Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

PENGANTAR ILMU HUKUM

TEORI HUKUM DAN IMPLEMENTASI PEMBENTUKAN HUKUM DI


INDONESIA

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas sebagai pengganti ujian Mata
Kuliah Pengantar Ilmu Hukum, yang diampu oleh:

Dr.Guswan Hakim, SH., M.H.

DISUSUN OLEH

NAMA : MUHAMMAD FACHRUL ROZI HASBUL

NIM : H1A120192

KELAS :D

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tercurahkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya lah saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan
makalah tentang “Teori Hukum dan Implementasi Pembentukan Hukum di
Indonesia” ini dengan baik meskipun masih terdapat banyak kekurangan di
dalamnya. Saya juga berterima kasih kepada Bapak Guswan Hakim selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah membimbing
memberikan ilmu serta pemahamannya kepada kami dan juga telah memberikan
tugas berupa makalah ini kepada kami sebagai pengganti Ujian Final Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Hukum

Saya pribadi sangat berharap semogah makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Teori Hukum dan
Implementasi Pembentukan Hukum di Indonesia. Saya menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saya sebagai penyusun berharap adanya kritik yang
membangun dan saran yang positif demi perbaikan makalah ini di kesempatan
berikutnya, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa kritik dan saran
yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat berguna bagi saya pribadi dan orang-
orang yang membancanya. Sebelumnya saya sebagai penyusun memohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila terdapat penulisan yang salah dan pengunaan kata-
kata yang kurang berkenan dihati, karena saya sebagai manusia biasa tidak luput
dari yang namanya kesalahan.

Kendari, 19 Januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................18

1.3 Tujuan..........................................................................................18

1.4 Manfaat........................................................................................18

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................19

2.1 Teori Hukum ...............................................................................19

2.2 Aliran-Aliran Hukum.................................................................36

2.3 Implementasi Teori Hukum.......................................................40

BAB III PENUTUP....................................................................................49

3.1 Kesimpulan..................................................................................49

3.2 Saran ............................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................50

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam
dunia hukum, karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat
menjawab suatu masalah. Teori juga merupakan sarana yang memberikan
rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu
pengetahuan hukum. Penting untuk seorang akademisi hukum mengetahui
pengertian teori secara luas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
membuat karya-karya ilmiah yang merupakan proses kegiatan seorang
akademisi dalam kegiatan ilmiah maupun dalam suatu penelitian.
Berikut ini merupakan pendapat beberapa pakar yang memberikan
pengertian arti teori.
1. Kartini Kartono menjelaskan bahwa teori adalah satu prinsip umum
yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala yang
saling berkaitan.
2. Ronny Hanitijo Soemitro berpendapat bahwa teori adalah
serangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan
dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang
suatu fenomena.
3. M. Solly Lubis mengemukakan bahwa teori adalah pengetahuan
ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu sektor tertentu
dalam disiplin keilmuan.
4. S. Nasution menguraikan bahwa teori adalah susunan fakta yang
saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat

1
dipahami fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah,
mengarahkan, merangkum pengetahuan dalam sistem tertentu, serta
meramalkan fakta.

Teori menurut para pakar diatas berasal dari cabang-cabang ilmu


lain, tergantung dari sudut mana memandang substansi teori tersebut, begitu
pula dengan ilmu hukum yang luas sehingga terdapat banyak aliran teori
atau mahzab yang lahir dari para sarjana. Teori hukum selalu berkembang
mengikuti perkembangan manusia serta mengikuti kebutuhan dan nilai-nilai
yang hidup dalam manusia sehingga teori dapat dikatakan sebagai kajian
fundamental dalam sebuah karya tulis. Makalah ini mencoba mengulas
berbagai macam teori-teori hukum yang ada serta mahzab-mahzab yang
dikemukakan oleh para sarjana.

Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam


dunia hukum, karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat
menjawab suatu masalah. Teori juga merupakan sarana yang memberikan
rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu
pengetahuan hukum. Penting untuk seorang akademisi hukum mengetahui
pengertian teori secara luas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
membuat karya-karya ilmiah yang merupakan proses kegiatan seorang
akademisi dalam kegiatan ilmiah maupun dalam suatu penelitian. Dalam
penemuan hukum terdapat beberapa aliran. Sebelum tahun 1800 sebagian
besar hukum adalah kebiasaan. Di muka hukum kebiasaan itu beraneka
ragam dan kurang menjamin kepastian hukum. Keadaan ini menimbulkan
gagasan untuk menyatukan hukum dan menuangkan dalam sebuah kitab
undang-undang, maka timbullah gerakan kodifikasi. Timbulnya gerakan
kodifikasi ini disertai timbulnya aliran legisme, aliran legisme adalah
bahwa semua hukum terdapat pada undang-undang.

2
Beberapa pakar hukum mengungkapkan bahwa pada saat ini posisi
hukum di Indonesia mengalami kemunduran. Hukum yang diharapkan
dapat menjadi pendukung bagi perubahan masyarakat yang lebih baik,
ternyata hanyalah berupa aturan-aturan kosong yang tak mampu menjawab
persoalan dalam masyarakat. Hukum terkadang hanyalah menjadi
legitimasi penguasa dalam menancapkan ketidakadilannya pada
masyarakat. Singkatnya, ada rentang jarak yangcukup jauh antara hukum
dalam cita-cita ideal konsep hukum dalam manifestasi undang-undang
dengan realitas pelaksanaan hukum. Unsur-unsur filosofis juga bisa
mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena
yang cukup kompleks, seperti hukum. Oleh karena itulah muncul beberapa
aliran atau madzhab dalam ilmu hukum sesuai sudut pandang yang dipakai
oleh orang-orang yang bergabung dalam aliran-aliran tersebut. Dengan
demikian, teori-teori dalam ilmu hukum yang sudah dikembangkan oleh
masing-masing penganutnya akan memberikan kontribusi ke dalam
pemikiran tentang cara memaknai hukum itu sendiri. Lahirnya teori hukum
ini sebenarnya diawali oleh berkembangnya pemikiran hukum Legisme
yang berbentuk in optima 3 forma. Perkembangan Teori hukum ini
berkembang semenjak abad pertengahan dan berpengaruh terhadap semua
lapisan Negara-negara yang ada di dunia, tidak terkecuali di Indonesia.2
Positivisme Hukum ini untuk pertama kalinya dikukuhkan dalam bentuk
rumusan yang sistematikal dan konseptual oleh John Austin dalam The
Province of jurisprudence (1832) melalui pernyataan atau klaim positif
mengenai hukum bahwa :3“hukum dalam tema yang paling generik dan
menyeluruh diartikan sebagai aturan yang diterbitkan untuk memberi
pedoman perilaku kepada seseorang manusia selaku makhluk intelegen dari
seorang manusia lainnya (makhluk intelegen lain) yang di tangannya ada
kekuasaan (otoritas) terhadap makhluk intelegen pertama itu” Istilah
positivisme pertama kali dipergunakan oleh Saint Simon (1760-1825) dari

3
Prancis sebagai metode sekaligus merupakan perkembangan dalam aras
permikiran filsafat.4 Sebagaimana dikutip Michael Curtis, Saint Simon
menyatakan: Positivisme lahir dalam sebuah perubahan besar yang tidak
dapat dikendalikan, terutama di Prancis yang saat itu tengah menghadapi
revolusi Borjuis yang menentang kekuasaan feodal, dominasi raja dan
gereja yang dibangun pada masa sebelumnya mulai banyak dipersoalkan
dan diruntuhkan dengan munculnya berbagai pemikiran yang membuktikan
kekeliruan otoritas penafsiran gereja tentang alam semesta, hal ini lebih
merupakan resistensi akibat keretakan hubungan gereja dengan umatnya,
menyusul pembunuhan Galileo Galilei karena menentang heliosentrisme
yang dianggap mewakili kebenaran sceintivitas gereja. Pada masa
renaisance yang ditandai dengan penafsiran kembali filsafat lama yang
bertumpu pada kajian-kajian spekulatif mengenai persoalan teologis,
metafisika dan alam raya serta manusia, dan aufklarung yang dicirikan
dengan antroposentrisme yang sistem pengetahuan baru yang bersifat
ilmiah menggantikan kepercayaan dogmatis, liturgis, konfesional, mistis
dan teosentrik, mulai ditinggalkan dan dipandang sudah kehabisan nafasnya
untuk memandu manusia ke arah kemajuan munculah Ilmu-ilmu Alam yang
lebih dapat memberikan jaminan kepastian dan dapat diprediksikan.
5 Pada tahun 1798 hingga 1857 teori ini juga dikembangkan oleh August
Comte yakni seorang sarjana Perancis yang hidup pada jaman itu.6 August
Comte, menyatakan bahwa positivisme merupakan sebuah sikap ilmiah,
yang menolak spekulasi-spekulasi a priori dan berusaha membangun
dirinya pada data pengalaman. Untuk itu filsafatmenurut mazhab ini adalah
suatu sistem filsafat yang mengakui hanya fakta-fakta positif dan
fenomena-fenomena yang dapat diobservasi. Comte berusaha
mengembangkan fisika sosial yang akan melahirkan hukum sosial dan
reorganisasi sosial, sesuai dengan sistem nilai Comte. Setelah mengetahui

4
tujuan utama ilmu sosiologi, secara umum Auguste Comte mengajukan
beberapa asumsi sebagai berikut:7
1) Alam Semesta diatur oleh hukum-hukum alam yang tak terlihat
(invisible natural), sejalan dengan teori evolusi dan perkembangan
alam pikiran atau nilai-nilai sosial yang dominan.
2) Proses evolusi berlangsung dalam tiga tahap: teologis, metafisis dan
positivistik.
3) Seluruh ilmu pengetahuan sebagai ilmu sosial dalam pengertian yang
luas.
4) Sistem sosial terbagi atas dua bagian, yaitu statika sosial, yang
menyangkut sifat-sifat manusia, masyarakat dan hukum-hukum
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial dan dinamika sosial
atau hukum-hukum perubahan sosial.

Hukum dan masyarat merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan.


Dimanaada masyarakat disitu ada hukum. Aristoteles menyatakan bahwa
manusia adalah zoonpoliticon, artinya bahwa manusia pada dasarnya selalu
ingin bergaul dan berkumpuldengan sesamanya. Jadi manusia adalah
makluk yang suka bermasyarakat. Untukmencapai hidup teratur, aman
dan terjamin hak-hak masyarakat maka diperlukanhukum. Menurut
paham positivisme bahwa, hukum adalah suatu perintah dari merekayang
memegang kekuasaan tertinggi atau memegang kedaulatan. Hukum
dianggapsebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersipat closed logical
system.
Aliran positivisme hukum yaitu the pure law teori memandang
bahwa konseppenerapan hukum harus bersih dari anasir-anasir non yuridis
seperti sosiologis, politis,historis dan etika. Peraturan hukum selalu
merupakan hukum positif (tertulis). Dariunsur sosiologis berarti bahwa
ajaran Hans Kelsen tidak memberikan tempat bagihukum kebiasaan yang

5
hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan dari unsur etis
konsepsi hukum Hans Kelsen tidak memberi tempat bagi berlakunya
hukumalam. Etika memberikan suatu penilaian tentang baik buruknya suatu
perbuatan.

Hukum merupakan alat rekayasa sosial. Hal ini berarti hukum bisa
berfungsi untuk mengendalikan masyarakat dan bisa juga menjadi sarana
untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat.1Hukum bersifat
terbuka berarti hukum harus selalu peka dan berinteraksi dengan
lingkungan sosial sehingga terjadi pertukaran informasi antara hukum
dengan lingkungan sosial tersebut.Dengan demikian, disamping hukum
merupakan suatu institusi normatif yang memberikan pengaruhnya terhadap
lingkungannya, ia juga menerima pengaruh serta dampak dari
lingkungannya tersebut. Untuk menjalankan fungsi hukum sebagai alat
rekayasa sosial tersebut maka hukum harus bersifat terbuka terhadap
dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat.2Keterbukaan hukum
terhadap lingkungan sosial tersebut bertujuan agar hukum selalu efektif dan
efisien dalam menyikapi setiap perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat mengingat sifat masyarakat yang senantiasa dinamis akibat
adanya interaksi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan masing-masing
individu. Dengan keterbukaan tadi, diharapkan hukum dapat mengimbangi
perubahan sosial tersebut.

Pekembangan zaman kejahatan di Indonesia sangat beragam baik


dalam hal perbuatan, motif, maupun pelakunya. Disinilah peran penting
hukum dalam fungsi pengaturan dan menjaga kestabilan masyarakat sosial.
Hukum seyogyanya dinamis artinya mengikuti perkembangan zaman dan
teknologi.Perkembangan teknologi membuat hukum tidak ada yang tetap
dan abadi. Hukum haruslah mengikuti perkembangan zaman dan
perkembangan kehidupan masyarakat. Dalam penerapan hukum banyak

6
terjadi pelanggaran dalam masyarakat. Dalam hal ini munculah peran
penegak hukum untuk menstabilkan keadaan sosial yang menyimpang.
Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu
:1.Kepastian hukum ( Rechtssicherheit )2.Kemanfaatan ( Zweckmassigkeit
)3.Keadilan ( Gerechtigkeit ). Tiga unsur tersebut diatas menjadi pedoman
penegak hukum dalam menjalankan dan menegakkan hukum demi keadilan
seluruh rakyat Indonesia.

Kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu


ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum tersebut.Nilai
sosiologis menekankan kepada kemanfaatan dalam masyarakat itu sendiri.
Masyarakat mengharapkan agar lahirnya hukum yang berbentuk aturan
hukum memberikan manfaat dan keadilan. Walaupun keadilan dan
kepastian hukum itu merupakan polemik yang saling bertabrakan. Makin
banyak hukum memenuhi syarat “peraturan yang tetap”, yang sebanyak
mungkin meniadakan ketidakpastian.Van apeldoorn menekankan, makin
tepat dan tajam peraturan hukum itu, makin terdesaklah keadilan.3Menurut
penulis, kebenaran dan keadilan datangnya tidak berasal dari luar,
melainkan dalam kekuasaan (Penguasa). Sehingga muncul adagium
Keadilan tertinggi adalah ketidakadilan tertinggi (Summum ius, summa
iniura). Dengan demikian,terdapat antinomi4antara tuntutan keadilan dan
tuntutan kepastian hukum5.Dalam literatur klasik dikemukakan antinomi
antara kepastian hukum dan keadilan. Menurut literatur-literatur tersebut,
kedua hal itu tidak dapat diwujudkan sekaligus dalam situasi yang
bersamaan. Oleh karena itu hukum bersifat kompromi yaitu dengan
mengorbankan keadilan untuk mencapai
3kepastian hukum6.Dalam menghadapi antinomi tersebut peran penegak
hukum amat diperlukan. Manakala dihadapkan persoalan-persoalan yang
konkrit7. Secara empirik penegak hukum harus memilih apakah kepastian

7
hukum atau keadilankah yang lebih diutamakan.Yang menjadi acuan dalam
hal ini adalah moral.8Apabila kepastian hukum yang dikedepankan,
penegak hukum harus pandai-pandai memberikan interpretasi terhadap
undang-undang yang ada.9Tanpa memberikan interpretasi yang tepat, akan
berlaku lex dura sed tamen scripta yang terjemahannya adalah”undang-
undang memang keras,tetapi mau tidak mau memang demikian buktinnya.
Imam subchi,berpendapat Negara hukum Indonesia merupakan studitentang
konsepsi Negara hukum Indonesia yang membedakan dengankonsepsi
Negara hukum lain. Meski mendapat pengaruh dari
berbagaipemikiran,tetapi konsepsi Negara hukum Indonesia berdeda
dengan konsepsirule oflawdanrechsstaat.Hal tersebut dapat ditelisik dari
dasar falsafah,sifat kedaulatan,kekuasaan organ Negara,dan hak asasi
manusia.3Dalam penjabaran lain untuk memahami konsep-konsep tersebut
tidakterlepas dengan pemahaman tentang Negara hukum, Tahir Azhari
berpendapatistilah Negara hukum adalah suatugenus begripyang terdiri atas
lima konsep:1. Konsep Negara hukum menurut Al-Qur’an dan sunah yang
diistilahkannyadengan nomokrasi Islam. 2. Konsep Negara hukumEropa
Kontinental yangdisebutrechtsaat.3. Konsep rule of law. 4. KonsepSosialist
legality.5.Konsep Negara hukum Pancasila.4Ada keterkaitan dengan
pemahaman Jimly Assiddiqie terhadap prinsipNegara hukum, menurutnya
dibagi menjadi 12 macam,antara lain:1)Supremasi Hukum (supremacy of
law); 2)Persamaan dalam hukum(equality before the law);3) Azas Legalitas
(due process of law); 4)Pembatasan Kekuasaan; 5) Organ-organ eksekutif
independen; 6)Peradilan bebas dan tidak memihak; 7) Peradilan tata usaha
Negara; 8)Peradilan tata Negara (constitusional cort); 9) Perlindungan hak
asasimanusia; 10) Bersifat demokratis (democratische rechsstaat);
11)3.Jurnal Hukum dan Peradilanvolume 1 nomor 3 November 2012,
Mahkamah Agung RI BadanPenelitian dan Pengembangan Hukum dan

8
Peradilan. h. 339.4. Jazim Hamidi dkk, 2012,Teori Hukum Tata Negara A
Turning Point of The State, SalembaHumanika, ,h.145.
3Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan berNegara
(welfarerechtsstaat); 12) Tranparansi dan Kontrol Sosial.5Setelah Negara
terbentuk sistem hukum yang diterapkan dalam rangkamengatur masyarakat
juga tidak terlepas dari sejarah sebelumnya dari manaembrio Negara
ituberasal. Sebenarnya sangat banyak sistem hukum yangberlaku di dunia,
R.Abddoel Djamali6menjabarkanada 5 sistem hukum,antara lain: 1. Sistem
Hukum Eropa continental / civil law/ hukum romawi. 2.Sistem Hukum
anglo sexon/ common law, 3. Sistem Hukum Adat.4. SistemHukum
Islam.Sistem hukum Eropa Kontinental yang selama ini dianut dalam
sistemhukum nasional Indonesia, telah menjadi pemahaman umum bahwa
melaluiazas konkordansi oleh penjajah Belanda. Penerapan hukum yang
dibawapenjajah tersebut adalah hukum Romawi yang mengedepankan
hukum positifsebagai sumber hukum resmi.7Sebelum lahirnya positivisme
telahberkembang suatu pemikiran dalam ilmu hukum yang dikenal sebagai
ajaranlegisme. Aliranlegismemengidentikkan hukum dengan undang-
undang atautidak ada hukum diluar undang-undang. Undang-undang
merupakansatu-5.Jurnal Hukum dan Peradilan,Op-Cit.h. 344.6. R.Abdoel
Djamali,Pengantar hukum Indonesiaedisi revisi. Raja Grafido
Persada.Jakarta.h. 687. Hukum positif yang sering diistilahkan denganIus
costitutumadalah: hukum yang berlaku saatini untuk daerah tertentu, atau
secara luas diartikan sebagai "kumpulan asas dan kaidah hukumtertulis dan
tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum
atau khususdan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan
dalam Negara Indonesia.(vide :Http://www.emakalah.com/2013/04/hukum-
positif-indonesia.html#ixzz34Up94YCLdi aksestanggal 13 juni 2014 jam
13.20.

9
4satunya sumber hukum8.Ciri sederhana dalam hukum positifitu adalah
suatuaturan tertulis yang dibuat oleh lembaga resmi (DPR bersama
Pemerintah bilaitu berupa Undang-Undang). Lebih tegas ciri positifisme
adalah hukum hanyalahir dari “ sumber yang jelas dan pasti” yaitu
kedaulatan.9Lebih lanjut sebagai perluasan pemahaman atas telaah tentang
legismetidak ada salahnyajikapenulis juga menyambung dengan
pemahaman teorihukum murni agar sinkron dengan pemahamanLegisme,
Hans Kelsenmenjelaskan bahwa murninya teori ini dalam rangka
menjelaskan hukum danberupaya membersihkan obyek penjelasanya dari
segala hal yang tidakbersangkut paut dengan hukum.10Kemudian muncul
pemikiran bagaimanamempelajari ilmu hukum agar teorihukum murni
dapat di capai dengan baik,Sudikno Mertokusumu memberikan gambaran
bahwa mempelajari ilmuhukum adalah teorinya hukum positif atau teorinya
praktik hukum.Pertanyaan-pertanyaan Ilmu Hukum hanya dapat dijawab
oleh hukum positif.Karena obyeknya hukum positif adalah praktik
hukum.11Sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada
dalaminteraksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang
terorganisasi dan8. Widodo Dwi Putro,mengkritisi positivism hukumdalam
buku metode penelitianhukum, editorSulistyowati Irianto & Shidarta,
yayasan Pustaka Obor Indonesia, h.9.9. Ratno Lukito.2008,Hukum Sakral
dan Hukum Sekuler Studi tentang konflik dan resolusi dalamsistem hukum
Indonesia,Jakarta,Pustaka Avabet. h.182.10. Hans Kelsen,2014,Teori
Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif,terjemahan
RaisulMuttaqien,Nusamedia,Cetakan XVI,,h.111. Sudikno
Mertokusumo,2011,Teori Hukum edisi Revisi,Cahaya Atma Pustaka, h.3
5kerja sama kearah tujuan kesatuan.12Keseluruhan tata hukum nasional
dapatdisebut sistem hukum nasional. Kemudian masih dikenal sistem
hukumperdata,sistem hukum pidana,sistem hukum administrasi13. Dalam
uraianlain sistem hukum nasional adalah suatu keseluruhan dari unsur-

10
unsur hukumnasional yang saling melekat dalam rangka mencapai suatu
masyarakat yangberkeadilan.Implementasi di ranah peradilan hakim masih
banyak yang mencariposisi aman dengan selalu berlindung pada ketentuan
hukum positif dibanding dengan mencari solusi bijak yang memberi
maslahah kepada pencarikeadilan, akhir dari penangan kasus dapat ditebak
yaitu pencari keadilan yangtidak sejalan dengan ketentuan hukum positif
ditinggalkan sedangkan yangsesuai dengan ketentuan hukum positif selalu
mendapatkan perlindungan dandimenangkan. Seharusnya tahapan
penggunaandasar hukum oleh hakimadalah bersumber dari hukum positif,
apa bila tidak diperoleh hakim wajibmenafsirkan pasal-pasal yang ada
dalam ketentuan hukum positif, apa bilatidak dimungkinkan hakim wajib
memenukan hukum guna mengisikekosongan hukum.Menghayati semangat
dari alenea ke empat pembukaan Undang-undang1945 sebagai mana
disebutkan di atas, Hakim sebagai pembuat hukum

Memperhatikan kajian sosiologis yang didasarkan pada kebutuhan


riilmasyarakat dengan menggali filosofi dan ruh peraturan perundang-
undanganitu sendiri agar keadilan masyarakat dapat dipenuhi.Hakim
dalammenjalankan tugas tidak boleh melanggar pasal-pasal dalam undang-
undang(hukum tertulis) melainkan hakim dalam menyelesaikan masalah
hukumharus berangkat dari pasal undang-undang apabila tidak sesuai
dengantuntutan pencari keadilan hakim harus menafsirkan pasal undang-
undangtersebut; perkembangan selanjutnya apabila tidak diketemukan
pasaldalamundang-undang maka kewajiban hakim adalah menemukan
hukum.Pola-polatersebut yang lazim disebut progresif.14Tugas hakim
adalah tugas muliakarena memberikan solusi dan penyelesaian atas kemelut
yang tidak dapatdipecahkan oleh masyarakat, tuntas tidaknya permasalahan
hukum yangdihadapi masyarakat yang berujung keadilan, kemanfaatandan
kepastianmenjadi tanggung jawab hakim.Yang dituntut kepada pola pikir

11
hakim adalah melakukan pembebasanterhadap pikiran-pikiran tradisional-
konvensional,manakala itu menghambatarus pemikiran yang lebih benar.
Konsephukum progresif ada disiniadalahsebagai suatu pemikiran hukum
yang selalu berusaha untuk menjadi (lebih) benar. Inilahmetoda hukum
progresif yaitu membuat hukum selaluterbuka,dinamis dan
mengalir.15Akan tetapi jangan sampai berlebihansikap hakim untuk
menciptakan nilai progresif,sehingga melanggar etika dannorma. Yang
paling utama agar hakim tidak memutuskan penilaian yangmenyimpang
dari penilaian yang terdapat kesepakatan dalam masyarakat.16Ada
keharusan menciptakan keserasian dan keseimbangan dalammenerapkan
hukum, SurjonoSukanto memberikan penjelasan secara tegastentang secara
konseptual inti dan arti penegakan hukum terletak padakegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalamkaidah-kaidah
yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagairangkaian
penjabaran nilai tahap akhir,untuk menciptakan,memelihara
danmempertahankan kedamaian,pergaulan hidup.

Dalam pemaparan lainpendapat Austin tentang hukum dapat di


tegaskan bahwa hukum itu sebagaiperintah dari badan pemegang
kedaulatan dalam sebuah masyarakat.
8bias berupa seseorang ,seperti raja atau ratu, atau sekelompok petugas
terpilihseperti badan pembuat hukum.19Pandangan tersebutdi atassejalan
denganpendapat Jerome Frank20, hukum itu kumpulan aturan lengkap yang
ada sejakzaman dahulu dan tidak dapat diubah kecuali terbatas bagi badan
pembuatundang-undangyang telah mengubah undang-undang yang telah
ditetapkan.Sehingga hakim hanya”dewa hidup”hukum,mereka dapat
dikatakan sebagai”hukum yang berbicara”. Fungsihakimsemata-mata pasif
tidak lain merekamulut yang mengucapkan hukum.Pendapat Jerome
Franktersebut lebih ekstrim menyatakan jika hakimberusaha

12
menyusunhukumyang baru dia akan dipersalahkan karena
merebutkekuasaan, karena hanya badan pembuat undang-undangsaja yang
memilikikewenangan, pada halperadabanterusberkembang danundang-
undangtidakpernah final.Menurut Sacipto Raharjo, hukum tertulis tidak
dapatmenyelesaikan seluruh persoalan yang ada dalam masyarakat.21Abdul
Latif Guru besar Ilmu Hukum Universitas Muslim Indonesia(UMI)
Makasar berpendapat;Pembentukan hukum yang dinamis,baik dalam arti
horizontal maupunvertical tidak mungkin tanpa konstansi dan dinamik
relatif dari asas-asashukum materiil. Adalah asasa-asas hukum materiil
yang bersifatkonstitutif dan regulative yang mendorong terus
prosespembentukan hukum,sedangkan sebaliknya asas-asas ini akan
mengembangkan artiyuridis dari padanya itu dalam pembentukan hukum
yang dinamis.Selalulah didalam hal itu harus ada suatu harmonisasi antara
konstansirelatif dan dinamik relatif dari pemebentukan-pembentukan
hukum.22Itulah tugas utama Hakim dalam mewujudkan harmonisasi antara
hukumpositif sebagaipremis mayordan kasus yang dihadapi adalahpremis
minorjangan sampai hakim terpasung oleh kepastian yang hanya
mengutamakanhukum secara teks tual dan mengabaikan hukum secara
kontekstual demikeadilan.Pada hal kita yakin bahwa sebagus dan sedetail
apapun undang-undang tersebut disusun dengan berbagai argumentasi,
pembahasan, alasandan melalui perdebatan panjang ,tidak akan mampu
menampung semuamasalah yang timbul di masyarakat. Hal itu dapat
disadari karena tidak adaUndang-undang yang sempurna dan mampu
berlaku konstan dalam waktutertentu.23Ajaran positivisme yang
mengedepankan hukum secara normatif,sebenarnya sering mendapat
kritikantara lainmenyebutkan bahwa hukumpositif selalu berhadapan
dengan kehidupan sosial yang selalu berkembang.Seharusnya hukum itu
mampu mengikuti situasi dan kondisi yangdibutuhkanoleh masyarakat agar
tercipta keadilan

13
Inti penegakan hukum adalah penegakan keadilan, keadilan
bukanlahsekedar gugusan fakta obyektif melainkan sangat ditentukan oleh
rasa, yaiturasa kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Menyangkutmasalahrasaadalahurusan hati atauqalbu, sementaraqalbuitu
sering berbolak-balik ketika adatarikan kepentingan.29Penelaahan lebih
lanjut untuk mengantarkan pola pikirhakim menjadi progresif demi
tercapainya keadilan substantive bagi pencarikeadilan (justiciable), perlu
diperhatikan sistem hukum yang berlaku.

sistem hukummemiliki fungsi untukmendistribusikan menjaga


alokasi nilai-nilai yang benar menurut masyarakat. Komisi Yudisial telah
membuat laporan penelitian atas potret
profesionalhakim,bahwaprofesionalisme hakim dapat dilihat dari aspek-
aspek antaralain,penguasaan atas ilmu hukum,kemampuan berfikir
yuridis,kemahiranyuridis,kesadaran serta komitmen professional.
Penguasaan atas ilmu hukummeliputi pengetahuan,penguasaan serta
pengembangan sistematis,metodisdan rasional atas asas-asas,kaidah-kaidah,
dan /atau aturan-aturan hukum,baik pada tingkat
lokal,nasional,transnasional maupun internasional,sertapada tataran hukum
dasar atau bidang-bidang hukum pada sektor-sektorkehidupan

Mengapa hakim diberikan wewenang sebagai judge made


law32?Karena hakim adalah pejabat yang secaraex officiomemiliki peran
danwewenang untuk merumuskan hukum dalam bahasa yang mudah, jelas,
tegasdan bermanfaat dengan menunjukkan mana hukum dalam
ranahinthebookdan mana hukum dalam ranahin actionatauout ofthe
book.Memperhatikan penjelasan pasal 1 UU. No. 4 tahun 2004
tentangkekuasaan Kehakiman;“Kebebasan dalam melaksanakan wewenang
yudisiil tidaklah mutlaksifatnya, karena tugas dari para hakim adalah untuk

14
menegakkan hukumdan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan
menafsirkan danmencari dasar-dasar serta azas yang jadi landasannya,
melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya sehingga putusannya
mencerminkanperasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia”.32. Dalam
kaitanya jude made law, Bagir mananu menyatakan prinsip jude made law
adalah dalamrangka upaya Hakim menciptakan pembaharuan hukum
melalui putusannya.Konsep ini sejalandengan pendapat rosecoe pound
bahwa makna hukum adalah sebagai sarana pembaharumasyarakat / hukum
sebagai“as a tool of sosial engineering”,ungkapan rosecoepound ini
diIndonesia di perkenalkan pertama kali oleh Muchtar kusumaatmaja ( FH
Unpad)denganmentranformasi konsep pound itu kedalam salah satu dasar
kebijakan pembaharuan danpembangunan hukum nasional ,yang waktu itu
belaiu juga sebagai Mentri kehakiman,konsepgagasan itu terus bergulir
yang di dukung oleh Sunaryati Hartono (Unpad), Saciptoraharjo(Undip),
Sutandyo(Unair),dan Purnadi purbacaraka serta Suryono
sukanto(UI).Tranformasi konsep roscoe pound ternyata serupa tapi tak
sama dengan konsep hukum sebagaisarana pembaharu masyarakat kita
itu,karena konsep roscoe puund sebagai pembaharu adalahHakim dengan
sumber utamanya kaidah hukum anglo sexon/common law
sistem,sedangkanpembaharu masyarakat kita adalah pembaharuan sosial
yang didasari pada peraturan perundang-undangan.Untuk mewujudkan itu
semua perkataan hukum bukan semata-mata dalam arti kaidahmelainkan
pemberdayaan sistem hukum dari berbagai sub sistem hukum
yangmeliputi;Pendidikan hukum,profesi hukum,penegak hukum,proses
hukum dan lainsebagainya.
.
Logika di atas tidak berlebihan apabila kita memahami bahwa
yangdiputuskan hakim berdampak langsung, karena ;Siapapun tidak ada

15
hak dan berkuasa untuk merubah putusan hakim.Yang dapat merubah
putusan hakim hanya terbatas pemberian grasi olehPresiden dalam perkara
pidana, dan melaluiPeninjauan kembali dalamperkara Perdata itupun
melalui mekanisme yang sangat berat.Setiap putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap wajib dan mestidilakasanakan baik secara suka
rela atau dengan paksa apapun isiputusanya.33Apa yang hendak
diwujudkandalam menjalankan fungsi kebebasankewenangan mengadili
adalah keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. Perlu digaris bawahi bahwa
kebebasan menafsirkan untuk menciptakan rasa keadilandimaksud hakim
tidak boleh bebas tanpa batas dan tidak terkendali, tetapihakim harus selalu
dalam bingkairule of law. Patokan untuk menafsirkanhukumadalahdalam
pasal 6 UU. No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaanKehakiman ;yaitudapat
disimpulkan bahwaPengadilan mengadili perkaramenurut hukum, bukan
menurut undang-undang.Mengapahakim diberikan hak untuk
menafsirkan?Karena tidak ada UUyang mampu menjangkau semua
permasalahan manusia sedangkanpermasalahan yang di hadapi manusia
selalu berkembang,

. Tidak pernah ada peristiwa hukum yang tepat dan serupa


denganlukisan undang-undang (peraturan perundang-undangan),
sedangkanHakim harus menemukan kesesuaian antara fakta dan
hukum.2.Suatu perbuatan tidak tercakup dalamkata atau kata-kata
(ordinaryword) yang disebut dalam undang-undang.3.Tuntutan keadilan.
Hakim bukan corong undang-undang, sebagaiarbiter hakim wajib
menyelesaikan suatu perkara dengan adil.4.Keterbatasan makna bahasa
dibandingkan dengan gejala atauperistiwa yang ada atau terjadi dalam
masyarakat.5.Bahasa dapat diartikan berbeda pada setiap lingkungan
masyarakat.6.Pengaruh perkembangan masyarakat.7.Tranformasi atau

16
resepsi konsep hukum asing yang dipergunakandalam praktik hukum (
misal: bidang perjanjian,perbankan dll).8.Pengaruh berbagai teori baru
dibidang hukum ( sociologicaljurisprudence,feminist legal theory
dll).9.Ketentuan atau bahasa atau kata atau kata-kata dalam undang-undang
tidak jelas,bermakna ganda, tidak konsisten.Setelah menguraikan panjang
lebar bagaimana hukum itu dapat kitapahami sebagai
norma/aturan/pedoman, termasuk hukum yang dibuat olehHakim. Kita akan
lebih mudah memahami dengan apa itu hukum? karenaSoeryono sukanto
telah mengidentifikasikan hukum itu sampai sepuluhmakna35;1.Hukum
adalah sebagai Ilmu pengetahuan,yakni pengetahuan yangtersusun secara
sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.2.Hukum sebagai disiplin,yakni
suatu sistem ajaran tentang kenyataanatas gejala-gejala yang
dihadapi.3.Hukum sebagai kaidah,yakni pedomanatau patokan perilaku
yangpantas dan diharapkan.4.Hukum sebagai tata hukum,yakni struktur dan
proses perangkatkaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan
tempattertentu,serta berbentuk tertulis.5.Hukum sebagai petugas,yakni
pribadi-pribadi yangmerupakankalangan yang berhubungan erat dengan
penegakan hukum(ditekankan dalam konteklaw inforcement
officer).6.Hukum sebagai keputusan penguasa,yakni hasil proses
diskresi.35.Wawan tunggul alam, 2004,memahamiprofesi hukum, milanea
populer, cet.pertama,h.10-11.

.Hukum sebagai proses pemerintah,yakni proses hubungan


timbalbalik antara unsur-unsur pokok dari sistem keNegaraan.8.Hukum
sebagai perilaku yang ajeg atau teratur.9.Hukum sebagai jalinan nilai-
nilai,yakni jalinan dari konsep-konsepabstrak tentang apa yang dianggap
baik dan buruk.10.Hukum adalah sebagai seni.Sistem hukum yang
diberlakukan di Indonesia sesuai dengan asasnyadimaksudkan agar semua

17
warga Negara tanpa terkecuali harus taat pada UUagar tercipta
ketertiban,tetapi masyarakat tidak semuadapat menjalankanasas tersebut.
Tingkat pendidikan , pergaulan sosial budaya dan fanatismeyang berbeda-
beda menjadikan perkembangan suatu peradaban termasuksadar dan tertib
hukum menjadi penentu maju atau tidaknya wargamasyarakat itu sendiri

1.2 Rumusan Masalah


Dari penjelasan panjang lebar diatas, kita dapat merumuskan suatu
kerangka masalah, sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud teori Hukum?


2. Apa saja aliran-aliran yang terdapat dalam Hukum?
3. Bagaimana implementasi teori hukum dalam pembentukan hukum di
Indonesia

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud teori hukum.


2. Untuk mengetahui aliran-aliran yang terdapat dalam ilmu hukum.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi teori hukum
dalam pembentukan hukum di Indonesia.

1.4 Manfaat
Diharapkan mampu menambah wawasan bagi penulis maupun
pembaca mengenai teori, aliran, serta implementasi pembentukan hukum di
Indonesia.

18
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI HUKUM

a. Teori-teori Yunani

Zaman romawi kuno dianggap sebagai sumber pemikiran tentang

hukum dan filsafat, karena pada zaman ini memiliki kebebasan untuk

mengungkapkan ide dan pendapatnya dan bersifat tidak menerima

informasi begitu saja (receptive attitude) namun dengan sikap senang

menyelidiki sesuatu secara kritis (an inquiring attitude), dengan sikap inilah

muncul ahli hukum dan ahli pikir terkenal.

Plato hidup dalam (427-347 SM). Dilahirkan di kota Athena (Yunani)

dan mempunyai murid bernama Aristoteles (384-322 SM) Plato peletak

ajaran idealism, sedangkan Aristoteles mengembangkan ajaran realisme

(kenyataan). Dalam pikiran Aristoteles bahwa hukum harus dibagi dalam

dua kelompok, yaitu

1. Hukum alam atau kodrat yang mencerminkan aturan alam. Hukum

alam itu merupakan suatu hukum yang selalu berlaku dan tidak

pernah berubah karena kaitannya dengan aturan alam, dan

19
2. Hukum positif yang dibuat manusia. Pembentukan hukum ini selalu

harus dibimbing oleh suatu rasa keadilan dengan prinsip equity

(kesamaan) yang kemudian melahirkan keadilan distributif yang

kemudian dikembangkan sebagai suatu perlakuan yang sama

terhadap kesederajatan di hadapan hukum (equality before the law),

dan keadilan korektif (remedial).

b. Hukum Alam

Lahirnya hukum alam pada dasarnya merupakan sejarah umat

manusia dalam menemukan absolute justice (keadilan yang mutlak). Aliran

hukum alam menyebutkan “hukum itu langsung bersumber dari Tuhan”

bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak dapat

dipisahkan.

Hukum alam sesungguhnya merupakan konsep yang mencakup

banyak teori di dalamnya yang dikemukakan oleh para ahli hukum sehingga

terdapat beberapa perbedaan pandangan, penilaian dalam menafsirkan, dan

mengartikan hukum alam tersebut, berikut adalah pendapat menurut

beberapa para ahli hukum.

1. Soedjono Dirdjosisworo menjelaskan, bahwa hukum alam adalah

ekspresi dari kegiatan manusia yang mencari keadilan sejati yang

mutlak

20
2. Surojo Wignjodipuro menjelaskan, bahwa hukum alam adalah

hukum yang digambarkan berlaku adil, sifatnya kekal (tidak dapat

diubah), berlaku dimanapun dan pada zaman apapun juga.

3. Aristoteles mengatakan bahwa hukum alam adalah hukum yang oleh

orangorang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat

alam.[2]

c. Mazhab atau Aliran Sejarah (Historis)

Mahzab atau aliran sejarah tumbuh sebagai suatu reaksi terhadap dua

kekuatan yang berkuasa dari zamannya yaitu Rasionalisme dengan

kepercayaannya kepada hukum alam, kekuasaan akal dan prinsip, pada

masa tersebut kepercayaan dan semangat revolusi Perancis dengan

pemberontakannya terhadap kekuasaan dan tradisi, kepercayaannya pada

akal dan kekuasaan kehendak manusia.

Ajaran pokok mazhab sejarah (historis) sebagai mana diuraikan oleh

von Savigny mengatakan “bahwa hukum itu tak perlu diadakan kodifikasi,

karena apa yang menjadi isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup

manusia yang ditentukan dari masa ke masa.” Savigny dan beberapa

pengikutnya menyimpulkan ajaran pokok mazhab sejarah sebagai berikut

1. Hukum ditermukan, tidak dibuat. Perkembangan hukum pada

dasarnya adalah proses yang tidak disadari dan organis, oleh karena

21
itu perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan adat

dan kebiasaan.

2. Hukum dipandang sebagai perkembangan hukum yang hidup

dimasyarakat primitif mudah dipahami menuju hukum yang lebih

kompleks dalam peradaban modern. Para ahli hukum merupakan

suatu organ dari kesadaran umum, terikat pada tugas untuk

membentuk dasar perundang-undangan, oleh karena itu ahli hukum

sebagai badan pembuat perundang-undangan dianggap lebih penting

daripada undang-undang itu sendiri

3. Undang-undang tidak dapat berlaku atau dapat diterapkan secara

universal karena setiap masyarakat mengembangkan hukum

kebiasaannya sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat dan

konstitusi yang khas.

d. Teori Teokrasi

Teori teokrasi berkembang pada zaman abad pertengahan antara abad

ke-5 sampai abad ke-15. Teori ini mengajarkan bahwa hukum berasal dari

Tuhan Yang Maha Esa, oleh sebab itu manusia diharuskan tunduk kepada

hukum. Perintah tersebut dituliskan dalam kitab suci. Tinjauan mengenai

hukum dikaitkan dengan kepercayaan dan agama dan ajaran tentang

legitimasi kekuasaan hukum didasarkan atas kepercayaan dan agama.

22
Teori teokrasi mengajarkan pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan.

Raja dan pemimpin negara hanya bertanggung jawab terhadap Tuhan dan

tidak kepada siapapun, sehingga pelanggaran terhadap kekuasaan raja

merupakan pelanggaran terhadap Tuhan sehingga raja dianggap sebagai

wakil Tuhan dan tangan Tuhan di

Penganut teori teokrasi ini adalah Agustinus, Thomas Aquinas, dan

Marsilius. Agustinus mengajarkan bahwa yang menjadi waki Tuhan di

dunia adalah Paus (dari Vatikan). Thomas Aquinas mengajarkan bahwa

Raja dan Paus mempunyai kekuasaan yang sama, hanya saja bidangnya

berbeda. Raja dalam bidang keduniaan, sedangkan Paus bertugas dalam

bidang keagamaan. Kemudian Marsilius berpendapat bahwa kekuasaan

yang mewakili Tuhan adalah raja.

e. Teori Kedaulatan Rakyat

Menurut teori ini, kekuasaan yang paling tinggi terdapat dari rakyat

yang diselenggarakan dari perwakilan berdasarkan suara terbanyak (general

willvolonie generale). Tindak negara merupakan cerminan dari rakyat, juga

semua peraturan perundang-undangan adalah penjelmaan kemauan rakyat.

Teori kedaulatan rakyat menjelaskan bahwa hukum adalah kemauan

orang seluruhnya yang telah menyerahkan kepada organisasi bernama

23
negara yang terlebih dahulu dibentuk dan diberi tugas membentuk hukum

yang berlaku dalam masyarakat. Masyarakat sudah berjanji untuk mentaati

hukum tersebut, maka teori ini dapat juga dikatakan sebagai teori perjanjian

masyarakat.

Penganot teori ini adalah Jean Jacques Rousseau yang dalam karangan

bukunya berjudul Le Contract Social, yang mengajarkan bahwa dengan

perjanjian masyarakat, secara otomatis individu menyerahkan kebebasan

hak serta wewenangnya kepada rakyat seluruhnya, sehingga suasana

kehidupan alamiah berubah menjadi kehidupan bernegara.

f. Teori Kedaulatan Negara

Teori ini adalah kebalikan daripada teori kedaulatan rakyat dimana

kekuasaan hukum tidak dapat didasarkan atas kemauan bersama seluruh

masyarakat, tetapi hukum adalah penjelmaan kemauan negara, eksistensi

hukum berkaitan dengan eksistensi negara. Karena itu kekuasaan tertinggi

dipegang oleh negara.

Teori ini dipelopori oleh Hans Kelsen dalam karyanya berjudul Reine

Rechtslehre, berpendapat hukum adalah tidak lain dari pada kemauan

negara (wille des Staates). Menurut Hans Kelsen, orang taat kepada hukum

24
karena merasa wajib mentaatinya sebagai perintah negara bukan karena

negara menghendakinya.

Ide kedaulatan pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin, sarjana


Perancis, dalam bukunya ‘six books concerning on the state’. Jean Bodin
hidup pada masa permulaan pertumbuhan negara-negara nasional dan ia
melihat dimana-mana kekuasaan sentral dari negara makin lama makin
tegas menampakkan diri dalam bentuk kekuasaan raja yang supreme.
Dari keadaan yang dikonstatirnya itu ia menarik kesimpulan bahwa
inti dari statehood adalah kekuasaan tertinggi, atau souverainite. Negara
merupakan subjek Hukum Internasional yang terpenting (par Excellence) di
banding dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya, sebagai subjek
hukum internasional Negara memiliki hak dan kewajiban menurut hukum
internasional.
Menurut R. Kranenburg Negara adalah organisasi kekuasaan yang
diciptakan oleh kelompok manusia yang disebut bangsa sedangkan menurut
Logeman Negara adalah organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok
manusia yang disebut bangsa. (Mochtar Kusumaatmadja, 1981: 89). Selain
itu menurut Hans Kelsen Negara adalah komunitas yang diciptakan oleh
suatu tatanan hukum nasional yang membentuk komunitas ini.
Oleh sebab itu, dari sudut pandang hukum persoalan Negara tampak
sebagai persoalan tatanan hukum nasional maka kita harus menerima bahwa
komunitas yang disebut Negara adalah tatanan hukumnya, Hukum Perancis
dapat dibedakan dari hukum Swiss atau Meksiko tanpa bantuan dari
hipotesis bahwa Negara Perancis, Swiss, dan Meksiko merupakan realitas
sosial yang keberadaannya berdiri sendiri-sendiri.
Negara sebagai komunitas dalam hubungannya dengan hukum
bukanlah suatu realitas alami atau suatu realitas sosial yang serupa dengan

25
realitas alami seperti manusia dalam hubungannya dengan hukum. Jika ada
suatu realitas sosial yang berhubungan dengan fenomena yang disebut
Negara dan oleh sebab itu suatu konsep sosiologis yang dibedakan dari
konsep hukum mengenai Negara maka prioritas jatuh pada konsep hukum
bukan kepada konsep sosiologis (Hans Kelsen,2010: 263).
Pengertian Negara sebagai subjek hukum internasional adalah
organisasi kekuasaan yang berdaulat, menguasai wilayah tertentu,
penduduk tertentu dan kehidupan didasarkan pada sistem hukum tertentu
(Sugeng Istanto 1994: 20-21). Dalam pengertian mengenai Negara tersebut
walaupun memiliki banyak pendapat dan perbedaan dalam memberikan
pengertian tentang Negara tetapi baik menurut para ahli dan konvensi
Montevideo tetap memiliki persamaan bahwa suatu Negara akan berdaulat
jika memiliki.
kriteria-kriteria yang di terima oleh masyarakat internasional. Suatu
Negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa Negara
tersebut mempunyai kedaulatan, kedaulatan ialah kekusaan tertinggi yang
dimiliki oleh suatu Negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan
sesuai kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan
hukum internasional.
Menurut teori ini negaralah sumber dan pemegang kedaulatan dalam
negara. Kekuasaan negara tidak terbatas terhadap ‘life, liberty, dan
property’ warganya. Teori ini sesungguhnya merupakan bentuk baru dari
teori kedaulatan raja yang bersifat absolut, yang merupakan manipulasi
politik dari teori teokrasi.
Sesuai konsep hukum internasional kedaulatan memiliki tiga aspek utama
yaitu:
1. Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap Negara untuk secara
bebas menentukan hubungannya dengan berbagai Negara atau

26
kelompok-kelompok lain tampa tekanan atau pengawasan dari Negara
lain.
2. Aspek intern kedaulatan ialah hak atau wewenang eksklusif suatu
Negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja
lembaga-lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undang-undang
yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
3. Aspek territorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif
yang dimiliki olehNegara atas individu-individu dan benda-benda yang
terdapat di wilayah tersebut (Boer Mauna,2005:24).
Hak-Hak Dasar dan Kewajiban-Kewajiban Negara
Upaya masyarakat Internasional untuk mempersoalkan hak-hak dan
kewajiban kewajiban Negara-negara telah dimulai sejak abad ke-17 dengan
landasan teori kontrak sosial. Pada tahun 1916 American Institute of
International law (AIIL) mengadakan seminar dan menghasilkan
Declaration of the Right and Duties of Nations yang diusul dengan sebuah
kajian yang berjudul Fundamental Right and Duties of American Republics
dan sampai dirampungkannya konvensi Montevideo tahun 1933. Hasil
konvensi Montevideo ini kemudian menjadi rancangan deklarasi tentang
hak dan kewajiban.
Negara-negara yang disusun oleh Komisi Hukum Internasional PBB
pada tahun 1949, Namun komisi tersebut tidak pernah berhasil
menghasilkan usulan yang memuaskan. Negara-negara. Deklarasi prinsip-
prinsip mengenai hak dan kewajiban Negara yang terkandung dalam
rancangan tersebut adalah sebagai berikut:(Huala Adolf,1996: 37-38)
Hak-hak Negara:
1. Hak atas kemerdekaan
2. Hak untuk melaksanakan juridis terhadap wilayah, orang dan benda
yang berada di dalam wilayahnya

27
3. Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan
Negara-negara lain
4. Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif
Kewajiban-kewajiban Negara:
1. Kewajiban Negara tidak melakukan intervensi terhadap masalah-
masalah yang terjadi di Negara lain
2. Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di Negara lain
3. Kewajiban untuk tidak menggerakkan semua orang yang berada di
wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia
4. Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan
perdamaian dan keamanan internasional
5. Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan Negara-negara lain
sesuai dengan hukum internasional.
Menurut G.H. Hackworth, Negara-negara pada umumnya
diklasifikasikan di dalam Negara merdeka (independent states) dan Negara
yang dinaungi (dependent states) Istilah Negara merdeka menunjuk pada
status bahwa Negara tersebut sepenuhnya menguasai hubungan luar
negerinya tampa didikte oleh Negara lain, walaupun Negara-negara, pada
umumnya berbeda dalam luas wilayah, penduduk, kekayaan, kekuatan, dan
kebudayaannya di dalam hukum internasional di kenal ajaran persamaan
kedudukan Negara-negara(doctrine of the equality of state) dalam doktrim
ini dituntut bahwa kedudukan Negara-negara adalah sama di mata hukum
walaupun terdapat perbedaan- perbedaan di antara mereka dalam
berbagai hal.

28
g. Teori Kedaulatan Hukum

Teori kedaualatan hukum timbul sebagai akibat dari penyangkalan

terhadap teori kedaulatan negara yang memposisikan hukum lebih rendah

daripada kedudukan negar. Negara tidak tunduk kepada hukum karena

hukum diartikan sebagai perintah negara.

Teori kedaulatan hukum (rechts souvereiniteit) mengajarkan yang

memiliki kekuasaan tertinggi adalah hukum. Karena raja ataupun penguasa,

rakyat maupun negara tunduk kepada hukum. Penggagas teori kedaulatan

hukum ini adalah Leon Duguit dalam karyanya Traite de Droit

Constitusionel dan H. Krabbe dengan karyanya Kritische Darstellung der

Staatslehre.

h. Aliran Hukum Positivisme atau Utilitarisme

Aliran positivism muncul pada abad ke-19 dengan pemikiran para ahli

yang kritis terhadap idealism yang terdapat dalam pemikiran hukum alam,

dengan melihat kepada ralitas sosial yang terus berkembang pada masa itu.

Aliran positivism mengatakan bahwa kaedah hukum dari kekuasaan negara

yang tertinggi, dan sumbernya adalah hukum positif yang terpisah dari

kaidah sosial, bebas pengaruh politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Aliran posotivisme dirintis oleh John Austin (1790-1859) seorang ahli

filsafat hukum dari inggris dengan teorinya yang bernama Analytical

29
Jurisprudence. Austin berpendapat bahwa hukum merupakan perintah dari

subyek pemegang kekuasan tertinggi, atau pemegang kedaulatan, juga

menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat

tertutup. Hukum secara tegas dipisahkan dari keadilan (dalam arti

kesebandingan), dan hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau

buruk, namun didasarkan atas kekuasaan yang lebih tinggi.

i. Teori Hukum Murni

Teori ini dikemukakan oleh Hans Kelsen (1881-1973) dalam karyanya

yang terkenal Reine Rechtslehre (ajaran hukum murni), Regemeine

Staatslehre (ajaran umum tentang negara), General Theory of Law and

State (teori umum tentang hukum dan negara)

Teori hukum murni bertentangan dengan ilmu hukum yang bersifat

ideologis, yaitu pengembangan hukum hanya sebagai alat pemerintahan

negara-negara totaliter. Teori hukum murni ini menghendaki hukum harus

dibersihkan dari unsur-unsur yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis,

politis dan sejarah. Teori hukum murni yang menolak unsur-unsur non

yuridis dan tidak memberikan ruang untuk hukum kebiasaan yang hidup

dan berkembang dalam masyarakat. Hans Kelsen berpendapat bahwa satu-

satunya obyek penyelidikan ilmu pengetahuan hukum adalah bersifat

30
normative, artinya hukum berada dalam dunia sollen (yang seharusnya

menurut hukum), bukan dalam sein (kenyataan dalam masyarakat).

Kemudian Hans Kelsen membentuk konsep Grundnorm atau

Stufenbau Theory, yaitu dalil yang menganggap bahwa semua hukum

bersumber pada satu induk. Lebih detailnya dalah semua peraturan hukum

diturunkan dari norma dasar (grundnorm). Norma dasar bersifat abstrak dan

mengikat secara umum, yang kemudian peraturan-peraturan hukum lainnya

mengacu pada norma dasar bersifat konkrit dan mengikat subyek tertentu.

j. Teori atau Aliran Sosiologis

Teori atau aliran sosiologis menjelaskan bahwa hukum merupakan

kenyataan apa yang menjadi kenyataan dalam masyarakat dan bagaimana

secara fakta hukum diterima, tumbuh, dan berlaku dalam masyarakat. Teori

ini dipelopori oleh Roscou Pound (Juris dari Amerika Serikat), Eugen

Ehrlich (1826-1922), Emil Durkheim (1858-1917), dan Max Weber (1864-

1920).

Max Weber seorang pakar hukum dan dianggap sebagai tokoh dalam

sosiologi modern, Weber menganggap hukum merupakan segi yang sangat

penting yang mendominasi masyarakat. Menurut Weber ada empat tipe

ideal hukum, yaitu sebagai berikut.

31
1. Hukum irrasionil dan materiil, yaitu diamana pembentukan

undang-undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-

mata pada nilai-nilai emosional tanpa merujuk kepada kaedah

manapun

2. Hukum irrasionil dan formil, yaitu dimana pembentuk undang-

undang dan hakim berpedoman pada kaedah-kaedah di luar akal,

karena didasarkan pada wahyu dan ramalan.

3. Hukum rasionil dan materiil, dimana keputusan para

pembentuk undangundang dan hakim menunjuk pada suatu kitab

suci, kebijaksanaan penguasa atau ideology.

4. Hukum rasionil dan formil, yaitu dimana hukum dibentuk

semata-mata atas dasar konsep abstrak dari ilmu hukum,

Karena itu, hukum formil lebih cenderung untuk menyusun

sistematika kaedah-kaedah hukum, sedangkan hukum materiil lebih bersifat

empiris. Akan tetapi kedua hukum tersebut dapat dirasionalisasikan kepada

hukum formil didasarkan pada logika murni, sedangkan materil pada

kegunaannya.

k. Aliran Antropologi

32
Menurut aliran antropologi, hukum adalah norma yang tidak tertulis

yang tumbuh secara nyata dalam masyarakat seiring dengan perkembangan

kebudayaan. Pencetus aliran ini adalah Sir Hendry Maine (1822-1888),

Radcliffe-Brown, Malinowski, Paul J. Bohanna, dan E.A. Hoebel.

Paul J. Bohanna berpendapat bahwa pada dasarnya hukum adalah

suatu pelembagaan kembali (reinstitutionalization) kebiasaan dalam

masyarakat atau juga kebiasaan menjalani pelembagaan kembali untuk

memenuhi tujuan yang lebih terarah dalam kerangka apa yang disebut

dengan hukum.

l. Aliran Realis

Gerakan aliran realis dalam ilmu hukum muncul di Amerika Serikat

dan Skandinavia, Kaum realis berfikir didasarkan oleh suatu konsepsi

radikal mengenai proses peradilan. Dan menurut aliran realis, hukum apa

yang dibuat oleh hakim dan hakim lebih layak disebut membuat hukum

daripada menemukan hukum. Aliran realis ini menekankan kepada hakikat

manusiawi dalam pelaksanaan hukum.

Pencetus aliran realis dari Amerika Serikat adalah Karl Llewellyn

(1893 - 1962), Jerome Frank (1889-1957), dan Hakim Agung Amerika

Serikat Olive Wendell Holmes (1841-1935). Kemudian dari Swedia

dipelopori oleh Hagerstron (1868-1939) dan dari Denmark adalah Alf Ross.

33
Esinsi dari ajaran realisme hukum dari Holmes dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1. Perkembangan Ilmu hukum terletak pada pengujian-pengujian

fakta

2. Kehidupan hukum pada dasarnya bukan logika, melainkan

pengalaman (the life of the law has been not logic, but

experience).

3. Yang dianggap sebagai hukum adalah ramalan, dan tidak ada

yang lebih

penting dari itu.

g. Teori Kedaulatan Tuhan

Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada


Tuhan, jadi didasarkan pada agama. Teori-teori teokrasi ini dijumpai, bukan
saja di dunia barat tapi juga di timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kekuasaan teokrasi dimiliki oleh hampir seluruh negara pada beberapa
peradaban. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan (monarki)
maka dinasti yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat
kekuasaannya dari Tuhan. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang dianggap
berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.
Teori kedaulataan tuhan menurut sejarahnya berkembang pada
zaman abad pertengahan yaitu antara abad ke-5 sampai abad ke-15 di dalam
perkembangannya teori ini sangat erat hubungannya dengan perkembangna

34
agama baru yang timbul pada saat itu yaitu agama keristen. Yang kemudian
diorganisasikan dalam satu organisasi keagamaan. Yaitu gereja yang
dikepalai seorang paus. Tooh-tokoh penganut teokrasi adalah : Augustinus
(354-430), Thomas Aquinas (1215-1274),F.Hegel (1770-1831), F.J.Stahl
(1802-1861) dan Marsillius.
Sedangkan menurut Ahmad Azhar Basyir, predikat teoraksi tidak
dapat diterima, sebab islam tidak mengenal adanya kekuasaan negara yang
menerima limpahan dari tuhan. Menurutnya kekuasaan negara berasal dari
umat dan penguasaannya bertanggung jawab pad aumat.
Menurut ajaran islam. Kedaulatan hanya milik Allah semata, dan
hany Dia-lah pemberi hukum dalam negara islam. Organisasi-organisasi
politik itu disebut khilafah. Manusia merupakan khalifah tuhan di muka
bumi dan memiliki tugas untuk melaksanakan dan menegakkan perintah
dari pemegang kedaulatan.
Teori kedaulataan tuhan merupakan teori yang mengajarkan bahwa
negara dan pemerintah mendapat kekuasaan tertinggi dari tuhan sebagai
asal segala sesuatu (causa prima ).menurut teori kedaulatan tuhan,
kekuasaan yang berasl dari tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara
terpilih yang secara kodrati diterapkan-Nya menjadi pemimpin negara dan
berperan selaku wakil tuhan di dunia.
Teori ini umumnya di anut oleh raja-raja yang mengaku sebagai
keturunan dewa misalnya para raja mesir kuno, kaisar Jepang, Kaisar
China, Raja Belanda, Raja Ethiopia,. Demikian pula dianut oleh raja jawa
zaman hindu yang menganggap diri mereka sebagai penjelma dewa wisnu.
Ken Arok bahkan menganggap dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu,
Syiwa.
Karena berasal dari tuhan maka kedaulatan negara besifat mutlak
dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang
melaksanakan kekuasaan atas nama dan untuk kemulaan tuhan. Menurut

35
Hegel raja adalah manifestasi keberadaan tuhan.maka, raja atau pemerintah
selalu benar, tidak mungkin salah.

3.2. ALIRAN-ALIRAN HUKUM

1. Aliran Legisme

Timbulnya aliran ini dari gerakan kodifikasi, sehingga Undang-


Undang sebagai satu-satunya sumber hukum . Aliran legisme yaitu aliran
dalam ilmu peradilan maupun pengetahuan yang tidak mengakui hukum
diluar Undang-Undang Aliran ini mengharuskan hakim dalam memutus
sebuah perkara terikat oleh Undang-Undang, sehingga hakim tinggal
menggunakan silogisme saja dalam memutus. Hakim yang menggunakan
aliran ini mendapat julukan la baoche de la loi yang artinya “Hakim adalah
corong undang-undang”. Tokoh aliran ini adalah Montesquieu

Contoh Aliran legisme : ada nenek yang mengambil dua batang


cokelat tanpa meminta dan membayar . lalu hakim mengsilogismekannya
dengan KUHP pasal 362 yang berbunyi “ Barang siapa mengambil barang
sesuatu , yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain , dengan
maksud untuk memiliki secara melawan hukum , diancam karena pencurian
, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 60
rupiah * tempo dulu *. Setelah disilogismekan hasilnya adalah nenek itu
mencuri dua batang cokelat dan masuk dalam tindak pidana pencurian pasal
362 . Lalu di vonis dengan penjara selama 4 tahun karena sudah terbukti
secara sah dan meyakinkan .

Aliran Legisme mempunyai kelebihan dan kekurangan .


Kelebihannya adalah adanya sebuah kepastian hukum yang dirumuskan
karena ada sebuah kodifikasi , lalu kekurangannya adalah Undang-undang
sering ketinggalan zaman , sehingga banyak kejahatan yang tidak termasuk

36
Undang-undang dan hilangnya rasa keadilan . Dengan kata lain aliran ini
mengartikan bahwa “ Hukum untuk manusia , bukan manusia untuk hukum
“.

2. Aliran Freie Rechtslehre/Freie Rechtsbewegung (Bebas)

Timbulnya aliran ini karena kodifikasi yang tidak lengkap maka


harus mencari sumber lain untuk menemukan hukum. Aliran ini
mengharuskan hakim untuk menemukan hukum secara bebas karena
kodifikasi yang tidak lengkap, sehingga hukum hanya sebagai sarana dan
hakim boleh mengambil sumber lain. Hakim yang menggunakan aliran ini
mendapat julukan sebagai “ Pencipta Hukum “. Hal ini dikarenakan
pekerjaan hakim adalah menciptakan hukum. Aliran ini beranggapan bahwa
hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law), karena
keputusan yang berdasarkan keyakinannya merupakan hukum. Oleh karena
itu, memahami yurisprudensi merupakan hal primer di dalam mempelajari
hukum, sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder. Tokoh
aliran ini adalah Kantorowicz . Tujuan daripada Freie Rechtlehre menurut
R. Soeroso adalah sebagai berikut:
• Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara member
kebebasan kepada hakim tanpa terikat pada undang-undang, tetapi
menghayati tata kehidupan sehari-hari.
• Membuktikan bahwa dalam undang-undang terdapat kekurangan-
kekurangan dan kekurangan itu perlu dilengkapi.
• Mengharapkan agar hakim memutuskan perkara didasarkan kepada
rechts ide (cita keadilan).
Contoh aliran bebas : Fachrul menjadi hakim, terus ada kasus
tentang seseorang yang mencuri uang dengan menggunakan internet (
Crack / hacker ). Lalu didalam kodifikasi tidak diatur pencurian dengan
menggunakan internet, tetapi karena Fachrul menggunakan aliran bebas

37
sebagai pencipta hukum, maka Fachrul memutus bahwa itu termasuk
tindakan pidana pencurian walaupun lewat dunia internet sehingga
keputusan Fachrul ini disebut Aliran bebas dan menjadi Sumber
Yurisprudensi .
Freirechtsbewegung memiliki kelebihan dan kekurangannya
.Kelebihannya adalah hukumnya selalu mengikuti perkembangan zaman
sehingga dirasakan lah keadilan sedangkan kekurangannya adalah tidak ada
sebuah kepastian hukum karena tidak ada kodifikasi secara lengkap dan
sangat memerlukan hakim yang memiliki rasa keadilan yang tulus tidak
mau terbujuk oleh KKN ( Korupsi , Kolusi dan Nepotisme ) .

3. Aliran Rechtsvinding (Penemuan Hukum)


Merupakan suatu aliran yang berada di antara aliran legisme dan
aliran freie rechtslehre/freie rechtsbewegung. Aliran ini berpendapat bahwa
hakim terikat pada undang-undang, tetapi tidak seketat sebagaimana
pendapat aliran legisme, sebab hakim juga mempunyai kebebasan.

Dalam hal ini, kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat freie


rechtsbewegung, sehingga hakim di dalam melaksanakan tugasnya
mempunyai kebebasan yang terikat. (gebonden vrijheid), atau keterikatan
yang bebas (vrije gebondenheid). Jadi tugas hakim merupakan melakukan
rechtsvinding, yakni menyelaraskan undang-undang yang mempunyai arti
luas.Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas terbukti dari
adanya beberapa kewenangan hakim, seperti penafsiran undang-undang,
menentukan komposisi yang terdiri dari analogi dan membuat
pengkhususan dari suatu asas undang-undang yang mempunyai arti seluas
luasnya.

Menurut aliran rechtsvinding bahwa yurisprudensi sangat penting


untuk dipelajari di samping undang-undang, karena di dalam yurisprudensi

38
terdapat makna hukum yang konkret diperlukan dalam hidup bermasyarakat
yang tidak ditemui dalam kaedah yang terdapat dalam undang-undang.
Dengan demikian memahami hukum dalam perundang-undangan saja,
tanpa mempelajari yurisprudensi tidaklah lengkap, Namun demikian, hakim
tidaklah mutlak terikat dengan yurisprudensi seperti di negara Anglo Saxon,
yakni bahwa hakim secara mutlak mengikuti yurisprudensi.

Contoh aliran rechtvinding seperti ini : Fachrul menjadi hakim ,


ketika itu harus mengurus kasus seseorang yang mengambil aliran listrik
orang lain secara diam-diam . Didalam Undang-undang tidak ada
pengertian tentang listrik . Maka Fachrul memakai sumber hukum lain yaitu
Doktrin . Doktrin ini beranggapan bahwa listrik itu adalah benda , tetapi
benda yang tidak berwujud , sehingga orang yang mengambil listrik
tersebut didakwa sebagai pencuri listrik dan mendapatkan hukuman. Jadi
kesimpulannya mula-mula hakim berpegang pada Undang-undang apabila
hakim tidak menemukan hukumnya maka ia harus menciptakan hukum
sendiri dengan cara interpretasi dan konstruksi hukum .

Aliran ini juga memiliki kelebihan dan kekurangannya.


Kelebihannya adalah adanya sebuah Kepastian hukum dan Hukumnya
selalu mengikuti perkembangan zaman sehingga ada rasa keadilan ,
sedangkan kekurangannya adalah sangat sulit menyeimbangkan kehendak
UU dengan kehendak hakim sehingga terjadinya pertentangan antara UU
dengan hati nurani hakim.

4. Aliran Yang Berlaku di Indonesia

Aliran yang berlaku di Indonesia adalah aliran rechtsvinding, bahwa


hakim dalam memutuskan suatu perkara berpegang pada undang-undang
dan hukum lainnya yang berlaku di dalam masyarakat secara kebebasan
yang terikat (gebonden vrijheid) dan keterikatan yang bebas (vrije

39
gebondenheid). Tindakan hakim tersebut berdasarkan pada pasal 20,22 AB
dan Pasal 16 ayat (1) dan pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Pasal 20 AB mengatakan bahwa: “Hakim harus mengadili berdasakan
undang-undang”.
Pasal 22 AB mengatakan bahwa: “Hakim yang menolak untuk mengadili
dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap,
dapat dituntut karena menolak untuk mengadili”.
Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi:
“Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada
atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi: “Hukum
wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai – nilai hukum dan rasa
keadilam yang hidup dalam masyarakat” .

3.1 Implementasi Teori Hukum Terhadap Pembenukan


Hukum/UU di Indonesia

Suatu teori hukum berusaha untuk menetapkan arah perkembangan


hukum dan mengembangkan sistem-sistem norma masyarakat sesuai
dengan perkembangan yang dijalani masyarakat. Para penyusun teori
hukum itu biasanya mulai dengan menilai keadaan sosial, mengajukan
kritik terhadapnya, untuk kemudian menawarkan bagaimana wujud
seharusnya suatu sistem hukum supaya keadilan sosial yang mereka lihat
itu menjadi lebih baik.10Teori, dengan demikian memberikan penjelasan
dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang
dibicarakannya11Demikian pula dalam proses pembentukan peraturan

40
perundang-undangan, teori hukum bermanfaat untuk memberi penjelasan
tentang bagaimana proses pembentukan hukum yang baik itu.Dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan, Teori Hukum memegang
peranan sebagai Ajaran Metode. Hal yang menjadi perhatian ajaran metode
dalam pembentukan hukum adalah tentang Teknik Perundang-
undangan.12Dalam kerangka Teknik Perundang-Undangan ini, maka
beberapa masalah di bidang teori hukum yang relevan dapat dipelajari di
antaranya:

1. Penetapan definisi pengertian-pengertian dalam undang-undang itu


sendiri;
2. Bangunan logikal dari peraturan perundang-undangan;
3. Rasionalitas dari perundang-undangan
4. Sifat khas dari bahasa hukum.

Teori Hukum juga berfungsi sebagai dasar penyusunan naskah


akademis yang mendahului terbentuknya suatu undang-undang. Naskah
akademis merupakan naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan,
sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah
pengaturan RUU. Di samping itu, keberadaan teori hukum juga
memberikan penjelasan bagaimana perundang-undangan yang dibentuk
harus memenuhi syarat keberlakuan hukum.Keberlakuan hukum berarti
cara keberadaanhukum, yang mencakup tiga aspek yaitu:

1. Keberlakuan Faktual: Kaidah yang terbentuk, dalam kenyataan


sungguh-sungguh dipatuhi oleh para warga masyarakat dan pejabat
yang berwenang sungguh-sungguh menegakkannya. Hal ini berarti
kaidah hukum itu efektif;

41
2. Keberlakuan Yuridikal: Kaidah tersebut dibentuk sesuai dengan
aturan dan prosedur yang berlaku, oleh pihak yang berwenang,
substansinya tidak bertentangan dengan kaidah hukum lainnya;
3. Keberlakuan Moral: Substansi kaidah tersebut secara etik atas dasar
pertimbangan akal dapat diterima (dibenarkan), dengan demikian
kaidah tersebut memenuhi rasa atau tuntutan keadilan

Teori hukum berperan dalam mensistematisasi tahapan yang dilalui


dalam membentuk aturan hukum yang ideal. Berbagai problem yang
dihadapi dalam pembentukan hukum di Indonesia menunjukan bahwa apa
yang secara teoritis diharuskan, tidak selalu dijalankan di dalam prakteknya.
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan adalah tindakan dalam
lingkup hukum praktis. Namun, proses tersebut tidak dapat dipisahkan
begitu saja dari keberadaan teori hukum. Dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan, secara teoritis dikenal empat momen yang
harus dilalui yakni momen idil, momen politikal, momen normatif dan
momen teknikal. Pembentukan undang-undang harus memperhatikan fungsi
dari ke-empat momen tersebut agar produk hukum yang dihasilkan dapat
memenuhi syarat keberlakuan faktual, yuridikal dan moral. Prinsip
penyusunan undang-undang, diatur dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1954 sebagai berikut:
1. Pasal 5 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945: (1)Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; (2)Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya.

42
2. Pasal 20 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945: (1)Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang;(2)Setiap rancangan undang-undang
dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama;(3)Jika rancangan undang-undang itu
tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu
tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
Rakyat masa itu;(4)Presiden mengesahkan rancangan undang-
undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-
undang;(5)Dalam hal rancangan undang-undangyang telah disetujui
bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan.
3. Pasal 21 Undang-undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun
1945: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul
rancangan undang-undang.
4. Pasal 22 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945: (1)Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-
undang(2)Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.(3)Jika
tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.

Selain peraturan yang bersifat mendasar yang tercantum di dalam


UUD 1945, penyusunan undang-undang di Indonesia tunduk pada
ketentuan yang tercantum di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Di dalam undang-

43
undang terdapat pengaturan mengenai asas pembentukan perundang-
undangan, materi muatan, sampai dengan teknis formulasi bahasa di dalam
menyusun suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan
bahwa momen normatif dan teknikal mendapatkan pengaturan yang rinci,
walaupun dalam prakteknya terkadang ada saja peraturan perundang-
undangan yang ternyata bertentangan dengan ketentuan peraturan yang
secara hierarkis lebih tinggi, sehingga mekanisme Judicial Review
kemudian menjadi cara untuk menegaskanbagaimana nasib dari peraturan
yang bertentangan itu, apakah peraturan tersebut akan dinyatakan
inkonstitusional, dinyatakan bertentangan pada pasal-pasal tertentu saja
sehingga pasal yang bersangkutan menjadi tidak berkekuatan hukum, atau
dinyatakan tetap berlaku. Momen lain yang memperoleh
1. Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi Volume 9
Nomor 2April201879perhatian adalah momen politik, yang
kemudian mengakibatkan adanya kepentingan politik pihak tertentu
yang terlalu mendominasi. Proses pembentukan peraturan
perundang-undangan pada dasarnya bukan merupakan proses
yangsteril dari kepentingan politik karena ia merupakan proses
politik. Yang menjadi masalah adalah manakala terdapat peraturan
perundang-undangan yang lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-
kepentingan politik pemegang kekuasaan dominan. Kurang
diperhatikannya momen idiil dalam proses pembentukan aturan
perundang-undangan mengakibatkan hukum yang terbentuk hanya
memenuhi sebagian syarat dari seluruh syarat keberlakuan hukum.
Hukum harus memenuhi syarat keberlakuan faktual, keberlakuan
yuridikal serta keberlakuan moral. Dalam kenyataannya, hukum
yang terbentuk di Indonesia seringkali mengabaikan keberlakuan
moral, sehingga secara faktual juga kaidah tersebut menjadi tidak
efektif. Di sini dapat kita lihat bagaimana teori hukum memegang

44
peranan yang penting dalam proses pembentukan aturan. Teori
hukum juga mempelajari faktor-faktor yang mendukung proses
penegakan hukum. Faktor-faktor yang dimaksud di antaranya
berhubungan dengan:
 Cara mengkomunikasikan pesan yang termuat dalam undang-undang
itu;
 Isi undang-undang merupakan sesuatu yang memang dapat
dilaksanakan, dan dirasakan adil, layak dan masuk akal oleh
penerima pesan; Ada sesuatu yang dapat menumbuhkan disposisi
(sikap / kecenderungan dan dorongan) pada para warga dan pejabat
masyarakat untuk mematuhi kaidah hukum yang bersangkutan.

Teori hukum mempelajari keberlakuan hukum. Keberlakuan hukum


(baik secara yuridis, sosiologis maupun filosofis/moral) harus menjadi
bagian yang diperhatikan oleh pembentuk undang-undang. Penulis
berpendapat, di Indonesia peraturan-peraturan yang berlaku seringkali
belum memenuhi tuntutan keberlakuan hukum. Hal ini pula yang terjadi di
dalam penyusunan rancangan KUHP di Indonesia. Dalam hal ini penting
untuk diketahui apakah isi undang-undang merupakan sesuatu yang
memang dapat dilaksanakan, dan dirasakan adil, layak dan masuk akal oleh
penerima pesan. Dalam kenyataannya, aturan hukum yang berada di atas
kertas ternyata tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, hanya
dirasakan adil oleh sebagian pihak saja. Teori hukum juga menaruh
perhatian pada keberlakuan moral dari suatu peraturan-perundang-
undangan. Hukum harus memenuhi rasa keadilan masyarakat di tempat di
mana hukum itu akan diberlakukan, walaupun hukum tidak selalu harus
sarat dengan nilai-nilai moral yang terlalu ketat, karena akan berdampak
padakeberlakuannya. Di dalam RKUHP, Pasal 472, mengkriminalisasi
tindakan pengunduhan konten pornografi. Pasal 473 mengkriminalisasi

45
perbuatan memiliki konten pornografi. Pasal 475 mengkriminalisasi model
yang dianggap menjadikan dirinya objek pornografi dengan tolok ukur yang
tidak jelas, model

 Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi Volume 9


Nomor 2April201880dengan pose atau pakaian seperti apa yang
dianggap dapat dipidana karena memenuhi unsur Pasal 475 tersebut.
Pasal 480 menyatakan tindakan-tindakan yang memenuhi unsur
pasal 470-479 tidak dipidana jika merupakan karya seni, budaya,
olahraga dan pengetahuan. Pasal ini akan sulit diterapkan misalnya
di dunia hiburan dan pertelevisian. Sebagai contoh,
mengkualifikasikan tampilan busana seseorang yang relatif terbuka
atau minim, sebagai seni atau pornografi pasti akan menimbulkan
perbedaan penafsiran pada perspektif banyak pihak yang memiliki
sudut pandang berbeda. Hukum adalah kaidah yang menempati
klasifikasi tersendiri, dan memiliki ranah berlakunya sendiri.
Sedangkan kaidah budi nurani, kaidah moral positif, kaidah
kesopanan, kaidah kebiasaan serta kaidah agama merupakan kaidah
non hukum. Pemberlakuan dua kelompok kaidah tersebut tidak dapat
dicampur adukkan. Jika hukum positif banyak mengandung nilai-
nilai moral yang sebenarnya merupakan wilayah berkiprah kaidah
non hukum, maka akan menimbulkan gejala legal moralism. Hukum
dirasa hanya sebagai paksaan, dari pihak yang berkuasa, yang
memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai moral tertentu, kepada
masyarakat yang belum atau bahkan tidak meyakini pentingnya
nilai-nilai yang demikian.

46
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori hukum terus berkembang dan berevolusi seiring dengan

perkembangan dan perubahan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat

ataupun negara, teori hukum sendiri telah banyak dipengaruhi oleh unsur-

unsur lain karena kesadaran daripada pembentukan hukum itu sendiri

melalui proses yang panjang dan melibatkan kehidupan manusia itu sendiri,

penulis secara pribadi berpendapat bahwa dari historisnya teori hukum

sebagian besar dijadikan alat justifikasi dan berperan besar dalam social

engineering oleh pihak-pihak tertentu namun hal tersebut tidak dapat

dihindari karena manusia pada hakikatnya akan terus mencari hukum yang

mampu menyesuaikan diri dari zaman ke zaman dan mampu memenuhi

kebutuhan manusia untuk hidup, berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.

Namun pada akhirnya teori hukum akan tetap mencari bentuknya

yang mengikuti sifat manusia yang terus berubah-ubah perubahan tersebut

tidak dapat dikatakan menjadi lebih baik atau tidak, karena terjadinya

pergeseran nilai-nilai yang substansial dan mendasar, namun selama masih

47
bisa memenuhi kebutuhan manusia tersebut, maka teori hukum tersebut

dapat berguna untuk manusia.

Teori hukum berperan dalam mensistematisasi tahapan yang dilalui

dalam membentuk aturan hukum yang ideal. Berbagai problem yang

dihadapi dalam pembentukan hukum di Indonesia menunjukan bahwa apa

yang secara teoritis diharuskan, tidak selalu dijalankan di dalam prakteknya

Menurut Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang

tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah

sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi karena kedudukan itulah

undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatan nya dalam

menghukumorang-orangyangbersalah. Sebuah istilah yang di ajarkan oleh

Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup

bermasyarakat dengan manusia yang lain. Ajaran ini adalah salah satu

gambaran bahwa manusia membutuhkan keberadaan manusia yang lain

untuk mengatasi permasalahannya..

3.2 Saran

Teori hukum sebaiknya selalu dikembangkan oleh para ahli hukum,

karena kebutuhan dan perubahan nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan

manusia selalu berubah-ubah tiap zaman. Hukum selalu dituntut untuk

mengikuti perubahan tersebut ataupun manusia harus dibatasi oleh hukum

48
itu sendiri, semua bergantung pada cita - cita dan tujuan manusia yang

menciptakan teori hukum itu sendiri.

Maka dari itu sebaiknya teori hukum dapat selalu dikembangkan

hanya melibatkan pakar hukum untuk menggali lebih dalam mengenai teori

hukum secara fundamental ataupun melibatkan ahli dari berbagai cabang

ilmu pengetahuan agar jurang antara idealisme hukum itu tercipta dan

kenyataan lapangan dimana hukum itu ditegakan tidak terlalu dalam.

49
DAFTAR PUSTAKA

Dirdjosisworo, Soedjono. 1994. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja

Grafindo

Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Garfika

Rasjidi, Lili. 2007. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung: Citra

Aditya Bakti

Kansil, C.S.T. 1976. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta:Balai Pustaka

50

Anda mungkin juga menyukai