Anda di halaman 1dari 30

SEJARAH UUD YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Hukum Tata Negara 1
Bidang Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah)
Fakultas Syariah dan Hukum Islam
IAIN Bone

Oleh
AMIN FASMIL
742352022082

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya saya

dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta salam selalu saya
lantunkan kepada junjungan Nabi kita sang Revolusiner Islam, Nabi Muhammad

Saw yang telah mengeluarkan kita dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh

Ilmu Pengetahuan, yang mana berkat jasa beliaulah saya dapat merasakan
khasanah manisnya Ilmu Pengetahuan Islam.

Demikian makalah ini saya buat, apabila ada kelebihan itu datangnya dari
Allah Swt dan apabila ada kekurangan itu dari saya pribadi sebagai manusia
biasa dan lemah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
dapat mengembangkan wawasan kita mengenai Sejarah UUD yang pernah
berlaku di Indonesia. Dan tentunya makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk

itu kepada Dosen pengajar dalam hal ini Bapak Dr. Andi Sugirman, S.H., M.H ,
saya meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan

makalah ini.

Bone, 03 November 2023

penyusun,

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................

ii DAFTAR ISI

...................................................................................................... iii BAB I


A. Latar Belakang
PENDAHULUAN ........................................................................................
.................................................................................. 1 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2

C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3


A. Pengertian Konstitusi .............................................................................. 3
B. Perbedaan Antara Konstitusi Dan UUD ................................................. 5

C. Sejarah Lahirnya Konstitusi RI ............................................................... 6

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 24


A. Simpulan ................................................................................................. 24
B. Saran ........................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kala ini banyak masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti pentingnya

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi di Indonesia. Bahkan

bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang tidak mengetahui hakekat dan
makna dari konstitusi tersebut.
Terlebih di era globalisasi ini masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah

pengaruh positif dan negatif dari globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang
konstitusi diharapkan masyarakat Indonesia mampu mempelajari, memahami dan
melaksanakan segala kegiatan kenegaraan berlandasakan konstitusi, hingga tidak
kehilangan jati dirinya, apalagi tercabut dari akar budaya bangsa dan keimanannya.

Konstitusi adalah salah satu norma hukum dibawah dasar negara. Dalam arti
yang luas: konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan

ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara.


Dalam arti tengah: konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam arti sempit: konstitusi adalah
Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-
aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar

Negara. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam
dasar Negara.
Pernyataan-pernyataan tersebutlah yang membuat penulis mengangkat
permasalahan ini ke dalam tema makalah. Yang penulis beri judul ‘Sejarah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi

di Indonesia.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Apa Itu Konstitusi?

2. Apa Perbedaan Konstitusi Dan UUD?


3. Bagaimana Sejarah Lahirnya Konstitusi RI?
C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Konstitusi


2. Untuk Mengetahui Perbedaan Konstitusi Dan UUD 3.

Untuk Mengetahui Sejarah Lahirnya Konstitusi RI


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi

Istilah Konstitusi berasal dari bahasa Perancis yaitu constituer. yang berarti

membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud adalah berkaitan dengan


pembentukan suatu Negara atau menyusun dan menyatakan suatu Negara. Di
negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, dipakai

istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi. Pengertian


konstitusi, dalam praktek dapat berarti lebih luas daripada pengertian Undang-

undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian Undang-
undang Dasar.1
KC Wheare mengartikan konstitusi biasanya digunakan paling tidak dalam
dua pengertian. Pertama, kata ini digunakan untuk menggambarkan seluruh sistem
ketatanegaraan suatu negara, kumpulan berbagai peraturan yang membentuk dan

mengatur atau mengarahkan pemerintahan. Peraturan-peraturan ini sebagian


bersifat legal, dan sebagian bersifat non-legal atau ekstra legal, yang berupa

kebiasaan, saling pengertian, adat atau konvensi, yang tidak diakui oleh pengadilan
sebagai hukum namun tidak kalah efektifnya dalam mengatur ketatanegaraan
dibandingkan dengan apa yang secara baku disebut hukum. Di hampir semua

negara, sistem ketatanegaraan berisi campuran dari peraturan legal dan non-legal
ini, sehingga kita bisa menyebut kumpulan peraturan ini sebagai “Konstitusi “.2

1
Muhammad Iman Abdi Anantomo Uke, “Tinjauan Yuridis Transformasi Konstitusi Indonesia”
Jurnal Al-Adl, Vol. 12, No. 1 (2019), h. 95.
2
Muhammad Iman Abdi Anantomo Uke, “Tinjauan Yuridis Transformasi Konstitusi Indonesia”
Jurnal Al-Adl, Vol. 12, No. 1 (2019), h. 97.

3
4

Kedua, konstitusi merupakan kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur

pemerintahan suatu negara (the collection of rules which establish and regulate
or govern the government).

Sedangkan pengertian Konstitusi menurut para ahli hukum lainnya

diantaranya :
1. Jacobeen dan Lipman, dalam bukunya Political Science mendefinisikan konstitusi

sebagai sekumpulan kaidah-kaidah atau pola-pola yang mengatur


hubungan legal dari pemerintah kepada warga negaranya.
2. RH Soltau, dalam bukunya Introduction to polities, menjelaskan bahwa konstitusi
adalah suatu badan dari peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip
yang harus diikuti oleh pemerintah sebagai instansi negara untuk

menjalankan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya.


3. LJ Van Apeldorn telah membedakan secara jelas pengertian diantara keduanya ,

kalau Grondwet ( Undang-undang Dasar) adalah bagian tertulis


dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi (constitution) memuat baik
peraturan tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.
Selain itu suatu konstitusi menurut Mr.J.G Steenbeek, sebagaimana dikutip

Sri Soemantri dalam disertasinya , pada umumnya memuat 3 hal pokok,yaitu :


1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya

2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat


fundamental
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat

fundamental.3

3
Muhammad Iman Abdi Anantomo Uke, “Tinjauan Yuridis Transformasi Konstitusi Indonesia”
Jurnal Al-Adl, Vol. 12, No. 1 (2019), h. 98-99.
5

B. Perbedaan Antara Konstitusi dan UUD

Ada ahli yang membedakan antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar tetapi

ada pula ahli yang menyamakannya. Sarjana yang membedakan pengertian


Konstitusi dengan Undang Undang Dasar, antara lain, Projodikoro (1983:10-11),

yang mengemukakan bahwa ada dua macam konstitusi, yaitu konstitusi tertulis
(written constitusion) dan konstitusi tak tertulis (unwritten constitusion).

Selanjutnya Herman Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga (Kusnardi,


1988 : 65 -66) :
1) Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit.
Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat

sebagai suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian politis dan


sosiologis.

2) Die Verselbstandigte rechhtsverfassung.


Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat.
Jadi mengandung pengertian yuridis.
3) Die geshereiben verfassung.
Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang undang yang

tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.


Berdasarkan pendapat Herman Heller di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-
Undang Dasar baru merupakan bagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi
tertulis saja. Seterusnya, ditegaskan oleh Budiardjo (1997: 108), bahwa suatu
konstitusi umumnya disebut tertulis, bila merupakan satu naskah, sedangkan

konstitusi tidak tertulis adalah tidak merupakan satu naskah dan banyak
dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Dimana menurut Edward M. Sait (Budiardjo,
1997: 109), konvensi adalah aturan-aturan tingkah laku politik (rules of political
behavior). Dengan demikian menurut paham ini konstitusi juga meliputi hal-hal
6

yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat
yang dipandang sebagai norma-norma dalam ketatanegaraan.

Sedangkan penganut yang menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang

Undang Dasar, adalah James Bryce. Pendapat James Bryce (Thaib, 2003: 12 -13)
menyatakan konstitusi adalah: A frame of political society, organised through and
by law, that is to say on which law has established permanent institutions with

recognised functions and definite rights. Kemudian Strong melengkapi pendapat


Bryce yait: Constitution is a collection of principles according to which the power of
the goverment, the rights of the governed, and the relations between the two are

adjusted. Begitu pula, Peaslee menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang


Dasar yang dilandasi kondisi bahwa hampir semua negara di dunia mempunyai
konstitusi tertulis. Hanya Inggris dan Canada yang tidak mempunyai
konstitusi tertulis (Projodikoro, 1983: 11).4
C. Sejarah Lahirnya Konstitusi RI

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk


pada tanggal 29 April 1945. Badan ini adalah badan yang merancang UUD 1945

selama sesi pertama yang berlangsung pada 28 Mei-1 Juni 1945. Pada tanggal 1
Juni 1945 Bung Karno menyampaikan gagasan "Dasar Negara", yang ia beri
nama “Pancasila”.
Kemudian Naskah rancangan UUD 1945 dibuat pada saat Sidang Ke-2 BPUPKI
tanggal 10-17 Juli 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan
UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
1. Proses BPUPKI dalam Pembentukan UUD

Jepang masuk ke Indonesia menggantikan Pemerintahan Kolonial Belanda pada


tahun 1942. Dengan mengaku sebagai "saudara tua" banyak cara dilakukan oleh

4
Aldri Frinaldi dan Nurman S, “Perubahan Konstitusi Dan Implikasinya Pada Perubahan Lembaga
Negara” Jurnal Demokrasi,, Vol. IV, No. 1 (2005), h. 10-11.
7

Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Terutama hal tersebut dilakukan
oleh Jepang ketika Jepang mulai mengalami kekalahan di Pasifik pada awal tahun

1945.

Cara Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia adalah dengan membentuk
"Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI).
Badan tersebut dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Jepang tanggal 1 Maret 1945

dengan janji kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. BPUPKI yang dalam Bahasa
Jepang disebut "Dokoritsu Junbi Cosakai" diumumkan terbentuknya oleh Jenderal
Kumakichi Harada.

Baru setelah satu bulan lebih dilakukan pengumuman tentang terbentuknya


BPUPKI, barulah pada tanggal 28 April 1945 diresmikan pengurus BPUPKI dan
anggota-anggotanya. Peresmian dilakukan di Gedung Cuo Sang In, Pejambon atau
yang sekarang adalah Gedung Departemen Luar Negeri.

Ketua BPUPKI yang ditunjuk oleh Jepang adalah dr. Rajiman Widiodiningrat,
wakilnya Icibangase, dan sekretarisnya Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI yang
berasal dari seluruh Indonesia ada sebanyak 63 orang. Di antara anggota BPUPKI

adalah antara lain Drs. Muhammad Hatta, K.H. Wahid Hasyim, Haji Agus Salim,
dan Ir. Soekarno.
2. Penyusunan UUD 1945
BPUPKI didirikan dengan tujuan mempersiapkan Indonesia yang merdeka. Di
antara persiapan-persiapan tersebut adalah penyusunan rancangan dasar negara

dan
undang-undang dasar.
Tahapan-tahapan sampai disusunnya rancangan undang-undang dasar untuk
Indonesia merdeka adalah sebagai berikut:
1) Sidang BPUPKI Pertama
8

BPUPKI selama dibentuk melakukan dua kali persidangan. Persidangan pertama, 29

Mei sampai 1 Juni 1945. Sidang ini membahas penyusunan dan pembentukan dasar
negara. Pada sidang tersebut Mr. Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno

mengajukan usulan mengenai yaitu lima dasar negara yang kesemuanya hampir
mirip. Kemudian pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno menamakan rancangan dasar

negaranya sebagai Pancasila. Sekarang, 1 Juni di

kenal sebagai hari lahir Pancasila.


2) Pembentukan Panitia Sembilan
Masa persidangan BPUPKI yang pertama sampai berakhirnya belum berhasil

merumuskan dasar negara Indonesia. Sidang ini reses (istirahat) selama satu
bulan. Untuk menyelesaikan perumusan dasar negara, maka dibentuk Panitia

Sembilan
yang bertugas.
Disebut Panitia Sembilan, karena anggotanya terdiri dari Sembilan tokoh BPUPKI,
yaitu Ir. Soekarno sebagai ketua, Abdul Kahar Muzakir, A.A Maramis, Drs.
Mohammad Hatta, Abikusno Cokrosuryo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Mohammad

Yamin, dan Ahmad Subardjo. Panitia Sembilan bekerja dengan sangat terorganisasi
dan cerdas. Sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil membuat
rumusan dasar negara (Pancasila) untuk Indonesia merdeka,
Rumusan dasar negara tersebut oleh Mr. Mohammad Yamin disebut sebagai
"Piagam Jakarta" atau "Jakarta Chartered". Isi Piagam Jakarta tersebut kita kenal

sekarang sebagai Pembukaan UUD 1945 dari alinea pertama sampai keempat.
Terhadap piagam tersebut dilakukan perbaikan bahasanya dan dilakukan
perubahan terhadap bunyi Sila Pertama dari Pancasila yang dimaksudkan sebagai
dasar negara.
3) Sidang BPUPKI Kedua
Setelah masa reses dari sidang BPUPKI yang pertama selama sekitar satu bulan,
BPUPKI mengadakan sidang yang kedua pada tanggal 10 Juli sampai 16 Juli

1945.
9

Sidang kedua BPUPKI membahas rancangan unundang-undang dasar yang

akan digunakan sebagai Konstitusi bagi Indonesia merdeka. Untuk memperlancar


pembahasan sidang. maka pada sidang BPUPKI kedua tersebut, dibentuk "Panitia

Perancang Undang-Undang Dasar" yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Kemudian

panitia tersebut membentuk panitia yang lebih kecil dengan anggota tujuh orang
untuk membuat rancangan Undang-Undang Dasar. Anggota panitia yang lebih kecil

tersebut adalah Mr. Supomo sebagai Ketua, dan para anggotanya adalah
Wongsonegoro, Ahmad Subardjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukirman.
Panitia kecil berhasil menyusun rancangan undang-undang dasar Indonesia
merdeka. Rancangan undang-undang dasar yang dihasilkan oleh panitia kecil
tersebut kemudian disempurnakan/diperhalus bahasanya oleh "Panitia Penghalus

Bahasa". Panitia yang menyempurnakan dan memperhalus bahasa dari rancangan


undang-undang dasar yang dibuat tersebut terdiri atas Husein Jayadiningrat, H.

Agus Salim, dan Mr. Supomo.


Setelah draf tersebut selesai disempurnakan redaksinya oleh "Panitia Penghalus
Bahasa", pada tanggal 14 Juli 1945 Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitianya
di depan sidang BPUPKI Kedua. Dalam laporan tersebut, Ir. Soekarno membagi

rancangan undang-undang dasar menjadi tiga bagian, yaitu (1) pernyataan


Indonesia merdeka, (2) pembukaan undang-undang dasar, dan (3) batang tubuh

undang-undang dasar. Pada hari terakhir sidang, yaitu 17 Juli 1945, rancangan
undang-undang dasar resmi diterima oleh Sidang Pleno BPUPKI.
4) Pembentukkan PPKI

Gerakan BPUPKI dianggap terlalu cepat oleh Jepang bahwa Indonesia ingin
secepatnya merdeka. Karena itu, maka pada tanggal 7 Agustus 1945,

Pemerintah Jepang membubarkan BPUPKI dan menggantinya dengan "Panitia


Persiapan
10

Kemerdekaan Indonesia" (PPKI) atau "Dokoritsu Junbi Inkai" dalam Bahasa


Jepang.

Jepang menunjuk Ir. Soekarno sebagai Ketua dan Drs. Mohammad Hatta sebagai
wakilnya. Kepada kedua tokoh tersebut, Jepang menjanjikan kemerdekaan

Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Janji tersebut diberikan oleh Jepang

pada saat mereka di panggil ke Dalat, Vietnam, pada tanggal 12 Agustus 1945
oleh Jendral Terauchi mewakili Pemerintah Jepang.
5) Pengesahan UUD 1945

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, di Indonesia terjadi kekosongan


kekuasan. Golongan pemuda berhasil mendesak Ir. Soekarno dan Muhammad
Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945, di
Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.

Sejarah kemerdekaan Indonesia dimulai pada saat pembacaan naskah Proklamasi.


Proklamasi merupakan langkah awal berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Untuk melengkapi syarat ketetanegaraan dan mengatur NKRI
yang wilayahnya begitu luas, yaitu seluruh wilayah bekas jajahan Hindia-Belanda,
maka Sidang PPKI, 18 Agustus 1945, menghasilkan beberapa keputusan. Salah
satu keputusannya adalah mengesahkan Undang-Undang Dasar bagi Indonesia
merdeka. Undang-undang dasar yang disahkan ini sampai sekarang dikenal dengan

sebutan "Undang-Undang Dasar 1945" (UUD 1945). UUD 1945


yang disahkan tersebut terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:

Pembukaan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 diambil dari naskah Piagam
Jakarta dengan sedikit penyesuaian bahasa dan perubahan pada bunyi Sila
Pertama dari "Pancasila" yang dimaksudkan sebagai dasar negara. Rumusan

Sila Pertama dari Pancasila yang awalnya berbunyi "Ketuhanan dengan


11

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", atas usul

Drs. Mohammad Hatta diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".



Pembukaan UUD 1945 tersebut sudah lengkap, yaitu berisi pernyataan
kemerdekaan Indonesia dan dasar negara Indonesia, Pancasila.

Batang Tubuh UUD 1945. Batang tubuh UUD 1945 ikut langsung disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Batang tubuh ini diambil dari

Rancangan Undang-Undang Dasar yang telah disusun oleh BPUPKI pada


tanggal 17 Juli 1945.

Pengesahan UUD 1945. Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan kembali oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada sidangnya yang pertama,

yaitu 29 Agustus 1945. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara yang


berbentuk Republik sudah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan
UUD 1945 sebagai konstitusi yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
Selama kurun waktu Indonesia merdeka sampai sekarang, sejarah UUD 1945
mengalami pasang surut. Terjadi penyimpangan-penyimpangan dari masa ke masa,
sampai akhirnya terjadi amendemen UUD 1945 sebagaimana yang berlaku pada

saat ini. Tahapan atau periode berlakunya UUD 1945 secara berurutan diuraikan
dalam tahapan Konsitusi sebagaimana di bawah ini.5
3. Masa Keberlakuan UUD 1945 Pertama Kali
Dalam periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, sering terjadi
perubahan ketata negaraan Indonesia. Dalam Periode 1945-1950, UUD 1945 tidak
dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia saat itu masih disibukkan dengan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Sebagai akibatnya maka pada Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16
Oktober 1945 yang memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada

(Jakarta: Kencana, 2021), h. 94-99


5
Sutan remy Sjahdeini. Sejarah hukum Indonesia
12

KNIP selama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Perwakilan Rakyat
(MPR) belum terbentuk. Menurut UUD 1945, pemerintah seharusnya

membentuk cabinet presidensiil, tetapi pada 14 November 1945 yang dibentuk

adalah Kabinet Semi Presidensiil (Semi Parlementer). Pembentukan cabinet


semi parlementer tersebut merupakan kejadian pertama yang menyimpang dari
ketentuan UUD 1945 yaitu karena mengubah sistem pemerintahan Indonesia.

Artinya, secara konstitusional, yaitu sesuai dengan UUD 1945, pemerintah RI


seharusnya membentuk pemerintahan yang presidensiil ternyata dipraktikkan
membentuk pemerintah yang parlementer.

Kabinet RI yang pertama terdiri dari 4 menteri negara dan 12 menteri yang
memimpin departemen. Kabinet tersebut dipimpin oleh Bung Karno.
Dalam perkembangannya, kehidupan negara Indonesia yang demokratis banyak
terbentuk partai politik di Indonesia. Sehingga dikeluarkan maklumat Pemerintah

yang membuat kabinet semi presidensiial (semi parlementer) berubah menjadi


kabinet parlementer. Perubahan kabinet ini dimaksud agar bangsa Indonesia
mendapa dukungan dari negara Barat yang menganut paham demokrasi dan

kabinet parlementer. Pada kabinet tersebut, Sutan Syahrir menjadi Perdana Mentri
I di
Indonesia.
4. Masa Keberlakuan Konstitusi RIS 1949
Pada saat itu pemerintah Indonesia menganut sistem parlementer. Bentuk

pemerintahan dan bentuk negara yaitu federasi negara yang terdiri dari negara-
negara yang masing-masing negara mempunyai kedaulatan sendiri untuk
mengelola urusan internal. Ini merupakan perubahan dari tahun 1945 yang
mengamanatkan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan.
5. Masa Keberlakuan UUDS 1950
13

"Konferensi Meja Bundar" adalah sebuah pertemuan yang di laksanakan di Den

Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan


Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang

mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.


Sebelum konferensi ini, berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda

dan Indonesia, yaitu "Perjanjian Linggarjati" (1947), "Perjanjian Renville" (1948),

dan "Perjanjian Roem-Royen" (1949). Konferensi Meja Bundar tersebut


menghasilkan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik
Indonesia Serikat (RIS).

Yang menjadi penyebab dari kesediaan Belanda tersebut di atas adalah


kegagalan Belanda dalam usahanya untuk meredam kemerdekaan Indonesia

dengan jalan kekerasan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional.
Karena itu, Belanda kemudian mengadakan tiga pertemuan di atas yang
menghasilkan "Perjanjian Linggarjati" (1947), "Perjanjian Renville" (1948), dan
"Perjanjian Roem-Royen" (1949). Perundingan-perundingan tersebut bertujuan
untuk menyelesaikan yaitu masalah tersebut secara diplomasi.

Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa,


meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda terhadap Tentara
Republik Indonesia dan mewajibkan kepada Belanda untuk memulihkan
Pemerintah Repbulik Indonesia. Diserukan pula oleh Dewan Keamanan PBB agar
Belanda melanjutkan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara

Belanda dan Indonesia.


Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan
oleh resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik
Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta
dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.
14

Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, pada tanggal
6 Juli 1949 kembali ke ibukota sementara di Yogyakarta. Demi memastikan

kesamaan posisi perundingan antara delegasi Republik dan Federal, dalam paruh
kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli-2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia

diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik

Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan
kerangka dasar untuk konstitusinya. Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori
oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja

Bundar akan digelar di Den Haag.


Mengikuti berdirinya negara Republik Indonesia Serikat (RIS), undang-undang
dasar yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD

RIS). Dengan berdirinya RIS, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dibagi-bagi menjadi beberapa negara bagian. Indonesia yang dipimpin oleh

Presiden Soekarno hanya meliputi Pulau Jawa dan beberapa wilayah Sumatra.
Republik Indonesia Serikat tidak berlangsung lama. Dalam kronologi pembubaran
RIS, sedikit demi sedikit beberapa wilayah dari RIS bergabung dengan wilayah
Republik Indonesia. Sampai pada akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1950 ketika
HUT RI yang kelima diperingati, semua negara bagian RIS memutuskan kembali
bergabung menjadi NKRI. Usaha Belanda untuk memecah belah dan kembali
menguasai Indonesia mengalami kegagalan. Rakyat Indonesia tetap

berkeinginan di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


Namun, kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
menyebabkan UUD 1945 langsung berlaku dan digunakan kembali. Presiden
Soekarno memutuskan untuk menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) sebagai Undang-Undang Dasar NKRI dan membentuk Konstituante untuk
membuat undang-undang dasar baru yang dimaksudkan menggantikan UUDS.
15

Karena UUDS berlaku sejak tahun 1950, maka lebih dikenal dengan sebutan UUDS
1950.

Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan


UUDS 1950, adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17

Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUDS 1950

ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan


Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia, yang diundangkan dalam Sidang Pertama Babak

ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.


Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena dimaksudkan hanya bersifat
sementara, yaitu menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang

akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih


Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi

baru hingga berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno


mengeluarkan "Dekrit Presiden 5 Juli 1959", yang antara lain berisi kembali
berlakunya UUD 1945.
Pada periode UUDS 1950 diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer
yang lebih dikenal Demokrasi Liberal. Pada periode ini sering dilakukan pergantian
kabinet. Sebagai akibatnya, pembangunan tidak berjalan lancar. Hal tersebut
karena setiap partai politik lebih mengutamakan kepentingan golongan atau

partainya sendiri. Setelah memberlakukan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi


Liberal selama hampir 9 tahun yang tidak menghasilkan Pembangunan sama sekali,
maka kemudian rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem
Demokrasi Liberal tidak sesuai bagi rakyat Indonesia, karena hal tersebut tidak
cocok dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945yang sesungguhnya.
Pada masa tersebut terjadi kekacuan ketatanegaraan, antara lain:
16


UUDS memberlakukan demokrasi parlementer yang mengarah pada
demokrasi liberal. Akibatnya kabinet sering berganti dan pembangunan

menjadi tersendat.

Presiden menjadi lembaga pemerintah satu-satunya yang tidak dapat
diganggu gugat.

Konstituante, yang dibentuk untuk menyusun undang-undang baru, gagal
melaksanakan tugasnya.
Untuk menyelematkan Negara yang sudah dalam kondisi genting, Presiden
Soekarno mengeluarkan "Dekrit 5 Juli 1959". Isi dari Dekrit Presiden adalah

mengumumkan berlakunya Kembali UUD 1945 dan menyatakan UUDS 1950 tidak
digunakan lagi.

6. Masa Keberlakuan Kembali UUD 1945


Karena situasi politik di Majelis Konstituante pada tahun 1959 yang panas dan
banyak kepentingan partai yang saling tarik ulur politik sehingga Majelis
Konstituante tersebut gagal menghasilkan sebuah konstitusi baru, maka Bung

Karno pada tanggal 5 Juli 1959, mengeluarkan Keputusan Presiden yang disebut
"Dekrit Presiden 5 Juli 1959" yang berisi ketentuan untuk memberlakukan kembali
UUD 1945 sebagai Konstitusi menggantikan Sementara UUDS 1950 yang berlaku
pada saat itu.
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia kembali melaksanakan UUD
1945. Presiden membubarkan Konstituante, membentuk DPRS, MPRS, dan MA.
Namun pada pelaksanaanya masih banyak terjadi penyimpangan. Pemerintahan
masa ini disebut sistem pemerintahan Orde Lama yang mempunyai ciri demokrasi
terpimpin, bukan demokrasi pancasila. Di antara penyimpangan-penyimpangan
terhadap UUD 1945 pada masa ini, yaitu:
17

Setelah pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan "Dekrit


Presiden 5 Juli 1959", ada berbagai penyimpangan terhadap UUD 1945, termasuk

antara lain:

Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dapat membuat UU tanpa
persetujuan DPR.

Presiden sebagai Kepala Negara juga merupakan Ketua DPAS.

MPR menetapkan Presiden Soekarno menjadi presiden seumur hidup.

Pidato Presiden Soekarno yang berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita
(Manifesto Politik)", 17 Agustus 1950, dijadikan sebagai "Garis-Garis
Besar Haluan Negara" (GBHN). Padahal fungsi GBHN dalam
pembangunan nasional sangatlah strategis.

Pada tahun 1960, DPRS tidak menyetujui Rancangan Anggaran Belanja
Negara (RABN) yang diajukan Pemerintah. Akibatnya Presiden
membubarkan DPRS dan menggantinya dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong royong (DPR-GR).

Kekuasaan Presiden tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat.

Penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 membuat
situasi negara tidak terkendali. Berbagai pemberontakan terjadi. Puncaknya
adalah Pemberontakan yang kemudian dikenal dengan "Gerakan 30
September 1965" (Pemberontakan G-30-S/PKI).

7. Masa Keberlakuan UUD 1945 di Era Orde Baru


Selama Orde Baru (1966-1998), Pemerintah berjanji akan melaksanakan UUD
1945 dan Pancasila secara konsekuen dan murni. Akibatnya Selama Orde Baru,
UUD 1945 menjadi sangat "sakral", di antara melalui sejumlah aturan:
18


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang
merupakan implementasi Ketetapan MPR Nomor: IV/MPR/1983.

Keputusan No. IV/MPR/1983 mengenai Referendum yang antara lain
menyatakan bahwa seandainya MPR berkeinginan mengubah UUD 1945,
terlebih dahulu harus meminta masukan dari rakyat dengan mengadakan

referendum.

Keputusan No. I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan
amendemen terhadapnya.
Pemberontakan G-30-S/PKI membuat situasi bertambah darurat. Persediaan
barang kebutuhan pokok terbatas dan harga yang menjulang tinggi. Pada tanggal
11 Maret 1966, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral

Suharto, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kostrad Angkatan Darat. Surat
penyerahan kekuasaan tersebut dikenal dengan sebutan "Surat Perintah Sebelas
Maret" (Supersemar), yang menandai lahirnya kekuasaan Orde Baru.
Pemerintahan Orde Baru, pada awalnya bertekad akan menjalankan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Hal ini dibuktikan dengan
pembentukan lembaga-lembaga pemerintah yang tidak lagi sementara dan
dilanjutkan dengan diselenggrakannya pada tahun 1969 Pemilu pertama masa Orde
Baru. Namun, pada kenyataannya, tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan
Orde Lama. Pada masa pemerintahan Orde Baru juga melakukan banyak
penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara
lain:

Pemusatan kekuasaan di tangan Presiden Soeharto, di mana lembaga-
lembaga negara yang ada dikendalikan oleh Presiden Soeharto.
19


Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merajalela yang mementingkan
kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan negara.

Kebebasan pers dibelenggu. Pers yang tidak sejalan dengan Pemerintah
dibekukan surat izinnya.

Pembatasan hak-hak politik rakyat dengan hanya mengizinkan adanya 3
partai politik, yaitu PPP, Golkar, dan PDI.
Sebagai reaksi rakyat terhadap kesewenang-wenangan Presiden Soeharto yang

memerintah Indonesia dengan cara-cara yang sangat tidak sesuai dengan semangat
dan bunyi UUD 1945, maka rakyat dengan dipelopori oleh para mahasiswa,
melakukan demonstrasi besar-besaran. Para mahasiswa yang berdemo menuntut

reformasi di segala bidang berakhir dengan mundurnya Presiden Soeharto pada


tanggal 21 Mei 1998 sebagai Presiden.

8. Masa Transisi Orde Baru


Pada masa antara sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie sampai
dengan lepasnya Provinsi Timor Timur (Sekarang Timor Leste) dari NKRI, dikenal
sebagai masa transisi dari masa Orde Baru ke Masa Reformasi. Selama masa

tersebut, Wakil Presiden B.J. Habibie diangkat menjadi Presiden menggantikan


Presiden Soeharto. Pelaksanaan UUD 1945 pada masa tersebut terguncang dengan
peristiwa lepasnya wilayah Timor Timur dari NKRI
9. Masa Amendemen UUD 1945-Sampai Sekarang
Aksi mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan reformasi, salah satu tuntutannya
adalah perubahan terhadap UUD 1945. Mereka beranggapan bahwa UUD 1945
yang ada menyebabkan banyak peluang penyimpangan. Massa mahasiswa
menginginkan agar demokrasi era Reformasi diterapkan sesuai dengan UUD 1945.
Setelah Presiden Soeharto turun sebagai Presiden dan Indonesia memasuki era
20

Reformasi, maka terhadap UUD 1945 telah dilakukan 4 kali perubahan yang dikenal
dengan nama Amendemen UUD 1945.

Latar belakang tuntutan amendemen UUD 1945 antara lain karena pada zaman

Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR, namun pada kenyataannya


kekuasaan tertinggi tidak di tangan rakyat tetapi kekuasaan yang sangat besar
malah ada pada Presiden. Hal tersebut karena adanya pasal-pasal yang terlalu

"luwes" yang dapat menimbulkan multitafsir, dan rumusan UUD 1945 mengenai
semangat
penyelenggara negara belum didukung cukup ketentuan konstitusi.

Tujuan amendemen UUD 1945 pada waktu itu adalah menyempurnakan aturan
dasar seperti kedaulatan rakyat, tatanan negara, pembagian kekuasaan, HAM,
eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, dan lain-lain yang sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan aspirasi bangsa. Amendemen UUD 1945

menyepakati untuk (1) tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, (2) tetap
mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan (3)
memperjelas sistem pemerintahan presidensial.

Selain itu, disepakati pula untuk:



Mengubah struktur kekuasaan yang ada pada UUD 1945 agar tidak berpusat
pada satu lembaga negara.

Menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Menyempurnakan pasal-pasal yang belum jelas aturannya.
Dalam periode 1999-2002, terjadi 4 kali amendemen UUD 1945 yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR yaitu:

Pada Sidang Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999, Amendemen Pertama.

Pada Sidang Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2000, Amendemen Kedua

Pada Sidang Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001, Amendemen
Ketiga.
21


Pada Sidang Tahunan MPR 2002, 1-11 Agustus 2002, Amendemen
Keempat.

Amendemen UUD 1945 antara lain berupa:



Perubahan terhadap lembaga-lembaga negara dan pembagian
kekuasaannya. Lembaga DPA dihapuskan dan adanya lembaga baru, yaitu
Mahkamah Konsitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY).

Pasal-pasal lebih perinci tentang hubungan negara dengan warga negara.

Pasal-pasal lebih perinci tentang pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pasal-pasal lebih perinci tentang pelaksanaan hak asasi manusia di
Indonesia. Pertama
A. Amendemen
Perubahan ini meliputi 9 pasal, 16 ayat yang ditetapkan pada tanggal 19 Oktober
1999, yaitu:

Pasal 7: tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 13 ayat 2 dan 3: tentang Penempatan dan Pengangkatan Duta.

Pasal 5 ayat 1: tentang Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR.

Pasal 14 ayat 1: tentang Pemberian Grasi dan Rehabilitasi.

Pasal 15: tentang Pemberian tanda jasa, gelar, serta kehormatan lain.

Pasal 9 ayat 1 dan 2: tentang Sumpah Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 21: tentang Hak DPR untuk mengajukan RUU.

Pasal 14 ayat 2: tentang Pemberian abolisi dan amnesty.

Pasal 20 ayat 1-4: tentang DPR.

Pasal 17 ayat 2 dan 3: tentang Pengangkatan Menteri.
22

Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 2000,
yaitu:

• Bab IX A: tentang Wilayah Negara.

• Bab VI: tentang Pemerintahan Daerah.


• Bab XA: tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
• Bab VII: tentang Dewan Perwakilan Daerah (DPR).

• Bab XV: tentang Bahasa, Bendera, Lagu Kebangsaan dan Lambang Negara.
• Bab X: tentang Penduduk dan Warga Negara.
• Bab XII: tentang Pertahanan dan Keamanan.

C. Amendemen Ketiga
Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang ditetapkan tanggal 9 November 2001,
yaitu:

• Bab II: tentang MPR.


• Bab 1: tentang Bentuk dan Kedaulatan.
• Bab VIII A: tentang BPK (Badan Pemeriksa keuangan).

• Bab III: tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara.


• Bab VII A: tentang DPR
• Bab V: tentang Kementrian Negara
• Bab VII B: tentang Pemilihan Umum

D. Amendemen Keempat
Perubahan ini meliputi 19 pasal yang terdiri dari 31 butir ketentuan serta 1 butir

yang dihapuskan yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Pada Amendemen
keempat ini ditetapkan bahwa:
23

• UUD 1945 sebagaimana telah diubah merupakan UUD 1945 yang


ditetapkan pada 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali melalui Dekrit

Presiden 5 Juli 1959.

• Perubahan tersebut diputuskan pada rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal


18 Agustus 2000 pada Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan. pengubahan substansi pasal 16 serta penempatannya ke

dalam Bab III tentang "Kekuasaan Pemerintahan Negara". dan Bab IV


tentang "Dewan Pertimbangan Agung" dihapus.
Sebelum amendemen, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh yang

terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri
dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4
pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan, serta Penjelasan. Setelah
dilakukan 4 kali amendemen, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3

pasal Aturan Peralihan, serta 2 pasal Aturan Tambahan.6

(Jakarta: Kencana, 2021), h. 102-114


6
Sutan remy Sjahdeini.Sejarah hukum Indonesia
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan

Pengertian konstitusi, dalam praktek dapat berarti lebih luas daripada

pengertian Undang-undang Dasar, tetapi ada juga yang menyamakan dengan


pengertian Undang-undang Dasar. KC Wheare mengartikan konstitusi biasanya

digunakan paling tidak dalam dua pengertian. Pertama, kata ini digunakan untuk
menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara, kumpulan berbagai

peraturan yang membentuk dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan.


Kedua, konstitusi merupakan kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur
pemerintahan suatu negara (the collection of rules which establish and regulate or
govern the government).

Ada ahli yang membedakan antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar


tetapi ada pula ahli yang menyamakannya. Sarjana yang membedakan pengertian

Konstitusi dengan Undang Undang Dasar, antara lain, Projodikoro (1983:10-11),


yang mengemukakan bahwa ada dua macam konstitusi, yaitu konstitusi tertulis
(written constitusion) dan konstitusi tak tertulis (unwritten constitusion).
Konstitusi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945. UUD 1945 berbentuk dokumen tertulis yang memuat hukum dasar

dan pedoman pembentukan peraturan.


Terdapat beberapa jenis konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.
Berikut jenis konstitusi di Indonesia:
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

UUD 1945 merupakan konstitusi pertama yang ada di Indonesia. UUD


1945

adalah konstitusi tertulis yang memuat dasar negara Indonesia yang


dituangkan secara formal.

24
25

UUD 1945 berlaku mulai 18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949.


Naskah konstitusi adalah hukum dasar hasil karya Badan Penyelidik

Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Reoublik Indonesia atau BPUPKI


yang diubah menjadi naskah asli UUD 1945 seperti yang berlaku saat ini.

Hingga saat ini, UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan atau

amandemen.
• Amandemen pertama: 14 - 21 Oktober 1999
• Amandemen kedua: 7 - 18 Agustus 2000

• Amandemen ketiga: 1 - 9 November 2001


• Amandemen keempat: 1 - 11 Agustus 2002
UUD 1945 hasil amandemen menggantikan Undang-Undang Dasar

Sementara
Konstitusi
atau UUDS Republik
1950 dan Indonesia Serikat (RIS)
menjadi konstitusi 1949 hingga saat ini.
yang berlaku

Konstitusi yang berlaku di Indonesia setelah berakhirnya UUD 1945 adalah


konstitusi RIS 1949. Konstitusi RIS berlaku pada 27 Desember 1949 - 17
Agustus 1950. Dalam kosntitusi RIS, disediakan lembaga khusus yang

diberi kewenangan
khusus membentuk konstitusi tetap. Lembaga tersebut adalah
konstituante.
Perubahan paling fundamental dalam konstitusi RIS adalah bentuk negara.
Undang-Undang
Bentuk Dasar Sementara
negara kesatuan (UUDS)negara
diubah menjadi 1950 federal dengan sistem

pemerintahan parlementer.
UUDS 1950 merupakan konstitusi tertulis yang berlaku pasca konstitusi
RIS 1949. UUDS 1950 berlaku pada 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959. UUDS

1950 membawa kembali bentuk negara Indonesia, dari negara federal


menjadi negara kesatuan. Sesuai dengan sifatnya yang sementara, UUDS
1950 memuat ketentuan hukum yang mengatur lembaga pembentuk
undang-undang dasar tetap yang
26

disebut "Konstituente". Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, konstituante


bersama pemerintah menyatakan UUD 1945 kembali berlaku

menggantikan UUDS 1950.


B. Saran

Menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami

sebagai

tim penyusun makalah ini meminta koreksi dari dosen pengajar dan
teman-teman sekalian agar membenarkan yang salah.
DAFTAR PUSTAKA

Frinaldi, Aldri dan Nurman S. “Perubahan Konstitusi Dan Implikasinya Pada

Perubahan Lembaga Negara”. Jurnal Demokrasi, Vol. IV, No. 1 (2005).


Iman, Muhammad Abdi Anantomo Uke. “Tinjauan Yuridis Transformasi

Konstitusi Indonesia”. Jurnal Al-Ad, Vol. 12, No. 1 (2019).

Remy, Sutan Sjahdeini. Sejarah Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana, 2021.

27

Anda mungkin juga menyukai