Anda di halaman 1dari 20

Makalah Teori dan Hukum Konstitusi

Sejarah Dan Perkembangan Hukum Konstitusi di Indonesia

Dosen:

DR Pandri Zulfikar SH., MH.

Oleh :

Stella Soraya Leonard

NIM. : 2007020078

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul " Sejarah Dan Perkembangan
Hukum Konstitusi di Indonesia" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teori dan Hukum Konstitusi.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan mengenai hukum konstitusi di
Indonesia

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 28 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 3
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4
A. Hukum Kontitusi ....................................................................................................................... 4
B. Sejarah Hukum Konstitusi ....................................................................................................... 6
D. Sejarah Singkat Konstitusi Indonesia UUD 1945 ......................................................... 11
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 15
B. Penutup .................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ iv

iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebenarnya. konstitusi (constitution) berbeda dengan Undang-Undang
Dasar (Grundgezets), dikarenakan suatu kekhilafan dalam pandangan orang
mengenai konstitusi pada negara-negara modern sehingga pengertian
konstitusi itu kemudian disamakan dengan Undang-Undang Dasar. Kekhilafan
ini disebabkan oleh pengaruh faham kodifikasi yang menghendaki agar semua
peraturan hukum ditulis, demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan
hukum dan kepastian hukum. Begitu besar pengaruh faham kodifikasi,
sehingga setiap peraturan hukum karena penting itu harus ditulis, dan
konstitusi yang ditulis itu adalah Undang-Undang Dasar.

Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu :

1) Konstitusi tertulis dan


2) Konstitusi tak tertulis.

Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau Undang-


Undang Dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan,
pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta
perlindungan hak azasi manusia.

Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi


tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap
semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak asasi manusia terdapat
pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen
yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang
berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat
Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai
dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka
Inggris masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.

Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian


kekuasaan berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan
jenis kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian,
jenis kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk

1
lembaga negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis
kekuasaan tertentu itu.

Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas


atau kewenangan itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan
Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan
yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah :

1. Kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif)


2. Kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif)
3. Kekuasaan kehakiman (yudikatif).

Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan
di dalam konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku
karangannyaStaatsrecht over Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat
macam yaitu :

1. Pemerintahan (bestuur)
2. Perundang-undangan
3. Kepolisian
4. Pengadilan.

Van Vollenhoven menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya
perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan
dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan
untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk
melaksanakan hukum.

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di


Indonesia mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan
untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan
dan Kekuasaan Pemeriksa Keuangan untuk memeriksa keuangan negara
serta menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.

Salah satu ciri negara bangsa adalah adanya sebuah konstitusi yang
hidup di tengah-tengah masyarakat (living constitution). Konstitusi menjadi

2
syarat mutlak keberlangsungan suatu negara. Menurut K.C. Wheare konstitusi
adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara yang berupa
kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah
dalam pemerintahan suatu negara. Sedangkan dalam pandangan C.F Strong,
konstitusi dimaknai sebagai suatu kumpulan asas-asas yang
menyelenggarakan; 1.kekuasaan pemerintahan (dalam arti luas); 2. hak-hak
dari yang diperintah; 3.hubungan antara pemerintah dan yang diperintah
(menyangkut di dalamnya masalah HAM).
Di Indonesia, konstitusi pertama kali adalah UUD 1945 yang disahkan
dalam Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal
18 Agustus 1945 berdasarkan naskah yang dipersiapkan oleh satu badan
bentukan pemerintah Jepang yang diberi nama “Dokuritsi Zyunbi Tyoosakai”
atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang
dibentuk pada tanggal 28 Mei 1945. Karena singkatnya masa penyusunan,
kedudukan UUD 1945 pada masa itu adalah sebagai UUD sementara. Bung
Karno menyebutnya dengan revolutie grondwet atau UUD kilat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang makalah di atas, dapat rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimana Sejarah Hukum Kontitusi di Indonesia
2. Bagaimana Perkembangan Hukum Konstitusi di Indonesia

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Sejarah Hukum Kontitusi di Indonesia
2. Mengetahui Perkembangan Hukum Konstitusi di Indonesia

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat Mengetahui Sejarah Hukum Kontitusi di Indonesia
2. Dapat Mengetahui Perkembangan Hukum Konstitusi di Indonesia

3
BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Kontitusi
Hukum Konstitusi adalah hukum cabang atau spesialisasi Hukum Tata Negara
yang mempelajari konstitusi sebagai objek material dan hukum dasar sebagai
objek formal termasuk undang-undang dasar sebagai hukum dasar tertulis yang
menjadi dasar hukum tertulis tertinggi dari tata hukum nasional.
Hukum Konstitusi (Th e Law of Th e Constitution) dilihat dari segi
keilmuannya menjadi Ilmu Hukum Konstitusi (Science of Th e Law of Th e
Constitution). Perjalanan Hukum Konstitusi dari segi keilmuannya dimulai dari
tonggak sejarah pertama Ilmu Hukum Konstitusi pada abad ke-4 sebelum
Masehi (SM) di mana Aristoteles/Aristotle (384-322 SM) melakukan
penyelidikan konstitusi (politeia) 158 negara kota (polis, city state, stad staat)
dari 186 negara kota di Yunani kuno. Dalam bukunya itu disebutkan nama-
nama negara kota (polis) di antaranya Athena, Sparta, Crete, Carthage, Th
ebes, Eretria, Aegina, Miletus, Cnidus, Chios, Delphi, Larissa, Amphipolis,
Ambracia, Apollonia, Argos, Abydos, Epidamnus, dan Chalcis. Hasil
penyelidikan beliau kemudian dimuat dalam bukunya Politica (Politics) yang
terbit abad ke-4 SM.1 Tonggak sejarah kedua Ilmu Hukum Konstitusi pada akhir
paruh kedua abad ke-19 di mana Prof. Albert Venn Dicey (1835-1922)
menuangkan hasil pemikirannya mengenai Hukum Konstitusi dalam bukunya
An Introduction to Study of Th e Law of Th e Constitution yang untuk pertama
kali terbit tahun 1885.2

Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi bahkan paling tinggi serta
paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber
legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-
peraturan perundang-undangan lainnya. sesuai dengan prinsip hukum yang
berlaku universal, maka agar peraturanperaturan yang tingkatnya dibawah

1
Aristotle, “Politics”, Translated by Sir Ernest Barker, Revised with an Introduction and Notes by R.F. Stalley,
First Published 1995, Reissued 1998, (New York: Oxford University Press Inc., 1998). Sebagaimana dikutip dari
Astim Riyanto, Pengetahuan Hukum Konstitusi Menjadi Ilmu Hukum Konstitusi, Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun ke-44 Nomor 2 April-Juni 2015. Hal. 165
2
Albert Venn Dicey, “An Introduction to Study of Th e Law of Th e Constitution”, Tenth Edition (First Edition
1885), English Language Book Society and (Macmillan: London, 1952). Sebagaimana dikutip dari Astim Riyanto,
Pengetahuan Hukum Konstitusi Menjadi Ilmu Hukum Konstitusi, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44
Nomor 2 April-Juni 2015. Hal. 166

4
Undang-undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, Peraturan-peraturan
itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut, atas
dasar logika demikian itulah Mahkamah Agung Amerika Serikat menganggap
dirinya memiliki kewenangan untuk menafsirkan dan menguji materi peraturan
produk legislatif (judicial riview) tehadap materi konstitusi, meskipun Konstitusi
Amerika tidak secara eksplisit memberikan kewenangan demikian kepada
Mahkamah Agung. Oleh karena itu, pemakaian kata konstitusi lebih dikenal
untuk maksud sebagai pembentukan, penyusunan atau menyatakan suatu
negara. Dengan kata lain secara sederhana konstitusi dapat diartikan sebagai
suatu pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara yang dipersiapkan
sebelum maupun sesudah berdirinya negara yang bersangkutan.

Karakteristik Hukum Konstitusi Baik sebagai ilmu maupun sebagai peraturan,


Hukum Konstitusi memiliki karakteristik tertentu.
1) Karakteristik Hukum Konstitusi sebagai Ilmu
Secara umum Hukum Konstitusi sebagai ilmu, memiliki karakteristik:
(1) hukum konstitusi masuk rumpun ilmu-ilmu sosial,
(2) hukum konstitusi masuk ilmu-ilmu Hukum normatif,
(3) hukum konstitllsi masllk ilmu H1N dalam arti luas,
(4) hukum konstitusi sebagai ilmu dengan obyek material konstitusi,
(5) hllkum konstitusi sebagai ilmu dengan obyek formal hukum dasar,
(6) hukum konstitusi secara khusus menggunakan metode konstitutif,
(7) hukum konstitusi memiliki nilai kegunaan teoretis dan kegunaan
praktis memecahkan masalah-masalah kenegaraan/ ketatanegaraan,
(8) hukum konstitusi memiliki batang tubuh pengetahuan konstitusi c.q.
peraturan perundang-undangan terutama dalam lapangan
ketatanegaraan,
(9) hukum konstitusi tersusun logis dalam Iapangan ketatanegaraan dan
non ketatanegaraan yang terkait dengan lapangan ketatanegaraan,
(10) hukum konstitusi sebagai ilmu mandiri memiliki pengertian-
pengertian khusus, serta
(11) hukum konstitusi memiliki ahli/pakar tersendiri.

5
2) Karakteristik Hukum Konstitusi sebagai Peraturan
Secara umum Hukum Konstitusi sebagai peraturan, memiliki
karakteristik:
(1) hukum konstitusi adalah hukum dasar,
(2) hukum konstitusi adalah hukum derajat tinggilhukum tertinggi,
(3) hukum konstitusi adalah hukum pertama dan utama dalam suatu
negara, (4) hukum konstitusi adalah hukum yang membentuk negara,
(5) hukum konstitusi berisi lembaga-Iembaga negara,
(6) hukum konstitusi membatasi kekuasaan lembaga-Iembaga negara,
(7) hukum konstitusi memuat hak-hak dasar manusia dan warga negara,
(8) hukum konstitusi merupakan sarana kontrol pelaksanaan peraturan
di bawahnya,
(9) hukum konstitusi bisa dalam arti formalltertulislbernaskah atau
materialltidak tertulis/tidak bernaskah,
(10) hukum konstitusi dalam arti umum dipergunakan pula oleh
lembaga-Iembaga non negara yang lazim pula disebut anggaran dasar,
dan
(11) konstitusi dapat difungsikan sebagai traktat (di negara serikat) atau
non traktat (di negara kesatuan).

B. Sejarah Hukum Konstitusi


Pada zaman dahulu, istilah konstitusi digunakan untuk perintah-perintah
kaisar romawi kemudian di Italia difungsikan untuk menunjukan UUD “Diritton
constitutionale”. Sedangkan konstitusi dalam bahasa belanda disebut dengan
istilah “Grondwet”. Dasar negara sebagai pedoman penyelenggaraan negara
secara tertulis termuat dalam konstitusi suatu negara. Keterkaitan konstitusi
dengan UUD dapat dijelaskan bahwa Konstitusi adalah hukum dasar tertulis
dan tidak tertulis sedangkan UUD adalah hukum dasar tertulis. UUD memiliki
sifat mengikat oleh karenanya makin elastik sifatnya aturan itu makin baik,
konstitusi menyangkut cara suatu pemeritahan diselenggarakan. Sedangkan
yang dimaksud dengan “constitution adalah the system of fundamental
principles according to which a nation, state, corporation, etc. is governed the
document embodying these principles (sistem prinsip-prinsip mendasar yang

6
mengatur suatu bangsa, negara, dan perkumpulan, sebuah dokumen yang
berisi prinsip-prinsip mendasar).3
Jika melihat pemahaman awal tentang konstitusi pada masa itu,
hanyalah merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan
semata-mata. kemudian pada masa Kekaisaran Roma, pengertian
constitutionnes memperoleh tambahan arti sebagai suatu kumpulan ketentuan
serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar atau para preator. Termasuk di
dalamanya pernyataan-pernyataan pendapat dari para ahli hukum /negarawan,
serta adat kebiasaan setempat, di samping undang-undang. Konstitusi Roma
mempunyai pengaruh cukup besar sampai abad pertengahan. Di mana konsep
tentang kekuasaan tertinggi (ultimate power) dari para kaisar Roma, telah
menjelma dalam bentuk L’Etat general di Prancis, bahkan kegangdrungan
orang Romawi akan ordo et unitas telah memberikan inspirasi bagi tumbuhnya
paham: “demokrasi perwakilan” dan “Nasionalisme”. Dua paham inilah
merupakan cikal bakal muncul-nya paham konstitusionalisme modern.
Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah disusun
melalui dan oleh hukum sejak zaman yunani dimana mereka telah mengenal
beberapa kumpulan hukum.
Pada masa kejayaannya antara tahun 624-404 M, Athena pernah
mempunyai tidak tidak kurang 11 konstitusi. Koleksi Aristoteles sendiri berhasil
terkumpul sebanyak 158 buah konstitusi dari berbagai negara. Pada saat itu
pemahaman konstitusi hanya merupakan kumpulan dari peraturan serta adat
kebiasaan semata.
Setelah Kekaisaran Roma pengertian konstitusi (Constitusionnes)
Adalah suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar.
Termasuk pernyataan-pernyataan pendapat dari para ahli hukum/negarawan
serta adat kebiasaan setempat,disamping undang-undang,kontitusi Roma
mempunyai pengaruh yang cukup besar sampai abad
pertengahan,diantaranya: kekuasaan teringgi kaisar menjelma dalam bentuk
LEtat General di Perancis, ordo et unitas yang mempengaruhi tumbuhnya

3
Erry Gusman, Perkembangan Teori Konstitusi Untuk Mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Ensiklopedia of Journal, Volume 1 Nomor 2 Edisi 2 Januari 2019, hal. 164

7
paham Demokrasi Perwakilan dan Nasionalisme yang merupakan cikal bakal
munculnya paham konstitusionalisme moderen.
Selanjutnya pada abad pertengahan paham konstitusionalisme
bergeser ke paham feodalisme.Sistem feodal ini mengandung suatu
pengertian bahwa tanah dikuasai oleh tuan tanah,sedangkan seorang Raja
yang mempunyai status lebih tinggi tidak mendapat tempat.
Di Eropa Kontinental,raja mendapat tempat yang ditandai semakin
kokohnya absolutisme,khususnya di Perancis,Rusia,Austria. Di Inggris,kaum
bangsawan mendapat sebagai puncak kemenangannya ditandai The Glorius
Revulution(1688),Kemenangan kaum bangsawan dalam revolusi istana
menebabkan berakhirnya absolutisme di Inggris dan munculnya parlemen
sebagai pemegang kedaulatan,akhirnya Inggris beserta negara koloninya
mengeluarkan Declaration of Independence dan menetapkan konstitusi-
konstitusinya sebagai dasar negara yang berdaulat(1776).
Perjalanan sejarah berikutnya(1776) meletus revolusi dalam Monarki
Absolutisme di Perancis,yg ditandai ketegangan-ketegangan dlm masyarakat
dan terganggunya stabilitas keamanan negara,yg pada gilirannya Estats
Generaux memproklamirkan dirinya. Sejak itu sebagian besar dari Negara-
Negara di Dunia baik Monarki maupun Republik,Negara Kesatuan maupun
Federal,sama-sama mendasarkan atas suatu konstitusi.
Konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar dan Hukum Dasar (konstitusi
modern) muncul bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi
perwakilan dan konsep nasionalsme. Demokrasi Perwakilan muncul sebagai
pemenuhan kebutuhan rakyat akan kehadiran lembaga legislatif yg berfugsi
membuat undang-undang untuk mengurangi dan membatasi dominasi hak-hak
raja, alasan inilah yg mendudukan konstitusi (tertulis) sebagai hukum dasar yg
lebih tinggi dari pada raja serta mempekokoh Lembaga Perwakilan Rakyat.
Pada masa perang dunia I 1914 telah banyak memberikan dorongan
bagi kontitusionalisme dengan menciptakan negara-negara baru dengan
konstitusi yg berasaskan demokrasi dan nasionalisme selanjutnya dikonretkan
dengan mendirikan liga bangsa-bangsa untuk menciptakan perdamaian dunia.
Tahun 1917 muncul reaksi keras melawan konstitusionalisme
politik,revolusi Rusia diikuti meletusnya fasisme di Itali dan pemrontakan nazi
di Jerman sampai meletusnya perang dunia II. Perang Dunia II telah
8
memberikan kesempatan kepada bangsa-bangsa untuk menerapkan metode-
metode konstitusionalsme terhadap bangunan internasional melalui piagam
perserikatan bangsa-bangsa untuk mencapai perdamaian dunia yg permanen.

C. Implementasi Hukum Konstitusi

Hukum Konstitusi ialah Hukum Dasar yang menetapkan dan mengatur


organisasi Negara. Hukum Konstitusi sebagai iImu secara aplikatif akan
merefleksi ke dalarn Hukum Konsitusi sebagai peraturan sebagai alat sarana
instrumen dalam suatu institusi negara atau kenegaraan atau sosial akan
merefleksi pula dalarn ·pelaksanaannya tergantung pada banyak faktor.

Secara umum dapat dibagi ke dalarn dua faktor, yaitu faktor-faktor intern
Hukum Konstitusi dan faktor-faktor ekstern Hukum Konstitusi. Dimaksud
dengan faktor-faktor intern Hukum Konstitusi adalah faktor-faktor yuridis dari
kualifikasi hukum atau norma-norma yang dibawa atau terkandung dalam
peraturan Hukum Konstitusi dari efektivikasi hukum. Dimaksud dengan faktor-
faktor ekstern Hukum Konstitusi adalah faktorfaktor filosofis dan sosiologis dari
kualifikasi hukum dan faktor-faktor lembaga hukum, penegak/pelaksana
hukum, fasilitas hukum, dan masyarakat hukum dari efektivikasi hukum.4

Implementasi faktor-faktor intern berupa faktor-faktor yuridis dari


kualifikasi hukum atau norma-norma dari efektivikasi hukum suatu peraturan
Hukum Konstitusi akan ditentukan menu rut nilai yang terkandung dalam faktor-
faktor yuridis dari kualifikasi hukum atau norma-norma dari efektivikasi hukum
suatu peraturan Hukum Konstitusi, yaitu apakah norm-anorma peraturannya
memiliki nilai normatif, nilai nominal, atau nilai semantik dari suatu peraturan
Hukum Konstitusi.

Implementasi faktor-faktor ekstern norma-norma suatu peraturan


Hukum Konstitusi akan ditentukan oleh faktor-faktor kekuasaanlkekuatan nyata
yang ada dalam masyarakat. Agar tidak terjadi penyimpangan implementasi
faktor-faktor yuridis dari kualifikasi hukum atau norma-norma suatu peraturan
Hukum Konstitusi, karena kelemahan dalam norma-norma peraturannya, maka

4
Riyanto, Astim. Hukum Konstitusi sebagai Suatu Ilmu, Riyanto Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-39
No.1 Januari-Maret 2009

9
para pembentuk atau pengubah peraturan Hukum Konstitusi berpegang pada
kekuatan sah, berlaku, dan mengikat atau kualitas norma-norma dalarn
pembentukan atau pengubahan Hukum Konstitusi ke arah Hukum Konstitusi
yang memiliki kualitas memadai dan nilai normatif.

Supaya tidak terjadi penyimpangan yuridis atau norma-norma suatu


peraturan Hukum Konstitusi, karena pengaruh teknis pembentukan suatu
peraturan atau faktor-faktor kekuatan-kekuatan nyata yang ada dalarn
masyarakat, maka diperlukan lembaga-lembaga negaraipemerintah yang
fungsional di bidangnya masing-masing dan saling mengimbangi, mengawasi,
dan kemitraan satu sarna lain. Dalam hal pengamanan konstitusi suatu negara,
baik negara kesatuan maupun negara serikat terdapat lembaga negara yang
ditllgasi sebagai lembaga pengaman konstitusi ("the guardian of the
constitution")." Di Indonesia sebagai negara kesatuan dengan desentralisasi,
berdasarkan Peru bah an Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) tahun 2001 dan Pasal III Aturan
Peralihan Perubahan Keempat UUD NRl 1945 tahun 2002 jo UU No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi, lembaga peradilan yang berstatus
lembaga negara" yang seeara khusus ditugasi sebagai pengaman
UUDlKonstitusi adalah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK Rl).

Keberadaan MK RI mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam


penegakan Negara Hukum Indonesia yang diamanatkan Pasal 1 ayat (3) UUD
NRI 1945 perubahan ketiga tahun 2001, yang berbunyi: ''Negara Indonesia
adalah negara hukum". Mengacu kepada tujuan negara RI yang termaktub
dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945 untuk "memajukan
kesejahteraan umum", maka Negara Hukum tadi adalah Negara Hukum
Kesejahteraan. Tugas berat MK RI khususnya Hakim Konstitusi tadi tereermin
dari ketentuan Pasal 24 C ayat (5) UUD NRI 1945 perubahan ketiga tahun 2001
yang mensyaratkan untuk menjadi Hakim Konstitusi harus memiliki integritas
dan kepribadian negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan di
samping persyaratan berat lainnya.

10
D. Sejarah Singkat Konstitusi Indonesia UUD 1945
Dimaksudkan untuk waktu sementara sebagai persyaratan yuridis
formal pembentukan suatu negara . Kelembagaan politik saat itu belum
terbentuk secara mapan, sehingga fungsi konstitutif dijalankan sementara oleh
PPKI . Pernyataan kemerdekaan perlu disusul dengan pembentukan MPRS ,
yang bertugas merumuskan konstitusi. Karena situasi politik yang tidak
menentu, UUD 1945 kemudian berubah seiring dengan terjadinya perubahan
sistem pemerintahan.

Konstitusi RIS & UUDS 1950 sesungguhnya juga dimaksudkan untuk


sementara waktu, sehingga harus disusul dengan penyusunan konstitusi yang
definitif . Karena bersifat sementara, substansi UUD 1945 belum mampu
mengakomodasikan seluruh permasalahan dalam berbagai bidang . Untuk itu,
kepada UUD 1945 dilekatkan sifat singkat dan supel , dengan harapan selalu
mampu menyesuaikan dengan dinamika kontemporer .
Indonesia sebagai negara yang merdeka tentu saja mempunyai
konstitusi sebagai landasan menjalankan pemerintahan negara. Terbentuknya
konstitusi di Indonesia diawali dari janji Jepang yang kemudian membentuk
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zumbi choosakai, kemudian terbentuk
pada tanggal 29April 1945, dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, mulai bekerja
tanggal 29 Mei 1945, maka dengan terbentuknya BPUPKI bangsa Indonesia
secara legal mempersiapkan kemerdekaannya, untuk merumuskan syarat-
syarat yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka.
Setiap negara yang ada di dunia pasti mempunyai konstitusi, karena
konstitusi merupakan salah satu syarat penting untuk mendirikan dan
membangun suatu negara yang merdeka, oleh karenanya begitu pentingnya
konstitusi itu dalam suatu negara. Konstitusi merupakan suatu kerangka
kehidupan politik yang sesungguhnya telah dibangun pertama kali peradaban
dunia dimulai, karena hampir semua negara menghendaki kehidupan
bernegara yang konstitusional, adapun ciri-ciri pemerintahan yang
konstitusional diantaranya memperluas partisipasi politik, memberi kekuasaan
legislatif pada rakyat, menolak pemerintahan otoriter dan sebagainya.5

5
Adnan Buyung Nasution. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia. (Grafi ti : Jakarta, 1995). Hal. 16

11
Dari awal, para pendiri negara secara eksplisit sudah menyatakan
bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah konstistusi yang bersifat
sementara. Bahkan, Soekarno menyebutnya sebagai UUD revolusi yang
sementara atau revolutie grondwet. Kondisi obyektif ini sudah diantisipasi
oleh the fouding fathers dengan menyediakan Pasal 37 UUD 1945 sebagai
sarana untuk melakukan perubahan. Karena kelalaian menjalankan amanat itu,
sejak awal kemerdekaan proses penyelengaraan negara dilaksanakan dengan
konstitusi yang bersifat sementara.6
Reformasi yang terjadi masa kekuasaan pemerintahan orde baru
merupakan sala satu bentuk jawaban dari kesementaraan konstitusi. Pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan
Presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori
oleh mahasiwa, pemuda dan berbagai komponen bangsa lainya, di ibu kota
negara dan sampai ke daerah-daerah. Berhentinya Presiden Soeharto di
tengah krisis ekonomi dan moneter sangat memberatkan kehidupan masarakat
Indonesia menjadi awal dimulainya era reformasi di tanah air. Memasuki era
reformasi, telah membuktikan bahwa sebuah negara yang membawa
semangat perubahan nyatanya tak sepenuhnya sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh sebagian masarakat dan warga-negara Indonesia secara
keseluruhan. Salah satunya adalah hasil daripada amademen konstitusi.

Perubahan suatu konstitusi dalam suatu negara adalah hal yang sangat
penting untuk menjamin kehidupan ketatanegaraan secara berkelanjutan, hal
ini ditujukan untuk mengantisipasi hal-hal yang sifatnya baru dalam pengaturan
sistem ketatanegraan, Sebagai mana yang dikatakan oleh Abdul Manan dalam
bukunya aspek-aspek pengubah hukum mengatakan bahwa “hukum harus
dapat dijadikan pembaharu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
harus dibentuk dengan berorientasi kepada masa depan (for word looking),
tidak boleh hukum itu dibangun dengan berorientasi kepada masa lampau
(back word looking).”7

6
https://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-jurnalnasional/ 384-perubahan-undang-
undang-dasar-1945-dan-implikasinya-terhadap-sistem-ketatanegaraan-indonesia.html. Diakses pada 27
Januari 2022
7
Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Kencana Prenada Media; Jakarta. 2009), hal. 6-7

12
Oleh karna itu, hukum harus dapat dijadikan pendorong dan pelopor
untuk mengubah kehidupan masarakat kepada yang lebih baik dan bermanfaat
untuk semua pihak. Demikian halnya dengan konstitusi negara kita, atau yang
kita kenal dengan istilah UUD NRI 1945, juga senantiasa mengalami
perubahan, atau dalam sistem perubahan UUD NRI 1945 menggunakan istilah
amandemen. tercatat sepanjang sejarah perjalan UUD NRI tahun 1945 telah
mengalami empat kali masa amandemen yang dimulai dari amandemen
pertama sampai dengan amandemen keempat yang berlangsung selama
kurang lebih empat tahun, dimulai pada 14 oktober tahun 1999 sampai dengan
11 Agustus tahun 2002.

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah


empat kali diamandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), tetapi
banyak pengamat menilai hasil amandemen belum sepenuhnya menjamin
penyelenggaraan ketatanegaraan yang lebih baik, karena belum lengkap dan
sistematis sebagai satu hukum dasar yang komprehensif. “Lengkap” berarti
konstitusi itu mampu mengakomodir dan melindungi hak-hak fundamental
rakyat, mengatur secara jelas dan tegas fungsi serta kewenangan para
penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), serta tidak
mengandung kepentingan kelompok tertentu. Sedangkan, “sistematis”
mengandung arti, bahwa konstitusi harus memiliki paradigma yang jelas, serta
rumusan pasal-pasalnya disusun secara runtut yang tidak saling bertentangan
satu dengan yang lain, sehingga tidak menimbulkan multi-tafsir yang dapat
menimbulkan persoalan di kemudian hari.

Undang Undang Dasar memberikan kewenangan yang sangat besar


kepada mahkamah konstitusi sebagai pengawal Undang Undang Dasar (UUD
1945) (the guardian of the consitution) terkait dengan empat wewenang dan
satu kewajibanyang dimilikinya.8 Konstitusi sebagai hukum tertinggi mengatur
penyelengaraan negara berdasarkan prinsip demokrasi, dan salah satu fungsi
konstitusi adalah melindungi hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi,

8
Novendri M. Nggilu, Hukum Dan Teori Konstitusi (Perubahan Konstitusi Yang Partisipatif Dan Populis). (UII
press;Yogyakarta, 2014), Hal. 147-148.

13
sehingga menjadi hak konsitusional warga negara. Oleh karna itu mahkamah
konstitusi juga sebagai pengawal demokrasi (the guardian of democracy),
pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of the citizen’s
konstitusional rights) serta pelindung hak asasi manusia (the procetor of human
rights).9
Perubahan konstitusi atau UUD NRI Tahun 1945 dengan melibatkan
Mahkamah Konstitusi adalah suatu terobosan baru di bidang ketatanegaraan
Khususnya di Negara Indonesia, sebab pada prakteknya perubahan konstitusi
dengan melibatkan lembaga peradilan bukanlah hal yang tidak bisa dilakukan.
Hal ini dapat dilihat dalam mekanisme perubahan konstitusi yang ada dan
dipraktekan di Afrika Selatan, dimana proses perubahan konstitusi di sana
melibatkan Mahkamah Konstitusinya (Constitutional Court Of South Africa),
dan ternyata hasil sangat memberikan respon yang positif dalam
perkembangan kehidupan ketatanegaraan di Afrika Selatan, sehingga
beberapa pakar Hukum tata negara mengatakan bahwa “praktek Perubahan
Konstitusi yang paling berhasil yang pernah di praktekan adalah perubahan
konstitusi di Afrika Selatan”.

9
Ibid. Hal. 148

14
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi bahkan paling tinggi serta paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau
landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-
undangan lainnya.

Konstitusi di Indonesia selalu mengalami perkembangan, yang pertama kali berlaku


adalah UUD 1945, kemudian disusul UUD RIS pada tahun 1949 merupakan konstitusi
kedua yang mengakibatkan bentuk Negara Kesatuan berubah menjadi Negara
Serikat. UUDS 1950 merupakan konstitusi yang ketiga, walaupun kembali kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi sistem pemerintahannya adalah
Parlementer sampai dikeluarannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali
ke UUD 1945 yang berlaku hingga reformasi yang menghantarkan amandemen UUD
1945 ke empat kali dan berlaku sampai sekarang.

Pada zaman dahulu, istilah konstitusi digunakan untuk perintah-perintah kaisar


romawi kemudian di Italia difungsikan untuk menunjukan UUD “Diritton
constitutionale”. Sedangkan konstitusi dalam bahasa belanda disebut dengan istilah
“Grondwet”. Dasar negara sebagai pedoman penyelenggaraan negara secara tertulis
termuat dalam konstitusi suatu negara. Keterkaitan konstitusi dengan UUD dapat
dijelaskan bahwa Konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak tertulis sedangkan
UUD adalah hukum dasar tertulis. UUD memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin
elastik sifatnya aturan itu makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu pemeritahan
diselenggarakan.

B. Penutup
Hukum harus dapat dijadikan pendorong dan pelopor untuk mengubah
kehidupan masarakat kepada yang lebih baik dan bermanfaat untuk semua pihak.
Demikian pula dengan Hukum Konstitusi di Indonesia juga bisa berkembang menjadi
lebih baik, tetapi banyak pengamat menilai hasil perubahan atau amandemen belum

15
sepenuhnya menjamin penyelenggaraan ketatanegaraan yang lebih baik, karena
belum lengkap dan sistematis sebagai satu hukum dasar yang komprehensif.
“Lengkap” berarti konstitusi itu mampu mengakomodir dan melindungi hak-hak
fundamental rakyat, mengatur secara jelas dan tegas fungsi serta kewenangan para
penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), serta tidak mengandung
kepentingan kelompok tertentu

16
DAFTAR PUSTAKA
Aristotle, “Politics”, Translated by Sir Ernest Barker, Revised with an Introduction and
Notes by R.F. Stalley, First Published 1995, Reissued 1998, (New York: Oxford
University Press Inc., 1998). Sebagaimana dikutip dari Astim Riyanto,
Pengetahuan Hukum Konstitusi Menjadi Ilmu Hukum Konstitusi, Jurnal Hukum
dan Pembangunan Tahun ke-44 Nomor 2 April-Juni 2015.

Albert Venn Dicey, “An Introduction to Study of Th e Law of Th e Constitution”, Tenth


Edition (First Edition 1885), English Language Book Society and (Macmillan:
London, 1952). Sebagaimana dikutip dari Astim Riyanto, Pengetahuan Hukum
Konstitusi Menjadi Ilmu Hukum Konstitusi, Jurnal Hukum dan Pembangunan
Tahun ke-44 Nomor 2 April-Juni 2015.

Erry Gusman, Perkembangan Teori Konstitusi Untuk Mendukung Negara Kesatuan


Republik Indonesia, Ensiklopedia of Journal, Volume 1 Nomor 2 Edisi 2 Januari
2019.

Riyanto, Astim. Hukum Konstitusi sebagai Suatu Ilmu, Riyanto Jurnai Hukum dan
Pembangunan Tahun ke-39 No.1 Januari-Maret 2009.

Adnan Buyung Nasution. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia. (Grafiti :


Jakarta, 1995).

https://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-jurnalnasional/ 384-
perubahan-undang-undang-dasar-1945-dan-implikasinya-terhadap-sistem-
ketatanegaraan-indonesia.html. Diakses pada 27 Januari 2022.

Novendri M. Nggilu, Hukum Dan Teori Konstitusi (Perubahan Konstitusi Yang


Partisipatif Dan Populis). (UII press;Yogyakarta, 2014).

Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Kencana Prenada Media; Jakarta.


2009).

iv

Anda mungkin juga menyukai