Disusun Oleh:
Kelompok 4
Agung Andrian (106200004)
Reza Amelia Putri (106200038)
Dosen Pengampu:
Eza Tri Yandi, M.H
SEMESTER V B
FAKULTAS SYARIAH
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
Makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan dari penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata
Kuliah Hukum Konstitusi yang diempu oleh Bapak Eza Tri Yandi, M.H Makalah ini
kami kerjakan dengan semaksimal mungkin menggunakan sumber seperti buku-buku
yang telah ditetapkan dan juga sumber internet. Tapi terlepas dari itu semua, kami
sadar diri dengan kemampuan kami yang belum seberapa, sehingga Makalah ini bisa
dikatakan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami siap menerima segala
kritikan dan sarannya agar kami bisa memperbaiki dimasa yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................5
C. Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
A. Jenis-Jenis Konstitusi...................................................................................................6
B. Kedudukan Konstitusi................................................................................................10
BAB III.................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................................12
B. . Saran..........................................................................................................................12
Daftar Pustaka.....................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang
ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan tampa konstitusi Negara tidak
mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara.
Dasar-dasar penyelenggaraaan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai
hokum dasar. Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan
Negara konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai
Negara konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi sifat-
sifat dan cirri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus
menganut gagasan tenttang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri
merupakan suatu ide, gagasan, atau paham. Oleh sebab itu, bahasan tentang
negara dan konstitusi pada bab ini terdiri atas konstitusionalisme, konstitusi
Negara, UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia, dan
Sistem ketatanegaraan Indonesia.1
Istilah konstitusi itu sendiri pada mulanya berasal dari perkataan
Bahasa latin, constitutio yang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti
hukum atau prinsip. Di zaman modern, Bahasa yang biasa dijadikan sumber
rujukan mengenai istilah ini adalah Inggris, Jerman, Prancis, Italia, dan
Belanda.2
Konstitusi dalam arti luas yaitu untuk menyebut keseluruhan aturan-
aturan hukum serta ketentuan-ketentuan hukum tentang sistem ketatanegaraan
suatu negara, atau dengan kata lain disebut Hukum Tata Negara. Sejak zaman
1
https://www.google.com/search?
q=makalah+kedudukan+konstitusi&oq=makalah+kedudukan+&aqs=chrome.1.69i57j35i39j0i512l8.15
590j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8 diakses pada 24 Oktober 2021 pukul 15:56
2
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm.
95
Yunani Kuno istilah konstitusi telah dikenal, hanya saja konstitusi masih
diartikan seca ra materil karena konstitusi itu belum diletakkan dalam suatu
naskah yang tertulis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis konstiusi?
2. Bagaimana kedudukan konstitusi?
C. Tujuan
Dapat memberi pemahaman dan pengetahuan kepada para pembaca
menegenai Hukum Konstitusi terutama pada Jenis-Jenis Konstitusi dan
Kedudukannya yang memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen mata kuliah
Hukum Konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-Jenis Konstitusi
1. Konstitusi tertulis dan Tidak tertulis
Membedakan secara prinsipil antara konstitsi tertulis (written
constitution) dan tidak tertulis (unwritten constitution atau ongeschreven
constitutie) adalah tidak tepat. Sebutan konstitusi tidak tertulis hanya dipakai
untuk dilawankan dengan konstitusi modern yang lainnya ditulis dalam suatu
naskah atau beberapa naskah. Timbulnya konstutusi tertulis disebabkan
karena pengaruh aliran kodifikasi. Salah satu negara di dunia yang
mempunyai konstitusi tidak tertulis adalah negara Inggris, namun prinsip-
prinsip yang dicantumkan dalam undang-undang biasa, seperti Bill of Rights.
Dengan demikian, suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis
dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi disebut
tidak tertulis dikarenakan ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu
pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu, melainkan dalam
banyak hal diatur dalam konvensi-konvensi atau undang-undang biasa.3
Di Indonesia, konstitusi yang digunakan merupakan konstitusi tertulis
yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau
biasa disebut UUD 1945. UUD 1945 pertama kali disahkan sebagai konstitusi
negara Indonesia dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
mempertegas kedudukan Undang-Undang Dasar sebagai sebuah Hukum
Dasar.
3
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers, 2018),
hlm.118
Namun dalam perjalanan proses penyelenggaraan negara, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami
empat perubahan pertama, yaitu perubahan pertama pada tahun 1999,
perubahan kedua pada tahun 2000, perubahan ketiga pada tahun 2001, dan
perubahan keempat pada tahun 2002. Perubahan yang terjadi merupakan hasil
dari pergolakan politik pada masanya. Perubahan konstitusi tidak hanya
bergantung pada norma perubahan, tetapi lebih ditentukan oleh kelompok
elite politik yang memegang suara mayoritas di lembaga yang mempunyai
kewenangan melakukan perubahan konstitusi.4
4
Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta, UII Pres
2007), hlm.49.
demikian dapat dikatakan sebagai konstitusi yang fleksible atau luwes.
Misalnya, ada undang-undang dasar yang perubahannya tidak memerlukan
cara yang istimewa, melainkan cukup dilakukan oleh lembaga pembuat
undang-undang biasa. Sebaliknya, ada pula konstitusi yang menetapkan syarat
perubahan dengan cara yang istimewa, misalnya dalam sistem parlemen
bicameral, harus disetujui lebih dulu oleh kedua kamar parlemennya.
Konstitusi yang demikian dapat disebut bersifat rigid.
Negara-negara yang mempunyai konstitusi yang bersifat luwes
(Flexible) umpamanya adalah New Zealand dan Kerajaan Inggris yang
dikenal tidak memiliki konstitusi yang tertulis. Sementara itu, konstitusi atau
undang-undang dasar yang bersifat kaku (rigid), misalnya, adalah konstitusi
Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Swiss.
Memag harus diakui bahwa untuk menentukan sifat fleksibel atau rigid
suatu undang-undang dasar sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan melihat
dari segi cara mengubahnya. Dapat saja terjadi suatu undang-undang
dikatakan bersifat rigid, tetapi dalam kenyataannya dapat diubah melalui
prosedur yang ditetukan sendiri oleh undang-undang dasarnya (verfassungs-
anderung), melainkan diubah melalui prosedur di luar ketentuan konstitusi
(verfassungs-wandlung), seperti melalui revolusi atau dengan constitutional
convention.5
Untuk undang-undang dasar yang tergolong dalam fleksibel,
perubahnnya kadang-kadang cukup dilakukan hanya dengan the ordinary
legislative process seperti di New Zealand. Sementara itu, untuk undang-
undang dasar yang dikenal kaku atau rigid, prosedur perubahannya dapat
dilakukan dengan:
a. Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu
b. Oleh rakyat secra langsung melalui suatu referendum
c. Oleh utusan negara-negara bagian, khusus di negara-negara serikat
5
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm.115
d. Dengan kebiasaan ketatanegaraan, atau oleh suatu lembaga negara yang
khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
6
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm.117
Namun, banyak undang-undang dasar yang tidak hanya memuat hal-
hal yang pokok saja, melainkan juha hal-hal yang dianggap penting sehingga
undang-undang dasar itu akan terdiri atas banyak pasal. Naskah undang-
undang dasar yang dianggap paling tebal didunia dewasa ini adalah federal
India dengan jumlah pasal sebanyak 444 ketentuan. Padahal, hal-hal penting
belum tentu bersifat pokok, meskipun yang pokok bersifat penting.
Disamping itu, kaang-kadang yang penting untuk masa sekarang dapat pula
mengalami perubahan sehingga dimasa yang akan datang menjadi tidak
penting lagi. Jika dinamika semacam itu sering terjadi, undang-undang dasar
yang memuat hal-hal penting akan mengalami perubahan. Apabila suatu
negara terlalu sering mengadakan perubahan undang-undang dasarnya,
niscaya sistem hukum dan konstitusi negara itu akan menjadi tidak stabil
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kemerosotan kewibawaan undang-
undang itu sendiri.7
B. Kedudukan Konstitusi
Pada masa peralihan dari negara feodal monarki dengan kekuasaan
mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, Konstitusi berkedudukan
sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian secara
berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan
kekuasaan melawan golongan penguasa. Sejak itu setelah perjuangan
dimenangkan oleh rakyat, Konstitusi bergeser kedudukan dan perannya dari
sekedar penjaga keamanan dam kepentingan hidup rakyat terhadap kezaliman
golongan penguasa menjadi senjata pamungkas rakyat untuk mengakhiri
kekuasaan sepihak satu golongan dalam sistem monarki dan oligarki, serta
untuk membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan
bersama rakyat dengan menggunakan berbagai ideologi seperti
individualisme, liberalisme, universalisme, demokrasi dan sebagainya.
7
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers, 2018),
hlm.118
Selanjutnya kedudukan dan fungsi Konstitusi ditentukan oleh ideologi yang
melanda negara.8
Kedudukan konstitusi dalam negara mengalami banyak perubahan
sesuai dengan perkembangan zaman.
1. Pada masa negara feodal monarkhi atau oligarkhi sebagai benteng pemisah
antara rakyat dan penguasa
2. Pada masa peralihan dari negara feodal monarkhi atau oligarkhi (dengan
kekuasaan mutlak penguasa) ke negara nasional demokrasi sebagai alat
yang digunakan oleh rakyat dalam perjuangan melawan penguasa.
3. Pada masa negara demokrasi senjata pamungkas rakyat untuk mengakhiri
kekuasaan sepihak satu golongan serta untuk membangun tata kehidupan
baru.
8
http://repository.uin-suska.ac.id/16459/8/8.%20BAB%20III__2018456IH.pdf diakses pada
24 Oktober 2021 pukul 16:21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstitusi atau undang-undang dasar dalam negara adalah sebuah
norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya
dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal
yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi
dasar bagi peraturan-peraturan lainnya.
Dalam kasus bentukan negara, kontitusi memuat aturan dan prinsip-
prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk
menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-
prinsip dasar hukum termasuk dalam bentuk struktur, prosedur, wewenang
dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi merujuk
umumnya merujuk pada pinjaman hak kepada warga masyarakatnya. Istilah
konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi
pemerintahan negara.
B. Saran
Penyusun sadar bahwa isi makalah ini belum sempurna seperti apa
yang diharapkan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
dosen pengampu atas ketidak sempurnaan makalah ini agar kedepannya bisa
lebih baik.
Daftar Pustaka
http://repository.uin-suska.ac.id/16459/8/8.%20BAB%20III__2018456IH.pdf diakses
pada 24 Oktober 2021 pukul 16:21
https://www.google.com/search?
q=makalah+kedudukan+konstitusi&oq=makalah+kedudukan+&aqs=chrome.
1.69i57j35i39j0i512l8.15590j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8 diakses pada
24 Oktober 2021 pukul 15:56
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers,
2018), hlm.118
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers,
2018), hlm.117
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers,
2018), hlm.115
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara (Depok: Rajawali Pers,
2018), hlm.95
Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta, UII
Pres 2007), hlm.49.