PERBANDINGAN KONSTITUSI
Dosen pengampu: Ahmad S.H.,M.H
Disusun oleh:
Sintia Welo
Alyah P.A. Gobel
Farsha Paputungan
Fakultas Hukum
Jurusan Ilmu Hukum
Universitas Negeri Gorontalo
i
KATA PENGANTAR
ii
Daftar Isi
Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................................1
BAB I..................................................................................................................................2
PENDAHULUAN................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3 Tujuan......................................................................................................................3
BAB II................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..................................................................................................................4
2.1 Pendekatan Perbandingan Konstitusi.......................................................................4
2.2 Aktualisasi Perbandingan Konstitusi.........................................................................9
2.3 Perbandingan Konstitusi antara Indonesia dengan 5 negara asing........................15
A.Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia dengan Negara Rusia........................15
B. Perbandingan Konstitusi antara Negara Indonesia dan Negara Korea.................23
C. Perbandingan Konstitusi Antara Negara Indonesia dan Negara Inggris...............27
D. Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia dengan Negara Jepang...................28
E. Perbanding kontitusi Negara Indonesia dan Negara India....................................29
F. Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia dan Negara Singapura.....................32
BAB III.............................................................................................................................34
PENUTUP........................................................................................................................34
Kesimpulan...................................................................................................................34
Saran...............................................................................................................................34
Daftar Pustaka..............................................................................................................35
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Oleh sebab itulah manusia sebagai individu selalu dapat secara luwes 3
1.3 Tujuan.
1. Memahami tentang suatu pendekatan perbandingan konstitusi itu sendiri
2. Mengetahui Akltualisasi Perbandingan Konstitusi
3. Mengetahui dan memahami perbandingan konstitusi Indonesia dengan
negara lain
3 Widiatama, Widiatama, Hadi Mahmud, and Suparwi Suparwi. "Ideologi Pancasila Sebagai Dasar
Membangun Negara Hukum Indonesia." Jurnal USM Law Review 3.2 (2020): 310-327.
4 Junaidi, Muhammad. "Hukum Konstitusi: Pandangan dan Gagasan Modernisasi Negara
Hukum." (2018).
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Bogdanor, dan Bernard Rudden ini, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
pendapat-pendapat sebelumnya, yakni adanya pembagian kekuasaan negara,
pembatasan kekuasaan di antara berbagai badan dan pemegang kekuasaan
negara serta hubungan antara berbagai badan dan pemegang kekuasaan
negara dengan rakyat. Hanya saja, mereka lebih menekankan maksud
pembatasan kekuasaan dengan mengedepankan arti fungsi dan kewajiban
yang diletakkan pada berbagai badan kekuasaan negara tersebut. 6
Pembatasan kekuasaan biasanya diwujudkan melalui dua pilihan cara,
yaitu sistem pemisahan kekuasaan (separationof power) dan pembagian
kekuasaan (distribution of power). Pemisahan kekuasaan bersifat horizontal
dalam arti kekuasaan dipisah pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang
tercermin dalam lembaga lembaga negara yang sederajat dan saling
mengimbangi (checks and balances). Sedangkan, pembagian kekuasaan
bersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara
vertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga negara di bawah lembaga
memegang kekuasaan negara.
Konsep pemisahan kekuasaan yang dikemukakan John Locke
dikembangkan oleh Baron de Monstesquieu dalam karyanya L'Espirit des
Lois (The Spirit of the Laws). Dalam uraiannya, Montesquieu membagi
kekuasaan pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu kekuasaan membuat
undang-undang (legislatif), kekuasaan untuk menyelenggarakan di undang-
undang mengadili Kekuasaan bidang terhadap politik itu harus yang luar
pelanggaran oleh terpisah negeri Montesquieu satu (eksekutif) undang-
undang sama diutamakan lain, dan baik (yudikatif).7
Kekuasaan mengenai tindakan tugas (fungsi) maupun mengenai alat
kelengkapan (lembaga) yang menyelenggarakannya, konsepsi yang
dikembangkan Montesquieu lebih dikenal dengan ajaran Trias Politica. Jika
dibandingkan konsep pembagian kekuasaan John Locke (1632-1704) dan
Montesquieu (1689-1785), perbedaan mendasar pemikiran keduanya,
bahwa John Locke memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan
eksekutif, sedangkan Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif berdiri
sendiri. Berbeda halnya dengan pemikiran John Locke dan Montesquieu,
seorang sarjana Belanda Van Vollenhoven, mengemukakan bahwa tugas
dalam sebuah negara itu bukan tiga, tetapi empat cabang kekuasaan dengan
memakai Kwartas Politica (Catur Praja), yang mana memasukkan tugas
polisionil sebagai tugas memelihara ketertiban masyarakat dan bernegara.
Secara umum, pemisahan kekuasaan dalam bahasa Indonesia dimaknai
6 Agustine, Oly Viana. "Keberlakuan yurisprudensi pada kewenangan pengujian undang-undang
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi." Jurnal Konstitusi 15.3 (2018): 642-665.
7 Effendi, Orien. "Pembatasan Kekuasaan Berdasarkan Paham Konstitusionalisme di Negara
Demokrasi." Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam 7.2 (2020): 111-133.
5
(separation of power) dimulai dari pemahaman atas teori Trias Politica
Montesquieu. Hal ini muncul dari pemahaman pendapat Montesquieu yang
menyatakan, "when the legislatif and the executive powers are united in the
same person, or in the sama body of magistrate, there can be no liberty".
Pandangan Montesquieu memberikan pengaruh yang sangat luas dalam
pemikiran kekuasaan negara. Pendapat Montesquieu yang dikutipkan
dimaknai, bahwa cabang-cabang kekuasaan negara benar-benar terpisah
atau tidak mempunyai hubungan sama sekali.
Perbandingan yang dapat menjadi contoh dalam kekuasaan pemisahan
lembaga negara adalah dengan adanya komisi yudisial dalam setiap negara.
Pembentukan komisi yudisial merupakan konsekuensi logis yang muncul
dari penyatuan atap lembaga peradilan pada MA. Ternyata penyatuan atap
berpotensi menimbulkan monopoli kekuasaan kehakiman oleh MA. Di
samping itu, dikhawatirkan MA tidak akan mampu melaksanakan
kewenangan administrasi, personel, keuangan dan organisasi pengadilan
yang selama ini dilakukan oleh departemen. Bahkan pandangan yang cukup
pesimis menyatakan bahwa MA tidak mungkin dapat menjalankan fungsi
yang diemban dalam penyatuan atap secara baik karena mengurus dirinya
sendiri saja MA tidak mampu.8
Kewenangan komisi yudisial dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pada Pasal 13 sebagai berikut.
a. mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim;
c. menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama
dengan Mahkamah Agung; dan
d. menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman
Perilaku Hakim.
Hal ini sangatlah berbeda dengan negaralain. Di Belanda di antaranya
kewenangan Komisi Yudisial di negara menempatkan kedudukan Komisi
Yudisial yang dapat dilihat dalam Netherland Judicial Act Division 2 Duties
and Powers Section 91 menjalankan tugas di antaranya sebagai berikut 9:
8 Kurnia, Titon Slamet. "" Peradilan Konstitusional" oleh Mahkamah Agung melalui Mekanisme
Pengujian Konkret." Jurnal Konstitusi 16.1 (2019): 61-82.
9 Budhiati, Ida. Mahkamah Konstitusi dan Kepastian Hukum Pemilu: Tafsir Mahkamah Konstitusi
Terhadap UUD NRI Tahun 1945 untuk Kepastian Hukum Pemilu. Sinar Grafika, 2020.
6
a. Persiapan anggaran peradilan.
b. Alokasi dana pada peradilan.
c. Dukungan operasional.
d. Dukungan untuk proses rekruitment dan seleksi hakim.
e. Peningkatan kualitas dan kesatuan hukum.
f. Tugas advisor secara umum untuk peraturan baru.
g. Juru bicara lembaga peradilan.
h. Kerja sama internasional.
Bahkan di negara lain di antaranya negara bagian new south wales
Australia yang menempatkan Komisi Yudisial bukan hanya menerima
laporan dari masyarakat bahkan juga memberikan pendidikan/pelatihan
bagi petugas peradilan secara berkelanjutan. Beberapa fungsi Komisi Yudisial
di negara bagian new south wales Australia yang disebut sebagai ho Judicial
Commission of South Wales sebagai berikut.
1. Membantu pengadilan dalam membuat putusan yang konsisten.
2. Memberikan pendidikan/pelatihan yang berkelanjutan bagi petugas
peradilan.
3. Mengelola komplain terhadap petugas peradilan.
4) Memberikan masukan kepada menteri kehakiman apabila komisi
menganggap perlu. Bekerja sama dengan lembaga negara lain yang memiliki
kedekatan dalam fungsi.
Berdasarkan hal tersebut, maka konstitusi dapat diartikan memiliki
bentuk yang berbeda-beda yang dijalankan pada setiap negara-negara.
Namun, tentunya keberhasilan konstitusi dalam sebuah negara bisa dijadikan
sebuah instrumen alat untuk mewujudkan konstitusi yang lain berlaku di
negara lain dijalankan dengan mengcopi yang baik tersebut.
Sedangkan metode penyelidikan yang lazim digunakan dalam
perbandingan konstitusi secara khusus adalah:
Hakikatnya Non-Komparat, yaitu suatu metode yang diarahkan kepada
politik hukum konstitusi, materi muatan konstitusi, dan metode perubahan
konstitusi dari suatu negara atau penggambaran secara paralel atas materi
muatan konstitusi (misalnya) dari berbagai negara. Jadi sasaran analisisnya
ditujukan kepada masalah politik hukum konstitusi, materi muatan
konstitusi, dan matode perubahan konstitusi.
7
Hakikatnya deskriptif, yaitu suatu metode yang didasarkan semata-
mata pada melukiskan secara formal dan rinci tentang materi muatan
konstitusi ke dalam rangka studi perbandingan. Jadi objek yang
dibandingkan adalah materi muatan konstitusi dari masing-masing negara.
Dalam metode deskriptif ini dibagi lagi ke dalam suatu pendekatan historis
(sejarah kelembagaannya dan sejarah pengaturannya), legalistik (segi
hukumnya), dan/atau gabungan antara keduanya.
Hakikatnya Parochial (secara sempit/terbatas), yaitu suatu metode
yang pada hakikatnya hanya diarahkan dan di titikberatkan kepada masalah
konstitusi sebagai hukum dasar di negara-negara ASEAN misalnya. Hal ini
dikarenakan kendala kesulitan bahasa, sehingga hanya difokuskan kepada
negara-anegara tertentu saja. Oleh karena itu, output dan metode
perbandingan ini bukan pada mencari persamaan dan perbedaannya, akan
tetapi lebih terfokus pada perbedaan yang sifatnya tajam dan mencolok saja.
Hakikatnya statik, yaitu suatu metode yang pada hakikatnya membahas
dengan diarahkan atau dititikberatkan kepada persoalan konstitusi sebagai
"supremasi konstitusi" dalam suatu negara misalnya. Jadi dalam metode ini,
tidak memperhitungkan bahkan menyingkirkan faktor-faktor lain yang
menyebabkan konstitusi itu tidak lagi menempati kedudukan suprem dalam
suatu negara bagian tersebut.
Hakikatnya Monografik, yaitu suatu metode yang pada dasarnya
membahas dengan diarahkannya, di titikberatkannya, dan terpusatkan
kepada mempelajari pembaruan konstitusi sebagai suatu sistem dan
pembaruan sistem ketatanegaraan secara keseluruhan pada suatu negara
tertentu.
Wujud dalam setiap metode perbandingan tersebut akan menghasilkan
konstitusi yang memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang
lain semisal dalam konstitusi di Indonesia jika di perbandingkan memiliki
bentuk yang berbeda pula dibandingkan di negara-negara lain seperti di
Negara Amerika yang berdasarkan demokrasi liberal sedangkan Indonesia
demokrasi Pancasila.
Namun secara praktis, bentuk konstitusi adakalanya memiliki
kesamaan seperti halnya biasanya, dalam berbagai konstitusi negara-negara
berdaulat diadakan perumusan mengenai tugas pembuatan undang-undang
(legislasi) dan tugas pelaksanaan undang-undang itu (eksekutif) ke dalam
dua kelompok pelembagaan yang menjalankan peranan yang berbeda.
Meskipun demikian, apabila ditelaah secara mendalam, sesungguhnya tidak
satu pun teks konstitusi maupun praktik di mana pun yang memisahkan
cabang-cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif itu Secara kaku.Baik dalam
8
rumusan formal apalagi dalam kenyataan praktik, fungsi-fungsi legislatif dan
eksekutif selalu bersifat tumpang tindih.
Dalam hal pengaruh masyarakat terhadap konstitusi, menurut Emile
Durkheim, masyarakat itu mengikat oleh karena adanya solidaritas di antara
anggota-anggotanya. Untuk menjelaskan mengenai perkembangan
masyarakat yang berbeda beda, Durkheim menunjukkan adanya masyarakat
dengan solidaritas mekanis dari masyarakat dengan solidaritas organis. ,
Solidaritas mekanis mendasarkan terwujudnya masyarakat pada rasa
keterikatan dan rasa persatuan di antara anggota-anggotanya.
Perbedaan pendapat dan penyimpangan-penyimpangan tingkah laku
merupakan hal yang bertentangan dengan solidaritas. Di lain pihak, pada
masyarakat yang didasarkan pada solidaritas organis, terwujudnya
masyarakat didasarkan pada kebebasan para aggotanya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan dan untuk berhubungan satu dengan yang lain, karena
sifat sosial manusia, maka kebebasan demikian ini tidak menyebabkan
musnahnya masyarakat.10
10 Putra, David Aprizon. "Tinjauan Yuridis Terhadap Eksistensi Pengaturan Mengenai Lingkungan
Hidup di Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konstitusi
Republik Kelima Perancis." AL IMARAH: JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK ISLAM 4.1 (2019):
26-40.
9
Montesquieu mendapatkan ekspresi praktisnya dalam Revolusi Amerika
tahun 1780. Kerangka pemerintahan yang dijabarkan konstitusi Amerika
1787, sejak awal memang mensyaratkan pemisahan kekuasaan. Perdebatan
yang berlangsung dalam penyusunan konstitusi Amerika bukan tentang
apakah konstitusi dalam hal tertentu jememuatpemisahan kekuasaan,
melainkan apakah pemisahan itu sudah cukup memadai.
Wujud aktualisasi tersebut dari teori pemisahan kekuasaan adalah yang
disampaikan oleh Jemes Madison, seorang penyusun utama konstitusi
menuliskan pengamatannya: "seandainya manusia adalah malaikat, maka
pemerintah tidak akan diperlukan. Seandainya malaikat memerintah
manusia, maka tidak perlu ada kontrol internal dan eksternal terhadap
pemerintah. Dalam merancang sebuah pemerintahan yang diatur oleh
manusia atas manusia, kesulitan terbesar terletak dalam hal ini: pertama-
tama Anda harus memberikan kemungkinan pemerintah mengontrol yang
diperintah; dan selanjutnya, menentukan kewajiban pemerintah untuk
mengotrol dirinya sendiri.11
Namun, tentunya dalam wujud utama perbandingan konstitusi
landasan dasar keadilan seyogianya harus menjadi pusatperhatiandemi
tegaknya konstitusi secara umum. Oleh karena itulah, maka upaya
menemukan intisari perbandingan harus diletakkan secara objektif pada
tujuan untuk mewujudkan keadilan secara utuh.
Untuk mencapai suatu keadilan, disyaratkan sekaligus adanya unsur
"keadilan yang substantif (justice)" (mengacu kepada hasil) dan unsur
"keadilan prosedural" (fairness). Hal ini juga diamini oleh John Rawls
sehingga muncul istilah terkenal darinya berupa justice as fairness, meskipun
dari istilah "justice as fairness" tersebut mengandung arti bahwa unsur
fairness mendapat prioritas tertentu dari segi metodologinya. Jika unsur
fairness sudah tercapai, maka keadilan sudah terjadi. Di samping itu,
Aristoteles juga berteori bahwa akan terjadi ketidakadilan distributif,
manakala terjadi perlakuan yang tidak fair tentang distribusi manfaat
(benefit) dan beban (burden). Perlakuan yang tidak fair tersebut kemudian
populer dengan istilah "proteksi yang tidak sama" (unequal protection).
Dalam konstitusi Negara Amerika Serikat, perlindungan yang sama
dipadukan secara apik dengan keadilan prosedural, melalui teori perlakuan
yang sama (equal protection) yang terdapat dalam amandemen ke-14 dari
konstitusinya dengan teori keadilan prosedural (due process) dalam
amandemen ke-5.
11 Mahanani, Anajeng Esri Edhi. "Impresi Putusan Mahkamah Konstitusi Bersifat Positive
Legislature Ditinjau dari Progresivitas Hukum dan Teori Pemisahan Kekuasaan." Asy-Syir'ah:
Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum 54.2 (2020): 421-441.
10
Meskipun begitu, dalam perkembangannya istilah "due process"
duesendiri process) sebenarnya dan juga bisa "keadilan berarti substantif"
"keadilan prosedural" (substantive due (proceduralprocess) Hal tersebut
sebagaimana bentuk Lembaga parlemen, yang setiap negara adakalanya
menggunakan bicameral dan unicameral.
Penerapan system bicameral itu, dalam praktiknya sangat dipengaruhi
oleh tradisi, kebiasaan, dan sejarah ketatanegaraan negara yang
bersangkutan. Seperti halnya negara federasi, negara kesatuan juga
bertujuan melindungi wilayah tertentu, melindungi etnik, dan kepentingan-
kepentingan khusus dan golongan rakyat tertentu seperti kelompok
kepentingan, golongan minoritas, dan sebagainya) dari suara mayoritas
(tirani mayoritas). Jadi, sebenarnya tidak banyak perbedaan apakah sistem
unikameral ataubikameral yang digunakan dalam negara kesatuan atau
federasi itu. Hal yang penting adalah sistem majelis tunggal atau ganda itu
dapat benar-benar berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat dalam
mengawasi jalannya pemerintahan.
Ada negara yang menjalankan sistem dua kamar karena latar belakang
kesejarahan. Inggris menjalankan sistem dua kamar, antara lain untuk tetap
memelihara kehadiran perwakilan kaum bangsawan, di samping rakyat
umum. Sistem dua kamar di Inggris tidak terlepas dari proses demokratisasi
badan perwakilan. Semula dari perwakilan di Inggris hanya terdiri dari kaum
bangsawan atau yang mewakili kelompok agama dan institusi tertentu.
Demokratisasi dan tumbuhnya kelas sosial baru (kelas menengah) kemudian
menuntut perwakilan yang mewakili rakyat umum. Lahirlah Majelis Rendah
(House of Commons) di samping Majelis Tinggi (House of Lords).
Sistem dua kamar di Amerika Serikat merupakan hasil kompromi
antara negara bagian yang berpenduduk banyak dengan yang berpenduduk
sedikit. House of Representatives (DPR) mewakili seluruh rakyat. Setiap
negara bagian diwakili sesuai dengan jumlah penduduk. Senate (Senat)
mewakili negara bagian. Setiap negara bagian diwakili dua orang Senator
tanpa membedabedakan negara bagian yang berpenduduk banyak (seperti
NewYork atau California) dengan yang berpenduduk lebih kecil (seperti
Alaska, atau Nevada).
Selain itu, adanya perbandingan juga dilatarbelakangi dengan cara
pandang hukum yang berbeda-beda. Semisal terdapatnya dalam memandang
hukum di antara Jeremy Bentham dengan John Austin, meskipun mereka
sama-sama positivis dan sama menganggap hukum sebagai kehendak (will)
dan pemegang kedaulatan (sovereign will), Perbedaannya adalah sebagai
berikut.
11
1. Tidak seperti Jeremy Bentham, John Austin membatasi hukum hanya pada
perintah (command) tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang
dilarang.
2. Perintah menurut John Austin hanyalah perintah yang tidak langsung dan
pemegang otoritas, sehingga hukum hanyalah perintah umum untuk
memenuhi hak-hak hukum dan warga masyarakat. Sebuah perintah yang
dijalankan dan mengandung unsur "amanah" (fiduciary), seperti
kewenangan wali bagi anak-anak di bawah umur; jadi tidak termasuk
perintah untuk kepentingan pemberi perintah, misalnya perintah atasan
terhadap bawahannya. 12
Konsep hukum menurut Hart jauh lebih kompleks dari pengertian
hukum menurut John Austin. Menurut Hart, hukum yang primer adalah
aturan hukum yang memberikan hak dan kewajiban. Misalnya aturan hukum
pidana yang melarang dan memberikan sanksi kepada seorang pencuri,
perampok, penipu, pencopet, dan sebagainya. Sedangkan hukum sekunder
menurut Hart adalah aturan hukum yang mengatur bagaimana dan siapa
yang membuat, menegakkan, atau mengubah aturan hukum yang
primertersebut. Terhadap hukum sekunder ini, Hart menyebutnya sebagai
"hukum pengakuan menentukan (rule mana of recognition)",di antara karena
merupakan aturan aturan yang yang tersebut dibuat dengan dapat prosedur
sebagai yang aturan dalam masyarakat sehingga dianggap hukum, sehingga
aturan tersebut dapat dianggap sebagai hukum.
Perbedaan konsep hukum demikian tentunya akan menjadi latar
belakang pemahaman konstitusi pada setiap negara yang yang tentunya
menjadikan akan berbeda satu dengan yang lain. Di sini dapat dipahami
bahwa paradigma hukum (sudut pandang hukum) dalam suatu negara akan
berimplikasi pada tatanan ideal sejauh mana negara tersebut membentuk
konstitusinya. Wujud konsep hukum yang demikian dapat diaktualisasikan
dalam sistem hukum, yaitu antara sistem hukum anglo saxon dan eropa
continental (civil law) di antaranya Civil law dan anglo saxon dirasa sangat
memiliki pandangan yang berbeda dalam memahami konstitusi.
Dalam sistem hukum civil law istilah "code "(undang-undang) adalah
sekumpulan klausula dan prinsip hukum umum yang otoritatif,
komprehensif dan sistematis yang dimuat dalam Kitab atau Bagian yang
disusun secara logis sesuai dengan hukum terkait. Oleh sebab itu, peraturan
civil law dianggap sebagai sumber hukum utama, di mana semua sumber
hukum lainnya menjadi subordinatnya, dan sering kali dalam masalah
hukum tertentu satu-satunya menjadi sumber hukumnya. Sedangkan dalam
12 Fauzia, Ana, and Fathul Hamdani. "Aktualisasi nilai-nilai pancasila dan konstitusi melalui
pelokalan kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) di daerah." Indonesia Berdaya 2.2 (2021): 157-166.
12
sistem hukum common law mekipun dijumpai penggunaan istilah "code"
untuk peraturan hukum, akan tetapi makna peraturan hukum itu tidak
termuat dalam Kitab Undang-Undang yang komprehensif itu, peraturan itu
terkadang hanya bersifat terbatas baik lingkup pengaturannya maupun
wilayah berlakunya. Untuk memudahkan memahami karakter sistem hukum
civil law, maka di bawah ini akan diuraikan beberapa karakternya sebagai
berikut13.
Adanya kodifikasi hukum, sehingga pengambilan keputusan ensy oleh
hakim dan oleh penegak hukum lainnya harus mengacu pada Kitab Undang-
Undang atau Perundang-undangan, sehingga undang-undang menjadi
sumber hukum yang utama atau sebaliknya hakim tidak terikat pada
presiden atau yurisprudensi.
Adanya perbedaan yang tajam antara hukum privat dengan hukum
publik. Meskipun secara konseptual sistem common law maupun civil law
mengakui bahwa hukum privat mengatur hubungan antara warga negara dan
antar perusahaan, sedangkan hukum publik mengatur hubungan antar warga
negara dengan negara. Tetapi perbedaannya dalam civil law membawa
implikasi praktis yang lebih mendalam. Karena perbedaan pada civil law
kemudian muncul dua macam hierarki pengadilan, yaitu peradilan perdata
dan peradilan pidana. Bahkan pada karakter civil law seperti di Indonesia
perbedaan peradilan itu tidak saja hanya terbatas pada peradilan pidana dan
perdata, tetapi muncul pula Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan untuk
penyelesaian persoalan Kepailitan, Peradilan Pajak, Mahkamah Konstitusi,
Peradilan Militer, dan Peradilan khusus untuk tindak pidana korupsi
(TIPIKOR). Dalam sistem common law tidak ada pengadilan tersendiri
berkenaan dengan perselisihan hukum publik. Di dalam sistem civil law
kumpulan substansi hukum privat secara prinsipil terdiri atas civil law dalam
pengertian hukum perdata yang selanjutnya dipecah hukum orang ke dalam
hukum dan beberapa keluarga, perjanjian subbab hokum atau devisi hukum
seperti benda, rezim hukum kepemilikan, hukum perjanjian atau kontrak.
Dalam system civil law dikenal perbedaan hukum perdata (civil law)
dengan hukum dagang (commercial law). Hukum dagang menjadi bagian
hukum perdata, tetapi diatur dalam kumpulan hukum yang berbeda yang
dimuat dalam Kitab Undang-Undang tersendiri (French Code de
Conmierce/Hukum Dagang di Prancis) atau Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD di Indonesia). Dalam sistem hukum common law tidak ada
perbedaan antara hukum perdata dengan hukum dagang dengan alasan yang
13 Hajati, Sri, Ellyne Dwi Poespasari, and Oemar Moechthar. Buku Ajar Pengantar Hukum
Indonesia. Airlangga University Press, 2019.
13
sederhama bahwa hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata. Sebagai
lawan dari hukum pidana.14
Tradisi yang demikian sangat mewarnai dan berlaku di Indonesia.
Proses penjajahan Belanda telah memberikan geseran paradigma
berkonstitusi yang dulunya berakar dari nilai-nilai budaya yang dipengaruhi
oleh sejarah masa kerajaan beralih pada sistem hukum yang sifatnya tertulis.
Sistem common law memiliki tiga karakter, yaitu pertama,
yurisprudensi dianut sebagai sumber hukum yang utama, kedua, dianutnya
prinsip stare decisis, dan ketiga dianutnya adversary system dalam
peradilan. Sistem ini berasal dari Inggris (dalam sistem ini tidak ada sumber
hukum, sumber hukum hanya kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di
pengadilan/keputusan pengadilan). Hukum Inggris karena keadaan
geografisdan perkembangan politik serta sosial yang terus-menerus, dengan
pesat berkembang menurut garisnya sendiri, dan pada waktunya menjadi
dasar perkembangan hukum Amerika.15
14
konstitusi adalah lembaga-lembaga yang bertugas menjalankan kehidupan
bernegara .Pengaturan lembaga-lembaga negara mencerminkan sistem dan
prinsip dasar kenegaraan yang dianut oleh setiap negara. Agar mekanisme
kenegaraan untuk mencapai tujuan nasional dapat berjalan dengan baik,
setiap lembaga negara harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan
kedudukan konstitutionalnya masing-masing.
Salah satu pengkajian penting dalam perbandingan konstitusi adalah
berkaitan dengan lembaga-lembaga negara. Pendapat ini yang menganggap
bahwa isi terpenting suatu konstitusi adalah pengaturan tentang struktur
organisai negara dan batas-batas wewenangnya berarti melihat negara
sebagai suatu organisasi kekuasaan dengan unit-unit di dalamnya.
Sebagaimana juga dikatakan oleh G. Sartori bahwa yang terpenting dalam
konstitusi adalah struktur atau organisasi negara. Sebelum membandingkan
organisasi atau kelembagaan negara antara Indonesia dan Rusia maka
terlebih dahulu dimulai dengan melihat aspek mendasar yang menentukan,
yakni bentuk negara dan sistem pemerintahan yang dianut oleh kedua
negara tersebut.
Pertama, mengenai bentuk negara, negara Rusia menganut bentuk
negara federal karena itu negaranya disebut sebagai The Russian Federation
dalam konstitusinya juga dinamai “Russia are equipollent”. Ketentuan
mengenai bentuk negara Rusia termaktub dalam Article 1 mengenai dasar
sistem konstitusi dalam The Constitution of The Russian Federation,
disebutkan bahwa “The Russian Federation - Russia is a democratic
federative law-governed state with a republican form of government”.
Dalam ketentuan tersebut selain menentukan bentuk negara sebagai
negara federal juga menjamin bahwa bentuk pemerintahannya adalah
republik. Negara federasi atau disebut juga dengan serikat terbentuk karena
memiliki dua atau lebih kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus
sebagai negara berkomitmen untuk Bersatu dalam suatu ikatan politik yang
mewakili mereka sebagai keseluruhan. Kesatuan kesatuan politik yang
tergabung itu melepaskan (keluar) untuk menggabungkan diri kemudian
menjadi kesatuan negara baru yang berdaulat. Secara sederhana federasi
lazim disebut sebagai negara bagian yang mempunyai pemerintahan masing-
masing tapi tidak mempunyai kedaulatan keluar, karena kedaulatan itu telah
diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Federal sebagai suatu persatuan
(union) dalam rangka kepentingan nasioal. Sebagai negara federasi Rusia
memiliki subjek federal sebanyak 83, yang terdiri dari 21 republik, 46 obiast
(provinsi), 10 krai (wilayah), dan 3 okrug (distrik otonom). Berbeda halnya
dengan Indonesia, dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
15
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) secara tegas disebutkan
bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuhan yang berbentuk Republik”.
Dalam ketentuan tersebut juga diperjelas bahwa bentuk pemerintahan
Indonesia bahwa hakikat negara kesatuan adalah negara yang kedaulatannya
tidak terbagi, pemerintah pusat memiliki kekuasaan atau wewenang tertinggi
dalam mengatur lapangan pemerintahan. Konsekuensi dari konsep tersebut,
maka unit-unit pemerintah yang dibentuk dan di bawah pemerintah pusat
harus tinduk pada pemerintah pusat. Kaitannya dengan bentuk negara secara
sepintas terlihat bahwa antara Indonesia dan Rusia memiliki perbedaan yang
mendasar dan saling bertentangan, yakni Indonesia dengan konsep negara
kesatuannya dan Rusia dengan konsep negara federasinya. Akan tetapi, baik
Indonesia dan Rusia dalam hal-hal tertentu seringkali menerapkan konsep
lain secara silang, artinya dalam proses pemerintahan negara kesatuan
seringkali menerapkan prinsip-prinsip yang ada pada negara federal
begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, hingga hari ini masih terjadi
perdebatan dan tidak ada pakem tertentu pelaksanaan pemerintahan secara
murni negara kesatuan ataupun federal. adalah berupa republik (republik
konstitusional). Negara kesatuan merupakan suatu negara yang tidak
mempunyai kesatuan-kesatuan pemerintah yang mempunyai kedaulatan. C.F
Strong menyebutkan bahwa hakikat negara kesatuan adalah negara yang
kedaulatannya tidak terbagi, pemerintah pusat memiliki kekuasaan atau
wewenang tertinggi dalam mengatur lapangan pemerintahan. Konsekuensi
dari konsep tersebut, maka unit-unit pemerintah yang dibentuk dan di
bawah pemerintah pusat harus tinduk pada pemerintah pusat.
Kedua, mengenai sistem pemerintahan, negara Rusia menganut sistem
pemerintahan semi-presidensial. Hal tersebut karena dalam konstitusi Rusia,
Presiden dalam menjalankan tugas dibantu oleh Perdana Menteri. Lebih jelas
dikatakan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa dalam sistem pemerintahan semi-
presidensial Presiden dapat mengangkat para Menteri termasuk Perdana
Menteri seperti sistem Presidensial, tetapi pada saat yang sama Perdana
Menteri juga diharuskan mendapat kepercayaan dari parlemen seperti dalam
sistem parlementer.Lebih lanjut Saldi Isra berpendapat dalam sistem ini
terutama presiden dengan kedudukan yang kuat atau presiden dengan
kedudukan yang relative seimbang dengan lembaga legislative dan adanya
pembagian kekuasaan eksekutif antara presiden dan perdana Menteri (dual-
executive), amat mungkin terjadi kohabitasi (cohabitation).
Tidak jauh berbeda dengan Rusia, negara Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensial (murni). Sistem pemerintahan presidensil ini
berarti Presiden yang berkedudukan sebagai eksekutif memiliki kekuasaan
16
yang kuat, karenaselain sebagai kepala negara juga sebagai kepala
pemerintahan yang mengetahui kabinet.
Sistem presidensial yang (dianggap) dianut di Indonesia itu mulai
dipertanyakan kemurniannya. Pasalnya kedudukan Presiden pada hal-hal
tertentu seringkali melemah dan kehilangan daya kuasa karena sistem
parlementarian dan kekarutan multi partai. Sistem ini memungkinkan calon
Presiden dari partai yang tidak cukup kuat di Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dapat dipilih, konsekuensinya jika calon Presiden itu terpilih maka
akan berhadapan dengan dengan DPR (oposisi) sehingga checks and
balances tidak berjalan secara seimbang. Berbeda dengan Rusia, menurut
pandangan penulis sistem semi presidensial lebih stabil dan menyediakan
mekanisme ideal ketika berhadapan dengan kondisi mayoritas bersebrangan.
Di sisi lain, ambiguitas dan feksibilitas dalam rangka distribusi kekuasaan
antara eksekutif cenderung baik untuk demokrasi.
Ketiga merupakan inti dari pembahasan dalam poin ini yakni mengkaji
lembaga-lembaga negara yang melaksanakan sistem pemerintahan dalam
kedua negara tersebut. Apabila berbicara mengenai lembaga negara di
negara Rusia, secara garis besar merujuk pada hampir setengah dari muatan
materi Konstitusi Federasi Rusia (The Constitution of the Russian Federation,
1993) yang secara spesifik mulai dari Bagian Pertama=Bab-1. Dasardasar
tatanan Konstitusional (pasal 1-16), Bab. 3 Federal (pasal 65-79), Bab 4.
Presiden Federasi Rusia (Pasal 80-93), Bab 5. Majelis Federal (pasal 94-109),
Bab 6. Pemerintah Federasi Rusia (Pasal 110-117), Bab 7. Kekuasaan
Kehakiman (Pasal 118-129), dan Bab. 8 Pemerintahan Lokal (Pasal 130-133).
Secara garis besar dan apabila dikaitkan dengan konsep pemisahan
kekuasaan (separation of power) maka kelembagaan negara di Rusia terbagi
menjadi tiga kekuasaan:
1. Executive Branch yang meliputi Presiden pada pokoknya serta jajarannya
seperti Perdana Menteri, Kementrian-Kementrian, dan Angkatan Bersenjata
Federasi Rusia
2. Legislative Branch yang terdiri dari Dewan Federasi (Federation Council)
dan The State Duma
3. Judicial Branch terdiri dari Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan
Mahkamah Arbitrase Tinggi
17
bahwa presiden mempunyai kekuasaan luas untuk memilih para
pembantunya. Presiden dapat memilih Perdana Menteri dengan persetujuan
dari the State Duma dan dapat mengusulkan rapat pemerintahan. Dengan
sistem pemerintahan yang menganut semi-presidensial maka Presiden
memiliki kekuasaan besar dalam menjalankan sistem ketatanegaraan,
beberapa kewenangan Presiden Rusia tersebut seperti memilih ketua Bank
Sentral, mengajukan calon Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung
dan Mahkamah Arbitrase Tinggi serta Jaksa Agung., mengarahkan kebijakan
luar negeri, Presiden merupakan panglima tertinggi Angkatan Bersenjata
Federasi Rusia, dan berbagai wewenang umum Presiden lainnya.
Namun demikian, dalam menjalankan kewenangannya Presiden Rusia
memiliki batasan-batasan kekuasaan. Presiden dapat dijatuhkan melalui
proses impeachment, akan tetapi harus mendapat persetujuan dari 2/3
anggota the State Duma (Parlemen Majelis Rendah) atas dasar suara
mayoritas, dan disetujui minimal oleh 3 deputi presiden dengan tugas khusus
yang dibebankan kepada masing-masing deputi yang dapat menjatuhkan
presiden sebagaimana menjatuhkan hukuman kriminal. Mahkamah Agung
Rusia memiliki kekuasaan untuk menetapkan bahwa proses impeachment
terhadap presiden merupakan proses yang sah menurut hukum negara.
Legislative Branch atau cabang kekuasaan legislatif di Negara Rusia
atau disebut juga sebagai the federal assembly terdiri dari The Federation
Council (Dewan Federasi) dan The State Duma (Duma Negara). Dewan
Federasi mempunyai tanggungjawab dalam mengkonfirmasi tentang
kekuasaan umum dan dan keadilan yang menyangkut Mahkamah Konstitusi,
Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung atas rekomendasi Presiden.
Konstitusi juga mengamanatkan Dewan Federasi membahas rancangan
undang-undang yang diajukan oleh Mejelis Rendah (State Duma) yang
berkaitan dengan anggaran, pajak, dan urusan fiskal lain. Disamping itu
membahas rancangan undang-undang tentang perdamaian dan peperangan
dan ratifikasi perjanjian internasional. Dalam disposisi dan pertimbangan
tentang berbagai hal menyangkut legislasi, bagaimanapun Dewan Federasi
mempunyai kekuasaan yang lebih rendah dibanding Duma.
Adapun kewenangan Dewan Federasi disebutkan dalam Article 102
Konstitusi Federasi Rusia, 1993, antara lain:
1. Memberikan persetujuan atas perubahan batas-batas negara
2. Memberikan persetujuan atas Keputusan Presiden tentang pemberlakukan
daurat perang
3. Memberikan persetujuan atas Keputusan Presiden tentang keadaan
darurat
18
4. Memutuskan penggunaan Angkatan Bersenjata di luar wilayah Federasi
Rusia
5. Menyatakan pemilihan Presiden
6. Tuduhan dari Presiden Federasi Rusia
7. Menyetujui pencalonan hakim di Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi Arbitrase oleh Presiden
8. Menyetujui pencalonan Jaksa Agung oleh Presiden
9. Menunjuk Wakil Ketua dan setengah setengah Anggota Pemeriksa dari
Badan Pemeriksa Keuangan
Judicial Branch atau cabang kekuasaan kehakiman yang ada di Rusia
secara garis besar kewenangan kehakiman meliputi proses
konstitutionalitas, keperdataan, administratif, dan pidana. Adapun lembaga
kekuasaan kehakiman terdiri dari Mahkamah Konstitusi yang pada intinya
dapat menguji undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif dan dapat
menyetakan tidak konstitutional. Fungsinya hanya melindungi apa yang
tertulis dalam konstitusi.Kemudian Mahkamah Agung Rusia merupakan
pengadilan tingkat terakhir dan putusannya final yang membagi tugasnya
melalui regional courts, district courts, dan magistrate courts. Selanjutnya
yang terakhir adalah Mahkamah Arbitrase Tinggi yang memeriksa dan
mengadili perkara berakitan dengan perjanjian, perbankan, obligasi dan
sengketa keperdataan lainnya.
Kita dapat melihat persamaan dan perbedaan mengenai kelembagaan
negara anatara Rusia dan Indonesia. Apabila merujuk pada konsep
pemisahan kekuasaan (separation of power) jelas baik Rusia dan Indonesia
menganut konsep ini dengan membagi tiga cabang kekuasaan yakni
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Mutatis mutandis juga menerapkan prinsip
checks and balances, walaupun dalam pelaksanaannya baik di Rusia ataupun
Indonesia selalui dipertanyakan mengenai ketegasan atau kemurnian prinsip
tersebut.
Perbedaan susunan dan sistem kelembagaan antara Rusia dan
Indonesia terdapat dibeberapa aspek, pertama pada sistem pemerintahan,
jika Indonesia menganut sistem presidensial secara murni dengan
menempatkan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,
sebaliknya jika di Rusia menganut sistem semi-presidensial dimana Presiden
dalam melaksanakan tugas kenegaraan dibantu oleh seorang Perdana
Menteri namun Presiden dalam hal ini tetap menjadi kepala negara yang
menentukan arah kebijakan dan sistem kenegaraan bekerja. Dengan sistem
19
pemerintahan yang berbeda itu menjadikan berbeda pula susunan
kelembagaan khususnya pada cabang kekuasaan eksekutif.
Kemudian yang kedua adalah perbedaan dalam cabang kekuasaan
legislatif. Di negara Rusia dikenal dua lembaga yang memegang fungsi
kekuasaan legislatif yakni Dewan Federasi dan Duma Negara. Secara
kedudukan kedua lembaga tersebut memiliki posisi sederajat atau seimbang
hanya saja dalam pelaksanaan fungsinya seringkali Duma lebih memiliki
fungsi yang lebih aktif khususnya dalam hal legislasi pada umumnya.
Hal tersebut disebabkan pola kerja part-time yang dimiliki oleh Dewan
Fedarasi dan ditambah dengan wewenang yang terbatas menyebabkan
lembaga ini lebih banyak bersifat konsultatif. Apabila dibandingkan dengan
cabang legislatif yang ada di Indonesia Dewan Federasi ini kurang lebih
hampir mirip dengan MPR sedangkan Duma Negara serupa dengan DPR. Hal
tersebut tentu hanya bisa dikatakan secara “sepintas”, namun untuk
penilaian kesamaan pada pokoknya perlu dikaji lebih cermat. Kemudian jika
di Indonesia terdapat lembaga DPD maka di negara Rusia tidak dikenal
lembaga yang serupa, namun dalam konstitusi Rusia terdapat salah satu
lembaga yang mengurusi kehidupan lokal negaranya yang dikenal “loca self-
government” yang terdiri dari city council dan rural council, hanya saja
wewenang lembaga ini hanya diterangkan secara singkat dalam
konstitusinya sehingga tidak begitu jelas dapat ditempatkan pada cabang
kekuasaan yang mana.
Dalam cabang kekuasaan yudikatif antara Rusia dan Indonesia memiliki
kesamaan khususnya dalam keberadaan lembaga yang menangani perkara
umum melalui Mahkamah Agung dan lembaga yang menilai
konstitutionalitas suatu undang-undang yang dikenal sebagai Mahkamah
Konstitusi. Terdapat perbedaan yang menarik, jika di Indonesia Mahkamah
Agung membawai berbegai lingkungan pengadilan mulai dari umum,
pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara dan pengadilan militer
maka di Rusia khusus perkara keperdataan tertentu seperti hubungan
perjanjian/kontrak, kepemilikan, obligasi dan perbangkan maka harus diadili
pada Mahkamah Arbitrase Tinggi, berbeda dengan Indonesia yang tetap
penyelesaian melalui pengadilan umum. Selain itu kedua negara tersebut
mengenal pembagian wewenang melalu Mahkamah Agung dengan
membentuk pengadilan tingkat daerah.
Dari perbandingan tersebut terdapat nilai dalam sistem kelembagaan
yang bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan
sisitem pemerintahan di negara kita Indonesia agar lebih baik. Sistem semi-
pemerintahan yang dianut oleh Rusia dinilai lebih stabil dan dan
menyediakan mekanisme terbaik ketika berhadapan denga situasi mayoritas
20
terbelah seperti yang kondisi di Indonesia saat ini. Usul demikian merupakan
respon dari kondisi sistem pemerintahan presidensial kita yang sampai saat
ini masih terdapat banyak anomali-anomali.
16 Busroh, H. Firman Freaddy, et al. Hukum Tata Negara. INARA PUBLISHER (KELOMPOK INTRANS
PUBLISHING), 2022.
21
Rumusan empat kewenangan dan satu kewajiban tersebut menegaskan
fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal dan penafsir
konstitusi (the guardian and the interpreter of the constitution). Selain itu,
Mahkamah Konstitusi juga berfungsi sebagai pengawal demokrasi (the
guardian of the process of democrazitation), dan merupakan lembaga
pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of citizen rights)
serta pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).
Adapun mengenai the Constituional Court of the Russian Federation
atau Mahkamah Konstitusi Federasi Rusia secara kelembagaan merupakan
bagian dari cabang kekuasaan yudisial. Pengaturan mengenai MK Federasi
Rusia diatur dalam article 125 Konstitusi Federasi Rusia, 1993. Komposisi
Hakim MK Federasi Rusia berjumlah 19 yang terdiri dari seperlima dari
anggota Dewan Federasi, Wakil dari Duma Negara, Pemerintah Federasi
Rusia, Mahkamah Agung Federasi Rusia, Mahkamah Arbitrase Tinggi
Federasi Rusia, dan badan-badan legislatif dan eksekutif dari bagian
konstituen federasi Rusia.
Kelembagaan negara Indonesia dan Rusia apabila dikaitkan dengan
prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) memiliki kesamaan
yakni terbagi diantara cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Hal yang membedakan antara kedua negara itu adalah sistem pemerintahan
yang dianut, jika Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial
secara murni maka Federasi Rusia menganut semi-presidensial. Sistem
pemerintahan itu kemudian juga membentuk perbedaan dalam susunan
kelembagaan negaranya. Dalam cabang kekuasaan yudikatif khususnya
peradilan konstitusi. MK RI dan MK Federasi Rusia memiliki kesamaan
sebagai lembaga penafsir konstitusi. Secara kelembagaan juga ditempatkan
pada cabang kekuasaan yang sama yakni pada rezim kekuasaan yudikatif.
Terkait wewenang yang diemban kedua lembaga tersebut memiliki
kesamaan dan juga perbedaan wewenang, persamaan seperti sama-sama
menjadi lembaga penafsir konstitusi, menjadi lembaga penyelesaian sengketa
lembaga negara hingga memberikan pendapat mengenai impeachment.
Adapun yang membedakan antara lain jika MK RI memiliki wewenang untuk
memutus pembubaran partai politik dan perselisihan tentang hasil pemilihan
umum maka MK Federasi Rusia tidak memiliki wewenang tersebut.
Sebaliknya, wewenang yang dimiliki oleh MK Federasi Rusia juga tidak
dimiliki MK RI secara tegas, misalnya menerima pengaduan tentang
pelanggaran hak-hak konstitusional, memutuskan konstitutionalitas
perjanjian antar badan pemerintah negara Rusia, dan memutuskan tindakan
normatif pejabat negara Rusia.17
17 Rafiqi, Ilham Dwi. "Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia Dan Rusia." Widya Yuridika:
Jurnal Hukum 5.1 (2022): 1-14.
22
B. Perbandingan Konstitusi antara Negara Indonesia dan Negara Korea
23
a) Kekuasaan Eksekutif Dalam konstitusi Indonesia cabang Kekuasaan
pemerintahan dipegang oleh presiden yang dibantu oleh wakil presiden dan
para menteri dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Presiden mempunyai
kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala
negara. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun
dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau
mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah
dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai
dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan
pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan
denganUndang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 selanjutnya disingkat dengan UUD NKRI 1945. Presiden dan wakil
presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang
tercantum dalam Pembukaan UUD NKRI 194518.
b) Kekuasaan Legislatif Kekuasaan legeslatif dalam konsitusi negara
Indonesia dipegang oleh tiga lembaga yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Pewakilana Daerah
(DPD), dan yang kesemuanya memiliki kewenangan berbeda dalam
menjalankan kekeuasaan legeslatif serta Badan Pengawas Keuangan (BPK)
c) Kekuasaan Yudikatif Kekuasaan yudikatif dalam UUD NKRI 1945
dijalankan oleh lembaga Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Kostitusi
(MK) serta Komisi Yudisial (KY).
18 Johan, Teuku Saiful Bahri. Hukum Tata Negara Dan Hukum Admnistrasi Negara Dalam Tataran
Reformasi Ketatanegaraan Indonesia. Deepublish, 2018.
24
lembaga negara yang mempunyai kewenanang dalam bidang legeslatif yaitu
Majelis Nasional dengan masa jabatan empat tahun. Majelis Nasional
dipimpin oleh salah satu orang ketua dan dua orang wakil ketua yang dipilih
para anggota MN, anggota MN tidak boleh kurang dari 200 orang.
c) Kekuasaan Yudikatif Kekuasaan yudikatif di korea selatan hampir sama
dengan di Negara Indonesia, yakni dipegang oleh dua lembaga the Supreme
Court Mahkamah Agung (MA), dan The Constitution Court Mahkamah
Konstitusi (MK), yang keduanya memiliki kewenangan berbeda dalam
menjalankan fungsi yudikatif.
25
1) Hak sipil
a) Hak asasi
b) Hak privasi
2) Hak Politik
a) Hak untuk berunding
b) Hak kebebasan berpendapat
c) Hak pilih
3) Hak Ekonomi
a) Hak untuk memilih pekerjaan
b) Hak untuk bekerja
4) Hak Sosial Hak untuk memiliki properti, hak Pendidikan, hak untuk hidup
yang layak dan hak atas kesehatan
5) Hak Budaya
19 Prasetio, Dicky Eko, and Fradhana Putra Disantara. "Politik Hukum Pengujian Formil Terhadap
Perubahan Konstitusi." European Journal of Political Economy 66.1 (2021): 101.
26
membutuhkan waktu untuk mendapatkan suara serentak dari dua pertiga
atau lebih dari anggota Majelis Nasional.20
20 Safriani, Andi. "Komparasi Konstitusi Negara Modern antara Indonesia dan Korea Selatan."
Mazahibuna (2019).
27
Misalnya, pemerintah (atau eksekutif) terdiri dari anggota parlemen
dan rekan kerja yang juga anggota badan legislatif (House of Commons
dan House of Lords). Di Amerika Serikat sebaliknya, Presiden dan anggota
kabinet, (eksekutif), sepenuhnya terpisah dari legislatif, (Senatdan Dewan
Perwakilan Rakyat).21
21 Melatyugra, Ninon, and Titon Slamet Kurnia. "PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM
NASIONAL: PERBANDINGAN PRAKTIK NEGARA INDONESIA, INGGRIS, DAN AFRIKA SELATAN."
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 2.2 (2018): 193-206.
28
Ketujuh, mengenai mekanisme perubahan konstitusi, di Indonesia
ditentukan bahwa perubahan terhadap konstitusi menjadi kewenangan MPR,
dengan syarat diajukan oleh sekurang-kurangnya sepertiga jumlah anggota
MPR serta disetujui oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah
satu, dimana sidang persetujuan tersebut dihadiri sekurang-kurangnya dua
pertiga anggota MPR. Sedangkan pada Konstitusi Jepang ditentukan bahwa,
Inisiatif perubahan Konstitusi ada pada parlemen, ditentukan dengan
sekurang-kurangnya dua pertiga jumlah anggota tiap kamar. Kemudian
diserahkan kepada rakyat untuk diratifikasi yang dilakukan dalam
referendum khusus atau dalam pemihan yang oleh Parlemen. Untuk ratifikasi
tersebut diperlukan persetujuan jumlah terbanyak dari suara-suara yang
masuk. Perubahan yang telah diratifikasi tersebut harus diundangkan oleh
Kaisar sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Konstitusi.
29
Republik Indonesia. Langkah selanjutnya, dibuatlah kesepakatan yang
tertuang dalam perjanjian pada 19 Meu 1950 untuk mendirikan kembali
negara kesatuan, sebagai kelanjutan dari negara kesatuan yang
diproklamasikan pada 17 Agustus 1949.
Konstitusi Negara Indonesia telah mengalami empat kali amandemen,
yang mana amandemen ini terjadi pada masa reformasi yaitu dari dari tahun
1998 hingga tahun 2002. Dari amandemen tersebut ada berapa perubahan
pasal, pengurangan pasal dan juga penambahan pasal. Sama-sama kita
ketahui terjadinya amandemen ini merupakan suatu semangat reformasi dari
rakyat indonesia yang menginginkan perubahan dari masa orde baru yang
dianggap terlalu memberikan keistimewaan dan melenggangkan kekuasaan
presiden hingga tak terbatas.22
Setelah mengetahui bentuk dari negara Indonesia yang dalam bentuk
kesatuan maka dalam hal ini terjadi perbedaan dengan bentuk negara yang
dianut oleh negara India, dalam hal ini India merupakan negara federal yang
terdiri atas negara-negara bagian.
India dibagi kepada 28 negara bagian (yang kemudian dibagi
kepada distrik), enam Wilayah Persatuan, dan Wilayah Ibu Kota
Nasional Delhi. Negara-negara bagian memiliki pemerintah yang dilantik
sendiri, sementara Wilayah-wilayah Persatuan diperintah seorang pengurus
yang dilantik pemerintah persatuan (union government).
India merupakan negara republik, meskipun demikian mereka
menjalankan negara dengan bentuk federal. Pernah mengalami penjajahan
Inggris selama lebih dari 300 tahun. Pada tanggal 15 Agustus 1947 India
mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris, tetapi baru tanggal 26 Januari
1950 resmi menjadi negara republik berdaulat penuh. Perdana Menteri India
yang pertama adalah Jawaharlal Nehru, kakek Rajiv Gandhi. Hingga kini India
menjadi anggota persemakmuran Inggris. Ketika dimerdekakan pada tahun
1947, India terdiri dari 28 negara bagian. Meski merupakan negara mantan
jajahan Inggris, India tidak sepenuhnya mengadopsi sistem pemerintahan
Inggris.
Bentuk negara India yang federal ini juga banyak mengadopsi
langsung dari apa yang dianut oleh Amerika serikat, yang mana terdiri dari
negara-negara bagian. Yang mana negara bagian tersebut memiliki kebijakan
tersendiri untuk mengurusi negaranya tersebut. meskipun negara bagian
memiliki kebijakan tersendiri untuk mengurusi negara bahagiannya namun
30
banyak hal yang begitu fundamental tetap di urusi oleh negara induk atau
pusat.
Kontitusi ( bahasa resmi lainnya ) adalah hukum tertinggi di India . Ini
meletakkan kerangka mendefinisikan prinsip-prinsip politik yang mendasar,
menetapkan struktur, prosedur, kekuasaan, dan kewajiban lembaga-lembaga
pemerintah, dan menetapkan hak-hak dasar, prinsip-prinsip direktif , dan
tugas warga negara. Ini adalah terpanjang konstitusi tertulis dari setiap
negara berdaulat di dunia, mengandung 450 artikel dalam 22 bagian, 12
jadwal dan 95 amandemen, untuk total 117.369 kata dalam versi bahasa
Inggris [Selain versi bahasa Inggris, ada terjemahan resmi Hindi.
Konstitusi disahkan oleh Majelis Konstituante pada 26 November 1949,
dan mulai berlaku pada tanggal 26 Januari 1950. (26 Januari dipilih untuk
memperingati deklarasi kemerdekaan tahun 1929.) Hal demikianlah firman
Uni India menjadi berdaulat, sosialis, sekuler, republik demokratis, menjamin
warganya dari keadilan , kesetaraan , dan kebebasan , dan usaha untuk
mempromosikan persaudaraan di antara mereka. Kata-kata "sosialis",
"sekuler", dan "integritas" yang ditambahkan ke definisi pada tahun 1976
oleh amandemen konstitusi. India merayakan adopsi dari konstitusi pada
tanggal 26 Januari setiap tahun sebagai Hari Republik . Setelah masuk ke
efek, Konstitusi menggantikan Undang-Undang Pemerintah India 1935
sebagai dokumen dasar negara yang mengatur23.
31
pengorganisasian Negara Singapura adalah dengan membedah konstitusi
negara yang dikenal dengan julukan Negara Seribu Satu Larangan tersebut.
Konstitusi Singapura mulai digunakan sejak 9 Agustus 1965 dan
terakhir diamandemen tahun 1999. Konstitusi Singapura menganut sistem
Westminster, dikarenakan latar belakang sejarah Singapura yang pernah
dijajah oleh Negara Inggris.
Konstitusi Singapura menempati hierarki peraturan perundang-
undangan tertinggi di Singapura yang berbentuk tertulis. Setiap peraturan
perundang-undangan di bawahnya yang bertentangan dengan Konstitusi
Singapura batal demi hukum. Konstitusi Singapura menetapkan dan
melindungi hak-hak fundamental seperti kebebasan beragama, kebebasan
berbicara, dan persamaan hak. Hak-hak individual yang dilindungi ini tidak
bersifat absolut melainkan dibatasi oleh kepentingan umum, seperti
moralitas, pemeliharaan ketertiban, keamanan nasional, perlindungan umum
ras dan agama golongan minoritas, kedudukan kaum Melayu sebagai pribumi
asli Singapura. Secara rinci kerangka Konstitusi Singapura edisi amandemen
tahun 1999, sebagai berikut:24
Bagian I –
Pendahuluan
Bagian II - Republik dan Konstitusi
Bagian III - Perlindungan Kedaulatan Republik
Singapura Bagian IV - Kebebasan Fundamental Bagian
V – Pemerintah
Bagian VA - Dewan Penasihat Presiden
Bagian VI – Legislatif
Bagian VII - Dewan Presiden Hak Minoritas
Bagian VIII – Yudikatif
Bagian IX - Layanan Publik
Bagian X – Kewarganegaraan
Bagian XI - Ketentuan Keuangan
Bagian XII - Powers Khusus Melawan Kekuasaan Subversion dan Darurat
24 Dr. Muhammad Japar, M.Si, UUD 1945 & Tujuh Konstitusi Negara. Laboratorium Sosial Politik
Pers, 2018.
32
Bagian XIII - Ketentuan Umum
Bagian XIV - Ketentuan Peralihan
Jadwal pertama
Jadwal kedua
Jadwal ketiga
Jadwal keempat
Jadwal kelima
legislatif Sumber
legislasi Sejarah
Ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi Singapura dapat diamandemen
berdasarkan persetujuan dari 2/3 suara dari jumlah total Anggota Parlemen
terpilih. Sehubungan dengan perubahan konstitusional tertentu untuk
mengubah wewenang-wewenang memutuskan dari presiden terpilih dan
ketentuan-ketentuan tentang kemerdekaan fundamental, disyaratkan juga
persetujuan dari sedikitnya 2/3 dari jumlah total suara yang diambil oleh
para pemilih dalam suatu referendum nasional. Jika dilihat dari cara
pengamandemenannya, Konstitusi Singapura bersifat rigid, hal ini sesuai
dengan pendapat dari CF Strong bahwa ciri utama dari konstitusi kaku
adalah adanya pembatasan terhadap kekuasaan legislatif oleh suatu
kekuasaan di luar itu.25
BAB III
PENUTUP
33
Kesimpulan.
Hakikat dari konstitusi selalu berbicara mengenai konklusi dari
kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang
mengatur mereka. Masyarakat dapat menyatakan kebutuhannya kepada
pemerintah dan pada akhirnya kebutuhan tersebut akan dijamin oleh
konstitusi. Tidak berhenti sampai disitu, pemerintah pun memiliki kewajiban
untuk selalu menjamin kebutuhan masyarakat sesuai apa yang tercantum
dalam konstitusi.
Tetapi kebutuhan masyarakat tidak hanya seperti apa yang termaktub
dalam konstitusi, melainkan juga apa yang pada saat ini terus berkembang
dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu, pemerintah memiliki
tanggung jawab untuk terus menerus memperbaiki konstitusi sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Tetapi tidak sedikit pula konstitusi yang mengenal
unamendable provision atau larangan perubahan beberapa ketentuan dalam
konstitusi. Secara umum unamendable provision melarang perubahan nilai-
nilai utama dalam konstitusi. Di Indonesia misalkan, yang mana Pasal 37 ayat
(5) UUD 1945 melarang perubahan bentuk dan susunan negara yang diatur
dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945. Namun perlu diingat bahwa hakikat dari
konstitusi yakni hukum dasar yang mengakomodir kebutuhan masyarakat.
Maka dari itu, larangan perubahan konstitusi terhadap beberapa ketentuan
dalam konstitusi dianggap bertentangan dengan hakikat dari konstitusi.
Mengambil contoh dalam UUD 1945, yang mana bentuk dan susunan negara
menjadi hal yang dilindungi dalam UUD 1945. Senyatanya bentuk dan
susunan negara hanyalah sebatas cara yang dilakukan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat itu sendiri. Lantas ketika masyarakat sendiri yang
menghendaki perubahan, senyatanya tidak boleh untuk dibatasi kehendak
tersebut. Hal itu kembali lagi karena hakikat konstitusi adalah sebagai
konsensus atau kesepakatan antara masyarakat dan juga pemerintah.
Saran .
Kepada para pembaca kami menyarankan agar lebih banyak membaca
serta memahami bentuk-bentuk konstitusi dari Negara-Negara asing
sehinggakhazanah pengetahuan mengenai konstitusi bisa lebih luas.
Daftar Pustaka
34
Widiatama, Widiatama, Hadi Mahmud, and Suparwi Suparwi. "Ideologi
Pancasila Sebagai Dasar Membangun Negara Hukum Indonesia."
Jurnal USM Law Review 3.2 (2020): 310-327.
Junaidi, Muhammad. "Hukum Konstitusi: Pandangan dan Gagasan
Modernisasi Negara Hukum." (2018).
Zulhidayat, Muhammad. "Perbandingan Konstitusional: Pengaturan
Impeachment di Indonesia dan Italia." Jurnal Hukum Replik 7.1
(2020): 1-18.
Agustine, Oly Viana. "Keberlakuan yurisprudensi pada kewenangan
pengujian undang-undang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi."
Jurnal Konstitusi 15.3 (2018): 642-665.
Effendi, Orien. "Pembatasan Kekuasaan Berdasarkan Paham
Konstitusionalisme di Negara Demokrasi." Politica: Jurnal Hukum Tata
Negara dan Politik Islam 7.2 (2020): 111-133.
Kurnia, Titon Slamet. "" Peradilan Konstitusional" oleh Mahkamah Agung
melalui Mekanisme Pengujian Konkret." Jurnal Konstitusi 16.1 (2019):
61-82.
Budhiati, Ida. Mahkamah Konstitusi dan Kepastian Hukum Pemilu: Tafsir
Mahkamah Konstitusi Terhadap UUD NRI Tahun 1945 untuk
Kepastian Hukum Pemilu. Sinar Grafika, 2020.
Putra, David Aprizon. "Tinjauan Yuridis Terhadap Eksistensi Pengaturan
Mengenai Lingkungan Hidup di Dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konstitusi Republik Kelima
Perancis." AL IMARAH: JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK
ISLAM 4.1 (2019): 26-40.
Mahanani, Anajeng Esri Edhi. "Impresi Putusan Mahkamah Konstitusi
Bersifat Positive Legislature Ditinjau dari Progresivitas Hukum dan
Teori Pemisahan Kekuasaan." Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan
Hukum 54.2 (2020): 421-441.
Fauzia, Ana, and Fathul Hamdani. "Aktualisasi nilai-nilai pancasila dan
konstitusi melalui pelokalan kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) di
daerah." Indonesia Berdaya 2.2 (2021): 157-166.
Hajati, Sri, Ellyne Dwi Poespasari, and Oemar Moechthar. Buku Ajar
Pengantar Hukum Indonesia. Airlangga University Press, 2019.
35
Agustine, Oly Viana. "Keberlakuan yurisprudensi pada kewenangan
pengujian undang-undang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi."
Jurnal Konstitusi 15.3 (2018): 642-665.
Sugiarto, Umar Said. Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika, 2021.
Rafiqi, Ilham Dwi. "Perbandingan Konstitusi Negara Indonesia Dan Rusia."
Widya Yuridika: Jurnal Hukum 5.1 (2022): 1-14.
Busroh, H. Firman Freaddy, et al. Hukum Tata Negara. INARA PUBLISHER
(KELOMPOK INTRANS PUBLISHING), 2022.
Johan, Teuku Saiful Bahri. Hukum Tata Negara Dan Hukum Admnistrasi
Negara Dalam Tataran Reformasi Ketatanegaraan Indonesia.
Deepublish, 2018.
Prasetio, Dicky Eko, and Fradhana Putra Disantara. "Politik Hukum
Pengujian Formil Terhadap Perubahan Konstitusi." European Journal
of Political Economy 66.1 (2021): 101.
Safriani, Andi. "Komparasi Konstitusi Negara Modern antara Indonesia dan
Korea Selatan." Mazahibuna (2019).
Melatyugra, Ninon, and Titon Slamet Kurnia. "PERJANJIAN INTERNASIONAL
DALAM HUKUM NASIONAL: PERBANDINGAN PRAKTIK NEGARA
INDONESIA, INGGRIS, DAN AFRIKA SELATAN." Refleksi Hukum:
Jurnal Ilmu Hukum 2.2 (2018): 193-206.
Santika, I. Gusti Ngurah. Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Komparatif
Konstitusi Dengan UUD 1945). Penerbit Lakeisha, 2021.
Mardiana, Mala. "Kontroversi Amandemen Konstitusi Jepang." Jurnal
Hubungan Internasional Interdependence 1.3 (2018).
Dr. Muhammad Japar, M.Si, UUD 1945 & Tujuh Konstitusi Negara.
Laboratorium Sosial Politik Pers, 2018.
Kharisma, Muhammad Ridzki. "PENGEMBANGAN MUATAN MATERI
KONSTITUSI TENTANG HAK ASASI MANUSIA: PERBANDINGAN
INDONESIA, SINGAPURA, DAN REPUBLIK RAKYAT CINA." Jurnal
Poros Hukum Padjadjaran 2.2 (2021): 342-365.
36