Anda di halaman 1dari 21

i

ILMU NEGARA
ANALISIS TEORI KONSTITUSI NEGARA DAN IMPLEMENTASI-NYA
SEBAGAI SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

Dosen Pengampu : La Ode Kaisar Demaq, S.H., M.H.

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Syarat Pembelajaran Mata Kuliah Ilmu Negara Sebagai
Pengganti Ujian Tengah Semester Ganjil

DISUSUN OLEH

NAMA : MUHAMMAD FACHRUL ROZI HASBUL

NIM : H1A120192

KELAS :D

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S-1


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tercurahkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya lah saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan
laporan tentang Analisis Teori Konstitusi Negara dan Implementasi-Nya Sebagai
Syarat Terbentuk-Nya Negara ini dengan baik meskipun masih terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Saya juga berterima kasih kepada Bapak La Ode Kaisar
Demaq selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Ilmu Negara yang telah
membimbing memberikan ilmu serta pemahamannya kepada kami dan telah
memberikan tugas berupa makalah ini kepada kami. Laporan ini merupakan tugas
sebagai pengganti Ujian Tengah Semester Ganjil T.A 2020/2021.

Saya pribadi sangat berharap semogah laporan ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Teori Konstitusi dan
Implementasi-Nya Sebagai Syarat Terbentuknya Negara. Saya menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya sebagai penyusun berharap adanya
kritik yang membangun dan saran yang positif demi perbaikan laporan ini di
kesempatan berikutnya, mengingat tidak ada sesuaru yang sempurna tanpa kritik
dan saran yang membangun.

Semoga laporan sederhana ini dapat berguna bagi saya pribadi dan orang-
orang yang membancanya. Sebelumnya saya sebagai penyusun memohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila terdapat penulisan yang salah dan pengunaan kata-
kata yang kurang berkenan dihati, karena saya sebagai manusia biasa tidak luput
dari yang namanya kesalahan.

Kendari, 30 November 2020

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................I

KATA PENGANTAR.........................................................................................II

DAFTAR ISI........................................................................................................III

ABSTRAKSI........................................................................................................IV

A. LATAR BELAKANG....................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................2

C. TUJUAN..........................................................................................................3

D. METODE PENELITIAN...............................................................................3

E. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4

F. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................7

1. Perkembangan Teori Konstitusi...............................................................7

2. Peran Konstitusi Dalam Negara................................................................9

3. Tujuan Dibentuk Konstitusi......................................................................10

4. Hakekat Konstitusi.....................................................................................12

5. Fungsi Konstitusi........................................................................................12

6. Kedudukan Konstitusi...............................................................................13

7. Konstitusi Negara.......................................................................................14

G. KESIMPULAN...............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17
iv

ANALISIS TEORI KONSTITUSI NEGARA DAN IMPLEMENTASI-NYA


SEBAGAI SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

MUHAMMAD FACHRUL ROZI HASBUL


H1A120192
Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari
E-mail: Fachrul0602@gmail.com

ABSTRAK

Laporan penelitian ini membahas tentang “Analisis Teori Konstitusi Negara dan
Implementasi-Nya Sebagai Syarat Terbentuknya Negara”. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan historis, sedangkan sumber datanya berupa data
sekunder, dan analisisnya menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil
menemukan bahwa konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar
mengenai ketatanegaraan. Berdirinya sebuah Negara tidak lepas dari adanya
konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang
lazim disebut sebagai undang-undang dan dapat pula tidak tertulis. Secara
sederhana konstitusi dapat didefiniskan sebagai sejumlah ketentuan hukum yang
di susun secara sistematik untuk menata dan megatur pokok-pokok struktur dan
fungsi lembaga-lembaga pemerintahan suatu Negara, termasuk kewenangan
lembaga-lembaga tersebut. Dalam arti yang lebih sempit, konstitusi bahkan Cuma
diartikan sebagai dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan hukum dari suatu
Negara kesatuan. Negara kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun dari
beberapa Negara, seperti halnya Negara federasi, melainkan Negara itu sifatnya
tunggal, artinya hanya ada satu Negara, tidak ada Negara dalam Negara. Manusia
hidup bersama dalam berbagai kelompok yang beragam latar belakangnya. Mula-
mula manusia hidup dalam sebuah keluarga. Lalu berdasarkan kepentingan dan
wilayah tempat tinggalnya, ia hidup dalam kesatuan sosial yang disebut sebagai
masyarakat dan pada akhirnya menjadi bangsa. Bangsa adalah kumpulan
masyarakat yang membentuk suatu Negara. Ditinjau dari jenis data secara
1

keseluruhan, penelitian ini menggunakan dua metode, yakni metode historis dan
deskriptif kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan data
sekunder.

Kata Kunci: Teori Konstitusi, Negara Kesatuan, Manusia, Metode.

A. LATAR BELAKANG

Sebelum membahas teori konstitusi terlebih dahulu membahas apa itu


teori. Teori berasal dari kata “Theoria” dalam bahasa latin yang berarti
perenungan yang pada gilirannya berasal dari kata “Thea: dalam bahasa yunani
yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas (Soetandyo
Wignjoesobroto, 2003). Kata teori pada dasarnya banyak digunakan, sebanyak
seperti dalam kehidupan seharihari. Misalnya menurut kamus Shorter Oxford
Dictionary teori mempunyai beberapa definisi yang salah satunya lebih tepat
sebagai suatu disiplin akademik “suatu skema atau sistem gagasan atau
pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari sekelompok
fakta atau fenomena, suatu pernyataan tentang sesuatu yang dianggap sebagai
hukum, prinsip umum atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati”.
Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia teori adalah pendapat yang
didasarkan pada penelitian dan penemuan didukung oleh data dan argumentasi.

Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam


penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang
lazim disebut Undang-undang dasar dan dapat pula tidak tertulis. 1 Konstitusi
merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi.
Secara sederhana, konstitusi dapat didefinisikan sebagai sejumlah ketentuan
hukum yang disusun secara sistematik untuk menata dan mengatur pada pokok-
pokoknya struktur dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan, termasuk hal ihwal
kewenangan lembaga-lembaga itu. Dalam artinya yang lebih sempit, konstitusi
1
Jimly Asshidiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, (Jakarta; PT Raja Grafindo, 2005),
hlm 98.
2

bahkan Cuma diartikan sebagai dokumen yang memuat ketentuan-ketentuan


hukum tersebut. Pada zaman dahulu, istilah konstitusi digunakan untuk perintah-
perintah kaisar romawi kemudian di Italia difungsikan untuk menunjukan UUD
“Diritton Constituionale”. Sedangkan konstitusi dalam bahasa belanda disebut
dengan istilah “Grondwet”. Dasar negara sebagai pedoman penyelenggaraan
negara secara tertulis termuat dalam konstitusi suatu negara. Keterkaitan
konstitusi dengan UUD dapat dijelaskan bahwa Konstitusi adalah hukum dasar
tertulis dan tidak tertulis sedangkan UUD adalah hukum dasar tertulis. UUD
memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin elastik sifatnya aturan itu makin
baik, konstitusi menyangkut cara pemerintahan diselenggarakan, sedangkan yang
dimaksud dengan constitution adalah “the system of fundamental principles
according to which a nation, state, corporation, etc. is governed the document
embodying these principles” (sistem prinsip mendasar yang mengatur suatu
bangsa, negara, dan perkumpulan, sebuah dokumen yang berisi prinsip-prinsip
mendasar).

Manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang beragam latar


belakangnya. Mula-mula manusia hidup dalam sebuah keluarga. Lalu berdasarkan
kepentingan dan wilayah tempat tinggalnya, ia hidup dalam kesatuan sosial yang
disebut sebagai masyarakat dan pada akhirnya menjadi bangsa. Bangsa adalah
kumpulan masyarakat yang membentuk suatu Negara. Berkaitan dengan tumbuh
kembangnya bangsa, terdapat berbagai teori besar dari para ahli untuk
mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter sendiri. Istilah bangsa
memiliki berbagai makna dan pengertian yang berbeda-beda.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka diperoleh rumusan masalah sebagao
berikut:

1. Landasan teori konstitusi sebagai dasar hukum sebuah Negara.


2. Negara menjadikan konstitusi sebagai dasar hukum dalam bernegara.
3. Pendefinisian teori konstitusi, Negara, dan konstitusi dalam Negara.
3

4. Perkembangan konstitusi dalam sejarah terbentuknya sebuah Negara.


5. Kedudukan, fungsi, tujuan, dan supremasi konstitusi dalam bernegara.

C. TUJUAN

1. Untuk mampu memahami dan menjelaskan apa yang menjadi landasan


teori konstitusi sebagai dasar hukum sebuah Negara.
2. Untuk mengetahui alasan Negara menjadikan konstitusi sebagai dasar
hukum dalam bernegara.
3. Untuk mampu menjelaskan secara detail pendefinisian teori konstitusi,
Negara, dan konstitusi dalam bernegara.
4. Untuk mampu memahami serta menjelaskan perkembangan konstitusi
dalam sejarah terbentuknya Negara.
5. Untuk mengetahui kedudukan, fungsi, tujuan, dan supremasi konstitusi
dalam bernegara.

D. METODE PENELITIAN
Metode penelitian cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi
untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi
untuk digunakan sebagai solusi atau jawaban atas masalah yang sedang diteliti
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.2 Oleh karena itu penelitian membahas
tentang konsep teoritis berbagai metode, kelebihan dan kelemahan yang terdapat
dalam suatu karya ilmiah. Kemudian dilanjutkan dengan pemulihan metode yang
akan digunakan dalam penelitian nantinya.

Ditinjau dari jenis data secara keseluruhan, penelitian ini menggunakan


dua metode, yakni metode historis dan deskriptif kualitatif, sedangkan teknik
pengumpulan data menggunakan data sekunder. Penelitian historis merupakan
penelitian yang biasa digunakan dengan melakukan penyelidikan, pemahaman,
dan penjelasan terhadap suatu keadaan di masa lalu. Menurut Jack R Fraenkel &
Norman E. Wallen (1990: 411) dalam Yatim Rianto (1996: 22) “metode penelitian
2
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), hlm 2.
4

sejarah atau histotis adalah penelitian yang secara ekslusif memfokuskan kepada
masa lalu”. Sedangkan menurut Jonathan sarwonno (2006) metode penelitian
deskriptif kualitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-
bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.

Adapun pemilihan metode penelitian historis dan deskriptif kualitatif


dalam laporan ini dimaksudkan memperoleh pemahaman data data hasil
penyelidikan terkait dengan konstitusi di masa lalu yang menjadi dasar berdirinya
sebuah Negara yang kemudian dengan pendekatan kualitatif akan secara lebih
rinci lagi mengetahu hubungan hubungan terkait dengan fenomena-fenomena
konstitusi dalam Negara.

E. TINAJUAN PUSTAKA

Lazim dikatan bahwa salah satu sendi hukum ketatanegaraan yang paling
utama adalah konstitusi. Konstitusi berasal dari Bahasa Latin, Constituo.3 Istilah
ini berkaitan dengan kata jus atau ius, yang berarti hukum atau prinsip.4 Saat ini
bahasa yang biasa dijadikan rujukan istilah konstitusi adalah bahasa Inggris,
Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, Portugis, dan Belanda.

Menurut Jimly Asshiddiqie, untuk pengertian constitution dalam bahasa


iInggris, bahasa Belanda membedakan antara constitue dan grondwet, sedangkan
bahasa Jerman membedakan antara verfassung dan gerundgesetz seperti antara
grondrecht dan grondwet dalam bahasa Belanda. Gerundrecht dan groundrecht
secara harfiah berarti hak dasar, tetapi sering juga disebut sebagai hak asasi
manusia.5

Dalam bahasa Prancis. Digunakan istilah Droit Constitutionel untuk


pengertian secara abstrak atau luas, sedangkan dalam arti sempit digunakan istilah
Loi Constitutionel. Droit Constitutionel identik dengan pengertian konstitusi,

3
M. Solly Lubis, Asas Asas Hukum Tata Negara, (Bandung: Penerbit Alumni, 1978),
hlm. 44.
4
Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta: Penerbit Konpress,
2005), hlm. 1.
5
Jimly Asshidiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010), hlm. 3.
5

sedamngkan Lio Constitutionel identik dengan konstitusi tertulis atau dalam


bahasa Indonesia dikenal dengan Undang-undang.6

Dalam bahasa Italia, istilah yang dipakai untuk pengertian konstitusi


adalah Dirrito Constitutionale. Dalam bahasa Arab dipakai pula beberapa istilah
yang terkait dengan pengertian konstitusi itu, yaitu Masturiyah, Dustuur, atau
Qanun Asasi.7 Menurut Jimly Asshiddiqie, di berbagai negara di Eropa
Kontinental, yang menganut tradisi civil law, istilah konstitusi memang selalu
dibedakan antara pengertian konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis.
Konstitusi yang tertulis itulah yang biasa disebut dengan istilah-istilah grondwet
(Belanda), gerundgesetz (Jerman), Loi Constituionnel (Prancis). Sementara itu,
kata constitutie, verfassung, gerundrecht, grondrecht, Droit Constitutionnel,
Dirrito Constitutionale, merupakan istilah-istilah yang dipakai dalam arti luas.

Konsep tentang negara itu dapat dikenali karena lazimnya dituangkan


dalam ketentuan pasal-pasal konstitusi, tentu dengan catatan jika negara yang
bersangkutan mempunyai konstitusi sebagai dokumen tertulis. Hanya saja,
perumusan undang-undang dasar tidak selalu mengatur secara lengkap dan rinci
segala sesuatunya atau rumusannya masih mengandung makna ganda atau
ketidakpastian, sehingga sering dibutuhkan pedoman lain untuk menanggulangi
masalah yang timbul. Selain dari penjelasan resmi yang tersedia, pedoman ini
antara lain didapat melalui berbagai cara penafsiran atas rumusan yang
terkandung dalam konstitusi tadi. Pada sisi lain, seperti dikatakan oleh Kusnu
Goesniadhie, setiap kurun waktu dalam sejarah memberikan pula kondisikondisi
kehidupan yang memformasi dan mempengaruhi kerangka pemikiran (frame of
reference) dan medan pengalaman (field of experience) dengan muatan
kepentingan yang berbeda, sehingga proses pemahaman terhadap konstitusi dapat
terus berkembang dalam praktik di kemudian hari.

Menurut Moh. Mahfud M.D. keberadaan konstitusi pada awal


pertumbuhan negara-bangsa modern tidak lepas dari pengakuan adanya paham
6
Ibid.
7
Ibid, hlm. 4.
6

demokrasi, yang pada intinya menyatakan bahwa kekuasaan negara yang tertinggi
berada di tangan rakyat.8 Dalam hal ini, negara terformasi karena adanya “kontrak
sosial” antara individu-individu dengan penguasa di mana kepada sang penguasa
diberi mandat untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan hak-hak asasi
individu tersebut.Tidak semua hak-hak asasi tadi diserahkan kepada penguasa,
namun sebatas apa yang tertuang di dalam “kontrak” pada saat pemformasian
negara tadi. Dalam khasanah peradaban modern, “kontrak” tersebut dituangkan
dalam formasi konstitusi.9

Dengan demikian,dapat dipahami bahwa konstitusi merupakan sarana


untuk membatasi penguasa negara. Penggunaan konstitusi sebagai sarana untuk
membatasi kekuasaan negara telah menimbulkan paham konstitusionalisme. Di
dalam gagasan konstitusionalisme tersebut, konstitusi atau undang-undang dasar
tidak hanya merupakan suatu dokumen yang mencerminkan pembagian
kekuasaan (anatomy of a power relationship) saja, tetapi dipandang sebagai suatu
lembaga yang mempunyai fungsi khusus, yaitu di satu pihak untuk menentukan
dan membatasi kekuasaan dan di pihak lain untuk menjamin hak-hak asasi politik
warga negaranya. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan dari hukum tertinggi
yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah, sesuai dengan
dalil “Government by laws, not by men”.

Menurut Fred Isjwara (1974), Negara kesatuan adalah bentuk kenegaraan


yang paling kokoh, jika dibandingkan dengan federal atau konfederasi. Dalam
Negara kesatuan terdapat baik persatuan (union) maupun kesatuan (unity). Dilihat
dari segi susunanya, Negara kesatuan bukan negara yang tersusun dari beberapa
Negara, melainkan Negara tunggal.. Abu Daud Busroh (1990) mengutarakan
bahwa negara kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun dari pada beberapa
Negara, seperti halnya dalam negara federasi, melainkan Negara itu sifatnya
tunggal, artinya hanya ada satu Negara, tidak ada Negara dalam Negara. Jadi
dengan demikian, dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan,
8
Moh. Mahfud M.D., Hukum dan Pilar Pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Penerbit Ford
Foundation dan Gama Media, 1999), hlm. 18.
9
Ibid, hlm. 20.
7

yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi


dalam segala lapangan pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat
terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam Negara kesatuan”·
Negara kesatuan dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:

 Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi


 Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi

F. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perkembangan Teori Konstitusi


Konstitusionalisme merupakan pemikiran yang telah lama berkembang.
Misi utama pemikiran ini menghendaki pembatasan kekuasaan, karena pada masa
sebelumnya kekuasaan nampak sangat luas seolah tanpa batas. Pembatasan
kekuasaan itu terutama dilakukan melalui hukum lebih khusus lagi melalui
konstitusi.10 Hampir dapat dipastikan bahwa negera-negara di dunia umumnya
dalam mengatur kehidupan bernegara senantiasa mengacu kepada konstitusi
negara tersebut. Negara yang menganut sistem negara hukum dan kedaulatan
rakyat dalam konsep pemerintahanya menggunakan konstitusi atau UUD sebagai
norma tertinggi di samping norma hukum yang lain. Sekalipun pengertian
konstitusi dapat dimaknai secara sempit dan luas, dimana pengertian secara sempit
dari konstitusi adalah UUD. Bahwa dalam perkembangannya istilah konstitusi
dalam arti sempit tidak menggambarkan seluruh komponen peraturan, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis (legal dan non legal) maupun yang dituangkan
dalam suatu dokumen tertentu seperti berlaku di Amerika Serikat.11

Konstitusi secara harfiah berarti pembentukan. Kata konstitusi sendiri


berasal dari bahasa Perancis yaitu constituir yang bermakna membentuk. Dalam
bahasa latin, istilah konstitusi merupakan gabungan dua kata yaitu cume dan
statuere. Bentuk tunggalnya contitutio yang berarti menetapkan sesuatu secara

10
Novendri M. Nggilu, Hukum dan Teori Konstitusi, (Yogyakarta: UII Press, 2015), hlm.
17.
11
Novendri M. Ngilu, Hukum dan Teori Konstitusi, Ibid
8

bersama-sama dan bentuk jamaknya constitusiones yang berarti segala sesuatu


yang telah ditetapkan. Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa konstitusi
merupakan aturan main tertinggi dalam negara yang wajib dipatuhi baik oleh
pemegang kekuasaan dalam negara maupun oleh setiap warga negara. Louis
Henkin menyatakan bahwa konstitusionalisme memiliki elemen elemen sebagai
berikut:12

1. Pemerintah berdasarkan konstitusi (government according to the


constitution);
2. Pemisahan kekuasaan (separation of power);
3. Kedaulatan rakyat dan pemerintahan yang demokratis (sovereignty of the
people and democratic government);
4. Riview atas konstitusi (constitutional review);
5. Independensi kekuasaan kehakiman (independent judiciary);
6. Pemerintah yang dibatasi oleh hak-hak individu (limited government
subject to a bill of individual rights);
7. Pengawasan atas kepolisian (controlling the police);
8. Kontrol sipil atas militer (civilian control of the military);
9. Kekuasaan negara yang dibatasi oleh konstitusi

Kesembilan elemen dari konstitusi tersebut dapat dikelompokkan menjadi


dua yang berkaitan dengan fungsi konstitusi sebagai berikut:13

1. Membagi kekuasaan dalam negara yakni antar cabang kekuasaan negara


(terutama kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif) sehingga
terwujud sistem checks and balances dalam penyelenggaraan negara..
2. Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.
Pembatasan kekuasaan itu mencakup dua hal: isi kekuasaan dan waktu
pelaksanaan kekuasaan. Pembatasan isi kekuasaan mengandung arti bahwa

12
Rusma Dwiyana, Konsep Konstitusionalisme, Pemisahan Kekuasaan, dan Checks
and Balance System, Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara. hlm.3
13
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni‟matul Huda, Op.Cit, hlm.8
9

dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang lembaga-lembaga


Negara.

2. Peran Konstitusi Dalam Negara


Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi dan tertulis
yang mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan negara, sebagai kumpulan
aturan pembagian kekuasaan negara. Dan membatasi kekuasaan pemerintah
sehingga tidak sewenang-wenang. Menurut K.C. Wheare mengklasifikasi
konstitusi sebagai berikut:14

1. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis (written


constitution and unwritten constitution);
2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution)
3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi
(supreme and not supreme constitution)
4. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary
Constitution)
5. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer
(President Executive and Parliamentary Executive Constitution)

Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis. Konstitusi


memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pertama untuk
menegakkan suatu bangunan besar yang disebut negara. Sendi-sendi itu tentunya
harus kokoh, kuat dan tidak mudah runtuh agar bangunan negara tetap tegak
berdiri. Ada dua macam konstitusi di dunia, yaitu “Konstitusi Tertulis” (Written
Constitution) dan “Konstitusi Tidak Tertulis” (Unwritten Constitution), ini
diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis”(geschreven recht) yang termuat dalam
undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar
adat kebiasaan.

Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai


konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada, di beberapa negara ada dokumen
14
Irza Nasution, Negara dan Konstitusi, USU digital library, dikutip dari,
http://library.usu.ac.id/downlad/fh/tatanegar-mirza.pdf
10

tetapi tidak disebut konstitusi walaupun sebenarnya materi muatannya tidak


berbeda dengan apa yang di negara lain disebut konstitusi. Ivor Jenning
menyatakan di negara-negara dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu
yang menentukan:

 Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan.


 Adanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui dan
dilindungi.

3. Tujuan Dibentuk Konstitusi


Hubungan tujuan dibentuk konstitusi dengan ide pembentukan Mahkamah
K-RDTL Tahun 2002, secara filosofis, Mahkamah Konstitusi hadir untuk
membatasi kekuasan legislative dan eksekutif dalam menyelenggarakan
pemerintahan Negara.

a) Pertama, menjamin kepastian terhadap pembentukan peraturan


perundangan yang bertentangan dengan K-RDTL Tahun 2002, artinya
setiap produk legislasi yang dibentuk oleh lembaga legislatif dan
pemerintah. Mahkamah Konstitusi mempunyai tugas untuk menilai secara
formil maupun materiil, apakah produk legislasi tersebut selaras atau tidak
dengan K-RDTL Tahun 2002.
b) Kedua, menjamin agar para penyelenggara tidak melanggar hak-hak asasi
warga negara, maksudnya, apabila Mahkamah Konstitusi dibentuk, maka
setiap perbuatan atau pelanggaran penyelenggara negara yang
bertentangan dengan konstitusi, terutama hak-hak warga negara yang
diatur oleh undang-undang maupun peraturan-perundangan yang tidak
selaras dengan konstitusi, warga negara melakukan penuntutan atas hak
yang diabaikan.
c) Ketiga, menjamin terselenggaranya pemerintahan yang demokratis.
Sebagai lembaga yang berkewenangan menjaga dan melindungi konstitusi,
Mahkamah Konstitusi hadir untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintah dimana kerapkali terjadi benturan
11

kewenangan antara lembaga negara, kemudian memiliki kapasitas untuk


membubarkan dan mengesahkan partai politik yang akan mengikuti
pemilihan umum sesuai syarat yang ditentukan oleh undang-undang.15

Terkait dengan konstitusi memiliki tujuan tertentu yaitu untuk mengatur,


menertibkan dan sebagai penyangga penyelenggaraan Negara, seperti
dikemukakan oleh James Bryce, yang dikutip oleh Sri Soemantri, menyatakan
terdapat tiga tujuan (objectives) dari pembentukan suatu konstitusi, yakni:

a) Untuk membangun dan mempertahankan kerangka pemerintah di mana


pekerjaan negara dapat dilaksanakan secara efisien pada tujuan seperti
kerangka pemerintah berada di satu sisi untuk mengasosiasikan
masyarakat dengan pemerintah dan di sisi lain, untuk menjaga ketertiban
umum, untuk menghindari keputusan terburu-buru dan untuk
mempertahankan kelangsungan ditoleransi kebijakan
b) Untuk memberikan keamanan karena hak-hak dari perseorangan warga
negara sebagai pribadi, properti, dan pendapat, sehingga ia tidak perlu
takut dari eksekutif tirani mayoritas.
c) Untuk memegang negara bersama-sama, tidak hanya untuk mencegah
gangguan oleh pemberontakan atau pemisahan diri dari bagian bangsa,
tetapi untuk memperkuat kekompakan negara dengan menciptakan mesin
yang baik untuk menghubungkan bagian-bagian terpencil dengan pusat,
dan dengan motif menarik bagi setiap kepentingan dan sentimen,
yang semua bagian penduduk menginginkan untuk tetap bersatu di bawah
pemerintahan.

4. Hakekat Konstitusi
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya mengenai pengertian dalam
berbagai bahasa, konstitusi pada hakikatnya adalah hukum dasar negara, yang di
Indonesia dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar. Terdapat tiga hal yang
15
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, (Bandung: Alumni,
2006), hlm. 56
12

ada dalam setiap konstitusi, yaitu bahwa konstitusi atau Undang-Undang Dasar
harus:
a) Menjamin hak-hak asasi manusia atau warga negara;
b) Memuat ketatanegaraan suatu negara yang bersifat mendasar; dan
c) Mengatur tugas serta wewenang dalam negara yang juga bersifat
mendasar.16

Selain tiga muatan tersebut, Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi


mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang.
Dengan demikian, diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Jadi

Pada hakikat dari suatu konstitusi mengandung dua makna yaitu:

 Pengaturan dan pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga negara dan


 Menjamin dan melindungi hak-hak warga Negara

5. Fungsi Konstitusi
Urgensi fungsi konstitusi dengan ide pembentukan mahkamah konstitusi
RDTL. Terkait dengan fungsi K-RDTL Tahun 2002, sebagai sarana dasar untuk
mengawasi proses-proses penyelenggara pemerintahan atau dapat juga berfungsi
sebagai dokumen nasional dan sebagai hukum tertinggi dalam membentuk sistem
peraturan perundang-undangan. K.C. Wheare memandang fungsi Konstitusi
mendeskripsikan seluruh system pemerintahan suatu Negara.17 Fungsi konstitusi
sebagai berikut:

 Sebagai dasar atau pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara secara


umum
 Konstitusi merupakan hukum tertinggi sebagai dasar bagi pembentukan
hukum-hukum lain,

16
Sri Soemantri , “Konstitusi serta Artinya Untuk Negara” dalam buku yang
dihimpun Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa, (Jakarta:
Ghalia, 1984), hlm. 9
17
K.C. Wheare, Modern Constitutions, edisi ke III, (New York: Oxford University
Press, 1973), hlm. 7
13

 Mengatur hubungan antara yang diperintah dan memerintah


 Mengatur hak-hak konstitusional warga Negara.

Oleh karena itu,demi mewujudkan fungsi konstitusi tersebut ide


pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL merupakan sarana pengadilan
konstitusional dalam menyelenggarakan fungsi K-RDTL Tahun 2002.
Sebagaimana Henc Van Maarseven dan Ger van der Tang yang dijelaskan oleh I
Dewa Gede Atmadja dalam bukunya Teori Konstitusi dan Negara Hukum,
kegunaan tipologi konstitusi terkait dengan ilmu konstitusi berkenaan ketiga
peringkat teori konstitusi, yaitu:

a) Peringkat “general theory”, tipologi konstitusi dapat memperkaya dan


memperluas pengetahuan tentang konsep-konsep serta cara
mendeskripsikan dan menjelaskan konstitusi secara komprehensif;
b) Peringkat” comparative theory”, tipologi konstitusi dapat memperbaiki
dan
c) Peringkat “national theory”, tipologi konstitusi dapat membantu dalam
menafsirkan konstitusi serta menjadi rujukan dalam menentukan
klasifikasi konstitusi dan konsekuensi hukumnya.
d) Akhirnya tipologi digunakan juga untuk membedakan tipe konstitusi,
sehingga melalui konstitusi dapat membantu proses pembentukan
konstitusi baik mengganti atau mengamendemennya.18

6. Kedudukan Konstitusi
Konstitusi menempati kedudukan yang begitu krusial di dalam kehidupan
ketatanegaraan sebuah Negara sebab konstitusi menjadi tolak ukur kehidupan
berbangsa dan bernegara yang penuh dengan fakta sejarah perjuangan para
pahlawannya. Walaupun konstitusi yang terdapat di dunia ini tidak sama satu
dengan lainnya baik dalam hal bentuk, isi, maupun tujuan namun pada umumnya
semuanya memiliki kedudukan formal yang sama, yakni sebagai: Konstitusi
sebagai Hukum Dasar sebab konstitusi berisi ketentuan dan aturan tentang perihah

18
Dewa Gede Atmadja, Teori Konstitusi dan Negara Hukum, (Malang: SetaraPress,
2015), hlm. 28-29
14

yang mendasar dalam kehidupan sebuah Negara dan Konstitusi sebagai Hukum
Tertinggi. I.D.G Atmadja dalam buku memberikan penjelasan mengenai
kedudukan konstitusi dapat diidentifikasi, 3 (tiga) kedudukan dari konstitusi suatu
Negara, yakni sebagai berikut:19

a) Pertama, dilihat dari posisi “konstitusi” sebagai “hukum dasar” (basic


law), mengandung norma-norma dasar yang mengarahkan bagaimana
pemerintah mendapatkan kewenangan mengorganisasikan
penyelenggaraan kekuasaan Negara.
b) Kedua, dari segi hierarki Peraturan perundang-undangan, “konstitusi”
sebagai “hukum tertinggi” kedudukannya “kuat” artinya produk hukum
lainnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, dan kalau
bertentangan harus dibatalkan. Pembatalan itu dapat melalui asas
Preferensia, yakni asas hukum”lex superior derogate legi inferior”
(peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan
peraturan hukum yang lebih rendah. Pembatalan pernyataan produk dapat
dilakukan melalui “judicial review” oleh Mahkamah Agung, pengujian
Peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-
undang; atau Mahkamah Konstitusi, pengujian undang- undang terhadap
Undang-Undang Dasar (Konstitusi)
c) Ketiga, konstitusi sebagai dokumen hukum dan politik menempati
kedudukan “istimewa”, selain subtansi atau materi muatannya memuat
norma hukum dasar, juga berisi piagam kelahiran suatu Negara baru (a
birth certificate), inspirasi merealisasi cita-cita Negara dan cita-cita
hukum, karena itu norma konstitusi juga mengendalikan norma-norma
lainnya.

7. Konstitusi Negara
Hukum dalam sebuah negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjamin terwujudnya negara yang sesuai dengan cita-cita dan tujuan
pembentukannya. Hal tersebut menjadikan sebuah konsep negara ketika

19
I.D.G.Atmadja, Hukum Konstitusi, (Malang: Setara Press, 2012), hlm. 38-40
15

mendudukkan makna cita-cita negara dengan mengambil posisi bagaimana


implementasi hukum dijalankan dengan baik.20

Cicero sendiri dalam pemikirannya pernah mengatakan, “ubi societas ibi


ius”, di mana ada masyarakat di situ ada hukum. Masyarakat dalam sebuah negara
adalah terdiri atas individu yang membentuk suatu komunitas sosial, baik secara
sengaja ataupun terjadi secara alamiah. Secara sengaja maksudnya bahwa
komunitas itu terbentuk karena adanya alasan senasib atau sependeritaan
(Muhammad Erwin, 2013; 236).

Masyarakat dengan sistem sosial yang tertentu akan memberikan


pedoman-pedoman kepada para anggotanya tentang bagaimana hendaknya
hubungan-hubungan antar mereka itu dilaksanakan. Pedoman-pedoman itu dapat
berupa larangan maupun keharusan. Apabila hal ini dihubungkan dengan tujuan
untuk memperoleh sumberdaya, maka pedoman itu memberi tahu tentang
bagaimana masing bagaimana masing masing anggota masyarakat itu berbuat
dalam hubungannya satu sama lain, dalam rangka mengejar sumber-sumber daya
tersebut. Suatu pasal undang-undang misalnya, bisa mengutamakan bahwa untuk
mendapatkan suatu barang yang diinginkan orang harus melakukan perbuatan
jual-beli, artinya si pembeli harus bersedia untuk membayar harga yang
ditentukan. Disini, jalan masuk untuk memperoleh sumber daya itu dilakukan
dengan sarana uang, yang berarti, mereka yang tidak memiliki uang sejumlah
yang ditentukan oleh harga itu, tidak akan mendapatkan barang tersebut. Secara
konsepsional kita akan menemukan pernyataan tentang pembagian sumbersumber
daya dalam masyarakat itu dalam perundang-undangan yang bersifat dasar,
misalnya yang mengatakan, bahwa di suatu negara, kehidupan perekonomian
didasarkan pada azas kebebasan berusaha, sedang negara lain didasarkan pada
azas kekeluargaan/kebersamaan (Sadjipto Rahardjo, 1982; 47-48). Dalam hal
penegakannya, norma hukum mendapat dukungan dan kekuatan negara. Penguasa
negara yang sah wajib menjamin keberlakuan norma hukum itu, baik terhadap
individu maupun masyarakat keseluruhannya. Hukum tanpa dukungan kekuasaan
20
Muhammad Junaidi, Ilmu Negara Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum,
(Malang: Setara Press, 2016), hlm. 93
16

hanya akan menjadi kata-kata mati. Sekalipun demikian, kekuatan ini pun tidak
boleh sewenang-wenang tanpa batas. Hukum pula yang membatasi penerapan
kekuasaan negara itu (Muhammad Erwin, 2013; 119)

G. KESIMPULAN
1. Teori berasal dari kata “Theoria” dalam bahasa latin yang berarti
perenungan yang pada gilirannya berasal dari kata “Thea: dalam bahasa
yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan
realitas.
2. Konstitusionalisme merupakan pemikiran yang telah lama berkembang.
Misi utama pemikiran ini menghendaki pembatasan kekuasaan, karena
pada masa sebelumnya kekuasaan nampak sangat luas seolah tanpa batas.
Pembatasan kekuasaan itu terutama dilakukan melalui hukum lebih khusus
lagi melalui konstitusi. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan
pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa
hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-undang dasar dan dapat
pula tidak tertulis.
3. Peran konstitusi atau Undang-Undang Dasar dalam Negara adalah sebagai
hukum tertinggi dan tertulis yang mengatur tentang mekanisme
penyelenggaraan negara, sebagai kumpulan aturan pembagian kekuasaan
negara. Dan membatasi kekuasaan pemerintah sehingga tidak sewenang-
wenang.
4. Tujuan, fungsi, kedudukan, hakekat konstitusi adalah untuk membatasi
penyelenggaran Negara yang dilakukan oleh legislative dan eksekutif,
serta menjamin hak-hak setiap warga Negara, misalnya HAM.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Daud Busroh. 1990. Ilmu Negara. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara.

Jimly Asshidiqie. 2005. Pengantar Hukum Tata Negara. Jakarta; PT Raja Grafindo.
17

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

M. Solly Lubis. 1978. Asas Asas Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni,

Jimly Asshidiqie. 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: Konpress.

Jimly Asshidiqie. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas.

Moh. Mahfud M.D. 1999. Hukum dan Pilar Pilar Demokrasi. Yogyakarta:Ford
Foundation dan Gama Media.

Novendri M. Nggilu. 2015. Hukum dan Teori Konstitusi. Yogyakarta: UII Press.

Rusma Dwiyana,. Konsep Konstitusionalisme, Pemisahan Kekuasaan, dan Checks and


Balance System,. Jakarta: Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara.

Sri Soemantri. 2006. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung: Alumni.

K.C. Wheare. 1973. Modern Constitutions, edisi ke III. New York: Oxford University
Press.

Dewa Gede Atmadja. 2015. Teori Konstitusi dan Negara Hukum. Malang: SetaraPress

I.D.G.Atmadja. 2012. Hukum Konstitusi. Malang: Setara Press.

Muhammad Junaidi. 2016. Ilmu Negara Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum,
Malang: Setara Press.

Anda mungkin juga menyukai