FAKULTAS HUKUM
KELAS D
KELOMPOK 10
4. Ricky Hasbullah
5. Rikiansyah
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
Pendidikan Kewarganegaraan serta untuk menambah wawasan dan pemahaman kita
terhadap Nilai dan Norma Konstitusional UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas
Ketentuan Perundang-undangan di Bawah UUD
Kami sadar bahwa makalah ini masih dari kata sempurna, oleh karena itu kami masih
sangat membutuhkan kritik dan saran agar kami dapat lebih baik lagi kedepannya.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konstitusi nasional
2. Mengapa diperlukan konstitusi dalam kehidupan berbangsa-negara Indonesia
3. Apa esensi dan urgensi konstitusional dalam kehidupan berbangsa-negara
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan konstitusi nasional
2. Mengetahui pentingnya konstitusi dalam kehidupan berbangsa-negara
3. Menjelaskan tentang esensi dan urgensi konstitusional dalam kehidupan
berbangsa-negara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-
Negara
Istilah konstitusi dikenal dalam sejumlah bahasa, misalnya dalam bahasa Prancis
dikenal dengan istilah constituer, dalam bahasa Latin/Italia digunakan istilah constitutio,
dalam bahasa Inggris digunakan istilah constitution, dalam bahasa Belanda digunakan
istilah constitutie, dalam bahasa Jerman dikenal dengan istilah verfassung, sedangkan
dalam bahasa Arab digunakan istilah masyrutiyah (Riyanto, 2009). Constituer (bahasa
Prancis) berarti membentuk, pembentukan. Yang dimaksud dengan membentuk di sini
adalah membentuk suatu negara. Kontitusi mengandung permulaan dari segala
peraturan mengenai suatu negara atau dengan kata lain bahwa konstitusi mengandung
permulaan dari segala peraturan mengenai negara (Prodjodikoro, 1970), pembentukan
suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara (Lubis, 1976),
Merujuk pandangan Lord James Bryce yang dimaksud dengan konstitusi adalah suatu
kerangka negara yang diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang menetapkan
lembaga-lembaga yang tetap dengan mengakui fungsi-fungsi dan hak-haknya. Pendek
kata bahwa konstitusi itu menurut pandangannya merupakan kerangka negara yang
diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang menetapkan lembaga-lembaga yang
tetap (permanen), dan yang menetapkan fungsi-fungsi dan hak-hak dari lembaga-
lembaga permanen tersebut. Sehubungan dengan itu C.F. Strong yang menganut
paham modern secara tegas menyamakan pengertian konstitusi dengan undang-
undang dasar. Rumusan yang dikemukakannya adalah konstitusi itu merupakan satu
kumpulan asas-asas mengenai kekuasaan pemerintah, hak-hak yang diperintah, dan
hubungan antara keduanya (pemerintah dan yang diperintah dalam konteks hak-hak
asasi manusia). Konstitusi semacam ini dapat diwujudkan dalam sebuah dokumen yang
dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi dapat pula berupa a bundle
of separate laws yang diberi otoritas sebagai hukum tata negara. Rumusan C.F. Strong
ini pada dasarnya sama dengan definisi Bolingbroke (Astim Riyanto, 2009).
UUD NRI 1945 (Masa Orde Lama) 5 Juli 1959 sampai dengan 1965
UUD NRI 1945 (Masa Orde Baru) 1966 sampai dengan 1998
Pada pertengahan 1997, negara kita dilanda krisis ekonomi dan moneter yang sangat
hebat. Krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia ketika itu merupakan suatu
tantangan yang sangat berat. Akibat dari krisis tersebut adalah harga-harga melambung
tinggi, sedangkan daya beli masyarakat terus menurun. Sementara itu nilai tukar
Rupiah terhadap mata uang asing, terutama Dolar Amerika, semakin merosot.
Menyikapi kondisi seperti itu, pemerintah berusaha menanggulanginya dengan
berbagai kebijakan. Namun kondisi ekonomi tidak kunjung membaik. Bahkan kian hari
semakin bertambah parah. Krisis yang terjadi meluas pada aspek politik. Masyarakat
mulai tidak lagi mempercayai pemerintah. Maka timbullah krisis kepercayaan pada
Pemerintah. Gelombang unjuk rasa secara besar-besaran terjadi di Jakarta dan di
daerah-daerah. Unjuk rasa tersebut dimotori oleh mahasiswa, pemuda, dan berbagai
komponen bangsa lainnya. Pemerintah sudah tidak mampu lagi mengendalikan
keadaan. Maka pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari
jabatannya. Berhentinya Presiden Soeharto menjadi awal era reformasi di tanah air.
Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan reformasi di
masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama
oleh mahasiswa dan pemuda. Beberapa tuntutan reformasi itu adalah:
a. mengamandemen UUD NRI 1945,
b. menghapuskan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
c. menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
d. melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah,
e. mewujudkan kebebasan pers,
f. mewujudkan kehidupan demokrasi.
Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 menjadi kebutuhan
bersama bangsa Indonesia. Berdasarkan hal itu MPR hasil Pemilu 1999, sesuai dengan
kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 melakukan perubahan
secara bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan, yakni:
a. Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999.
b. Perubahan Kedua, pada Sidang Tahunan MPR 2000.
c. Perubahan Ketiga, pada Sidang Tahunan MPR 2001.
d. Perubahan Keempat, pada Sidang Tahunan MPR 2002.
Perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR, selain merupakan perwujudan
dari tuntutan reformasi, sebenarnya sejalan dengan pemikiran pendiri bangsa (founding
father) Indonesia. Ketua panitia Penyusun UUD NRI 1945, yakni Ir. Sukarno dalam
rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 18 Agustus 1945, di antaranya
menyatakan sebagai berikut:
“...bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang
Dasar Kilat, bahwa barang kali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita
membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap”
Proses perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR dapat digambarkan
sebagai berikut:
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-
Negara
Setelah melewati proses yang cukup panjang, akhirnya MPR RI berhasil melakukan
perubahan UUD NRI 1945. Perubahan UUD NRI 1945 yang pada mulanya merupakan
tuntutan reformasi, dalam perjalanannya telah menjadi kebutuhan seluruh komponen
bangsa. Jadi, tidak heran jika dalam proses perubahan UUD NRI 1945, seluruh
komponen bangsa berpartisipasi secara aktif. Dalam empat kali masa sidang MPR,
UUD NRI 1945 mengalami perubahan sebagai berikut:
a) Perubahan Pertama UUD NRI 1945 dihasilkan pada Sidang Umum MPR
1999 (tanggal 14 sampai 21 Oktober 1999).
b) Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dihasilkan pada Sidang Tahunan MPR
2000 (tanggal 7 sampai 18 Agustus 2000).
c) Perubahan Ketiga UUD NRI 1945 dihasilkan pada Sidang Tahunan MPR
Setelah disahkannya Perubahan Keempat UUD NRI 1945 pada Sidang Tahunan MPR
2002, agenda reformasi konstitusi Indonesia untuk kurun waktu sekarang ini dipandang
telah tuntas. Perubahan UUD NRI 1945 yang berhasil dilakukan mencakup 21 bab, 72
pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Ada enam
pasal yang tidak mengalami perubahan, yaitu Pasal 4, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 25,
Pasal 29, dan Pasal 35.
UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia memiliki kedudukan sebagai
hukum tertinggi dan hukum dasar negara. Sebagai hukum tertinggi negara, UUD NRI
1945 menduduki posisi paling tinggi dalam jenjang norma hukum di Indonesia. Sebagai
hukum dasar, UUD NRI 1945 merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan
perundang-undangan di bawahnya.
Sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi negara, maka peraturan perundangan di
bawah UUD NRI 1945, isinya bersumber dan tidak boleh bertentangan dengannya.
Misal isi norma suatu pasal dalam undang-undang, tidak boleh bertentangan dengan
UUD NRI. Dengan demikian UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara menjadi batu uji
apakah isi peraturan di bawahnya bertentangan atau tidak. Undang-undang pada
dasarnya adalah pelaksanaan daripada norma-norma yang terdapat dalam undang-
undang dasar. Misal Pasal 31 Ayat 3 UUD NRI 1945 menyatakan “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Berdasar hal
di atas, disusunlan undang-undang pelaksanaanya yakni Undang-undang No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Oleh karena itu, secara normatif undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD
NRI 1945, maka jika ditemukan suatu norma dalam undang-undang bertentangan
dengan UUD NRI 1945 dapat melahirkan persoalan konstitusionalitas undang-undang
tersebut terhadap UUD NRI 1945. Dalam sistem hukum di Indonesia, lembaga negara
yang berwenang menguji konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD NRI 1945
adalah Mahkamah Konstitusi. Pengujian konstitusionalitas undang-undang adalah
pengujian mengenai nilai konstitusionalitas undang-undang itu baik dari segi formal
ataupun material terhadap UUD. Uji material menyangkut pengujian UU yang
berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang
dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945. Uji formal menyangkut pengujian UU
yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk
pengujian material. Warga negara baik secara perseorangan atau kelompok dapat
mengajukan pengujian konstitusionalitas suatu undang-undang yang dianggap
bertentangan dengan UUD NRI 1945 ke Mahkamah Konstitusi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Merujuk pandangan Lord James Bryce yang dimaksud dengan konstitusi adalah
suatu kerangka negara yang diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang
menetapkan lembaga-lembaga yang tetap dengan mengakui fungsi-fungsi dan
hak-haknya.
2. Dua fungsi utama konstitusi adalah membagi kekuasaan dalam negara dan
membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.
3. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang
Dasar, dan dapat pula tidak tertulis.
4. Ada tiga hal yang dapat diatur oleh konstitusi, yaitu jaminan HAM bagi seluruh
warga negara dan penduduknya, sistem ketatanegaraan yang mendasar,
kedudukan, tugas, dan wewenang lembaga-lembaga negara.
5. Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan
reformasi di masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai
komponen bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda.
6. UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia memiliki kedudukan sebagai
hukum tertinggi dan hukum dasar negara. Sebagai hukum tertinggi negara, UUD
NRI 1945 menduduki posisi paling tinggi dalam jenjang norma hukum di
Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD NRI 1945 merupakan sumber hukum
bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawahnya.
7. Dalam sistem hukum di Indonesia, lembaga negara yang berwenang menguji
konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD NRI 1945 adalah Mahkamah
Konstitusi.
B. Saran
Dengan adanya pemahaman tentang konstitusional, sebagai warga negara
Indonesia kita patut memahami siapa yang menjalankan kekuasaan
pemerintahan dan bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh. Kita juga dapat
menemukan adanya beberapa aturan yang sama sekali tidak berhubungan
dengan cara-cara pemerintahan dijalankan.
Serta bagi pemerintahagar berhati-hati dalam melakukan perubahan ataupun
melaksanakan Undang-Undang agar tetap terjalin keselarasan antara Dasar
Negara dan Konstitusi.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/agilbachtiar/5e6d2039097f3634d3744a72/pentingnya-
konstitusi-bagi-suatu-negara