Disusun oleh:
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata
sempurna,baik segi penyusun,bahasa serta penyusunannya.Oleh sebab itu, kami
sangat mengharapkan kritik serta anjuran yang membangun kami agar dapat
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang
ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan tampa konstitusi Negara tidak
mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara.
Dasar-dasar penyelenggaraaan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai
hokum dasar. Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan
Negara konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal
sebagai Negara konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus
memenuhi sifat-sifat dan cirri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara
tersebut harus menganut gagasan tenttang konstitusionalisme.
Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide, gagasan, atau paham. Oleh
sebab itu, bahasan tentang negara dan konstitusi pada bab ini terdiri atas
konstitusionalisme, konstitusi Negara, UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara
Republik Indonesia, dan Sistem ketatanegaraan Indonesia.
Manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang beragam latar
belakangnya. Mula-mula manusia hidup dalam sebuah keluarga. Lalu
berdasarkan kepentingan dan wilayah tempat tinggalnya, ia hidup dalam
kestuan sosial yang disebut masyarakat dan pada akhirnya menjadi bangsa.
Bangsa adalah kumpulan masyarakat yang membentuk suatu negara.
Berkaitan dengan tumbuh kembangnya bangsa, terdapat berbagai teori besar
dari para ahli untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan
karakter sendiri. Istilah bangsa memiliki berbagai makna dan pengertian nya
yang berbeda-beda. Bangsa merupakan terjemahan dari kata “nation” (dalam
bahasa inggris). Kata nation bermakna keturunan atau bangsa.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi
3
1). Konstitusi dalam pengertian politik sosiologi. Konstitusi
mencerminkan kehiupan politik didalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan.
2). Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam
masyarakat yang selanjutnya dijadikan satu kesatuan kaidah yang hidup
dalammasyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah
hukum konstitusi dalam hal ini sudah mengandung pengertian yuridis.
Para ahli konstitusi Islam di sisi lain sepakat bahwa Piagam Madinah
adalah konstitusi tertulis pertama di dunia. Piagam Madinah atau Konstitusi
Madinah adalah Undang-Undang Dasar Negara Madinah yang berisi
kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara. Jimly Asshidiqie dalam
Masdar Farid Mas’udi menjelaskan bahwa Konstitusi Madinah disepakati
1
Effendi Suryani dan Kaswan, Pancasila dan Ketahanan Jati Diri Bangsa ( Bandung: PT
Refika Aditama, 2015 ), hlm. 141.
4
bersama oleh para Kepala Suku di Kota Madinah ketika itu bersama
Rasulullah SAW. Di dalamnya disepakati bahwa di antara sesama warga
kota Madinah akan saling melindungi dan semua golongan akan berbagi
beban dalam menyelesaikan berbagai masalah perang menghadapi musuh
dari luar.2
Suatu konstitusi dapat bersifat kaku atau bisa juga supel tergantung pada
apakah prosedur untuk mengubah konstitusi itu sudah sama dengan
prosedur membuat undang-undang di negara yang bersangkutan atau
belum. Dengan demikian, sifat dari konstitusi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu
2
Rudy, Konstitusionalisme Indonesia, Bandar Lampung: Pusat Kajian Konstitusi dan
Peraturan Perundang-undangan(2013), hal 17-18
5
2. Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang
ada dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara.
Konstitusi tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.
B. Ciri-Ciri Konstitusi
3
Astawa, Negara dan Konstitusi, Bali: Universitas Udayana (2017), hal 24
6
melicinkan jalan untuk munculnya kembali seorang dictator seperti
hitler.
5. Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas dideologi Negara.
C. Tujuan Konstitusi
Tujuan menurut buku karya aep sepuloh, S.Ag., M.Si. bahwa tujuan
konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah,
4
Sofhian, Pendidikan Kewarganegaraan, Bandung: Fokusmedia (2011), hal 75
5
Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, , Jakarta Selatan: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (2014), hal 95
6
Ghazali, PPKn, Bandung: PT remaja rosdakarya (2016), hal 112
7
menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan
kekuasaan yang berdaulat. Menurut bagir manan, hakikat tujuan konstitusi
merupakan perwujudan menjamin hak-hak paham tentang konstitusi atau
konstitualisme. Konstitusionalisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan
pemerintah disatu pihak dan jaminan terhadap diperintah dan hak-hak warga
Negara maupun setiap penduduk dipihak lain.7
D. Fungsi Konstitusi
7
Saepuloh, Pendidikan kewarganegaraan, Bandung: Batic Press Bandung (2014), hal 71
8
Ghazali, PPKn, Bandung: PT remaja rosdakarya (2016), hal 112
8
ini bisa diperluas maknanya menjadi penegakan terhadap regulasi,
yakni dalam rangka Judicial Review.
4. Fungsi kanalisasi, bahwa konstitusi menyediakan instrumen untuk
menyelesaikan problem ketatanegaraan baik itu berupa konflik
politik maupun sengketa hukum. 9
9
Anggono, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jember: PUSKAPSI (2018), hal 10
9
menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat
kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.
3. Perubahan ketiga melalui Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9
November 2001 (Perubahan Ketiga UUD 1945), Perubahan tahap
ini mengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal
tentang asas-asas landasan bernegara, kelembagaan negara dan
hubungan antar lembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang
Pemilihan Umum.
4. Perubahan keempat melalui Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-
11 Agustus 2002 (Perubahan Keempat UUD 1945). Perubahan
tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan negara dan
hubungan antar lembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan
Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan
kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.10
10
Anggono, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jember: PUSKAPSI (2018), hal 21-22
10
(sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD
1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung
ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah
menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat,
HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara
hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya
tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan
kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensil.
Amandemen UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah dilaksanakan
sebanyak empat kali hanya dalam kurun waktu empat tahun pula (1999, 2000,
2001, dan 2002) membawa implikasi terhadap berbagai bidang, tak terkecuali
terhadap lembaga kepresidenan. Sebelum perubahan, UUD Negara RI Tahun
1945 memberikan pengaturan yang dominan terhadap kekuasaan presiden,
hal ini terlihat dari jumlah pasal maupun kekuasaan yang dimilikinya. Mulai
dari pasal 4 sampai dengan pasal 15 dan pasal 22 mengatur langsung
mengenai jabatan presiden, secara keseluruhan ada tiga belas dari tiga puluh
tujuh pasal dalam UUD Negara RI Tahun 1945 yang mengatur tentang
kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan. Ditambah lagi dengan
ketentuan-ketentuan lain yang tidak mungkin lepas dari pengaturan mengenai
Presiden, seperti ketentuan yang mengatur APBN, ketentuan yang mengatur
wewenang MPR, DPR, DPA, BPK, undang-undang organik, dan
sebagainya1 . Setelah perubahan (1999, 2000, 2001, 2002), hanya terdapat 19
pasal dari 73 pasal (tidak termasuk tiga pasal aturan peralihan, dan dua pasal
11
aturan tambahan) yang mengatur secara langsung mengenai kekuasaan
presiden menurut UUD RI Tahun 1945.11
Namun, dampak dari perubahan UUD RI Tahun 1945 tidak serta merta
membuat kewenangan presiden menjadi lebih sempit, hal ini diperkuat
dengan adanya pasal 4 ayat (1) yang berbunyi: "Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar ". UUD
RI Tahun 1945 juga mengatur tentang kekuasaan presiden dibidang legislasi,
hal ini diatur dalam pasal 5 ayat (1) dan (2)2 yang berbunyi :
(1) "Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
Dewan Perwakilan Rakyat."
(2) “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan
Undang-undang sebagaimana mestinya.”
Namun apabila diamati dari keempat perubahan (amandemen) UUD
RI Tahun 1945, terdapat pula perubahan mengenai kekuasaan presiden dalam
bidang legislasi yang diatur dalam Pasal 5 UUD RI Tahun 1945.
Selanjutnya Pasal 22 ayat (1)3 juga memberikan kewenangan kepada
Presiden untuk membentuk peraturan perundang-undangan yakni dalam
bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam hal terjadi
kegentingan yang memaksa. Di tambah lagi berdasarkan UU No. 10 tahun
2004, Presiden juga berwenang membentuk peraturan Presiden. Dalam
lingkup kekuasaan yudisial, Presiden pun memiliki kewenangan di bidang ini.
Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD RI Tahun 1945, terlihat
dari adanya kekuasaan Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR, dan memberikan grasi dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan MA.
11
“Cover proposal penelitian Implikasi Amandemen Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945 Terhadap Kekuasaan Legislasi Presiden”, acessed Maret 30,
2023, https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1592-BABI.p
12
Secara historis-yuridis, kekuasaan Presiden mengalami perubahan
dalam arti pengaturan atasnya seiring perubahan (amandemen) terhadap
konstitusi dilakukan. Hal inilah yang menjadi pusat perhatian dalam tulisan
ini, yaitu mengenai sejauh mana perubahan UUD Negara RI Tahun 1945
mempengaruhi perubahan, khususnya kekuasaan presiden dibidang legislasi.
Dalam penulisan ini hendaknya akan memperoleh gambaran perbedaan
pengaturan kekuasaan presiden dalam hal yang lebih khusus, yaitu tentang
kedudukan presiden terhadap kekuasaan legislasi sebelum dan sesudah
amandemen UUD Negara RI Tahun 1945.
13
BAB III
PENUTUP
A. Ksimpulan
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
Asri Astawa, Putu. 2017. Negara dan Konstitusi, Bali: Universitas Udayana.
Effendi Suryani & Kaswan. 2015. Pancasila dan Ketahanan Jati Diri
Bangsa, Bandung: PT Refika Aditama.
15
16