Anda di halaman 1dari 11

EMBRIO KONSTITUSI DALAM NEGARA

DISUSUN OLEH,
KELOMPOK 1 (SATU)

NAMA : 1. MULI ADIL ZENDRATO


2. ANDRIAMAN LAOLI
3. CINDY MARHTA LEDY ZALUKHU
4. MARKUS NDURU
SEMESTER/KELAS : VI/A
FAKULTAS/PRODI : FKIP/PPKN
MATA KULIAH : TEORI DAN HUKUM KONSTITUSI

DOSEN PENGAMPU :
HENDRIKUS OTNIEL N. HAREFA, MH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS NIAS
T. A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan
kami rahmat kesehatan dan kesempatan. Sehingga kami bisa menyusun atau menyelesaikan
tugas tentang “EMBRIO KONSTITUSI DALAM NEGARA” Penulisan ini kami sajikan
secara ringkas dan sederhana sesuai dengan kemampuan yang kami miliki, dan tugas ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas pada Mata Kuliah TEORI DAN HUKUM
KONSTITUSI.

Dalam penyusunan tugas ini banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik
yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini, dan
dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan secara khusus kami berterima kasih kepada Bapak HENDRIKUS OTNIEL N.
HAREFA, MH, selaku dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Dan Konstitusi. karena telah
memberikan bimbingan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini hingga selesai.

Akhir kata kami sampaikan terimakasih Ya’ahowu.

Gunungsitoli, 20 April, 2022


Penyusun,

Kelompok 1 (Satu)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A. Embrio Konstitusi dari sudut pembentukan konstitusi…………………. 3
B. Dari sudut pembentukkan konstitusi………………………………………… 7
C. Kedudukan Konstitusi Dalam Negara………………………………….......... 8

BAB III PENUTUP............................................................................................. 8


A. Kesimpulan........................................................................................... 8
B. Saran..................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang
Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan
Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi
dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan dapat pula
tidak tertulis. Konstitusi merupakan dasar dari tatanan hukum sebuah negara, yang di
dalamnya terdapat perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengatur tentang
distribusi kekuasaan (Distribution of Power) dalam penyelenggaraan negara. Konstitusi
biasanya juga disebut sebagai hukum fundamental negara, sebab
konstitusi ialah aturan dasar. Aturan dasar yang nantinya akan menjadi acuan bagi
lahirnya aturan-aturan hukum lain yang ada dibawahnya. Konstitusi dalam arti formal adalah
suatu dokumen resmi, seperangkat norma hukum yang hanya dapat diubah di bawah
pengawasan ketentuanketentuan khusus, yang tujuannya adalah untuk menjadikan perubahan
normanorma ini lebih sulit. Konstitusi dalam arti material terdiri atas peraturan-peraturan
yang mengatur pembentukan norma-norma hukum yang bersifat umum, terutama
pembentukan undang-undang.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Embrio Konstitusi dalam Negara
2. bagaimana sejarah konstitusi
3. Konstitusi Dan Negara

C. TUJUAN

1. Untuk Mengetahi Apa itu Embrio Konstitusi dalam Negara

2.Untuk Mengetahui bagaimana sejarah konstitusi

3.Untuk Mengetahui Konstitusi Dan Negara


BAB II
PEMBAHASAN

A. Embrio Konstitusi dari sudut pembentukan konstitusi

Embrio (asal-usul) konstitusi sebagai hukum dasar (droit constitutional) dari negara-
negara di belahan dunia ini dapat digali dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut bentuk
negara dan dari sudut pembentuk konstitusinya.
a. Dari sudut bentuk negara
Hawgood dalam bukunya Modern Constitution Since 1787 mengemukakan bahwa
sebenarnya ada sembilan macam bentuk negara yang sekaligus menunjuk bentuk-
bentuk konstitusinya. Tetapi kesembilan bentuk negara ini telah menjadi bangunan-
bangunan historis dimana sekarang sudah tidak mempunyai arti lagi. Maka dari itu
hanya diambil tiga bentuk negara, yaitu:
1. Spontaneous State (Spontane Staat. Konstitusinya disebut Revolutionary Constitution.
Spontaneous State adalah negara yang timbul sebagai akibat revolusi. Dengan
demikian, konstitusinya bersifat revolusioner. Sebagai contoh konstitusi seperti ini
adalah konstitusi Amerika Serikat dan Perancis.
2. Negotiated State (Parlementaire Staat). Konstitusinya disebut Parlementarian
Constitution. Negotiated State adalah negara yang berdasarkan pada kebenaran relatif.
Karena Berdasarkan pada Hasil Negoisasi yang Berlangsung dalam Parlemen.
Negoisasi berarti geven en nemen, memberi dan menerima, take and give. Tetapi
kemudian sifatnya seperti orang dagang sapi. Maksudnya, masing-masing pihak ingin
memperoleh keuntungan sebanyak mungkin, dan tidak lagi mencari kebenaran. Bukan
berdasarkan pada absolute waarheid (kebenaran absolut). Semisal dari Kitab Suci
Agama Tertentu.
3. Derivative State (Algeleide Staat). Konstitusinya disebut Neo-National Constitution.
Derivative State adalah negara yang konstitusinya mengambil pengalaman dari
negara-negara yang sudah ada (neo-national). Derivative State ini hanya meniru, tidak
ada buah pikiran yang asli. Keadaan yang demikian disebut neo-national, maksudnya
nasionalisme yang timbul karena penjajahan sebagai akibat akulturasi proses.
Misalnya, konstitusi Burma, Thailand, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, India,
Pakistan, dan Indonesia.
Neo-nationalisme ini menurut Prof. Mr. Djokosutono ialah nasionalisme yang timbul
sebagai akibat Perang Dunia I. Derivative State juga mengenai negara-negara yang timbul
sesudah Perang Dunia II, yaitu negara-negara baru yang sebelumnya merupakan koloni
negara barat. Mereka itu meniru konstitusi dari negara barat.
Perspektif lain, dari sudut pembentukan (maker) konstitusi dalam suatu negara
dimungkinkan ada lima macam bentuk konstitusi, yaitu:
1. Konstitusi bisa dibuat oleh raja.
2. Konstitusi dibuat bersama-sama raja dan rakyat (bentuknya pactum) seperti pada
aliran monarcho-machen dimana terdapat perjanjian antara raja danrakyat yang
dimuat dalam fundamentalis. Hal ini terjadi pada abad pertengahan.
3. Konstitusi dibuat oleh rakyat seluruhnya (bentuknya einigung) seperti pernah terjadi
dimana para calvinisten dari Inggris memberikan koloni Amerika.
4. Konstitusi yang dibuat oleh badan konstituante
5. Konstitusi yang dibuat oleh pemerintahan diktator.

B. Dari sudut pembentukkan konstitusi


Sebenarnya Konstitusi (constitution) berbeda dengan Undang-Undang Dasar
(Grundgezets), dikarenakan suatu kekhilafan dalam pandangan orang mengenai konstitusi
pada negara-negara modern sehingga pengertian konstitusi itu kemudian disamakan
dengan Undang-Undang Dasar. Kekhilafan ini disebabkan oleh pengaruh faham
kodifikasi yang menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis, demi mencapai
kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum. Begitu besar pengaruh
faham kodifikasi, sehingga setiap peraturan hukum karena penting itu harus ditulis, dan
konstitusi yang ditulis itu adalah Undang-Undang Dasar.

Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu :


1) Konstitusi tertulis dan
2) Konstitusi tak tertulis.
Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar
(UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan
cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah
Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga
kenegaraan dan semua hak asasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di
berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti
Magna Charta yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia
rakyat Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen
atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori
negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan
berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu
dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan
terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan
itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan
negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis
kekuasaan itu adalah :
 Kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif)
 Kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif)
 Kekuasaan kehakiman (yudikatif).

Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam
konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannyaStaatsrecht over Zee.
Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :
 Pemerintahan (bestuur)
 Perundang-undangan
 Kepolisian
 Pengadilan.
Van Vollenhoven menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu
dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan
kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal
berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia
mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi
jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan Pemeriksa Keuangan
untuk memeriksa keuangan negara serta menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas
enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lembaga tersendiri
yaitu:
 Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
 Kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
 Kekuasaan kehakiman (yudikatif)
 Kekuasaan kepolisian
 Kekuasaan kejaksaan
 Kekuasaan memeriksa keuangan negara
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat
yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat
pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu
konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara.
Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan
dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu
hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara
yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi
rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai
perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa
sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan
keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang
belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek
ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa
apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku
secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di
dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang
asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari
konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau
menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
C. kedudukan Konstitusi dalam negara
Konstitusi Dan Negara yaitu dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Karena Konstitusi merupakan dasar hukum suatu negara. Konstitusi menempati kedudukan
yang paling penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konstitusi merupakan ide-ide
dasar yang digariskan oleh the founding father, serta memberikan arahan dan pedoman bagi
para generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang dipimpin. Negara
yang berlandaskan pada konstitusi dinamakan dengan negara konstitusional atau disebut
constitutional state. Constitutional state adalah salah satu ciri negara demokrasi modern.
Di Indonesia konstitusi negara adalah Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan kedudukan yang paling tinggi di negara Indonesia dalam susunan
peraturan perundangan negara. Namun menurut hukum, Undang-Undang Dasar 1945 berada
di bawah Pancasila sebagai norma dasar suatu negara. Kesepakatan tentang tujuan negara
Indonesia termuat dalam 4 sila dalam pembukaan undang-undang Dasar 1945, yaitu :
 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
 Memajukan kesejahteraan umum
 Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
 Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.

Undang-Undang 1945 telah memuat pasal-pasal yang berisi pengaturan segala yang
berkenaan dengan hubungan negara dan warga negara. Dengan adanya Undang-Undang
Dasar 1945 maka negara Indonesia sudah memenuhi syarat sebagai negara konstitusional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perspektif lain, dari sudut pembentukan (maker) konstitusi dalam suatu negara
dimungkinkan ada lima macam bentuk konstitusi, yaitu:
1. Konstitusi bisa dibuat oleh raja.
2. Konstitusi dibuat bersama-sama raja dan rakyat (bentuknya pactum) seperti pada aliran
monarcho-machen dimana terdapat perjanjian antara raja danrakyat yang dimuat dalam
fundamentalis. Hal ini terjadi pada abad pertengahan.
3. Konstitusi dibuat oleh rakyat seluruhnya (bentuknya einigung) seperti pernah terjadi
dimana para calvinisten dari Inggris memberikan koloni Amerika.
4. Konstitusi yang dibuat oleh badan konstituante
5. Konstitusi yang dibuat oleh pemerintahan diktator.

Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat
yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya.

B. Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan dalam materi ini yaitu kita sebagai calon
pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat
dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari isi makalah ini. Mudah-mudahan makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

A.Baso Ence, Iriyanto, 2008, Negara Hukum Dan Hak Uji Konstitusionalitas
Mahkamah Konstitusi, Makasar: PT Alumni. Absori, 2013, Politik Penegakan Hukum
Menuju Hukum Progresif, Surakarta: Sinar Grafika.
Asshiddiqie, Jimly, 2012, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT

Anda mungkin juga menyukai