TENTANG
(Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Perancangan Peraturan
PerUndang-Undangan)
Oleh:
FAKULTAS SYARIAH
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca orde baru kebijakan sentralisasi banyak menuai kritik, sentralisasi pada satu
sisi bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional, namun disisi yang
lain sentralisasi menyebabkan kurangnya kemandirian setiap daerah.1 Kemandirian daerah
yang diartikulasikan sebagai representasi pendapatan Asli daerah (yang selanjutnya disebut
PAD) terhadap total pendapatan dan rasio transfer terhadap total pendapatan tidak
terkonfigurasi dengan baik oleh sistem sentralisasi orde baru.2 Pada aras yang sama
kemandirian suatu daerah menyasar pemerintahan suatu daerah agar tidak terjangkit
opium-opium ketergantungan terhadap dana dari pusat.
Ketergantungan suatu daerah terhadap dana dari pusat dan ketidakmampuan suatu
daerah untuk menghasilkan sumber dana menjadi salah satu faktor keterlambatan dalam
pemenuhan kebutuhan daerah tersebut.3 Berdasarkan hal ini melalui Undang-Undang No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999
tentang perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka pada tanggal 1 Januari 2001
Indonesia memasuki babak baru yaitu rea otonomi daerah. Corak otonomi daerah
merupakan upaya untuk melakukan desentralisasi dan melepaskan dari kungkungan
sentralisasi.4
1
Viona Wijaya, “Perubahan Paradigma Penataan Regulasi Di Indonesia,” Jurnal Rechts Vinding: Media
Pembinaan Hukum Nasional 10, no. 2 (2021): 167, https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v10i2.712.
2
Kemenkeu, “Deskripsi Dan Analisis APBD 2011,” 2011, 1–61.
3
Gusnar Ismail, “Implemntasi Otonomi Daerah Dalam Penanganan Pandemi Covid-19,” Jurnal Lembaga
Ketahanan Nasional Republik Indonesia 8, no. 3 (2019): 426–41.
4
Jelfi H. Tampilang, Sarah Sambiran, and Fanley Pangemanan, “Proses Mutasi Jabatan Eselon III Dan IV Di
Kabupaten Minahasa,” EKSEKUTIF Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan 3, no. 3 (2019): 1–9.
5
Gesvi Rizkitachika Praramadhanti and Subhan Ramdlani, “Persepsi Pengguna Terhadap Kualitas Taman Singha
Merjosari Berdasarkan Variabel Pembentuk Kualitas Ruang Publik,” Idealog: Ide Dan Dialog Desain Indonesia
7, no. 1 (2022): 49, https://doi.org/10.25124/idealog.v7i1.4745.
ini patut disadari bahwasanya intensitas pegunjung menjadai salah satu sebab, selain
jumlah lahan parkir yang terbatas, sehingga banyak kendaraan yang parkir sembarangan.
Berdasarkan observasi penulis pada hari Rabu tanggal 14 tahun 2023, tepatnya dimalam
Kamis terdapat sejumlah Dinas Perhubungan yang ditemani oleh Polisi Lalu Lintas
mengadakan razia dadakan serta mengamankan kendaraan yang parkir sembarangan.6
Maka pada titik ini kebijakan menjadi sangat penting diambil oleh Pemerintah Kota Malang
dalam bentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Parkir Khusus di Taman Merjosari.
Retribusi parkir yang diartikan sebagai suatu bentuk pungutan atau pembayaran
yang dikenakan kepada pengguna kendaraan yang memanfaatkan fasilitas tempat parkir
yang disediakan oleh pemerintah atau pihak yang memiliki kewenangan. 7 Pungutan ini
bertujuan untuk mengatur dan mengendalikan penggunaan ruang parkir serta memberikan
kontribusi keuangan bagi pengelola tempat parkir tersebut.
Latar belakang Naskah akademik rancangan Peraturan Daerah ini tentang retribusi
parkir khusus Taman Merjosari Kota Malang melibatkan pemahaman akan permasalahan
parkir yang terjadi di kawasan tersebut. Pertumbuhan jumlah pengunjung yang pesat dalam
beberapa tahun terakhir telah menyebabkan kepadatan parkir di sekitar Taman Merjosari.
Hal ini menciptakan tantangan dalam mengatur parkir secara efisien dan memberikan
kenyamanan bagi pengunjung.8
Dalam konteks Taman Merjosari, masalah parkir yang perlu ditangani mencakup
kemacetan lalu lintas, kesulitan dalam mencari tempat parkir yang tersedia, kurangnya area
parkir yang memadai, dan kurangnya pengawasan terhadap parkir yang tidak teratur.
Situasi ini memerlukan langkah-langkah pengaturan parkir yang efektif, termasuk
penerapan retribusi parkir yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik area tersebut.
B. Identifikasi Masalah
11
Desak Putu Mery Astuti et al., “Analisis Efektivitas Penggunaan Sistem E-Parking Dalam Pembayaran
Retribusi Parkir Di Kabupaten Tabanan,” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Universitas Pendidikan Ganesha
10, no. 3 (2019): 2614–1930.
2. Manfaat
Pada dasarnya dalam penyusunan sebuah naskah akademik merupakan kegiatan dalam
penelitian, maka mutlak adanya suatu metode sebagai tata cara untuk mencapai tujuan
dalam penelitian naskah akademik ini. pada konteks ini sangat jelas berhubungan erat
dengan penelitian hukum, sehingga pada naskah akademik ini menggunakan metode
penelitian hukum.
12
Johnny Ibrahim Jonaedi Efendi, Metode Penelitian Hukum: Normatif Dan Empiris, II (Depok: Prenada Media,
2018).
13
Sri Mamudji, Hang Rahardjo, Agus Supriyanto, Daly Erni, Dian Pudji Simatupang, Metode Penelitian Dan
Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).
sosiologis terkait retribusi parker khusus taman Merjosari. Pada waktu yang
bersamaan, penelitian kualitatif dapat membantu mengidentifikasi berbagai
faktor seperti beberapa variabel efektifitas dan efesiensi retribusi parker khusus
taman Merjosari.
2. Sumber Data
A. Kajian Teoritis
1. Sumber Pendapatan Daerah
Sumber pendapatan daerah adalah berbagai jenis pemasukan keuangan yang
diperoleh oleh pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan dan program
pemerintahan serta memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut.
Pemerintah daerah telah diberi otonomi secara luas dan desentralisasi fiskal, maka
pelaksanaan otonomi tersebut harus tetap berada dalam hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal sumber pendapatan yang menjadi hak
pemerintah daerah, Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan sumber pendapatan daerah sebagai
berikut.
Sumber pendapatan daerah berasal dari :
a. Hasil Pajak Daerah : Pemerintah daerah dapat mengenakan berbagai jenis
pajak, seperti pajak penghasilan daerah, pajak pertambahan nilai (PPN),
pajak hotel, pajak restoran, pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak reklame,
dan lain-lain.
b. Hasil Retribusi Daerah : Ini adalah pungutan yang dikenakan atas pelayanan
atau fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada
masyarakat, contohnya retribusi parkir, retribusi pasar, retribusi izin usaha,
retribusi sampah, dan sebagainya.
c. Bagian Hasil Pajak Pusat : Pemerintah pusat memberikan alokasi
pendapatan dari pajak pusat kepada pemerintah daerah, seperti dana bagi
hasil pajak penghasilan (DBH PPh) dan dana bagi hasil pajak pertambahan
nilai (DBH PPN).
d. Pendapatan Asli Daerah (PAD) : Ini meliputi pemasukan daerah dari
sumber-sumber lain, seperti hasil pengelolaan kekayaan daerah, laba usaha
daerah, pendapatan dari penjualan aset, pendapatan dari retribusi khusus,
dan sebagainya.
e. Hibah: Pemerintah pusat atau pihak ketiga dapat memberikan hibah kepada
pemerintah daerah sebagai tambahan pendapatan untuk mendukung
program dan kegiatan tertentu.
f. Pinjaman: Pemerintah daerah juga dapat mengajukan pinjaman kepada
pihak ketiga, baik dalam bentuk utang jangka pendek maupun jangka
panjang, untuk membiayai proyek infrastruktur atau kegiatan lainnya.
Selain itu pendapatan daerah bersumber dari Dana Perimbangan yang meliputi
Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, Lain-Lain pendapatan daerah yang sah. Di samping
itu sumber pendapatan daerah berasal dari hibah, dana darurat, dan lainlain
pendapatan yang ditetapkan Pemerintah.
2. Pendapatan Asli Daerah
Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka
18 menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu tujuan pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan kemandirian
daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat.
Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah
dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi kemampuan
daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk
menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas
pembangunan daerah.
3. Retribusi Parkir
Menjelaskan retribusi parkir adalah pembayaran atas jasa atau pelayanan
penyediaan tempat parkir yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan
Retribusi Daerah, retribusi parkir terdapat dalam dua golongan retribusi daerah.
yaitu retribusi jasa umum dan retribusi jasa khusus. Retribusi parkir yang termasuk
dalam retribusi jasa umum adalah retribusi pelayanan parkir di Tepi Jalan Umum.
B. Kajian Terhadap Asas Terkait Retribusi Parkir
Asas terkait retribusi parkir adalah sebagai berikut :
a. Asas Kepentingan (Principle Of Benefit) : Asas ini menyatakan bahwa pungutan
retribusi parkir didasarkan pada prinsip bahwa penggunaan tempat parkir
memberikan manfaat kepada pengguna. Oleh karena itu, pengguna tempat parkir
diwajibkan untuk membayar retribusi sesuai dengan manfaat yang diperoleh.
b. Asas Kepastian Hukum (Prinsiple og Legal Certainty) : Asas ini mengharuskan
aturan dan ketentuan terkait retribusi parkir harus jelas, tegas, dan dapat dipahami
oleh semua pihak yang terlibat. Hal ini mencakup peraturan mengenai tarif parkir,
jam operasional, dan tata cara pembayaran.
c. Asas Keadilan (Principle of Equity) : Asas ini menekankan bahwa pungutan
retribusi parkir harus adil dan proporsional. Tarif parkir harus disesuaikan dengan
kelas atau jenis tempat parkir, tingkat kemudahan akses, dan fasilitas yang
disediakan.
d. Asas Kemandirian Keuangan (Principle of Financial Independence) : Asas ini
menyatakan bahwa retribusi parkir merupakan salah satu sumber pendapatan
daerah yang digunakan untuk membiayai pengelolaan dan perbaikan tempat parkir
serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah daerah berwenang
menetapkan tarif dan mengatur penggunaan pendapatan retribusi parkir tersebut.
e. Asas Efisiensi dan Efektivitas (Principle of Efficiency) : Asas ini menuntut
pengelolaan retribusi parkir dilakukan secara efisien dan efektif. Penggunaan
pendapatan retribusi parkir harus diarahkan untuk meningkatkan infrastruktur,
peningkatan pelayanan, dan pengembangan sistem parkir yang lebih baik.
f. Asas Transparansi (Principle of Transparency) : Asas ini menekankan pentingnya
keterbukaan informasi terkait penggunaan dan pengelolaan retribusi parkir.
Pemerintah daerah diharapkan memberikan informasi yang jelas dan transparan
kepada masyarakat mengenai tarif, kebijakan, dan penggunaan pendapatan retribusi
parkir.
Retribusi parkir dapat memiliki beberapa dampak terhadap aspek beban keuangan
negara, tergantung pada kebijakan dan implementasinya. Beberapa dampak yang mungkin
terjadi antara lain:
Agar dapat berfungsi dan dicapai tujuan pembentukannya sesuai dengan pasal 18
UUD 1945 maka kepada daerah diberikan wewenang-wewenang untuk
melaksanakan berbagai urusan rumah tangganya. Oleh karena itu, setiap
pembentukan Daerah Otonom Tingkat I ataupun II harus selalu memperhatikan
syarat- syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah pertahanan dan
keamanan yang memungkinkan daerah otonom melaksanakan otonomi yang nyata
dan bertanggung jawab.
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Negara hukum bertalian erat dengan wibawa hukum yang amat diperlukan bagi
pembangunan dan pembaharuan masyarakat. Hukum berwibawa apabila hukum
itu merupakan kekuatan sosial yang ditaati. Salah satu dari fondasi kekuatan suatu
Negara adalah adanya peraturan yang baik dengan tujuan untuk ketertiban
masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini yang terutama adalah letak
susunan Peraturan Daerah di antara peraturan perundangan lainya. Sebagaimana
yang dicantumkan dalam Pasal 7 ayat (1) undang-undang ini, yaitu Jenis dan
Hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum;
c. Kewajiban negara membayar tagihan pihak ketiga;
d. Penerimaan negara;
e. Pengeluaran negara;
f. Penerimaan Daerah;
g. Pengeluaran Daerah;
h. Kekayaan Negara/Daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
Negara/Daerah;
i. Kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka penyeleng-garaan
tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan
j. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan Pemerintah.
E. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
a. Pasal 157 menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas: (1)
Pendapatan asli daerah, yang meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah; (2) Dana perimbangan; dan (3) lain-lain pendapatan
daerah yang sah.
b. Pasal 158 ayat (1) menyatakan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah
ditetapkan dengan undang-undang, yang pelaksanaannya di Daerah diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah. Sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa
pemerintahan daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di
luar yang telah ditetapkan undang-undang.
F. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
a. Pasal 108 menyebutkan bahwa objek retribusi adalah: (1) jasa umum, yang
digolongkan sebagai retribusi jasa umum; (2) jasa usaha, yang digolongkan sebagai
retribusi jasa usaha, dan (3) perizinan tertentu, yang digolongkan sebagai retribusi
perizinan tertentu.
b. Pasal 109 menyatakan bahwa objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang
disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.
c. Pasal 110 menyebutkan bahwa jenis retribusi jasa umum adalah:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil;
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6) Retribusi Pelayanan Pasar;
7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
10) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
11) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
13) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
d. Pasal 126
Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah dengan menganut prinsip komersial, yang meliputi: (1) Pelayanan dengan
menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara
optimal; dan/atau (2) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah, sepanjang belum
disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
e. Jenis retribusi jasa usaha berdasarkan Pasal 127 adalah:
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
3) Retribusi Tempat Pelelangan;
4) Retribusi Terminal;
5) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
7) Retribusi Rumah Potong Hewan;
8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
10) Retribusi Penyeberangan di Air; dan
11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
f. Pasal 140 mengatakan bahwa objek retribusi perizinan tertentu adalah pelayanan
perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
g. Pasal 141 menyebutkan bahwa jenis retribusi perizinan tertentu adalah:
1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
3) Retribusi Izin Gangguan;
4) Retribusi Izin Trayek; dan
5) Retribusi Izin Usaha Perikanan.
BAB IV
A. LANDASAN FILOSOFIS
Berangkat dari adanya pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk menetapkan bahwa tujuan dibentuknya Negara
Republik Indonesia untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman,
nyaman, adil, makmur secara menyeluruh baik dari segi materil maupun spiritual. Sesuai
dengan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengatakan bahwa “Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Dalam rangka penyelenggaraan hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah daerah. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah tepatnya Pasal 10 ditegaskan Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pemberian otonomi luas
kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. 14 Di samping
itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia (penjelasan angka 1 UU No.23 Tahun 2014).15
Adapun yang menjadi pokok pembahasan dalam naskah akademik ini adalah upaya
yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam retribusi parkir khusus Taman Merjosari Kota
Malang. Pertumbuhan jumlah pengunjung yang pesat dalam beberapa tahun terakhir telah
menyebabkan kepadatan parkir di sekitar Taman Merjosari. Hal ini menciptakan tantangan
dalam mengatur parkir secara efisien dan memberikan kenyamanan bagi
pengunjung. Penyelenggaraan retribusi parkir diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun
2009, bahwa retribusi menjadi pemasukan yang bermula dari usaha pemerintah daerah
yang menyediakan sarana dan prasarana untuk pemenuhan kepentingan masyarakat.
Pengguna sarana ini diwajibkan memberi pengganti berupa uang yang menjadi pemasukan
kas daerah.16 Retribusi parkir dapat dikatakan sebagai pendapatan daerah yang termasuk
ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Meskipun jumlah retribusi parkir tidak
signifikan, tetapi menjadi salah satu penyumbang yang cukup penting untuk meningkatkan
PAD. Selanjutnya, PAD ini akan digunakan untuk membiayai pembangunan dalam rangka
memenuhi berbagai kebutuhan di Parkir Khusus Taman Merjosari.
14
Mudrajad Kuncoro, Otonomi & Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang,
Erlangga, Jakarta, 2004, hal. 30
15
Syaukani dkk, 2004, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal.8
16
Fauzan, Muhammad, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan
Daerah, Yogyakarta, UII Press, 2006, hal. 239
B. LANDASAN SOSIOLOGIS
Mobilitas kendaraan roda dua maupun roda empat yang cukup tinggi disekitar
Taman Merjosari Malang, tentu menuntut pelayanan tempat parkir yang memadai, baik
tempat yang disiapkan khusus untuk lahan parkir, maupun lokasi parkir yang layak.
Retribusi parkir memiliki arti sebagai tempat parkir yang tidak selalu terkena pajak daerah.
Hal ini dikarenakan retribusi parkir termasuk objek retribusi daerah. Dalam arti lain, tempat
parkir tersebut sudah diizinkan atau disediakan khusus oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan individu ataupun badan. Retribusi parkir diambil dari orang-orang yang
menggunakan jasa parkir yang dikelola pemerintah. Salah satu tujuan retribusi parkir di
Taman Merjosari yaitu untuk mengendalikan jumlah kendaraan yang parkir di kawasan
Taman Merjosari agar tidak melebihi kapasitas yang tersedia. Dari retribusi parkir yang
dikumpulkan, hasilnya akan diserahkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk sarana
dan prasarana jasa pelayanan. Hal ini dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan
pengembangan infrastruktur parkir, serta meningkatkan pelayanan kepada pengunjung di
Taman Merjosari.
C. LANDASAN YURIDIS
Dalam hal ini, landasan yuridis pembentukan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Retribusi Daerah, yakni Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 - Pasal 18 ayat (6). Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 dibentuknya
daerah otonom tujuannya adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan, yang berbunyi sebagai berikut:
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap- tiap provinsi,
kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang- undang.
2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
pusat.
6) Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan –
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang- undang.
Pembahasan mengenai retribusi parkir ini telah diatur di beberapa Undang-undang.
Namun terdapat beberapa hambatan, yaitu:
• Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia yang dimaksud
adalah personel Dinas Perhubungan yang bertugas menangani Parkir.
• Hukuman yang diberikan kepada juru Parkir masih ringan. Tindak pidana yang
diberikan Terhadap juru parkir ilegal masih tergolong ringan merupakan penghambat
dari penindakan pelanggaran perparkiran sehingga pelanggaran perparkiran yang masih
terus terulang dan belum memberikan efek jera kepada juru parkir ilegal.
• Kurangnya kesadaran masyarakat. Menurut Dinas Perhubungan Kesadaran juru parkir
dan masyarakat juga Merupakan penghambat dalam Penanggulangan parkir ilegal.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dani Rachman, Muhammad Iqbal, Neng Sri Rahayu. “PENGARUH RETRIBUSI PARKIR
DAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI
DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERIODE 2009-2019.” Pengaruh Biaya Bahan
Baku Dan Biaya Tenaga Kerja Terhadap Laba Bersih Pada Pt. Satwa Prima Utama 12,
no. April (2021): 55–64.
Ismail, Gusnar. “Implemntasi Otonomi Daerah Dalam Penanganan Pandemi Covid-19.” Jurnal
Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia 8, no. 3 (2019): 426–41.
Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum: Normatif Dan Empiris. II. Depok:
Prenada Media, 2018.
Kemenkeu. “Deskripsi Dan Analisis APBD 2011,” 2011, 1–61.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Praramadhanti, Gesvi Rizkitachika, and Subhan Ramdlani. “Persepsi Pengguna Terhadap
Kualitas Taman Singha Merjosari Berdasarkan Variabel Pembentuk Kualitas Ruang
Publik.” Idealog: Ide Dan Dialog Desain Indonesia 7, no. 1 (2022): 49.
https://doi.org/10.25124/idealog.v7i1.4745.
Putu Mery Astuti, Desak, Gusti Ayu Ketut Rencana Sari Dewi, I Putu Julianto, Program S
Studi, and Akuntansi Jurusan Ekonomi Dan Akuntansi. “Analisis Efektivitas Penggunaan
Sistem E-Parking Dalam Pembayaran Retribusi Parkir Di Kabupaten Tabanan.” Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Universitas Pendidikan Ganesha 10, no. 3 (2019): 2614–
1930.
Retribusi, Kontribusi, Parkir Terhadap, and Pendapatan Asli. “Kontribusi Retribusi Parkir
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Pacitan” 3, no. 1 (2023): 53–
69.
Sri Mamudji, Hang Rahardjo, Agus Supriyanto, Daly Erni, Dian Pudji Simatupang. Metode
Penelitian Dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2005.
Tampilang, Jelfi H., Sarah Sambiran, and Fanley Pangemanan. “Proses Mutasi Jabatan Eselon
III Dan IV Di Kabupaten Minahasa.” EKSEKUTIF Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan 3,
no. 3 (2019): 1–9.
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah
Vikasari, Cahya. “Sistem Retribusi Parkir Sebagai Pengawasan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Cilacap.” Jurnal Nasional Teknologi Dan Sistem Informasi 5, no. 1 (2019): 1–
8. https://doi.org/10.25077/teknosi.v5i1.2019.1-8.
Wijaya, Viona. “Perubahan Paradigma Penataan Regulasi Di Indonesia.” Jurnal Rechts
Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 10, no. 2 (2021): 167.
https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v10i2.712.