Anda di halaman 1dari 15

Kelompok 2

MAKALAH
UU NKRI TAHUN 1945 SEBAGAI KONSTITUSI INDONESIA
Disusun untuk memenuhi

Tugas Mata kuliah: Kewarganegaraan dan Moderasi Beragama

Diampu oleh: Muhammad Redha Anshari

Disusun Oleh:
DINA RAHMAWATI 2111110451
DINA FAHRI YANI SAFITRI 2111110457
AGUS SEIRY 2111110494

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN TARBIYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Kuasa yang senantiasa
memberikan nikmat kepada hamba Nya berupa nikmat kesehatan dan kesempatan kepada
kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah Kewarganegaraan dan Moderasi
Beragama dalam bentuk maupun isinya.

Tak lupa pula shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Agung Muhammad SAW selaku manusia mulia yang dipilih sebagai Rasul
untuk menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT yang dijadikan sebagai pedoman
umat manusia dalam kehidupan sehari-hari yang kita harapkan syafa’at di hari akhir
nanti. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman untuk menambah pengetahuan bagi para pembacanya.

Makalah ini kami akui masih terdapat banyak kekurangan dikarenakan masih
kurangnya pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para
pembaca dan bimbingan dari bapak Muhammad Redha Anshari uutuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaiakum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palangka Raya, 9 Oktober 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan penulisan ........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi ...................................................................................................... 2
B. Pengertian Konstitusionalisme ...................................................................................... 3
C. Kedudukan UU NKRI 1945 sebagai konstitusi Indonesia ........................................... 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 10
B. Saran ....................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam suatu negara pasti memiliki ketentuan dan aturan terkait pemerintahan
yang harus ditaati oleh semua warga demi terwujudnya tujuan dari suatu Negara.
Melihat banyaknya permasalahan yang timbul menyebabkan dampak semakin
berkembang bukan hanya untuk Negara sendiri melainkan untuk Negara lain. Perlu
adanya aturan yang ditaati agar pemerintah tidak dengan kehendaknya sendiri dalam
memerintah. Ini bertujuan agar melindungi hak asasi manusia yang ada pada Negara
tersebut. Selain itu pembatasan akan lebih terkontrol jika ada aturan tertulis yang menjadi
pedoman untuk semua.
Suatu Negara tanpa penduduk tidak akan hidup begitu juga sebaliknya, mereka
berjalan beriringan. Dalam sistem pembangunan penduduk juga menjadi satu komponen
yang sangat penting dikarenakan suaranya yang dapat menentukan siapa yang berhak
masuk kedalam pemerintahan. Sebagaimana UU NKRI yang ditetapkan menjadi
konstitusi di Indonesia. Dengan berbagai amandemen yang dilakukan untuk mencari satu
aturan yang cocok digunakan dalam masa itu. Oleh karenanya dilakukanlah perubahan
agar mencari aturan yang cocok digunakan seiring berkembangny azaman.
Untuk lebih memperdalam pengetahuan terkait UU NKRI 1945 yang dijadikan
sebagai konstitusi di Indonesia, tim penulis akan menyajikan terkait pengertian dari
konstitusioanlisme, konstitusi dan serta perubahan- perubahan konstitusi apa yang sudah
terjadi di Indonesia. Harapannya semoga pembaca dapat memahami dan menjadikan
bacaan ini bahan refernsi pembelajaran.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu konstitusi?
2. Apa itu konstitusionalisme?
3. Bagaiamana kedudukan UU NKRI menjadi konstitusi di Indonesia?

C. Tujuan penulisan
1. Guna mengetahui pengertian dari konstitusi
2. Guna mengetahui pengertian dari konstitusionalisme
3. Guna mengetahui bagaiamana UU NKRI 1945 menjadi konstitusi di Indonesi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi
Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan: what is a constitution
dapat dijawab bahwa "...a constitution is a document which contains the rules for the
the operation of an organization".1 Organisasi dimaksud beragam bentuk dan
kompleksitas strukturnya, mulai dari organisasi mahasiswa, perkumpulan masyarakat
di daerah ter tentu, serikat buruh, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik,
organisasi bisnis, perkumpulan sosial sampai ke organisasi tingkat dunia seperti
Perkumpulan ASEAN, European Communities (EC), World Trade Organization
(WTO), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan sebagainya semuanya membutuhkan
dokumen dasar yang dise but konstitusi.
Kebutuhan akan naskah konstitusi tertulis itu merupakan sesuatu yang niscaya,
terutama dalam organisasi yang berbentuk badan hukum (legal entity). Misalnya saja
akhir-akhir ini di tengah wacana mengenai organisasi badan hukum di Indonesia,
muncul bentuk badan hukum baru yang dinamakan Badan Hukum Milik Negara
(BHMN) seperti yang dikaitkan dengan status hukum perguruan tinggi negeri
tertentu. Sebagai badan hukum, setiap perguruan tinggi yang bersangkutan
memerlukan dokumen Anggaran Dasar tersendiri sebagai konstitusi seperti halnya
badan-badan hukum lainnya, seperti yayasan (stichting), perkumpulan (vereeniging),
organisasi ke masyarakatan, dan partai politik. Di dunia usaha dikenal adanya badan
hukum berbentuk perusahaan, yaitu perseroan terbatas, koperasi atau Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Semua bentuk
badan hukum itu selalu memerlukan Anggaran Dasar yang berfungsi sebagai
konstitusinya. Demikian pula negara, pada umumnya selalu memiliki naskah yang
disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja
yang sampai sekarang dikenal tidak memiliki satu naskah tertulis yang disebut
Undang-Undang Dasar.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas
kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika

1
Brian Thompson, Textbook on Constitutional and Administrative Law, edisi ke-3, Black stone Press ltd., London,
1997, hlm. 3.

2
negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu
adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang me
nentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli
sebagai constituent powers yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan
sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Oleh karena itu, di lingkungan negara-negara
demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Hal ini dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat, misalnya melalui
referendum, seperti yang dilakukan di Irlandia pada tahun 1937, atau dengan cara
tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat. Dalam hubungannya dengan
kewenangan mengubah UUD, cara tidak langsung ini misalnya dilakukan di Amerika
Serikat dengan menambahkan naskah perubahan Undang-Undang Dasar secara
terpisah dari naskah aslinya. Meskipun, dalam pembukaan Konstitusi Amerika
Serikat (preamble) terdapat perkataan "we the people", tetapi yang diterapkan
sesungguhnya adalah sistem perwakilan, yang per tama kali diadopsi dalam konvensi
khusus (special convention) dan kemudian disetujui oleh wakil-wakil rakyat terpilih
dalam forum per wakilan negara yang didirikan bersama. Dalam hubungan dengan
pengertian constituent power di atas, muncul pula pengertian constituent act. Dalam
hubungan ini, kon stitusi dianggap sebagai constituent act, bukan produk peraturan le
gislatif yang biasa (ordinary legislative act).

B. Pengertian Konstitualisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata konstitusionalisme
adalah paham tentang pembatasan kekuasaan dan jaminan hak rakyat melalui konstitusi.
Konstitusionalisme memiliki arti dalam bidang ilmu politik dan pemerintahan, namun
pada intinya yakni penegakan Hak Asasi Manusia dari kesewenangan yang terjadi. Suatu
negara yang memiliki konstitusi yang isinya mengabaikan ketiga hal pokok di atas, dan
tidak menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, serta menempatkan semua kekuasaan di
tangan seorang pemimpin untuk digunakan menurut kepentingannya sendiri, maka ia
bukan merupakan negara konstitusional. Negara konstitusional sejatinya bukan hanya
konsep yang tertulis namun memiliki arti dari nilai nilai yang ada sebelumnya.
Secara historis, munculnya pemerintahan konstitusional senantiasa berkaitan
dengan terbatasnya negara dan kekuasaan para pengelolanya.2 Karena itu, Daniel S. Lev
memandang konstitusionalisme (abstraksi yang sedikit lebih tinggi daripada rule of law
atau yang disebut dengan rechstaat yaitu tindakan negara dan pemerintah harus berdasar

2
Larry Alexander, Editor, Constitutionalism, Philosophical Foundations, Cambridge, University Press, 2001, hal. 16.
3
dan dibatasi oleh hukum) yang artinya berarti paham “negara terbatas” di mana
kekuasaan politik resmi dikelilingi oleh hukum yang jelas dan yang menerimanya akan
mengubah kekuasaan menjadi wewenang yang ditentukan secara hukum .3 Carl J.
Friedrich dalam bukunya berjudul “Constitutional Government and Democracy: Theory
and Practice in Europe and America (1967)” berpendapat4: Konstitusionalisme adalah
gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan
atas nama rakyat, tetapi yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk
memberi jaminan bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak
disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan yang
dimaksud tertulis dalam konstitusi.
Adnan Buyung Nasution dalam desertasinya, mengatakan bahwa yang dimaksud
negara konstitusional adalah negara yang mengakui dan menjamin adanya hak-hak warga
negara, serta membatasi dan mengatur kekuasaannya secara hukum.5
Pandangan ini sejalan dengan pendapat Muhammad Yamin, yang mengatakan
bahwa dalam konstitusionalisme harus terpenuhi persyaratan6:
1) bahwa pengakuan dan deklarasi hak-hak asasi manusia merupakan persyaratan
mutlak bagi setiap deklaraasi kemerdekaan suatu negara
2) kekuasaan rakyat atau kedaulatan harus diselaraskan dengan keadilan
3) kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat tidak hanya perlu dicatat dalam istilah
yang jelas, tetapi harus diwujudkan pula dalam pasal-pasal yang jelas di dalam
undang-undang dasar.
Paham konstitusionalisme merupakan komponen integral dari pemerintahan yang
demokratis. Tanpa adanya konstitusionalisme pada dirinya, pemerintahan demokratis
tidak akan terwujud. Oleh karena itu negara yang demokratis haruslah menerapkan dan
menjalankan konstitusionalisme dalam jiwa bangsanya sehingga pemerintahan yang
demoratis dapat terwujud.
Paham Konstitusionalisme mengemban the limited state, agar penyelenggaraan
negara dan pemerintahan tidak sewenang-wenang dan diatur secara tegas dalam pasal-
pasal konstitusi. Dalam hal ini Andrew Vincent menegaskan bahwa “constitutionalists

3
Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahannya, Jakarta: LP3S, cet.1, 1990, hal.
514.
4
Carl J.Friedrich, Constitutional Government and Democracy: Theory and Practice in Europe and America,
Waltham, Massachusetts, Toronto-London: Blaidell Publishing Company, Edisi IV, 1967, hal. 123-133; dan Miriam
Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Granedia, 1985, cet. IX, hal 56-57
5
Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Jakarta: Grafity, 1995, hal. 118.
6
hammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, jilid I. Jakarta,: Yayasan Prapanca, 1959, hal. 231.
4
have placed their primary emphasis on limitating and diversifying authority and power”.7
Oleh karena itu, pada pokoknya paham konstitusionalisme modern sebenarnya
menyangkut prinsip pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai prinsip
limited government. Artinya, dalam paham konstitusionalisme, kekuasaan melarang dan
prosedur ditentukan, sehingga kekuasaan pemerintah menjamin pemerintah yang tidak
sewenang-wenang dan pemerintah yang bertanggung jawab. Gagasan mengatur dan
membatasi kekuasaan ini secara ilamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk
merespon perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
Secara umum, Negara-negara yang mendasarkan atas demokrasi konstitusional,
maka undang-undang dasar (sering disebut juga konstitusi dalam arti sempit) mempunyai
fungsi yang khusus yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang sehingga hak-hak warga
Negara akan lebih terjamin. Pandangan inilah yang dinamakan konstitualisme. Menurut
Carl J. Friendrich bahwa konstitualisme merupakan gagasan bahwa pemerintahan
merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat,
tetapi yang dikenakan pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan
yang diperlukan untuk tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk
memerintah. Cara pembatasan yang dianggap efektif ialah dengan jalan membagi
kekuasaan.8
Munculnya gagasan ini lebih dahulu dari konstitusi dan kontitualisme mulai
berkembang pada abad pertengahan di Inggris dimana kekuasaan raja yang mutlak di
Negara tersebut dipaksa untuk mengetahui hak-hak dari kaum bangsawan, yaitu bahwa
raja tidak dapat memungut pajak kepada kaum bangsawan tanpa persetujuan dari kaum
bangsawan tersebut, jaminan tersebut dicantumkan dalam suatu piagam yang bernama
Magna Carta. Magna Carta ini merupakan awal dari gagasan konstitualisme terhadap
pengakuan kebebasan dan kemerdekaan rakyat. Kemudian berkembang dengan adanya
perlindungan terhadap penangkapan sewenang-wenang dan yang menjamin pengadilan
yang cepat, hak ini tercantum dalam Hobeas Corpus act. Tahun 1679.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
konstitusionalisme merupakan pengagas batasan kekuasaan antara pemerintah dan
warganya. Ini bertujuan agar tidak terjadi abouse of power oleh beberapa pihak yang

7
Don E. Fehrenbacher, Constitutions and Constitutionalism in the Slaveholding South, (Georgia: University of
Georgia Press, 1989), Hlm. 1.
8
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm 171
5
mengakibatkan banyak kerugian. Konstitusionalisme tidak bisa dilepaskan dengan
konstitusi, mereka berjalan secara beriringan dan saling melengkapi satu sama lain.

C. Kedudukan UU NKRI 1945 sebagai konstitusi Indonesia


UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia merupakan dokumen hukum dan
dokumen politik yang memuat cita-cita, dasar-dasar, dan prinsip-prinsip penyeleng-
garaan kehidupan nasional. Cita-cita pembentukan negara yang kita kenal sebagai
tujuan nasional tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu “
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial”. Cita-cita tersebut akan dilaksanakan dalam susunan Negara
Republik Indonesia yang berdiri di atas lima dasar negara, yaitu Pancasila yang juga
tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai cita-cita
tersebut dan melaksanakan penyelenggaraan negara berdasarkan Pancasila, UUD
1945 telah memberikan kerangka susunan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara
UUD 1945 Sebagai Konstitusi Politik Dalam bukunya Modern Constitution, K.C
Wheare menjelaskan istilah konstitusi, secara garis besarnya dapat dibedakan ke
dalam dua pengertian, yakni: Pertama, istilah konstitusi dipergunakan untuk
menunjukkan kepada seluruh aturan mengenai sistem kenegaraan. Kedua, istilah
konstitusi menunjuk kepada suatu dokumen atau beberapa dokumen yang memuat
aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tertentu yang bersifat pokok atau dasar saja
mengenai ketatanegaran suatu negara
Dengan melihat UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi politik, terdapat 4
(empat) hal yang ditemukan antara lain:
1) UUD NRI Tahun 1945 adalah hasil perjuangan politik bangsa di waktu
lampau.
2) UUD NRI Tahun 1945 berisi pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak
diwujudkan, baik untuk waktu sekarang maupun untuk masa yang akan
datang.
3) UUD NRI Tahun 1945 mengandung suatu keinginan dengan
perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
4) UUD NRI Tahun 1945 melalui perubahan penyesuaiannya, merupakan
tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.24 Sebagai
6
konstitusi politik, UUD Tahun 1945 berisi landasan konstitusional bagi
Indonesia mengenai jaminan terhadap hak-hak warga negara, pembatasan
kekuasaan negara, pengaturan mengenai hubungan negara dengan warga
negara.

UUD 1945 Sebagai Konstitusi Ekonomi Istilah konstitusi ekonomi bisa dikatakan
baru dalam bidang hukum maupun ekonomi. Hal ini dipelopori tulisan Wolfgang
dalam Journal of Law and Economics pada tahun 1999. Wolfgang berpendapat
bahwa, “Franz Bohn yang mengembangkan ide mengenai istilah konstitusi
ekonomi”.25 Menurut Wolfgang K, Franz Bohn mengembangkan ide kompetisi
dalam bentuk hukum, dan meletakkan landasan teoritis mengenai tata ekonomi
(economic order) yang membuka wawasan kita tentang konsep konstitusi ekonomi.
Padahal, meletakkan landasan kebijakan ekonomi tertinggi dalam sebuah konstitusi
sudah dilakukan sekitar Tahun 1981.

Pada tahun 1918 Soviet Rusia menuangkan prinsipprinsip dasar kebijakan


ekonomi dalam konstitusinya. Sedangkan, pada Tahun 1919 Republik Weimar
Jerman memasukkan dasar kebijakan ekonomi dalam konstitusinya. Kebijakan
ekonomi tertinggi suatu negara yang tertuang dalam sebuah konstitusi disebut
konstitusi ekonomi. Istilah konstitusi ekonomi di Indonesia, diperkenalkan pada
Tahun 1990-an oleh Jimly Asshiddiqie dalam Disertasi di Universitas Indonesia.
Selanjutnya, pada Tahun 2010 Prof. Jimly memperkenalkan konstitusi ekonomi lebih
mendalam dalam sebuah buku berjudul “Konstitusi Ekonomi”. Konstitusi ekonomi
harus menjadi prinsip-prinsip dasar membentuk suatu kebijakan ekonomi. Tujuannya,
agar setiap kebijakan ekonomi mendorong pada tercapainya tujuan ekonomi yang
tertera dalam konstitusi ekonomi. Tujuan konstitusi ekonomi adlah meningkatkan
secara optimal kesejahteraan dan keselamatan ekonomi warga negara, karena
penjaminan kesejahteraan dilakukan dengan memastikan hak ekonomi dalam
konstitusi.

Salah satu masalah serius yang kita hadapi dalam pembangunan kebijakan-
kebijakan perekonomian harus mengacu kepada Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945
yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut: BAB XIV KESEJAHTERAAN
SOSIAL Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan

7
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUD 1945 Sebagai Konstitusi Sosial Suatu
konstitusi modern tidak semata-mata mengatur dasar organisasi negara atau
kekuasaan, namun juga mengatur hak-hak rakyat dan kepentingan rakyat di luar
politik, yaitu kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan sosial. Tercapainya
kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah salah satu cita-
cita yang diinginkan oleh para pendiri negara Indonesia (the founding fathers) . Visi
keadilan dan kesejahteraan rakyat yang diidealisasikan oleh itu the founding fathers
mewarnai diskusi tentang dasar falsafah negara dalam persidangan BPUPKI. Hal ini
dapat dilihat pada saat Bung Karno menyampaikan pidatonya pada tanggal 1 Juni
1945, dimana dia memasukkan prinsip kesejahteraan. Dalam pidatonya beliau
mengatakan selengkapnya sebagai berikut: “Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan
Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendiri sudah mencapai kesejahteraan ini.
Kita sudah lihat, di negaranegara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah
parlementaire democratie. Tetapi tidakkah di Eropa justru kaum kapitalisme
merajalela? Di Amerika ada suatu Badan Perwakilan Rakyat, dan tidakkah di
Amerika kaum kapitalis merajalela? Padahal ada Badan Perwakilan Rakyat ! Tak lain
dan tak bukan sebabnya, ialah oleh karena Badan-badan Perwakilan Rakyat yang
diadakan di sana itu, sekedar resepnya Fransche Revolutie. Tak lain tak bukan adalah
yang dinamakan democratie di sana itu hanyalah politik demokrasi saja; semata-mata
tidak ada sociale rechtvaardigheid, tidak ada keadilan sosial, tidak ada ekonomische
democratie sama sekali.
Kemudian the founding fathers telah menyepakati bahwa salah satu tujuan
didirikannya negara Indonesia adalah agar keadilan dan kemakmuran bangsa
Indonesia bisa diwujudkan. Unsur-unsur welfare state ini telah dimasukkan ke dalam
Pancasila dan UUD 1945) pada saat persiapan rapat pembahasan persiapan dan paska
kemerdekaan negara Indonesia. Pembukaan UUD 1945 yang memuat rumusan tujuan
negara Indonesia “…..untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…” Rumusan dasar ideologi
welfare state yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “memajukan
kesejahteraan umum” dan sila kelima Pancasila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” kemudian dimanifestasikan ke dalam batang tubuh konstitusi negara
Indonesia untuk dijadikan pedoman hidup berbangsa dan penyelenggaraan
kenegaraan. Dari sudut padang sosial ekonomi, UUD 1945 1945 disusun atas dasar
8
paham negara kesejahteraan (welfare state, verzorgingstaat) seperti diatur dalam
Pasal 28 H (hak hidup sejahtera), Pasal 31 (hak atas pendidikan), Pasal 33
(perekonomian), dan Pasal 34 (pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar,
sistem jaminan sosial, pelayanan kesehatan, dan lain-lain).9
Lembaga Negara Di Indonesia Pembahasan mengenai struktur lembaga negara
yang berlaku sejak periode Orde Lama hingga Reformasi, maka kita tidak dapat
terlepas dari konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku pada saat itu. Pada periode
Orde Lama, terdapat tiga buah konstitusi yang berlaku di seluruh wilayah negara
Republik Indonesia. Konstitusi pertama yang berlaku pada kurun waktu 18 Agustus
1945 – 30 Januari 1950 ialah Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian, setelah
bentuk negara kita menjadi negara Republik Indonesia Serikat, maka konstitusi yang
berlaku ialah Konstitusi Republik Indonesia Serikat pada 31 Januari – 14 Agustus
1950. Setelah itu, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
diberlakukan pada 15 Agustus 1950 – 4 Juli 1959, mengingat bentuk negara kita telah
kembali ke dalam bentuk negara kesatuan. Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden sebagai upaya Pemerintah untuk memberlakukan
kembali Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi
yang berlaku di negara kita.
Hal ini dikarenakan konstituante gagal membuat konstititusi baru. Pemberlakuan
kembali konstitusi tersebut, berlangsung hingga rezim Orde Baru mulai berkuasa di
Indonesia. Hingga pada akhir rezim ini berkuasa pada 21 Mei 1998, usulan untuk
mengamandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pun mulai muncul ke permukaan. Kemudian mulailah Era Reformasi berlangsung di
Indonesia hingga sekarang. Dan konstitusi yang berlaku ialah UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah mengalamai perubahan atau
amandemen pada tahun 1999 sampai tahun 2002.10

9
Taqiuddin, H. (2021). GAGASAN UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI POLITIK, KONSTITUSI EKONOMI, DAN
KONSTITUSI SOSIAL. Jurnal Econetica: Jurnal Ilmu Sosial, Ekonomi, dan Bisnis, 3(2), 38-55.

10
Dr. Muhammad jafar, MSi UUD 1945 & TUJUH KONSTITUSI NEGARA

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstitusi dan konstitusionalisme merupakan dua kata yang saling
berhubungan dan saling meneguhkan eksistensi. Dijelaskan secara harfiah,
konstitusi diartikan sebagai segala ketentuan dan aturan tentang
ketatanegaraan.Apabila dilacak lebih jauh, kata konstitusi berasal dari bahasa
Prancis constituer yang berarti membentuk. Maksudnya adalah pembentukan
suatu negara, atau menyusun atau menyatakan suatu negara. Adapun kata
“konstitusionalisme” diartikan sebagai paham pembatasan kekuasaan dan jaminan
hak rakyat melalui konstitusi.Secara sederhana itu dapat dipahami bahwa
konstitusi merupakan sarana agar paham konstitusionalisme dapat dibumikan,
sementara konstitusionalisme merupakan semangat atau paham yang hendak
dijaga melalui konstitusi. Dengan demikian, yang satu (konstitusi) merupakan
wadah dan yang lain (konstitusionalisme) merupakan isinya. Lebih jauh, bicara
tentang konstitusi dan konstitusionalisme adalah membahas tentang konstitusi
sebagai sebuah produk hukum dan tentang pembatasan kekuasaan demi untuk
menjamin kesejahteraan rakyat. Sebagai sebuah produk hukum, bahasannya
adalah tentang bagaimana konstitusi tersebut dibentuk dan diubah. Sedangkan
sebagai wadah bagi paham konstitusionalisme, bahasannya adalah mengenai
materi muatan konstitusi serta bagaimana konstitusi menentukan pembatasan
kekuasaan negara Kedudukan UUD NRI Tahun 1945 adalah sebagai hukum yang
paling tinggi dan fundamental sifatnya, karena merupakan sumber legitimasi atau
landasan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan di bawahnya.Sehingga
semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tidak boleh
bertentangan dan harus berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Undang-undang Dasar ialah hukum
dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu berlaku juga
hukum dasar yang tidak tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan
sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum di Indonesia. UUD 1945
juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945

10
mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan
norma hukum yang lebih tinggi. Apabila UUD merupakan sumber hukum
tertinggi yang berlaku di Indonesia, maka pembukaan UUD 1945 merupakan
sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang
merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakan baik
dalam lingkungan nasional, maupun dalam hubungan bangsa-bangsa di dunia.

B. Saran
Pentingnya konstitusi dalam suatu negara untuk membatasi kewenangan
hak asasi manusia agar tidak seenaknya dalam melakukan perbuatan. Harapan tim
penulis semoga sedikit ilmu yang ada pada makalah ini dapat dimenjadi referensi
agar menambah pengetahuan. Tentunya tim penulis menyadari dalam penyusunan
makalah ini banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna, oleh
karenanya kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan agar dapat kami
perbaiki pada makalah selanjutnya. Selain bacaan diatas pembaca juga dapat
mencari informasi pada media cetak lainnya untuk memperluas wawasan
pembaca. Mohon maaf atas kesalahan , semoga kedepannya dapat lebih baik lagi.
Sekian dan terima kasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Jakarta: Grafity,


1995.
Brian Thompson, Textbook on Constitutional and Administrative Law, edisi ke-3, Black stone
Press ltd., London, 1997.

Carl J.Friedrich, Constitutional Government and Democracy: Theory and Practice in Europe
and America, Waltham, Massachusetts, Toronto-London: Blaidell Publishing Company,
Edisi IV, 1967, hal. 123-133; dan Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta :
PT Granedia, 1985.

Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahannya, Jakarta:
LP3S, cet.1, 1990.

Don E. Fehrenbacher, Constitutions and Constitutionalism in the Slaveholding South, (Georgia:


University of Georgia Press, 1989).

Hammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, jilid I. Jakarta,: Yayasan
Prapanca, 1959.

Jafar, Muhammad jafar, MSi UUD 1945 & TUJUH KONSTITUSI NEGARA

Larry Alexander, Editor, Constitutionalism, Philosophical Foundations, Cambridge, University


Press, 2001.

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008

12

Anda mungkin juga menyukai