Anda di halaman 1dari 14

Makalah UUD 1945

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Watampone

Oleh:
Kelompok 1

1. Eko Prasetyo
2. A. Herpianti
3. Muliadi
4. A. Aan Atiku

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


WATAMPONE

2017/2018

KATA PENGANTAR
Sebagai insan yang beriman dan berpancasila, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke
hadirat Allah SWT karena atas kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “UNDANG-UNDANG DASAR 1945 “.
Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, mudah-mudahan bantuan yang diberikan mendapatkan balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT.
Selain itu, penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini pasti masih
banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi isi maupun penulisannya. Untuk itu, penulis
mohon kritik dan sarannya untuk perbaikan dan penulisan selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Watampone, 07 Desember 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar).................. 3
B. Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Dasar 1945........... 5
C. Proses Terbentuknya UUD 1945......................................... 8
D. Pokok Pikiran yang Terkandung Dalam UUD 1945............ 9
E. Amandemen UUD 1945...................................................... 11
BAB III.. PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 15
B. Saran..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Clifford Geertz didalam tulisannya tentang sentiment primordial[1] dinegara-negara baru
mengatakan bahwa negara-negara kebangsaan (nation state) yang baru biasanya dihadapkan
pada dilemma antara integrasi dan demokrasi. Dikatakan dilemma karena negara kebangsaan
membutuhkan keduanya (demokrasi dan integrasi) sekaligus, padahal watak keduanya
bertentangan. Demokrasi berwatak membuka keran kebebasan agar semua aspirasi tersalur,
sedangkan integrasi berwatak ingin membelenggu agar persatuan dan kesatuan kokoh.
Didalam bernegara, kita tidak bisa lepas dari suatu hukum. Tidak ada satupun negara tanpa
hukum. Karena fungsi hukum sangatlah pentinguntuk mengatur kehidupan daam bernegara.
Dalam suatu lingkungan negara, ada 2 macam hukum. Ada hukum yang memerintah negara dan
ada hukum yang merupakan alat bagi negara untuk memerintah.hukum yang pertama yakni
“Constitutional law” (Hukum tatanegara), dan Hukum yang kedua, berfungsi untuk
membedakannya dari hukum yang pertama, dapat disebut “Ordinary law” (Hukum biasa yang
dipergunakan untuk bergerak, “actief dienend.”) 1 Dari kutipan tersebut, dapat diartikan bahwa
didalam hidup bernegara, dapat ditemukan 2 macam hukum, yaitu: (1.) Hukum tata
negara (Constitutional law) sebagai yang mengatur negara. Unsur pokok dalam Hukum ini
adalah Konstitusi.Unsur pokok inilah yang akanmenjadi Headline dalam makalah ini; (2.)
Hukum biasa (Ordinary Law) sebagai hukum yang digunakan negara untuk mengatur sesuatu
hal. Termasuk dalam hukum ini adalah Hukum pidana danhukum perdata.
Indonesia disini juga merupakan negara hukum. Hal itu terbukti dengan adanya sebuah
konstitusi yang berlaku di Negara Indonesia yakni Undang – Undang Dasar 1945, akan
tetapi warga negara Indonesia sendiri, seperti kurang menganggap adanya UUD 1945 tersebut.
Kondisi ini dapat dilihat secara nyata dimana dalam kehidupanya masyarakat NKRI seringkali
menghiraukan hukum, dengan melakukan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan
hukum, baik hukum sosial, maupun Hak Asasi Manusia (HAM).
Sebagai bangsa yang ingin tetap bersatu maka Inonesia telah menetapkan dasar dan
ideology negara yakni Pancasila yang dipilih sebagai dasar pemersatu dan pengikat yang
kemudian melahirkan kaidah-kaidah penuntun dalam kehidupan social, politik dan
hokum. Selanjutnya prinsip-prinsip dan mekanisme ketatanegaraan untuk menjamin demokrasi
diatur dalam UUD 1945 yang juga memasang rambu-rambu agar bangsa ini tetap utuh. Dengan
demikian, tuntutan akan integrasi dan demokrasi sebagaimana dikemukakan oleh Geertz telah
diatur sedemikian rupa didalam platform politik yang tertuang didalam Pancasila dan UUD
1945.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Konstitusi (Undang-Undang Dasar)?
2. Bagaimana Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Dasar 1945?
3. Bagaimana Proses Terbentuknya UUD 1945?
4. Apa saja Pokok Pikiran yang Terkandung Dalam UUD 1945?
5. Bagaimana proses Amandemen UUD 1945 dan bagaimana bunyi pasal-pasal yang terkandung
didalamnya?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar).
2. Mengetahui Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Dasar 1945.
3. Mengetahui Proses Terbentuknya UUD 1945.
4. Mengetahui Pokok Pikiran yang Terkandung Dalam UUD 1945.
5. Mengetahui proses Amandemen UUD 1945.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar)


Pengertian kostitusi berasal dari bahasa Perancis (constiteur) yang berarti membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pebentukan suatu negara atau menyusun
dan menyatakan suatu Negara.[2] Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar merupakan
terjemahan istilah yang dalam bahasa Belanda Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia undang-undang, dan grond berarti tanah/dasar. Di negara-negara yang
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, di pakai istilah Constitution yang dalam
bahasa Indonesia disebut konstitusi.[3] Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan
dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti “bersama
dengan…”, sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk kata kerja
pokok stare yang berdiri sendiri. Atas dasar itu statuere mempunyai arti “membuat sesuatu atau
mendirikan/menetapkan”. Menurut L.J Van Apeldoorn kalau gronwet (UUD) adalah bagian
tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan constitution memuat baik peratutan yang tertulis maupun
yang tidak tertulis.
Menurut E.C.S. Wade dalam bukunya constitutional law, undang-undang dasar adalah
naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu
negara dan menentukan pokok-pokoknya cara kerja badan-badan tersebut. Selain itu ada
beberapa ahli hukum yang menganggap pengertian undang-undang dasar itu berbeda dengan
konstitusi, menurut Herman Heller : [4]
1. Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu
kenyataan. Jadi mengandung pengertian politis dan sosiologis.
2. Konstitusi merupakansuatu kesatauan kaidah yang hidup dalam masyarakat, jadi mengandung
pengertian yuridis.
3. Konstitusi yang ditulis dalam suatuaskah sebagai sebagai undang-undang yang tertinggi yang
berlaku dalam suatu negara.
Motivasi atau alasan timbulnya Undang-Undang Dasar menurut Lord Bryce :
1. Adanya kehendak para anggota warga Negara dari Negara yang bersangkutan agar terjamin hak-
haknya dan selanjutnya bertujuan untuk membatasi tindakan para penguasa Negara;
2. Adanya kehendak dari penguasa dan atau rakyatnya untuk menjamin agar terdapat pola atau
system tertentu atas pemerintahan negaranya;
3. Adanya kehendak para pembentuk Negara baru, agar terdapat kepastian tentang
penyelenggaraan Negara;
4. Adanya kehendak dari beberapa Negara yang pada mulanya berdiri sendiri-sendiri untuk tujuan
kerjasama.
Menurut pandang K.C. Wheare menyatakan dalam bukununya modern konstitusi
mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara berupa
kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara. Menurut pandang K.C whare itu konstitusi dalam dunia politik
digunakan 2 pengertian yakni pengertian dalam arti luas dan pengertian dalam arti sempit.
Berangkat dari beberapa pendapat ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi meliputi
konstitusi yang tertulis dan tidak tertulis, undang-undang dasar termasuk sebagai konstitusi
tertulis. Adapaun batasan-batasannya dapat dirumuskan ke dalam pengertian sebagai berikut :[5]
1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para
penguasa.
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga Negara
4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia
Pengertian konstitusi menurut para ahli:
1. K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa
kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
2. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat
yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
3. Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat
seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala
negara angkatan perang, partai politik, dsb.
4. L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak tertulis.
5. Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cisme yang berarti bersama
dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan
secara bersama.

B. Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Dasar 1945


Sebagai Negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang
dikenal dengan undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya diterima
sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16
Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
dalam bahasa jepang dikenal dengandokuritsu zyunbi tyoosakai yang beranggotakan 21 orang,
diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang
terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari
Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan
maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945
(Malian, 2001:59)[6]
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi
Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945
(UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus
Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo
Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad
Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari
Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul
WACHID hasyim dan Mr. Mohammad Hasan (Sumatra).
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain
berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai
berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda.
Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut, maupun
udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda
serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga
diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya.
Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas
dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang
tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih
bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan
tiba.
Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa
ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah
Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan
menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut:
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan
undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945
2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU
yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945
3. Memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua
Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden
4. Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang kemudian menjadi komite Nasional
5. Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka
secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan
oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
a. Rakyat, yaitu bangsa Indonesia.
b. Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga ke merauke yang terdiri
dari 13.500 buah pulau besar dan kecil.
c. Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia.
d. Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan
Negara.
Telah dijelaskan bahwa Undnag-Undang Dasar 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang kemudian di lanjutkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dan disahkan oleh PPKI. Jelas bahwa kedua badan tersebut
bukan konstituante atau badan yang dapat disamakan dengan itu seperti Majelis
Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum.
Prof. Ismail Sunny dalam bukunya “ Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” menyebut bahwa
kesahan Undang-Undang Dasar 1945 harus dipertimbangkan dengan menunjuk kepada
berhasilnya revolusi Indonesia. Jadi karena revolusi Indonesia berhasil, maka apa yang
dihasilkan oleh revolusi itu-Undang-Undang Dasar 1945 adalah sah.[7]

C. Proses Terbentuknya UUD 1945


Pada saat pembahasan oleh BPUPKI, naskah UUD 1945 pertama kali yang dipersiapkan
oleh suatu badan bentukan pemerintahan Jepang bernama “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai” yang
dalam bahasa Indonesia “Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia”
(BPUPKI). BPUPKI ini memiliki jumlah anggota yaitu 62 orang, yang dipimpin oleh ketuanya
yaitu K.R.T Radjiman Wedyodiningrat, serta Itibangase Yosio dan Raden Panji Suroso. Badan
ini melakukan sidang dalam 2 periode, yakni sidang pertama pada tanggal 29 mei hingga 1 juni
1945. Pada sidang pertama membicarakan tentang dasar falsafah yang seharusnya dipersiapkan
untuk negara indonesia merdeka dan mengenai pembentukan sebuah negara merdeka.
Kemudian selanjutnya dilangsungkan sidang kedua pada tanggal 10 juli hingga tanggal 17
agustus 1945 yang dimana membentuk suatu panitia Hukum Dasar dengan anggota yang terdiri
dari 19 orang yang dipimpin oleh Ir.Soekarno. Panitia ini kemudian membentuk panitia
kecil yang dipimpin oleh Prof.Dr Soepomo, yang anggotanya terdiri dari wongsonegoro,
R.Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Panitia kecil ini pun
berhasil menyelesaikan tugasnya dan akhirnya BPUPKI setuju terhadap hasil kerja sebagai
Rancangan Undang-Undang Dasar pada tanggal 16 agustus 1945.
Kemudian dilakukannya Pengesahan oleh PPKI yang disaat Pemerintah Bala Tentara
Jepang membentuk “panitia persiapan kemerdekaan Indonesia” (PPKI), dan dilantik pada
tanggal 18 agustus 1945. Dengan menetapkan Ir. Soekarno sebagai ketua dan Drs. Mohhamat
Hata sebagai wakil dan yang beranggotakan 21 orang. Sidang ini memiliki tujuan untuk, (I)
Menetapkan Undang-undang Dasar, (II) Memilih Presiden dan Wakil Presiden, (III) Dan Perihal
lainnya. Setelah mendengar hasil laporan kerja BPUPKI, lalu pada sidang PPKI 18 agustus 1945
para anggota sidang PPKI berencana untuk mengajukan usul perubahan pada UUD hasil
rancangan BPUPKI. Namun akhirnya rancangan UUD tersebut disahkan dan menjadi Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia.[8]

D. Pokok Pikiran yang Terkandung Dalam UUD 1945


Seperti diuraikan dalam penjelasan autentik naskah Undang-Undang Dasar Tahun 1945,
kandungan pemikiran yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu
mencakup empat pokok pikiran, yaitu :[9]
Pertama, bahwa negara Indonesia adalah negara yang melindungi dan meliputi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mencakupi segala paham golongan
dan paham perseorangan;
Kedua, bahwa negara Indonesia yang hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh
warganya;
Ketiga, bahwa negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat. Negara dibentuk dan
diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat yang juga disebut system demokrasi;
Dan Keempat, bahwa negara Indonesia adalah negara yang berke-Tuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selain keempat pokok pikiran itu, keempat alenia Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
masing-masing mengandung pula cita-cita luhur dan filosofis yang harus menjiwai keseluruhan
system berpikir materu Undang-Undang Dasar 1945. Alenia Pertama, menegaskan keyakinan
bangsa Inodnesia bahwa kemerdekaan adalah hak asasi segala bangsa dank arena itu segala
bentuk penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan keadilan. Alenia kedua, menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang panjang
dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indonesia kedepan pintu
gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Alenia ketiga,
menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
memberikan dorongan spiritual kepada segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan cita-
cita luhurnya, yang atas dasar keyakinan spiritual serta dorongan luhur itulah rakyat Indonesia
menyatakan kemerdekaannya.
Alenia keempat, menggambarkan visi bangsa Indonesia mengenai bangunan kenegaraan
yang hendaka dibentuk dan diselenggarakan dalam rangka melembagakan keseluruhan cita-cita
bangsa untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Alenia keempat ini menentukan dengan jelas mengenai Tujuan negara dan
dasar negara Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi konstitusional. Negara
Indonesia itu dimaksudkan untuk tujuan
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4. Mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam mencapai keemapat tujuan bernegara itu, negara Indonesia diselenggarakan
berdasarkan :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, dan
5. keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, yang secara bersama-sama disebut sebagai
Pancasila.

E. Amandemen UUD 1945


Amandemen adalah perubahan konstitusi yang mana perubahannya tidak banyak, bersifat
teknis prosedural yang tidak mempengaruhi paradigma pemikiran Undang-Undang Dasar.
Menurut Budiardjo, ada empat macam prosedur dalam perubahan UUD baik
dalam renewal maupun amandemen, yaitu[10] :
1. Sidang legislatif dengan ditambah syarat, misal dapat ditetapkan kuoroum untuk membicarakan
usul perubahan undang-undang dasar dan jumlah minimum anggota badan legislatif atau
menerimanya;
2. Referendum, pengambilan keputusan dengan cara menerima atau menolak usulan undang-
undang;
3. Perubahan yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang
dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Sedang dalam UUD 1945 pasal 37 menjelaskan tentang tata cara perubahan yang secara
garis besar adalah perubahan UUD 1945 bisa dilakukan jika sedikitnya dihadiri 1/3 anggota
MPR. Sedang untuk keputusan diambil jika disetujui sedikitnya 2/3 anggota MPR. Ketentuan
tersebut tentu memberi konsekwensi yang luas di MPR. Sebab, jika ada fraksi yang menguasai
lebih dari dua pertiga kursi MPR yang mengatakan tidak setuju, maka kesepakatan akan sulit
dicapai.[11]
Permasalahan mengenai amandemen apakah termasuk juga pembukaan maka penulis
sepakat dengan pernyataan Moh. Mahfud MD bahwa pembukaan UUD 1945 bisa dilakukan
perubahan sewaktu-waktu, tetapi kebolehan tidak harus diartikan sebagai keharusan. Artinya
bahwa benar secara logis dan fakta sejarah pembukaan itu tidak akan membubarkan Negara,
tetapi sampai saat ini kita belum melihat perlunya perubahan Pembukaan itu dalam konteks
reformasi ketatanegaraan. Antara “bisa” dan “perlu” harus dibedakan. Pembukaan memang bisa
diubah tapi tidak perlu, sebab ototirisme yang timbul di Indonesia selama ini bersumber dari
batang tubuh UUD 1945 bukan disebabkan oleh Pembukaan[12]
Adapun Pasal-pasal yang diamandemen UUD 1945 dalam sistim pemerintahan Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Amandemen Pertama
Perubahan pertama terhadap UUD 1945 terjadi pada tanggal 19 Oktober 1999 dalam
sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 14-21 Oktober 1999. perubahan itu meliputi pasal-
pasal 5, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 17, 20,dan 21. karena pasal-pasal ini yang berkaitan dengan
kekuasaan presiden yang sangat besar. Untuk itu, prioritas pertama adalah mengurai dan
membatasi kekuasaan presiden.
2. Amandemen Kedua
Perubahan kedua ini dilakukan pada tanggal 7-8 Agustus 2000. Perubahan kedua UUD
1945 antara lain diarahkan untuk memperteguh otonomi daerah, melengkapi pemberdayaan
DPR, menyempurnakan rumusan HAM, menyempurnakan pertahanan dan keamanan Negara,
dan melengkapi atibut Negara.
3. Amandemen Ketiga
Sidang tahunan MPR yang berlangsung 1-9 November 2001 telah menghasilkan perubahan
ketiga UUD 1945 terhadap 3 bab, 23 pasal, dan 64 ayat ketentuan undang-undang dasar.
Perubahan ketiga ini antara lain diarahkan untuk menyempurnakan pelaksaan kedaulatan rakyat,
menyesuaikan wewenang MPR, mengatur pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung, mengantur impeachment terhadap presiden dan/ atau wakil presiden membentuk
lembaga DPD, mengatur pemilihan umum, meneguhkan kedudukan dan Badan Pemeriksa
Keuangan, serta meneguhkan kekuasaan kehakiman dengan lembaga baru yaitu Mahkama
Konstitusi (MK) dan Komosi Yudisial (KY).

4. Amandemen Keempat
Sidang tahunan MPR 2002 yang berlangsung 1-11 Agustus 2002. Perubahan keempat
UUD 1945 juga melengkapi kekurangan peraturan dalam pasal 8 ayat 1 dan 2 yang telah
diputuskan dalam perubahan ketiga (tahun 2001), dengan menembahkan ayat 3.[13]
Amandemen keempat UUD 1945 ditetapkan bahwa perubahan keempat ini merupakan
penyempurnaan dari amandemen sebelumnya yang sedang dalam masa transisi menuju
demokrasi
Amandemen UUD 1945 dari yang pertama sampai yang keempat ini sudah terjadi
perubahan yang menyeluruh sifatnya, menjadi kalau boleh dikatakan sebagai konstitusi baru
Indonesia. Terlebih ketentuan pada Pasal II Aturan Peralihan dalam amandemen keempat UUD
1945 ditegaskan sebagai berikut, ”dengan ditetapkannya perubahan Undang-undang Dasar ini,
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Penjelasan dan Pasal-pasal”.
Artinya Penjelasan tidak lagi masuk dalam UUD 1945 sehingga bukan lagi bagian dari UUD
1945.
Dari uraian tersebut maka wajar jika Abdulkadir Besar menuliskan ide atau gagasannya
mengenai Perubahan UUD 1945 tanpa Paradigma, Amandemen bukan, Konstitusi-baru setengah
hati. Karena Amandemen keempat ini sudah mengalami perubahan secara menyeluruh, sudah
menunjukkan dinamika perubahan masyarakat hanya saja keadaan negara belum stabil akibat
pengaruh politik yang menyebabkan ketidakstabilan pola-pola kelembagaan dalam proses
legislasi dan ada kesenjangan diantara para perumus kebijakan mengenai amandemen keempat
UUD 1945 dalam menetapkan peraturan yang menjadi kebijakan pemerintah untuk memenuhi
perubahan kehidupan masyarakat.
Dikaitkan dengan nilai-nilai yang dijabarkan oleh Notonegoro, maka Amandemen keempat
UUD 1945 ini lebih dominan pada nilai vital saja dimana dikatakan mempunyai nilai jika dapat
mendukung segala aktivitas manusia, hal itupun belumlah optimal dalam penerapannya. Namun
terhadap nilai materil dan nilai rohaniah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, amandemen
keempat UUD 1945 belum memenuhi secara optimal. Jika dikaitkan dengan nilai kebenaran atau
kenyataan, nilai estetika, nilai moral atau etika dan nilai religius atau Ketuhanan maka
Amandemen keempat UUD 1945 sudah memenuhinya, karena amandemen keempat tersebut
tetap mengacu pada Pancasila sebagai dasar filosofi negara, dimana Pancasila menerapkan nilai-
nilai tersebut yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dilandasi dari Pembukaan UUD 1945
yang tidak mengalami amandemen, terkandung cita-cita hukum bangsa Indonesia.
Secara mutatis mutandis bila ditelaah Undang-undang Dasar mengamanatkan konsep
pembangunan hukum nasional yaitu tata hukum baru yang akan disususn di kemudian hari yang
memahami cita-cita hukum nasional tidak terlepas dari suasana kebatinan UUD 1945,
seperti:[14]
1. Hukum nasional hendaknya merupakan hukum yang dijiwai semangat Ketuhanan Yang Maha
Esa,
2. hukum nasional hendaknya merupakan hukum yang memuat tujuan kemanusiaan yang adil dan
beradab,
3. hukum nasional hendaknya merupakan hukum yang mencerminkan, menjadi dasar, dan mampu
mewujudkan pengayoman bagi persatuan dan kesatuan bangsa,
4. hukum nasional hendaknya merupakan hukum kerakyatan, hukum yang tumbuh dan terjelma
dari kesadaran hukum rakyat,
5. hukum nasional hendaknya merupakan perwujudan keadilan sosial.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demikian dalam sebuah negara pastilah memiliki konstitusi yaitu yang merupakan suatu
peraturan pokok (fundamental) mengenai tiang-tiang, pegangan atau sendi-sendi pertama
untuk mengokohkan sebuah bangunan besar yang bernama “Negara”. Tiang-tiang penting ini
haruslahkuat dan tidak mudah runtuh dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul suatu saat
nanti, agar Negara tetap berdiri tegak. Oleh karena itu, Konstitusi disini haruslah tahan uji,
bilamana adaserangan dari sisi-sisi nakal yang bertujuan akan menggantikan tiang-tiang
tersebutdengan tiang- tiang yang lain coraknya dan yang akan merubah wajah negara,sehingga
bangunan yang asli dan kemudian negara itu sendiri bukan lah negara yang ada sejak dahulunya.
Konstitusi di Indonesia memilki sejarah yang cukup panjang. Hinggaakhirnya, Bangsa
Indonesia berkomitmen dengan UUD 1945 yang memuat 37 pasal. Pada UUD inilah juga
Bangsa Indonesia berpegang teguh secara kuat kepada konstitusi ini untuk menjaga keutuhan
bangsa bernegara. Seperti halnya yang berpegang kuat pada klasifikasi konstitusi yang ada
seperti konstitusitertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and no written
constitution), Kosntitusi fleksibel dan kosntitusi rijid (flexible constitution and rigid
constitution), Kosntitusi derajat-tinggi dan konstitusi tidak derajat-tinggi (supreme cosntitution
dan not supreme constitution), Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan (federal constitution
and unitary constitution).

B. Saran
Dalam bernegeara sebuah rasa persatuan dan kesatuan sangatlah penting, maka dari itu
dalam perlu disadari bahwasaanya ketetapan konstitusi ini haruslah disadari dan dijaga dengan
hati yang terbuka agar bangsa tetap berdiri kokoh walau banyak yang ingin menjatuhkan dari
berbagai sisi, jatidiri bangsa Indonesia juga berupa sejarah perubahan-perubahan konstitusi yang
cukup melelahkan. Dengan begitu dapat dilihat bahwa konstitusi ini sangat lah penting maka dari
itu rakyat, wakil rakyat maupun pemimpin atau siapapun warga Negara haruslah sadar dan tetap
kokoh dalam berpegang teguh terhadap konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. (Sekretariat Jendral Kepaniteraan MK RI:
Jakarta 2006.

Asshidiqie Jimly, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Pusat
Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Moh.Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000.

Moh. Mahfud MD, Konstitusi Dan Hukum Dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.

Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia, Yogjakarta: FH UII Press, 2003.

Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif , Jakarta: Kompas, 2006.

Sri Soemantri M., Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 Dalam Ketatanegaraan
Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta 1993.

Ubaedillah dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat
Madani, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Wiryono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara Di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta 1989.

[1] Moh. Mahfud Md, Konstitusi Dan Hukum Dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 34
[2] Wiryono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara Di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta 1989, hlm 10.
[3] Sri Soemantri M., Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 Dalam Ketatanegaraan
Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta 1993 hlm 29.
[4] Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum tata Negara Indonesia, pusat studi HTN
Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1988, hlm 65
[5]Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia, (Yogjakarta: FH UII Press, 2003) hlm 14
[6] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. Op,Cit;Hlm. 68.
[7] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op,Cit Hlm. 90.
[8] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. (Jakarta 2006: Sekretariat Jendral Kepaniteraan MK
RI). Hlmn, 38-40.
[9] Jimly Asshidiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 52
[10]Ubaedillah dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010) hal.65
[11]Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia, (Yogjakarta: FH UII Press, 2003) hal.25
[12] Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH, SU, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Studi tentang Interaksi Politik
dan Kehidupan Ketatanegaraan) (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.151-152
[13] Ni’matul Huda, Op,Cit. hal.17-53
[14] Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. 263

Anda mungkin juga menyukai