Anda di halaman 1dari 20

Makalah Teori dan Hukum Konstitusi

Peraturan Daerah dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan


Tinjauan Ontologi

Dosen:

DR Pandri Zulfikar SH., MH.

Oleh :

Yohanis Varianto

NIM. : 2007020079

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah melimpahkan rahmat, nikmat kesehatan,
dan kasih sayang kepada hamba-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya, kami akan kesulitan dalam proses
penyusunan hingga penyelesaian makalah.

Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
nikmat sehat-Nya, sehingga makalah “Peraturan Daerah dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dengan Tinjauan Ontologi” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Teori dan
Hukum Konstitusi

Penulis mengucapkan terimakasih kepada segalah pihak yang telah membantu


memberikan saran dan masukan kepada penulis, serta dorongan kepada
penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema tentang pembentukan perundang-


undangan ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah
ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik
terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.

Jakarta, 27 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
A. Peraturan Perundang-Undangan ..................................................................... 3
B. Ontologi ............................................................................................................ 4
C. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan ....................................... 5
D. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan ........................................... 6
E. Peraturan Daerah ............................................................................................. 6
F. Tinjauan.......................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 16
A. Kesimpulan..................................................................................................... 16
B. Saran .............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................iv

iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Peranan dan fungsi peraturan perundang-undangan sangat vital dan strategis


dalam kehidupan suatu negara. Tertib dan tidak tertibnya masyarakat
dipengaruhi peraturan perundang-undangan karena peraturan
perundangundangan dibentuk untuk membuat tatanan sosial yang tertib
sesuai dengan cita-cita idealnya. Walaupun, selain peraturan perundang-
undangan, elemen budaya hukum masyarakat sangat berpengaruh bagi
efektifitas implementasi suatu peraturan perundang-undangan.

Sejatinya, peraturan perundang-undanganlah yang akan mendesain tatanan


sosial seperti apa tatanan yang ideal bagi suatu masyarakat sehingga hidup
masyarakat menjadi baik dalam pergaulannnya. Selain, bahwa pendesainan
ta tanan sosial tersebut tidak semata menciptakan tatanah baru, namun
memperteguh suatu tatanan yang telah ada dengan memberikan landasan
yuridisformal, merupakan bentuk desain hukum suatu tatanan sosial agar
kemudian memiliki kekuatan hukum mengikat secara formal-legalistik.

Peraturan perundang-undangan menjadi hal penting yang merupakan sarana


untuk mendesain masyarakat sesuai dengan tatanan ideal suatu bangsa.
Tugas perancang peraturan perundangundanganlah yang menjadi desainer
tatanan kehidupan suatu masyarakat, bangsa, dan negara agar sesuai dengan
tatanan ideal yang diinginkan. Baik dan buruknya tatanan kehidupan tersebut
dipengaruhi oleh baik dan buruknya peraturan perundang-undangan yang
dirancang oleh para perancang peraturan perundang-undangan yang
kemudian atas rancangan tersebut akan disahkan oleh pejabat yang
berwenang.

Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak hanya dimaknai sebagai


proses teknis pembentukan norma-norma hukum yang kemudian dibungkus
dalam suatu naskah regulasi atau legislasi. Pembentukan peraturan
perundang-undangan tidak hanya dimaknai pula sebagai kegiatan proses atau

1
tahapan pembentukan, namun di dalamnya ada kegiatan ritual penyaluran ide
si perancang peraturan perundang-undangan ke dalam pasal-pasal yang
dibuatnya. Artinya, pembentukan peraturan perundang-undangan tidak hanya
membangun fisik sebuah legislasi atau regulasi, namun ia juga membangun
ide dan cita-cita. Ide dan cita-cita ini berlandaskan pada kehendak dari pe
rancang atau pembentuk dalam rangka mendesain kehidupan sosial atau
dalam rangka menyelesaikan permasalahan sosial.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang makalah di atas, dapat rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimana Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam
Tinjauan Ontologi
2. Bagaimana Peraturan Daerah dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk Mengetahui Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dalam Tinjauan Ontologi
2. Untuk Mengetahui Peraturan Daerah dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah
1. Dapat Mengetahui Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dalam Tinjauan Ontologi
2. Dapat Mengetahui Peraturan Daerah dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Peraturan Perundang-Undangan

Pengertian dari peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 1 angka


2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (“UU 12/2011”) adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Hierarki dari peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 UU 12/2011:

Pasal 7

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Jadi peraturan perundangan-undangan adalah semua peraturan tertulis yang


memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang telah ditetapkan. Sedangkan, undang-undang merupakan salah
satu jenis dari peraturan perundang-undangan.

Sedangkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah


pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan

3
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan.

B. Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles .
Ontologi berakar dari dua jenis kata dalam bahasa Yunani yaitu "ontos"
dan logos". Ontos berarti sebuah keberadaan atau kondisi yang ada secara
fakta dan logos berarti sebuah wawasan atau ilmu. Apabila digabungkan, maka
ontologi berarti ilmu yang mempelajari sesuatu keberadaan atau kondisi yang
ada sesuai fakta. Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Istilah ontologi pertama
kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M.
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada yang merupakan realiti baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun
rohani atau abstrak. Ontologi mempelajari dan membahas tentang keberadaan
sebuah objek sesuai fakta yang ada
Objek menjadi kajian dalam ontologi adalah realita yang ada. Ontologi
adalah studi tentang yang ada secara universal, dengan mencari pemikiran
semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap
kenyataan atau menjelaskan yang ada dalam setiap bentuknya. Jadi ontologi
merupakan studi yang terdalam dari setiap hakekat kenyataan, misalnya (1)
dapatkah manusia sungguh-sungguh memilih sesuatu, (2) apakah ada Tuhan
didunia ini, (3) apakah nyata dalam hakekat material ataukah spiritual, (4)
apakah jiwa sungguh dapat dibedakan dengan badan, (5) apakah hidup dan
mati itu, dan sebagainya.
Jika dihubungan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan,
maka akan ditinjau secara nyata yang ada di Indonesia

4
C. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan
Asas-asas tentang pembentukan pearturan perundang-undangan
telahdinormatifkan dalam pasal 5 dan penjelasannya undang-undang nomor
10tahun 2004. Asas-asas tersebut antara lain1
1. Asas kejelasan tujuan, maksudnya adalah bahwa setiap
pembentuakan peraturan perundang hendak dicapai.
2. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, maksudnya
adalah bahwa setiap jenis peraturan perundangundangan harus
dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang und
berwenang.
3. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan, maksudnya
adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundangundangan
harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan
jenis peraturan perundangundangannya.
4. Asas dilaksan akan, maksundnya adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang perundang-- undangan harus memperhatikan
efektifitas peraturan undangan tersebut didalam masyarakat baik
secara filosofis, yuridis, maupun sosiologi.
5. Materi kejelasan rumusan,, maksudnya ad perundangundangan alah
bahwa setiap peraturan dibuat karena benarbenar dibutuhkan dan
bermanfaat mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
6. Asas kejelasan rumusan maksudnya adalah bahwa dalam
membentuk setiap peraturan perundangundangan penyusunan
peraturan perundangharus memenuhi persyaratan teknis undangan.
7. Asas keterbukaan maksunda adalah bahwa dalam proses
pembentukan peraturan perundangundangan mulai dari
perencanaan, bersiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat
transparan dan terbuka.

1
Undang–Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 TentangPembentukan Peraturan
PerUndang-UndanganPasal 5

5
D. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

Materi muatan peraturanan perundang-undangan, tolak ukurnya


hanya dapat dikonsepkan secara umum. Semakin tinggi kedudukan suatu
peraturan perundangundanagan, semakin abstrak dan mendasar materi
mua tannya. Begitu juga sebaliknya semakin rendah kedudukan suatu
peraturan perundangundangan semakin semakin rinci dan semakin konkrit
juga materi muatannya.2
Pasal 8 undangundang Nomor 10 Tahun 2004 mengatur materi
muatan yang harus diatur dengan undang a.undanng berisi hal hal yang:
a. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang22 Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 meliputi :
1. Hak-hak asasi manusia
2. Hak dan kewajiban warga Negara
3. Pelaksanaan penegakan kedaulatan Negara serta pembagian
kekuasaan Negara
4. Wilayah Negara dan pembagian daerah
5. Kewarganegaraan dan kependudukan
6. Keuangan negara
b. Diperintahkan oleh suatu undang undang.undang untuk diatur dengan
undang-undang.

Mengenai peratutan daerah, di nyatakan dalam pasal 12 Undangundang


Nomor 10 Tahun 2004 bahwa materi muatan peraturan daerah adalah
seluruh materi muatan peraturan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantu dan penampung kondisi khusus daerah serta
jabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

E. Peraturan Daerah
Dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 telah memuat
mengenai cita- cita bangsa Indonesia setelah kemerdekaan. Untuk mengisi

2
Mahendra Kurniawan, dkk, undangan tidak berlaku Pedoman Naska Akademik PERDA Partisipatif, Kreasi
(Yogyakarta: Total Media, 2007), Cet. Ke 1 hlm 5

6
dan melaksanakan cita- cita bangsa Indonesia demi tercapainya
kesejahteraan bangsa, maka segala potensi dan sumber daya alam dan
sumber daya manusia harus digali dan dimanfaatkan semaksimal mungkin
dan secara terencana. Hal ini menjadi tugas negara sebagai wakil dari
bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sehingga negara mempunyai dan
mengemban tugas yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam menjalankan tugas negara untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat, maka menjadi sangat pentinglah arti pembentukan peraturan-
Soeprapto:1998:1) peraturan negara, karena campur tangan negara dalam
mengurusi kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, sosial, politik,
ekonomi, budaya, lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan yang
diselenggarakan dengan pembentukan peraturan- peraturan negara tidak
mungkin lagi dihindarkan.(Maria Farida Indrati Soeprapto:1998:1)
Bentuk Peraturan Perundang- Undangan yang dibentuk oleh
pemerintah termasuk di dalamnya adalah Peraturan Daerah. Daerah
mempunyai hak untuk mengatur daerahnnya sendiri dengan atau melalui
Peraturan Daerah. Hal ini dapat dilihat dalam Undang- Undang Nomor 10
Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Pasal 7
dikatakan bahwa:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang- Undangan adalah sebagai
berikut:
a. Undang- Undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang- Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten /kota dibuat oleh Badan Perwakilan
Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama
lainnya.

7
c. Peraturan Desa/ Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan
Perwakilan Desa atau nama lainnya besama dengan Kepala Desa
atau nama lainnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa /
Peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/ kota
yang bersangkutan.
(4) Jenis Peraturan Perundang- Undangan selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang- Undangan
yang lebih tinggi.
(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang- Undangan adalah sesuai dengan
hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dari tata urutan atau Hirarki Peraturan Perundang- Undangan di Indonesia


Peraturan Daerah adalah termasuk didalamnya. Sehingga Peraturan Daerah
juga merupakan sumber hukum di Indonesia. Sedangkan kekuatan
berlakunya Peraturan Perundang- Undangan ini adalah sesuai dengan
hierarki atau urutan dari Peraturan Perundang- Undangan yang bersangkutan,
sehingga Suatu Peraturan Perundang- Undangan tidak boleh bertentangan
dengan Peraturan Perundang- Undangan di atasnya atau lebih tinggi.

Peraturan Daerah adalah nama Peraturan Perundang- Undangan tingkat


daerah yang ditetapkan Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah membentuk
Peraturan Daerah merupakan salah satu ciri yang menunjukan bahwa
pemerintah tingkat daerah tersebut adalah satuan pemerintah otonom
berhak mengatur dan mengurusi rumah tangga daerahnya sendiri.(Bagir
manan:1992:59).

Sedangkan menurut Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang


Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Pasal 1 ayat (7) disebutkan
bahwa “Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang- Undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
8
bersama Kepala Daerah. Berdasarkan ketentuan ini dapat dikatakan bahwa
Peraturan Daerah merupakan Peraturan Perundang- Undangan hasil
kerjasama antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah
yang bersangkutan, karena persetujuan atas rancangan Suatu Peraturan
Daerah dilakukan bersama- sama.
Dalam pembentukan suatu Peraturan Daerah maka harus
berdasarkan pada beberapa asas yang termuat dalam Undang- Undang
Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Pasal 5 yang mengatakan bahwa:
Dalam membentuk Peraturan Perundang- Undangan harus
berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan yang
baik yang meliputi:
a. kejelasan tujuan
b. kelembagaan atau organ pembentukan yang tepat
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan
d. dapat dilaksanakan
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. kejelasan rumusan dan
g. keterbukaan
Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan
Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum,
Peraturan Daerah lainnya dan Peraturan Perundang- Undangan yang lebih
tinggi. Peraturan Daerah hanya ditandatangani oleh Kepala Daerah dan tidak
ditandatangani oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bukan merupakan bagian dari Pemerintah
Daerah. Tetapi dapat dilihat bahwa Peraturan Daerah tetap memerlukan dan
harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Adanya kerjasama antara Kepala Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sesuai dengan Undang- Undang dalam arti formil.
Menurut Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 urusan- urusan yang
dapat diatur dalam Peraturan Daerah adalah sistem rumah tangga daerah.
Di dalam sistem rumah tangga formal segala urusan pada dasarnya dapat
diatur oleh daerah sepanjang belum diatur atau tidak bertentangan dengan
9
Peraturan Perundang- Undangan yang lebih tinggi. Suatu rumah tangga
materiil hanya urusan yang menjadi urusan rumah tangga daerah yang
dapat diatur dengan Peraturan Daerah adalah urusan yang ditetapkan
sebagai rumah tangga daerah maupun unsur lain sepanjang belum diatur
atau tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang- Undangan yang lebih
tinggi tingkatannya. Dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004
ditegaskan bahwa seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pajak
dan retribusi daerah, ketentuan yang memuat sanksi pidana dan lain
sebagainya. Urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya.
Hal- hal yang dapat diatur oleh Peraturan Daerah dibidang tugas
pembantuan adalah membantu melaksanakan urusan Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Tugas pembantuan
ditetapkan dalam Peraturan Perundang- Undangan, sehingga Peraturan
Daerah di bidang tugas pembantuan selalu ditetapkan dalam Peraturan
Perundang- Undangan. Untuk melaksanakan Peraturan Daerah tugas- tugas
pembantuan Kepala Daerah dapat ditetapkan dengan keputusan Kepala
Daerah. Sehingga Peraturan Daerah tidak boleh mengatur tugas- tugas
pembantuan di luar dari yang telah ditetapkan oleh Peraturan Perundang-
Undangan.
Peraturan Perundang- Undangan menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri, dalam wujud
Peraturan Daerah. Sehingga segala bentuk Peraturan Daerah yang ada
harus sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing- masing, agar
Peraturan Daerah dapat berlaku secara efektif, dan berpihak kepada
masyarakat daerahnya sendiri.

Materi Muatan Peraturan Daerah

Materi muatan peraturan Daerah merupakan materi muatan yang


bersifat atribusian maupun delegasian dari materi muatan peraturan
perundang-undangan diatasnya. Selain itu materi muatan Peraturan
Daerah juga berisi hal-hal yang merupakan kewenangan daerah menurut
peraturan undangan yang berlaku. Materi muatan peraturan daerah ini
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan pelaksanaan aturan

10
hukum diatasnya dan menampung kondisi khusus daerah yang
bersangkutan.
Dalam 41 pasal 6 Undangpembentukan peratu undang nomor 10
Tahun 2004 Tentang ran perundangundangan dan Pasal 138 Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa
materi muatan peraturan daearah mengandung asas :
a. Asas pengayoman
b. Asas kemanusian
c. Asas kebangsaan
d. Asas kekeluargaan
e. Asas kenusantaraan
f. Asas Bhineka tunggal Ika
g. Asas keadilan
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum
j. Asas keseimbangan

Asas Pembentukan Peraturan Daerah

Untuk membentuk asas suatu peraturan daerah harus sesuai atau


berdasarkan asas hukum umum dan asas daerah. Asas-asas hukum
khusus pembentukan peraturan asas ini disebutkan dalam pasal 5 dan
penjelasanya Undang undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang undangan dan pasal 137 Undang-- undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yaitu sebagai berikut:

a. Asas kejelasan tujuan, maksudnya setiap pembuatan peraturan


perundang undangan harus memiliki tujuan yang jelas yang hendak
di capai.
b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, maksudnya
setiap jenis peraturan perundangundangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat yang berwenang membuatnya.
c. Asas kesesuaian antara peraturan perundangjenis dan muatan,
maksudnya dalam prmbrntukan undangan harus benarbenar

11
memperhatikan materi muatan yang tepat dan dengan jenis peraturan
perundangundangan.
d. Asas dapat dilaksanakan, maksudnya setiap pembentukan peraturan
perundangundangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan
perundangundangan terse but di dalam masyarakat baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. Asas dayagunaan dan kehasilgunaan, maksudnya setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang di benarbenar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan maksudnya dalam membentuk setiap
peraturan perundangundangan harus memenuhi syarat teknis
penyusunan peraturan perundangundangan, sehingga sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah di mengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksnaannya.
g. Asas kejelasan rumusan maksudnya dalam membentuk setiap
peraturan perundangundangan harus memenuhi syarat teknis
penyusunan peraturan perundangundangan, sehingga sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah di mengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksnaannya.

F. Tinjauan
Prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan ditetapkan
dalam UU 12 Tahun 2011, ada Perpres 87, dan lain sebagainya. Kementerian
atau lembaga negara, atau presiden bila ingin membentuk atau menetapkan
peraturan perundang-undangan acuannya adalah prosedur yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Jadi tidak boleh suka-suka Prosedur
pembentukan, teknik, dan format, mana yang lebih dahulu penetapan atau
pengundangan itu sudah diatur secara baku dalam UU 12 Tahun 2011 dan
aturan pelaksanaannya. Itulah mengapa konsideran menimbang UU 12 Tahun

12
2011 menyebutkan bahwa tujuan dibentuknya peraturan perundang-undangan
dibentuk secara sistematis dan baku.
Adapun kondisi peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pertama
dari sisi materi, persoalan yang acapkali muncul ialah persoalan multi tafsir,
potensi konflik, dan tidak operasional. Norma peraturan perundang-undangan
ini seringkali kabur, bisa disengaja sejak proses pembentukannya sejak awal
dibuat kabur. Bisa juga kemudian belakangan baru disadari bahwa iya
menimbulkan penafsiran yang tidak tunggal. Seringkali juga peraturan
perundang-undangan itu menimbulkan potensi konflik. Persoalan lainnya ialah
tidak operasional. Kadang ada peraturan perundang-undangan yang narasinya
indah, tujuannya baik tapi ternyata tidak dapat diimplementasikan. Dalam
bidang energi dan pertambangan ini seringkali banyak peraturan perundang-
undangan yang tidak dapat diterapkan jika menghadapi kondisi riil di lapangan.
Dari sisi proses pembentukan, kadang-kadang peraturan perundang-
undangan dibuat sesuai kepentingan. Beberapa Perppu misalnya, jika kita
berbicara Perppu maka ini dilahirkan atas dasar kegentingan memaksa.
Seringkali Perppu banyak dibuat tidak didasarkan pada kegentingan tapi atas
dasar kepentingan yang memaksa. Pembentukan peraturan perundang-
undangan seringkali penyusunan RUU/Raperda tidak didahului penelitian dan
pengkajian. Selanjutnya, penyusunan Prolegnas/Propemperda belum
didasarkan pada kebutuhan. Permasalahan lainnya ialah minimnya partisipasi
masyarakat.
Dari sisi kelembagaan, persoalan yang sering muncul adalah banyaknya
egosektoral dan egokedaerahan. Egosektoral ini tidak hanya terjadi antar
kementerian/lembaga, tapi juga seringkali terjadi antar lembaga kajian atau
swadaya masyarakat karena isunya dianggapnya paling tahu atau yang paling
benar menurutnya.
Ada beberapa lembaga kajian atau lembaga swadaya masyarakat yang
bergerak terhadap isu tertentu yang kemudian melakukan suatu penetrasi yang
cukup dalam terhadap suatu kementerian/lembaga. Egosektoral paling terasa
adalah nuansa sengketa kewenangan. Sengketa kewenangan ini seringkali
menimbulkan sengketa karena di balik kewenangan itu ada uang, ada
kekuasaan. Kondisi peraturan perundang-undangan seringkali kita melihatnya
ada hanya dari segi kuantitas tapi tidak berfokus pada substansinya.
13
Dampak atau akibat peraturan yang bermasalah menimbulkan kinerja
penyelenggara negara rendah, tidak ada kepastian hukum, beban masyarakat,
inefisiensi anggaran, beban masyarakat, lapangan kerja menurun, dan
investasi menurun. Selanjutnya adalah tahap pembentukan peraturan
perundang-undangan berawal dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,
penetapan/pengesahan, pengundangan, dan pemantauan dan peninjauan.
Perencanaan peraturan perundang-undangan diawali dengan program
penelitian atau kajian. Dalam undang-undang harus diawali dengan program
legislasi nasional. Dalam pembentukan peraturan pemerintah harus diawali
dengan program penyusunan peraturan pemerintah. Dalam pembentukan
peraturan presiden harus diawali dengan perencanaan peraturan presiden.
Dalam pembentukan peraturan daerah juga harus diawali program legislasi
daerah.
Penyusunan peraturan perundang-undangan, berupa undang-undang
diusulkan dari DPR, Pemerintah atau DPD. Dalam penyusunan undang-
undang meliput banyak kegiatan berupa perencanaan Rancangan Undang-
Undang meliputi
a. penyusunan Naskah Akademik;
b. penyusunan Prolegnas jangka menengah (5 Tahun);
c. penyusunan Prolegnas prioritas tahunan;
d. perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang kumulatif terbuka;
dan
e. perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas.

Pada tahap selanjutnya, disusunlan Naskah Akademik. Naskah


Akademik merupakan kegiatan penyusunan naskah akademik yang
dilaksanakan oleh Pemrakarsa. Tahapan selanjutnya adalah dilakukna
penyelarasan naskah akademik di laksanakan oleh Kemenkumham/Baleg.
Dalam tahapan pembentukan perundang-undangan, terlebih dahulu
dilakukan dengan menetapkan program legislasi nasional (Prolegnas). Dalam
Prolegnas, terdapat bagian berupa Prolegnas Jangka Menengah. Penyusunan
Prolegnas dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah, yang didasarkan
pada:
a. perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
14
b. perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. perintah Undang-Undang lainnya;
d. sistem perencanaan pembangunan nasional;
e. rencana pembangunan jangka panjang nasional;
f. rencana pembangunan jangka menengah;
g. rencana kerja pemerintah; dan
h. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.

15
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Bentuk Peraturan Perundang- Undangan yang dibentuk oleh pemerintah


termasuk di dalamnya adalah Peraturan Daerah. Daerah mempunyai hak untuk
mengatur daerahnnya sendiri dengan atau melalui Peraturan Daerah. Hal ini
dapat dilihat dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang- Undangan.

Dari sisi proses pembentukan, kadang-kadang peraturan perundang-undangan


dibuat sesuai kepentingan. Beberapa Perppu misalnya, jika kita berbicara Perppu
maka ini dilahirkan atas dasar kegentingan memaksa. Seringkali Perppu banyak
dibuat tidak didasarkan pada kegentingan tapi atas dasar kepentingan yang
memaksa. Pembentukan peraturan perundang-undangan seringkali penyusunan
RUU/Raperda tidak didahului penelitian dan pengkajian. Selanjutnya, penyusunan
Prolegnas/Propemperda belum didasarkan pada kebutuhan. Permasalahan lainnya
ialah minimnya partisipasi masyarakat.

B. Saran
Ontologi mempelajari ciri hakiki (pokok) dari keberadaan yang berbeda dari tudi
tentang hal-hal yang ada secara khusus. Pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik harus sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh undang-undang. Asas-
asas pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan asas yang digunakan
dalam membentuk suatu aturan perundang-undangan. Untuk selanjutnya,
pembentukan perundang-undangan dibentuk oleh pemegang kekuasaan yang sah,
yang dipilih oleh rakyat secara demokrasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Undang–Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004


TentangPembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan

Mahendra Kurniawan, dkk, undangan tidak berlaku Pedoman Naska Akademik


PERDA Partisipatif, Kreasi (Yogyakarta: Total Media, 2007)

Madilis, Hasan. 2011. Filsafat Hukum dalam Kajian Aspek Ontologi, Epistomologi,
dan aksiologi (Bagian I).
https://gagasanhukum.wordpress.com/2011/02/28/filsafat-hukum-dalam-
kajian-aspek-ontologi-epistomologi-dan-aksiologi-bagian-i/. diakses pada 24
Januari 2022

iv

Anda mungkin juga menyukai