lampung. Apabila belum
38
Ibid
39
Ahmad Sari, Tokoh Adat Kampung Gunung Agung Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 11 November 2019.
98
40
Ibid
41
Ahmad Timbas, Tokoh Adat Kampung Negara Bumi Udik Kecamatan Anak Tuha
Kabupaten Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 08 November 2019.
99
hukum agama dan hukum adat meskipun ada masyarakat adat Lampung
yang melakukan perceraian.42
Dengan adanya perjanjian perkawinan sebagai adat pada
masyarakat Lampung membawa dampak yang positif sehingga dapat
mengurangi angka perceraian. Masyarakat adat Lampung sangat
menjunjung tinggi adat kebiasaan, selagi tidak bertentangan dengan
agama. Selain karena adat, perjanjian perkawinan merupakan perjanjian
yang mengikat dilarangnya perceraian. Akibat dari perceraian sangat
berat bagi masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha karena
hilangnya harga diri dan akan dibuang dari adat. Maka dari itu
perjanjian perkawinan menjadi benteng yang paling ampuh dari
perceraian dalam kehidupan rumah tangga meskipun tidak jarang dalam
kehidupan rumah tangga pasti ada pertengkaran bahkan sampai
ditinggalkan.43
Tentu saja dengan adanya perjanjian perkawinan sebagai perjanjian
yang mengikat agar tidak bercerai berdampak positif terhadap
keharmonisan rumah tangga. Masyarakat adat Lampung di Kecamatan
Anak Tuha Kabupaten Lampung Tengah sejak dahulu kala telah
meyakini bahwa perceraian dalam keluarga merupakan aib. Oleh karena
itu perceraian tidak dibolehkan untuk menjaga kehormatan diri, keluarga
dan penyimbang. Jika dipresentasikan maka Sembilan dari sepuluh
orang memilih untuk tidak bercerai demi menjaga kehormatan diri dan
keluarga. Bisa dikatakan dengan adanya perjanjian perkawinan dapat
menekan angka perceraian di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah.44
Dampak yang dapat ditimbulkan dari perjanjian perkawinan dalam
kehidupan rumah tangga yaitu apabila terjadi perpisahan
42
Abdul Thalib, Tokoh Adat Kampung Tanjung Harapan Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 09 November 2019.
43
Chairul Saleh, Tokoh Adat Kampung Bumi Aji Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 10 November 2019.
44
Usman Effendi, Tokoh Adat Kampung Negara Aji Baru Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 11 November 2019.
100
B. Analisis
1. Perjanjian Perkawinan Masyarakat Adat Lampung di Kecamatan
Anak Tuha Kabuapten Lampung Tengah
Pada kesempatan ini penulis akan mendiskripsikan budaya serta
masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha menggunakan studi
etnografi berdasarkan data yang diperoleh di lapangan melalui pemahaman
yang mendalam. Dalam hal ini, pemahaman ini lebih banyak dilihat dari
bagaimana masyarakat melihat, menyikapi dan berperilaku menurut
pemahaman mereka sendiri (emic view) yang lantas harus dilihat nantinya
oleh etnografi ketika sudah kebali dari lapangan melalui pandangan
jauhnya (etic view). Dengan demkian substansi dari etnografi tidak lain
adalah yang bersangkut dengan epistemologinya, yakni pemahaman
makna terhadap integrasi tindakan dan peristiwa kemasyarakatan. Dalam
hubungan ini, sasaran etnografi yaitu kemampuan untuk menangkap
seperangkat pandanga masyarakat, hubungannya dalam kehidupan serta
realitas pandangan-pandangannya. Etnografi adalah cara-cara untuk
pemaknaan suatu kebudayaan.
Etnografi merupakan salah satu model penelitian yang lebih banyak
terkait dengan antropologi, yang mempelajari peristiwa kultural, yang
45
Ahmad Sari, Tokoh Adat Kampung Gunung Agung Kecamatan Anak Tuha Kabupaten
Lampung Tengah, Wawancara, Tanggal 11 November 2019.
101
47
James P. Spardley, Metode Etnografi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 34-37
104
adat oleh para tetua adat pihak mempelai perempuan, lalu para tetua kedua
belah pihak duduk berhadapan di tempat terhormat menghadapi biaya adat
dan barang-barang bawaan dari pihak laki-laki, kemudian penglaku
(pengantar acara adat) dari pihak laki-laki angkat bicara menyerahkan
biaya adat yang dibawa oleh keluarga ibu-ibu dan bujang gadis yang
datang ke tempat kediaman pihak mempelai perempuan yang berisi uang
adat, sereh, beberapa nampan yang bersisi kue-kue, beberapa nampan
yang berisis rokok, tembakau sirih pinang dan sebagainya setelah itu
dilanjutkan dengan permohonan untuk mengambil mempelai perempuan.
Penglaku (pengantar acara adat) pihak wanita menerima penyerahan
barang bawaan dari pihak laki-laki, lalu menyerahkan mempelai
perempuan. Setelah itu mempelai perempuan dan laki-laki melakukan
sembah sujud kepada orang tua dan keluarga serta para penyembingnya
(anak laki-laki tertua dari keturunan tertua yang sudah dinobatkan menjadi
tokoh adat), maka dengan upacara yang diiringi dengan tetabuhan adat
kedua mempelai dan rombongan dilepas oleh pihak perempuan untuk
menuju ke tempat kediaman laki-laki. Kemudian mempelai di tempat laki-
laki disambut pula dengan upacara kebesaran, dengan tabuhan tala dan
tembakan senjata api sebanyak tujuh letusan. Penyerahan mempelai
perempuan kepada mempelai laki-laki juga ditandai dengan penyerahan
sesan (alat-alat rumah tangga) oleh mempelai perempuan. Dengan
demikian secara hukum adat maka putuslah hubungan keluarga antara
mempelai perempuan dengan kedua orang tuanya.
Pembahasan mengenai etnografi juga berkaitan berkaitan erat dengan
pendapat Ibnu Khaldun yang menyatakan bahwa etnografi mengandung
pemikiran, penelitian dan alasan-alasan detil tentang perwujudan
masyarakat dan dasar-dasarnya, sekaligus ilmu yang mendalam tentang
karakter berbagai peristiwa.48 Menurut analisis penulis adanya budaya
upacara adat dalam pengambilan gadis pada masyarakat adat Lampung di
48
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terjemahan Masturi Ilham, dkk., (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2011), h.57-61
108
49
A. Duranti, Lingusitic Anthropology, (California: Cambridge University Press, 1997), h. 85
110
50
Nurcahyo Tri Arianto, Etnografi Indonesia, (Surabaya: FISIP Unair, 2012), h. 2
51
James P. Spradley, Metode Etnografi, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), h. 5
111
52
Kiki Zakiah, “Penelitian Etnografi Komunikasi: Tipe dan Metode”, Mediator, Vol. 9, No.
1, Juni, 2008, 181-188, h. 185
113
53
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 155.
117
54
Sukris Sarmadi, Format Hukum Perkawinan dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Prisma, 2007), h.18.
119
prosesi adat yang sangat kental namun tidak mengurangi dari pada esensi
sahnya suatu perkawinan. Yang merupakan syarat sahnya suatu
perkawinan yaitu adanya saksi dan perempuan yang halal dikawini oleh
laki-laki dalam hal ini telah dihadiri oleh rombongan kerabat mempelai
laki-laki dan kerabat mempelai perempuan serta adanya perempuan yang
akan dikawini. Sedangkan yang merupakan rukun sahnya suatu
perkawinan yaitu adanya ijab kabul, mempelai laki-laki, mempelai
perempuan dan wali pada prosesi akad nikah. Wali dalam hal ini orang tua
dari pihak perempuan yaitu Ayah atau bisa juga diwakilkan.
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan al-
Qur’an dan sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan
naluri manusia yang sangat asasi dan sarana untuk membina keluarga yang
Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama.
Jika dikaikan dengan maqāṡid al-syarī’ah tata cara perkawinan pada
masyarakat adat Lampung Anak Tuha nampaknya sesuai dengan
melindungi salah satu unsur pokok yaitu memelihara agama. Hal ini
dikarenakan di dalam agama Islam selain terdapat komponen-komponen
aqidah yang merupakan pegangan hidup setiap muslim, juga memuat
akhlaq yang merupakan sikap hidup seorang muslim, sehingga perlu
diperlihatkan dan dijaga. Terkait hal tersebut perkawinan merupakan
ikatan lahir batin yang dapat melengkapi separuh agama seperti yang
sudah disebutkan di atas. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pemeliharaan
dan penegakan agama Islam.
Terkait isi perjanjanjian perkawinan (pada Bab II) dalam Islam
dikemukakan dalam berbagai doktrin fiqh pada umumnya ditempatkan
pada pengucapan taklik talak yang diucapkan oleh mempelai pria setelah
akad nikah. Adapun bunyi taklik talak yang diucapkan setelah akad nikah
adalah sebagai berikut “saya...bin... berjanji dengan sesungguh hati, bahwa
saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami dan saya akan
121
55
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Al-Hikmah, (Bandung: CV
Penerbit Diponegoro, 2008), h. 81.
122
56
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah IV, Terj. Ab durrahim dan Marukhin , Cet. Ke-1, (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2009), h. 2.
57
Ghozali, Fiqh..., h. 212.
58
Ghozali, Fiqh..., h.214.
123
59
Kompilasi Hukum Islam Pasal 51
126
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perjanjian Perkawinan pada masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak
Tuha Kabupaten Lampung Tengah dimaksudkan agar pasangan suami istri
dapat hidup bersama selamanya dan tidak bercerai, karena pada masyarakat
adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha yang berlaku hanya cerai mati.
Pelanggar perjanjian perkawinan tersebut memiliki kosekuensi dibuang
dari adat dan denda dalam jumlah tertentu. Perjanjian perkawinan tersebut
hanya dilakukan oleh calon mempelai dalam suku yang sama yaitu suku
Lampung. Dampak positif dari adanya perjanjian perkawinan pada
masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha Kabupaten Lampung
Tengah yaitu terwujudnya rumah tangganya harmonis sehingga dapat
mengurangi angka perceraian yang ada di Indonesia.
2. Adanya perjanjian perkawinan pada masyarakat adat Lampung di
Kecamatan Anak Tuha sejalan dengan tujuan pensyariatan yakni
mendapatkan kemaslahatan keluarga (suami istri) guna membentuk
keluarga yang bahagia. Meskipun perjanjian perkawinan ini secara
pelaksanaan tidak terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, perjanjian perkawinan
dalam masyarakat adat Lampung di Kecamatan Anak Tuha sesuai dengan
konsep maqashid asy-syari‘ah dalam mewujudkan dan memelihara maslahah
umat manusia yang dalam hubungan keluarga ditujukan untuk membentuk
keluarga bahagia dan berdampak positif dalam mengurangi konflik atau
permasalahan sehingga membawa keharmonisan dalam kehidupan rumah
tangga.
B. Saran
1. Perjanjain perkawinan di dalam agama Islam tidak harus dilaksanakan,
karena perjanjian perkawinan bukanlah rukun dan syarat perkawinan.
129