Dosen:
Oleh :
Yohanis Varianto
NIM. : 2007020079
Segala puji bagi Tuhan yang telah melimpahkan rahmat, nikmat kesehatan,
dan kasih sayang kepada hamba-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya, kami akan kesulitan dalam proses
penyusunan hingga penyelesaian makalah.
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
nikmat sehat-Nya, sehingga makalah “Peraturan Daerah dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dengan Tinjauan Ontologi” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Teori dan
Hukum Konstitusi
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
A. Peraturan Perundang-Undangan ..................................................................... 3
B. Ontologi ............................................................................................................ 4
C. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan ....................................... 5
D. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan ........................................... 6
E. Peraturan Daerah ............................................................................................. 6
F. Tinjauan.......................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 16
A. Kesimpulan..................................................................................................... 16
B. Saran .............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................iv
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
tahapan pembentukan, namun di dalamnya ada kegiatan ritual penyaluran ide
si perancang peraturan perundang-undangan ke dalam pasal-pasal yang
dibuatnya. Artinya, pembentukan peraturan perundang-undangan tidak hanya
membangun fisik sebuah legislasi atau regulasi, namun ia juga membangun
ide dan cita-cita. Ide dan cita-cita ini berlandaskan pada kehendak dari pe
rancang atau pembentuk dalam rangka mendesain kehidupan sosial atau
dalam rangka menyelesaikan permasalahan sosial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang makalah di atas, dapat rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimana Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam
Tinjauan Ontologi
2. Bagaimana Peraturan Daerah dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk Mengetahui Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dalam Tinjauan Ontologi
2. Untuk Mengetahui Peraturan Daerah dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah
1. Dapat Mengetahui Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dalam Tinjauan Ontologi
2. Dapat Mengetahui Peraturan Daerah dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 7
3
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan.
B. Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles .
Ontologi berakar dari dua jenis kata dalam bahasa Yunani yaitu "ontos"
dan logos". Ontos berarti sebuah keberadaan atau kondisi yang ada secara
fakta dan logos berarti sebuah wawasan atau ilmu. Apabila digabungkan, maka
ontologi berarti ilmu yang mempelajari sesuatu keberadaan atau kondisi yang
ada sesuai fakta. Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Istilah ontologi pertama
kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M.
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun
rohani atau abstrak. Ontologi mempelajari dan membahas tentang keberadaan
sebuah objek sesuai fakta yang ada
Objek menjadi kajian dalam ontologi adalah realita yang ada. Ontologi
adalah studi tentang yang ada secara universal, dengan mencari pemikiran
semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya. Jadi ontologi
merupakan studi yang terdalam dari setiap hakekat kenyataan, misalnya (1)
dapatkah manusia sungguh-sungguh memilih sesuatu, (2) apakah ada Tuhan
didunia ini, (3) apakah nyata dalam hakekat material ataukah spiritual, (4)
apakah jiwa sungguh dapat dibedakan dengan badan, (5) apakah hidup dan
mati itu, dan sebagainya.
Jika dihubungan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan,
maka akan ditinjau secara nyata yang ada di Indonesia
4
C. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan
Asas-asas tentang pembentukan pearturan perundang-undangan
telahdinormatifkan dalam pasal 5 dan penjelasannya undang-undang nomor
10tahun 2004. Asas-asas tersebut antara lain1
1. Asas kejelasan tujuan, maksudnya adalah bahwa setiap
pembentuakan peraturan perundang hendak dicapai.
2. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, maksudnya
adalah bahwa setiap jenis peraturan perundangundangan harus
dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang und
berwenang.
3. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan, maksudnya
adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundangundangan
harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan
jenis peraturan perundangundangannya.
4. Asas dilaksan akan, maksundnya adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang perundang-- undangan harus memperhatikan
efektifitas peraturan undangan tersebut didalam masyarakat baik
secara filosofis, yuridis, maupun sosiologi.
5. Materi kejelasan rumusan,, maksudnya ad perundangundangan alah
bahwa setiap peraturan dibuat karena benarbenar dibutuhkan dan
bermanfaat mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
6. Asas kejelasan rumusan maksudnya adalah bahwa dalam
membentuk setiap peraturan perundangundangan penyusunan
peraturan perundangharus memenuhi persyaratan teknis undangan.
7. Asas keterbukaan maksunda adalah bahwa dalam proses
pembentukan peraturan perundangundangan mulai dari
perencanaan, bersiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat
transparan dan terbuka.
1
Undang–Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 TentangPembentukan Peraturan
PerUndang-UndanganPasal 5
5
D. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
E. Peraturan Daerah
Dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 telah memuat
mengenai cita- cita bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Untuk mengisi
2
Mahendra Kurniawan, dkk, undangan tidak berlaku Pedoman Naska Akademik PERDA Partisipatif, Kreasi
(Yogyakarta: Total Media, 2007), Cet. Ke 1 hlm 5
6
dan melaksanakan cita- cita bangsa Indonesia demi tercapainya
kesejahteraan bangsa, maka segala potensi dan sumber daya alam dan
sumber daya manusia harus digali dan dimanfaatkan semaksimal mungkin
dan secara terencana. Hal ini menjadi tugas negara sebagai wakil dari
bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sehingga negara mempunyai dan
mengemban tugas yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam menjalankan tugas negara untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat, maka menjadi sangat pentinglah arti pembentukan peraturan-
Soeprapto:1998:1) peraturan negara, karena campur tangan negara dalam
mengurusi kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, sosial, politik,
ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan yang
diselenggarakan dengan pembentukan peraturan- peraturan negara tidak
mungkin lagi dihindarkan.(Maria Farida Indrati Soeprapto:1998:1)
Bentuk Peraturan Perundang- Undangan yang dibentuk oleh
pemerintah termasuk di dalamnya adalah Peraturan Daerah. Daerah
mempunyai hak untuk mengatur daerahnnya sendiri dengan atau melalui
Peraturan Daerah. Hal ini dapat dilihat dalam Undang- Undang Nomor 10
Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Pasal 7
dikatakan bahwa:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang- Undangan adalah sebagai
berikut:
a. Undang- Undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang- Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten /kota dibuat oleh Badan Perwakilan
Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama
lainnya.
7
c. Peraturan Desa/ Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan
Perwakilan Desa atau nama lainnya besama dengan Kepala Desa
atau nama lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa /
Peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ kota
yang bersangkutan.
(4) Jenis Peraturan Perundang- Undangan selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang- Undangan
yang lebih tinggi.
(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang- Undangan adalah sesuai dengan
hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
10
hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus daerah yang
bersangkutan.
Dalam 41 pasal 6 Undangpembentukan peratu undang nomor 10
Tahun 2004 Tentang ran perundangundangan dan Pasal 138 Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa
materi muatan peraturan daearah mengandung asas :
a. Asas pengayoman
b. Asas kemanusian
c. Asas kebangsaan
d. Asas kekeluargaan
e. Asas kenusantaraan
f. Asas Bhineka tunggal Ika
g. Asas keadilan
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum
j. Asas keseimbangan
11
memperhatikan materi muatan yang tepat dan dengan jenis peraturan
perundangundangan.
d. Asas dapat dilaksanakan, maksudnya setiap pembentukan peraturan
perundangundangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan
perundangundangan terse but di dalam masyarakat baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. Asas dayagunaan dan kehasilgunaan, maksudnya setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang di benarbenar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan maksudnya dalam membentuk setiap
peraturan perundangundangan harus memenuhi syarat teknis
penyusunan peraturan perundangundangan, sehingga sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah di mengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksnaannya.
g. Asas kejelasan rumusan maksudnya dalam membentuk setiap
peraturan perundangundangan harus memenuhi syarat teknis
penyusunan peraturan perundangundangan, sehingga sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah di mengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksnaannya.
F. Tinjauan
Prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan ditetapkan
dalam UU 12 Tahun 2011, ada Perpres 87, dan lain sebagainya. Kementerian
atau lembaga negara, atau presiden bila ingin membentuk atau menetapkan
peraturan perundang-undangan acuannya adalah prosedur yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Jadi tidak boleh suka-suka Prosedur
pembentukan, teknik, dan format, mana yang lebih dahulu penetapan atau
pengundangan itu sudah diatur secara baku dalam UU 12 Tahun 2011 dan
aturan pelaksanaannya. Itulah mengapa konsideran menimbang UU 12 Tahun
12
2011 menyebutkan bahwa tujuan dibentuknya peraturan perundang-undangan
dibentuk secara sistematis dan baku.
Adapun kondisi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pertama
dari sisi materi, persoalan yang acapkali muncul ialah persoalan multi tafsir,
potensi konflik, dan tidak operasional. Norma peraturan perundang-undangan
ini seringkali kabur, bisa disengaja sejak proses pembentukannya sejak awal
dibuat kabur. Bisa juga kemudian belakangan baru disadari bahwa iya
menimbulkan penafsiran yang tidak tunggal. Seringkali juga peraturan
perundang-undangan itu menimbulkan potensi konflik. Persoalan lainnya ialah
tidak operasional. Kadang ada peraturan perundang-undangan yang narasinya
indah, tujuannya baik tapi ternyata tidak dapat diimplementasikan. Dalam
bidang energi dan pertambangan ini seringkali banyak peraturan perundang-
undangan yang tidak dapat diterapkan jika menghadapi kondisi riil di lapangan.
Dari sisi proses pembentukan, kadang-kadang peraturan perundang-
undangan dibuat sesuai kepentingan. Beberapa Perppu misalnya, jika kita
berbicara Perppu maka ini dilahirkan atas dasar kegentingan memaksa.
Seringkali Perppu banyak dibuat tidak didasarkan pada kegentingan tapi atas
dasar kepentingan yang memaksa. Pembentukan peraturan perundang-
undangan seringkali penyusunan RUU/Raperda tidak didahului penelitian dan
pengkajian. Selanjutnya, penyusunan Prolegnas/Propemperda belum
didasarkan pada kebutuhan. Permasalahan lainnya ialah minimnya partisipasi
masyarakat.
Dari sisi kelembagaan, persoalan yang sering muncul adalah banyaknya
egosektoral dan egokedaerahan. Egosektoral ini tidak hanya terjadi antar
kementerian/lembaga, tapi juga seringkali terjadi antar lembaga kajian atau
swadaya masyarakat karena isunya dianggapnya paling tahu atau yang paling
benar menurutnya.
Ada beberapa lembaga kajian atau lembaga swadaya masyarakat yang
bergerak terhadap isu tertentu yang kemudian melakukan suatu penetrasi yang
cukup dalam terhadap suatu kementerian/lembaga. Egosektoral paling terasa
adalah nuansa sengketa kewenangan. Sengketa kewenangan ini seringkali
menimbulkan sengketa karena di balik kewenangan itu ada uang, ada
kekuasaan. Kondisi peraturan perundang-undangan seringkali kita melihatnya
ada hanya dari segi kuantitas tapi tidak berfokus pada substansinya.
13
Dampak atau akibat peraturan yang bermasalah menimbulkan kinerja
penyelenggara negara rendah, tidak ada kepastian hukum, beban masyarakat,
inefisiensi anggaran, beban masyarakat, lapangan kerja menurun, dan
investasi menurun. Selanjutnya adalah tahap pembentukan peraturan
perundang-undangan berawal dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,
penetapan/pengesahan, pengundangan, dan pemantauan dan peninjauan.
Perencanaan peraturan perundang-undangan diawali dengan program
penelitian atau kajian. Dalam undang-undang harus diawali dengan program
legislasi nasional. Dalam pembentukan peraturan pemerintah harus diawali
dengan program penyusunan peraturan pemerintah. Dalam pembentukan
peraturan presiden harus diawali dengan perencanaan peraturan presiden.
Dalam pembentukan peraturan daerah juga harus diawali program legislasi
daerah.
Penyusunan peraturan perundang-undangan, berupa undang-undang
diusulkan dari DPR, Pemerintah atau DPD. Dalam penyusunan undang-
undang meliput banyak kegiatan berupa perencanaan Rancangan Undang-
Undang meliputi
a. penyusunan Naskah Akademik;
b. penyusunan Prolegnas jangka menengah (5 Tahun);
c. penyusunan Prolegnas prioritas tahunan;
d. perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang kumulatif terbuka;
dan
e. perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas.
15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
B. Saran
Ontologi mempelajari ciri hakiki (pokok) dari keberadaan yang berbeda dari tudi
tentang hal-hal yang ada secara khusus. Pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh undang-undang. Asas-
asas pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan asas yang digunakan
dalam membentuk suatu aturan perundang-undangan. Untuk selanjutnya,
pembentukan perundang-undangan dibentuk oleh pemegang kekuasaan yang sah,
yang dipilih oleh rakyat secara demokrasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Madilis, Hasan. 2011. Filsafat Hukum dalam Kajian Aspek Ontologi, Epistomologi,
dan aksiologi (Bagian I).
https://gagasanhukum.wordpress.com/2011/02/28/filsafat-hukum-dalam-
kajian-aspek-ontologi-epistomologi-dan-aksiologi-bagian-i/. diakses pada 24
Januari 2022
iv