Anda di halaman 1dari 29

Makalah Ilmu Perundang-Undangan

“JENIS MUATAN MATERI PERUNDANG-UNDANGAN”

Di susun oleh:

Kelompok 4

1. Indriyawaty Rotinsulu 1011420173


2. Mutia Khairani Domili 1011420213
3. Lini Lisa Nur Khairiah Podungge 1011420156
4. Siti Nuraliza Musa 1011420184
5. Adawiya Pakaya 1011420199
6. Reza Pratama Konio 1011420183

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGRI GORONTALO

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan
“Jenis Muatan Materi Perundang-Undangan". Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah Ilmu Perundang-undangan. Meskipun banyak hambatan
yang penyusun alami dalam proses pengerjaannya, namun akhirnya kami berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca.

Gorontalo, 28 Maret 2022


Mengetahui

Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................

1.3 Tujuan..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.2 Jenis Materi Muatan Perundang-undangan.............................................

2.2 Fungsi Peraturan Perundang-undangan...................................................

2.3 Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.....................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................

3.2 Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mendapatkan peraturan perundang-undangan yang baik melalui
pembentukan peraturan perundangundangan yang dilaksanakan dengan cara dan
metode yang pasti, baku, dan standar, maka diperlukan pula ketentuan yang pasti,
baku, dan standar tentang jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan.
Menurut A. Hamid S. Attamimi pembentukan peraturan peraturan perundang-
undangan adalah pembentukan norma hukum yang berlaku keluar dan mengikat
secara umum yang dituangkan dalam jenisjenis peraturan perundang-undangan
sesuai hierarkinya.
Untuk dapat menuangkan norma hukum tersebut dalam berbagai jenis
peraturan perundang-undangan, penting memperhatikan materi muatannya.
Pentingnya pemahaman dan ketentuan tentang jenis, hierarki, dan materi muatan
peraturan perundang-undangan ditunjukkan pula dengan adanya salah satu asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yakni asas “kesesuaian
antara jenis, hierarki, dan materi muatan”. Yang dimaksud dengan “asas
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan. Hal lainnya yang perlu untuk dipahami pula oleh mahasiswa adalah
terkait fungsi dari peraturan perundang-undangan. Secara umum, peraturan
perundang-undangan fungsinya adalah mengatur sesuatu materi tertentu untuk
memecahkan suatu masalah yang ada dalam masyarakat. Selain fungsi umum
tersebut, setiap peraturan perundang-undangan juga memiliki fungsi khusus sesuai
dengan jenis peraturan perundang-undangan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan jenis peraturan perundang-undangan?
2. Apa saja fungsi peraturan perundang-undangan?
3. Apa saja Materi muatan peraturan perundang-undangan?
1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui tentang jenis peraturan perundang-undangan
2. Agar dapat mengetahui apa saja fungsi peraturan perundang-undangan
3. Agar dapat mengetahui apa saja muatan dari peraturan perundang-undangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
Dalam berbagai literatur yang ada, terdapat berbagai penyebutan berkaitan
dengan “jenis” peraturan perundang-undangan, dimana ada yang memakai
nomenklatur “jenis” ada juga yang memakai nomenklatur “bentuk”. Arti jenis
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online berarti: (1) yang mempunyai ciri
(sifat, keturunan, dan sebagainya) yang khusus; macam: (2) mutu. Sedangkan arti
kata bentuk berarti: 1 lengkung; lentur; 2 bangun; gambaran; 3 rupa; wujud; 4
sistem; susunan (pemerintahan, perserikatan, dan sebagainya):; 5 wujud yang
ditampilkan (tampak): ; 6 acuan atau susunan kalimat; 7 kata penggolong bagi
benda yang berkeluk (cincin, gelang, dan sebagainya).
Dari pengertian tersebut maka jelas bahwa terdapat perbedaan antara
pengertian “jenis” dan “bentuk”. Bentuk lebih menekankan kepada wujud
lahiriah, sedangkan jenis lebih kepada macam atau ragam dari sesuatu yang
mempunya sifatsifat yang sama. Terkait dengan berbagai macam peraturan
perundang-undangan seperti UUD, TAP MPR, UU dan sebagainya, maka lebih
tepat memakai nomenklatur “jenis” Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan
pengunaan nomenklatur ”bentuk” lahiriah (konverm), maka menunjuk pada:
Judul, Pembukaan, konsideran, batang tubuh, penutup dan penjelasan. Bentuk
atau jenis peraturan perundang-undangan sangat penting dalam perancangan atau
penyusunan peraturan perundang-undangan, karena:
Pertama: setiap pembentukkan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai landasan atau dasar yuridis yang jelas, dan apabila tidak terdapat
landasan tersebut maka batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Kedua: hanya peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang
lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk dapat
dijadikan landasan atau dasar yuridis.
Ketiga: pembentukkan peraturan perundang-undangan berlaku prinsip
bahwa peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi dapat
menghapuskan peraturan perundang-undangan sederajat atau yang lebih rendah.
Prinsip ini mengandung:
1) Pencabutan peraturan perundang-undangan yang ada hanya mungkin
dilakukan oleh peraturan perundang-undangan sederajat atau yang lebih
tinggi.
2) Peraturan perundang-undangan yang sederajat bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan sederajat lainnya, maka berlaku peraturan
perundang-undangan yang dianggap terbaru dan yang lama telah
dikesampingkan (lex posterior derogar priori).
3) Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah,
maka berlaku peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
4) Peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang umum
yang diatur oleh peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan
perundang-undangan yang mengatur bidang khusus tersebut (lex
specialis derogate lex generalis).
Keempat: pengetahuan mengenai seluk beluk peraturan perundang-
undangan untuk menciptakan suatu sistem peraturan peraundang-undangan yang
tertib sebagai salah satu unsur perundang-undangan yang baik.
Dalam perkembangan ketatanegaraan di Indonesia dikenal ada berbagai
jenis peraturan perundang-undangan. Secara eksplisit dalam UUD Tahun 1945
hanya menyebutkan jenis peraturan perundang-undangan yaitu: UU, Perpu, dan
PP, sedangkan peraturan lainnya tumbuh dan berkembang sejalan dengan
perkembangan praktek ketatanegaraan Indonesia.
Berikut dijelaskan jenis-jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011:
2.1.1 Undang-Undang Dasar
Salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai
kedudukan yang tertinggi dalam hierarchi peraturan perundang-undangan adalah
UUD Tahun 1945. Hal tersebut telah diatur dengan tegas dalam Pasal 7 ayat (1)
UU No.12 Tahun 2011. Dengan kedudukan yang tertinggi itu berarti bahwa
peraturan yang berada dibawahnya harus berdasar atau bersumber pada UUD
Tahun 1945. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011
menyebutkan :Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Yang dimaksud
dengan “hukum dasar” adalah norma dasar bagi Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang merupakan sumber hukum bagi Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Menurut A.Hamid S Attamimi, UUD Tahun 1945 tidak tepat disebut
sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan dengan mengatakan
bahwa: UUD Tahun 1945 dan Ketetapan MPR tidak tepat masuk dalam jenis
peraturan perundangundangan karena termasuk dalam aturan dasar.Sedangkan
yang termasuk peraturan perundang-undangan adalah undang-undang/perpu,
Pertauran Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Keputusan Direktur Jendral Departemen,
keputusan kepala badan negara diluar jajaran pemerintah yang dibentuk dengan
undang-undang, Peraturan Daerah Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah , Keputusan Bupati/Wali
Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Eksistensi UUD Tahun 1945 sendiri diakui
dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa; MPR
berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
2.1.2 Ketetapan MPR
Ketetapan MPR adalah Putusan majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
Sedangkan Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat”
dalam UU No.12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
2.1.3 Undang-Undang (UU) / Perpu
Jenis peraturan perundang-undangan yang ketiga menurut UU No,12 Tahun
2011 adalah Undang-Undang (UU). Landasan Hukum UU diatur dalam Pasal 20
ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyebutkan
bahwa : yang memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang adalah
DPR. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 3 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan:
UndangUndang adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Dengan demikian maka dalam pembentukan UU lembaga legislatif
memepunyai peranan yang sangat menentukan keabsahan dan kekuatan mengikat
UU itu untuk umum. Menurut para ahli hukum antara lain P.J.P.Tak dalam
bukunya Rechtsvorming in Netherland pengertian UU dibagi menjadi: UU dalam
arti materiil (wet materiele zin) dan UU dalam arti formal (wet formele zin). UU
dalam arti formil adalah apabila pemerintah bersama dengan parlemen mengambil
keputusan – maksudnya untuk membuat UU- sesuai dengan prosedur . Sedangkan
UU dalam arti materiil adalah jika suatu lembaga yang mempunyai kewenangan
membentuk peraturan perundang-undangan mengeluarkan suatu keputusan yang
isinya mengikat masyarakat secara umum. Atau dengan kata lain UU dalam arti
Materiil melihat UU dari segi isi, materi dan dan substansinya. Sedangkan UU
dalam arti formil dilihat dari segi bentuk dan pembentukannya. Pembedaan
tersebut hanya dilihat dari segi penekanannya yaitu sudut penglihatan, yaitu
undang-undang yang dilihat dari segi materinya dan undang-undang yang dilhihat
dari segi bentuknya.
Sedangkan arti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
dalam angka 4 pasal 1 UUNo.12 Tahun 2011 disebutkan bahwa: Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Perpu
ditetapkan tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan bersama Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan hanya dapat dilakukan dalam hal ikhwal kegentingan
memaksa. Perpu harus mendapatkan persetujuan DPR pada sidang berikutnya
untuk dapat berubah menjadi UU. Bila tidak maka Perpu tersebut harus dicabut.
2.1.4 Peraturan Pemerintah (PP)
Dasar hukum PP adalah Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang
menyebutkan : Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya. Yang dimaksud dengan Peraturan
Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 1 angka 5) UU
No.12 Tahun 2011. Dengan demikian maka tidak akan ada PP jika tidak ada UU
yang menjadi induknya.
Menurut A Hamid S Attamimi, kharakteristik dari PP adalah:
1. PP tidak dapat lebih dulu dibentuk tanpa ada UU yang menjadi induknya;
2. PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana apabila UU
yangbersangkutan tidak mencantumkan sanksi pidana;
3. Ketentuan PP tidak dapat menambah atau mengurangi ketentuan UU
yang bersngkutan;
4. PP dapat dibentuk meski ketentuan UU yang bersangkutan tidak
memintanya secara tegas;
5. Ketentuan-ketentuan PP berisi peraturan atau gabungan peraturan dan
penetapan. PP tidak berisi penetapan semata-mata.
2.1.5 Peraturan Presiden (Perpres).
Peraturan Presiden adalah salah satu jenis peraturan perundang-undang yang
baru ditentukan dengan tegas dalam UU No.10 Tahun 2004. Sebelum keluarnya
UU No.10 Tahun 2004 dalam hierarchi PPU dikenal istilah Keputusan Presiden
(Keppres) yang mempunyai sifat mengatur. Setelah keluarnya UU No.10 Tahun
2004, istilah keputusan kemudian diganti dengan istilah “Peraturan”, hal ini
dimaksudkan untuk lebih memperjelas bentuk peraturan apakah berupa
“regelings” (pengaturan) ataukah “beschiking” (penetapan).
Kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang berbeda yaitu; jika berbentuk
pengaturan maka bersifat deuerhaftig yakni berlaku terus menerus, dan jika
bentuknya adalah “keputusan” maka sifatnya adalah einmalig yaitu sekali selesai.
Dasar hukum Perpres terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang
menentukan bahwa: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UndangUndang Dasar. Dalam rangka melaksanakan
kekuasaan pemerintahan tersebutlah, presiden dapat mengeluarkan Perpres.
Yang dimaksud dengan Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan (Pasal 1 angka 6, UU No.12 Tahun 2011). Rumusan tersebut jelas
menegaskan bahwa kewenangan untuk membentuk Perpres adalah ditangan
Presiden, dan pembentukan Perpres dilakukan dalam rangka pelaksanaan
pemerintahan oleh presiden.
Dari segi wewenang Perpres dapat dibedakan:
1) Perpres sebagai pelaksanaan kewenangan dari presiden baik presiden
sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan. Disini Presiden
mempunyai kewenangan secara mandiri untuk membuat Perpres yang
tidak tetap batas lingkupnya. Kewenangan disini merupakan kewenangan
atributif yang diberikan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD Tahun 1945.
Perpres mandiri ini adalah konsekwensi dari kedudukan presiden sebagai
penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, dimana kekuasaan dan
tanggung jawab ada ditangan Presiden ( cocentration of power and
responsibility upon the President).
2) Perpres dapat juga dibentuk karena delegasi (delegated legislation),
sebagai peraturan delegasi untuk melaksanakan perintah UUD, UU
maupun PP.
2.1.6 Peraturan Daerah Propinsi
Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 18 ayat (6) ditentukan bahwa:
pemerintahan daerah berhak untuk menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Perda terbagi menjadi Perda Propinsi dan Perda Kabupaten.
Yang dimaksud dengan Perda Propinsi adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan
persetujuan bersama Gubernur (Pasal 1 angka 7 UU No.12 Tahun 2011).
Termasuk dalam Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di
Provinsi Aceh dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) serta Peraturan Daerah
Provinsi (Perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
(Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Huruf f) UU No.12 Tahun 2011.
2.1.7 Peraturan Daerah Kabupaten
Adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota (Pasal 1 angka 8). Termasuk dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota adalah Qanun yang berlaku di Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
(Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Huruf g). Sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, dalam
Pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa Peraturan Daerah Provinsi atau nama lainnya
dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau nama lainnya, yang selanjutnya
disebut perda adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan bersama kepala daerah.

2.2 Fungsi Peraturan Perundang-undangan


Terkait peraturan perundang-undangan maka fungsi peraturan perundang-
undangan dapat diartikan sebagai kegunaan peraturan perundang-undangan secara
umum dan secara khusus sesuai dengan jenisnya. Atau dapat dikatakan bahwa
peraturan perundang-undangan adalah sebagai instrumen kebijakan (beleids
instrument), yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang yang
memiliki kegunaan atau fungsi-fungsi tertentu.
Ada perbedaan antara fungsi hukum dan fungsi peraturan
perundangundangan. Fungsi hukum dimaksudkan sebagai fungsi dari setiap
sumber hukum, sedangkan fungsi peraturan perundang-undangan adalah fungsi
dari salah satu sumber hukum, yaitu peraturan perundang-undangan itu sendiri.
Robert Baldwin dan martin cave, sebagaiman di kutip oleh Ismail Hasani
dan Prof. DR. A. Gani Abdullah, SH, mengemukakan bahwa peraturan perundang
undangan memiliki fungsi :
a. Mencegah monopoli atau ketimpangan kepemilikan sumber daya;
b. Mengurangi dampak negatif dari suatu aktivitas dan komunitas atau
lingkunganya;
c. Membuka informasi bagi publik dan mendorong keseteraan antar
kelompok (mendorong perubahan institusi, atau affirmative action
kepada kelompok marginal);
d. Mencegah kelangkaan sumber daya public dari eksploitasi jangka
pendek;
e. Menjamin pemerataan kesempatan dan sumber daya serta keadilan sosial,
perluasan akses dan redtribusi sumber daya,;dan
f. Memeperlancar koordinasi dan perencanaan dalam sector ekonomi.
Selain fungsi-fungsi tersebut, terkait dengan adanya beberapa jenis
peraturan perundang-undangan, maka masing-masing peraturan peraturan
perundang- undangan tersebut memiliki fungsi-fungsi tertentu . Secara khusus
fungsi peraturan perundang-undangan dirinci sebagai berikut yakni:
2.2.1 Fungsi UUD Tahun 1945.
Pasal 3 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa: Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
dalam Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian sebagai hukum dasar,
UUD 1945 berisi norma-norma dan aturan-aturan yang harus ditaati dan
dilaksanakan oleh semua komponen masyarakat .
UUD adalah merupakan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 juga merupakan sumber hukum tertulis dan
memiliki kedudukan yang tertinggi dalam hierarchi peraturan perundangundangan
sebagaimana yang ditetukan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011.
Artinya bahwa setiap produk hukum dibawahnya seperti Tap MPR,
undangundang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, Perda ataupun setiap
tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada
peraturan yang lebih tinggiyakni UUD Tahun 1945.
Dalam kedudukan yang demikian itu, maka UUD Tahun 1945 mempunyai
fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD Tahun 1945 mengontrol
apakah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. UUD 1945 juga berperan
sebagai pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan.
Selain itu UUD 1945 juga berfungsi sebagai penentu dan pelindung hak dan
kewajiban negara, aparat negara, dan warga negara.
2.2.2 Fungsi Ketetapan MPR
Fungsi Ketetapan MPR adalah sebagai landasan hukum bagi produk hukum
yang ada di bawahnya, selama ketetapan MPR itu masih dinyatakan berlaku,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
2.2.3 Fungsi Undang-Undang dan Perpu
Ada beberapa Fungsi Undang-Undang yaitu:
1) Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945
yang tegas-tegas menyebutnya;
2) Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang
Tubuh UUD 1945;
3) Pengaturan lebih lanjut dalam ketetapan MPR yang tegas-tegas
menyebutnya;
Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) pada
dasarnya sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak
pada Pembuatnya, undang-undang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan
DPR dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan
lainnya adalah Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal,
sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan
kegentingan yang memaksa.
Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang adalah:
1) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya;
2) Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang
Tubuh UUD 1945;
3) Pengaturan lebih lanjut dalam ketetapan MPR yang tegas-tegas
menyebutnya;
2.2.4 Fungsi Peraturan Pemerintah
Landasan formal konstitusional PP adalah Pasal 5 ayat (2) UUD 1945.
Fungsi PP adalah :
1) pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas
menyebutnya;
2) menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut, ketentuan lain dalam
undangundang yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.
2.2.5 Fungsi Perpres
Secara umum Fungsi Peraturan Presiden (regeling) adalah, sebagai berikut :
1) menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. (sesuai Pasal 4 ayat 1 UUD
1945);
2) menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya;
3) menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam
Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas-tegas menyebutkannya.
2.2.6 Fungsi Peraturan Daerah
Perda terbagi menjadi Perda Provinsi dan Perda Kabupaten. Fungsi
Peraturan Daerah adalah untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan dan menjabarkan lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, sebagaimana diatur dalam Pasal 236 ayat (1) UU No.
23/2014 tentang Pemerintah Daerah (sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan. Dalam fungsi ini, Peraturan
Daerah tunduk pada ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan
demikian Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi. sebagai penampung kekhususan dan
keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam
pengaturannya tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.
Sedangkan menurut Kepala pusat penyuluhan hukum Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi yaitu:
a. Membagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan
tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah.
b. Merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada
ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian
Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.
c. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur
aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam
koridor Negara kesatuan Republik indonesia yang berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun
1945.
d. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.
2.3 Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
Istilah “materi muatan peraturan perundangan” diperkenalkan oleh A.
Hamid S. Attamimi, yang disampaikan secara lisan dalam Lokakarya mengenai
Pengembangan Ilmu Hukum, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tanggal
22 Februari 1979. Naskahnya diselesaikan sesudahnya, dimuat dalam Majalah
Hukum dan Pembangunan, Nomor 3 Tahun 1979.
A.Hamid S Attamimi secara tidak langsung mengartikan materi muatan
peraturan perundang-undangan sebagai materi yang harus dimuat dalam masing-
masing jenis peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 13
UU NO.12 Tahun 2011 disebutkan bahwa : Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai
dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan
demikian apa yang merupakan materi suatu peraturan perundang-undangan adalah
berbeda-beda tergantung jenis, fungsi dan materinya. Dalam menyusun materi
muatan peraturan perundang-undangan ada beberapa asas yang harus dipenuhi
yaitu:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Dalam Penjelasan UU No.12 Tahun 2011, disebutkan arti dari asas-asas
tersebut adalah
a. Asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk
menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan
penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga
negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
d. Asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untukmencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
f. Asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,
suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara.
h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,
masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “asas
lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan”, antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain,
asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
Materi muatan dari jenis-jenis peraturan perundang-undangan dapat
dijabarkan sebagai berikut:
2.3.1 Materi Muatan UUD
UUD adalah merupakan hukum dasar negara. Atau the basic of the national
legal order/ Sebagai the basic of the national legal order maka UUD atau
konstitusi akan menjadi sumber bagi pembentukan peraturan perundang-undangan
yang ada dibawahnya. Perbedaan antara UUD dengan peraturan perundang-
undangan yang ada dibawahnya , salah satunya adalah dari segi materi muatan.
Menurut K.C.Wheare UUD adalah suatu dokument hukum sehingga akan
merupakan :
a. Pernyataan pilihan (a short of manifesto);
b. Pengakuan dan keyakinan ( a consession of faith);
c. Pernyataan mengenai cita-cita bangsa/negara (a statement of ideals);
d. Piagam negara ( a charter of the land).
Karena itu menurut K.C.Wheare bahwa UUD sebagai suatu aturan hukum
mengatur/ berisi aturan-aturan negara yang mengatur tentang :
1. Susunan (structure) pemerintahan, yakni legislatif, eksekutif dan
yudikatif;
2. Hubungan timbal balik (mutual relation ) antara alat-alat perlengkapan
negara
3. Hubungan antara alat-alat perlengkapan negara dengan masyarakat
(community), agar hak –hak masyarakat dan warga negara tidak
dilanggar;
4. The quarantes of citizen.
Sedangkan menurut Struycken, Materi UUD berisi:
1. Hasil perjuangan politik bangsa diwaktu yang lampau;
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk
waktu sekarang maupun yang akan datang;
4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan
hendak dipimpin.
Terkait materi UUD Tahun 1945 apa yang merupakan materi mutan UUD
Tahun 1945 tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011. Hal ini dapat dipahami
karena kedudukan dari UU No.12 Tahun 2011 adalah lebih rendah dibandingkan
dengan UUD, sehingga UU No.12 tidak mengatur materi muatan UUD. Materi
UUD Tahun 1945, dapat dilihat dalam Batang Tubuh UUD Tahun 1945 yaitu:
Pembukaan dan Pasal-Pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4
Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-
Pasal UndangUndang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab
XVI) dan 72 Pasal (Pasal 1 sampai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 Pasal
Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA dihapus,
dalam amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945.
Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang
utuh, dengan kata lain merupakan bagianbagian yang satu sama lainnya tidak
dapat dipisahkan. Secara garis besar materi yang termuat dalam Batang Tubuh
UUD Tahun 1945 adalah sebagai berikut:
1. Bentuk dan Kedaulatan
2. MPR (Pasal 2-3)
3. Kekuasaan Pemerintahan Negara (Pasal 4- Pasal 16)
4. Kementrian Negara (Pasal 17)
5. Pemerintahan Daerah (Pasal 18)
6. DPR (Pasal 19 – 22B)
7. DPD (Pasal 22C)
8. Pemilihan Umum (Pasal 22 E)
9. Hal Keuangan (Pasal 23 – 23 D)
10. BPK (Pasal 23E)
11. Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24 – 25)
12. Wilayah Negara (Pasal 25A)
13. Warga Negara dan Penduduk (Pasal 26 – 28)
14. HAM (Pasal 28A -28J)
15. Agama (Pasal 29)
16. Pertahanan dan Keamanan Negara (Pasal 30)
17. Pendidikan dan Kebudayaan ( Pasal 31-32)
18. Perekonomian dan Kesejahtraan Sosial (Pasal 33- 34)
19. Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (Pasal
35 -36);
20. Perubahan UUD. Selain hal tersebut UUD Tahun 1945 juga memuat 3
pasal tentang Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
2.3.2 Materi Muatan Ketetapan MPR
Dalam UU No.12 Tahun 2011 tidak termuat materi muatan Ketetapan MPR.
Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b, hanya menyebutkan bahwa:
“Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” adalah Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7
Agustus 2003. Dengan demikian yang menjadi materi Ketetapan MPR yang
masih diakui adalah materi ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang masih
berlaku, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003.
2.3.3 Materi Muatan Undang-Undang
Dalam Pasal 10 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan:
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan UndangUndang berisi:
2.2.1 pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.2.2 perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang;
2.2.3 pengesahan perjanjian internasional tertentu;
2.2.4 tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
2.2.5 pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.
Salah satu materi muatan Undang-Undang adalah “perintah suatu
UndangUndang untuk diatur dengan Undang-Undang”. Hal ini tidak sesuai
dengan asas preferensi, bahwa undang-undang yang berlaku belakangan
menyampingkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriore derogat
lex priori), dan bukannya undang-undang terdahulu menentukan materi muatan
undang-undang yang kemudian dibentuk. Materi muatan yang harus diatur dengan
Undang-Undang berisi pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat dalam sejumlah
pasal UUD 1945 dengan penanda “dengan undang-undang” atau “dalam ndang-
undang”.
2.3.4 Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu)
Dalam KRIS dan UUDS Tahun 1950 Perpu disebut dengan istilah UU
Darurat. Istilah UU Darurat ini menggambarkan pengertiannya sebagai emergency
law (emergency legislation). Perpu sebagai salah satu jenis peraturan
perundangundangan diatur dalam Pasal 22 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa:
(1) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang; (2) Peraturan
Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut, dan (3) jika tidak mendapat persetujuan, maka
Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.
Selanjutnya Dengan demikian dari rumusan pasal tersebut ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dari segi kedudukan dan keberadaan Perpu:
1. bahwa dilihat dari segi jenis/bentuknya Perpu adalah Peraturan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun
1945, Namun dalam keadaan yang memaksa peraturan pemerintah itu,
dari segi materinya dapat memuata ketentuan-ketentuan yang sama
dengan UU;
2. Dalam UUD Tahun 1945 tidak ada istilah resmi terkait Perpu,
sehinggadapat ditafsirkan bahwa istilah perpu dapat diganti dengan UU
Darurat misalnya;
3. Perpu hanya dapat ditetapkan Presiden apabila ada kegentingan yang
memaksa, yang tidak boleh dicampur adukkan dengan pengertian
keadaan bahaya. Dalam pengertian “kegentingan yang memaksa”
terkandung sifat darurat atau emergency yang memberi dasar
kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Perpu. Emergency itu
sendiri timbul dari penilaian subyektif Presiden belaka mengenai tuntutan
keadaan mendesak untuk bertindak cepat dan tepat mengatasi keadaan
tersebut (noodverordeningsrecht).
4. Pada dasarnya Perpu sederajat dengan atau memiliki kekuatan yang sama
dengan UU, DPR harus aktif mengawasi baik dalam penetapan maupun
pengawasan Perpu;
5. Perpu bersifat sementara.
Hal lainnya juga yang membedakan Perpu dan UU menurut Bagir Manan
adalah mengenai sifat pengaturan kedua produk hukum tersebut. Jika UU adalah
merupakan produk tindakan pengaturan kenegaraan , sedangkan Perpu merupakan
tindakan produk pengaturan yang bersifat pemerintahan.
Namun pendapat tersebut menurut Jimly Assidiqie tidaklah tepat karena
banyak juga UU yang dibentuk berkaitan dengan kepentingan pemerintahan dan
karena itu dapat dikatakan sebagai tindakan pemerintahan. Misalnya,
pembentukan UU tentang pemekaran suatu kabupaten atau provinsi tertentu jelas
berkaitan dengan pemerintahan. Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No.12 Tahun
2011 menyebutkan bahwa Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.Dengan demikian
apa yang menjadi materi muatan Perpu adalah sama dengan materi muatan UU
sebagaimana telah disebutkan diatas.
2.3.5 Materi Muatan Peraturan Pemerintah
Dalam Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun 1945 menyebutkan : Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa PP hanya dapat
ditetapkan oleh Presiden jika ada UU induknya. Kewenangan Presiden untuk
menetapkan PP adalah merupakan salah satu wujud dari fungsi Presiden sebagai
kepala pemerintahan, yakni kepala kekuasaan eksekutif dalam negara, sehingga
dalam rangka menjalankan UU , Presiden mempunyai kekuasaan untuk
menetapkan PP ( pouvoir reglementair). Hal yang sama juga diatur dalam Pasal
12 UU No,12 Tahun 2011 yang menentukan bahwa materi muatan Peraturan
Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya. Dengan demikian maka PP berisi pengaturan lebih lanjut dari UU.J.A.H
Logemann mengatakan: Dit is een zeer ruime bevoegheid, maar het moet
uitvoering blijven, geen aan vulling ( ini adalah suatu kewenangan yang sangat
luas, tetapi ia (PP) harus tetap sebagai pelaksana belaka, tidak ada
penambahan).Terkait materi yang memuat sanksi pidana, atau pemaksa, bila UU
tidak mencantumkannya maka dalam PP tidak boleh mencantumkan sanksi pidana
maupun sanksi pemaksa.
2.3.6 Materi Muatan Peraturan Presiden
Pasal 13 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan bahwa materi muatan
Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi
untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
2.3.7 Materi Muatan Peraturan Daerah Propinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten
Dalam Pasal 14 UU No.12 Tahun 2011 disebutkan bahwa Materi muatan
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Sedangkan dalam Pasal 236 ayat (1) UU No.23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa: Untuk menyelenggarakan Otonomi
Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda. Selanjutnya dalam
Pasal 236 ayat (3) ditentukan bahwa: Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat materi muatan:
a. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan
b. Penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Dalam ayat (4) : Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Namun khusus untuk materi yang terkait dengan ketentuan pidana, Pasal 15
UU No.12 Tahun 2011 menentukan:
(1)Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2)Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf
c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3)Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat
memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan lainnya. Selain rumusan dalam UU No.12 Tahun
2011 penjabaran lebih lanjut tentang materi muatan Perda Propinsi dan
Perda Kabupaten diatur lebih lanjut dalam Permendagri N.80 Tahun
2015. Dalam Pasal 4 ayat (2) Permendagri No.80 Tahun 2015
menentukan bahwa materi muatan Perda adalah:
a. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Dalam Pasal 4 ayat (3) ditentukan bahwa selain materi muatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dalam Pasal 5 ditentukan
bahwa Perda provinsi memuat materi muatan untuk mengatur:
a. Kewenangan provinsi;
b. Kewenangan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu
provinsi;
c. Kewenangan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota dalam
satu provinsi;
d. Kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah
kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan/atau
e. Kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh daerah provinsi.
Perda kabupaten/kota memuat materi muatan untuk mengatur:
a. Kewenangan kabupaten/kota;
b. Kewenangan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota;
c. Kewenangan yang penggunanya dalam daerah kabupaten/kota;
d. Kewenangan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam
daerah kabupaten/kota; dan/atau
e. Kewenangan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila
dilakukan oleh daerah kabupaten/kota.
Selain materi tersebut, dalam Pasal 5 Permendagri No.80 Tahun 2015
disebutkan bahwa ada materi lain yang dapat dimuat dalam Perda yaitu:
(1)Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan
penegakan/pelaksanaan Perda seluruhnya atau sebagian kepada
pelanggar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(3)Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(4)Perda dapat memuat ancaman sanksi yang bersifat mengembalikan pada
keadaan semula dan sanksi administratif.
(5)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Penghentian tetap kegiatan;
e. Pencabutan sementara izin;
f. Pencabutan tetap izin;
g. Denda administratif; dan/atau
h. Sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 236 ayat (3) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemda menentukan:
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi muatan: a.
penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran
lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (4) Selain
materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perda dapat memuat materi
muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangn disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) jenis dan hierarci peraturan
perundang-undangan terdiri dari: UUD Tahun 1945, Ketetapan MPR, UU/Perpu,
PP, Perpres , Perda Propinsi dan Perda Kabupaten. Selain peraturan perundang-
undangan yang terdapat didalam hierarchi juga terdapat peraturan perundang-
undangan diluar hierachi sebagaimana yang disebut dalam Pasal 8 ayat (1) UU
No.12 Tahun 2011.
Fungsi dari peraturan perundang-undangan secara umum terbagi menjadi 2
yakni fungsi internal dan fungsi eksternal. Fungsi internal adalah: fungsi
penciptaan hukum, fungsi pembahuaruan hukum, fungsi integrasi pluralisme
sistem hukum dan fungsi kepastian hukum. Sedangkan fungsi eksternal
meliputi :fungsi untuk melakukan perubahan, fungsi stabilitas dan fungsi
kemudahan. Selain fungsi tersebut masing-masing peraturan perundang-undangan
juga mempunya fungsi khusus sesuai dengan jenis peraturan perundang-undangan
tersebut.
Materi peraturan perundang-undangan berbeda-beda sesuai dengan jenis
peraturan perundang-undangan. Apa yang merupakan materi muatan UU/Perpu,
PP, Perpres, Perda Propinsi dan Perda Kabupaten telah diatur dalam UU No.12
Tahun 2011.
3.2 Saran
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan
pentingnya konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk mempelajari semua hal
yang berkaitan dengan konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam
mengatasi setiap masalah dalam kapasitas kita sebagai warga negara.
Karena adanya konstitusi ini tidak lain di tujukan untuk menjamin hak asasi
kita sebagi warga negara agar kekuasaan tidak disalah gunakan dengan adanya
norma yang memberi arah terhadap jalannya pemerintahan sehingga para
penguasa tidak bisa berlaku semena-mena.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai