Di susun oleh:
Kelompok 4
FAKULTAS HUKUM
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan
“Jenis Muatan Materi Perundang-Undangan". Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas mata kuliah Ilmu Perundang-undangan. Meskipun banyak hambatan
yang penyusun alami dalam proses pengerjaannya, namun akhirnya kami berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan..........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
3.2 Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk mendapatkan peraturan perundang-undangan yang baik melalui
pembentukan peraturan perundangundangan yang dilaksanakan dengan cara dan
metode yang pasti, baku, dan standar, maka diperlukan pula ketentuan yang pasti,
baku, dan standar tentang jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan.
Menurut A. Hamid S. Attamimi pembentukan peraturan peraturan perundang-
undangan adalah pembentukan norma hukum yang berlaku keluar dan mengikat
secara umum yang dituangkan dalam jenisjenis peraturan perundang-undangan
sesuai hierarkinya.
Untuk dapat menuangkan norma hukum tersebut dalam berbagai jenis
peraturan perundang-undangan, penting memperhatikan materi muatannya.
Pentingnya pemahaman dan ketentuan tentang jenis, hierarki, dan materi muatan
peraturan perundang-undangan ditunjukkan pula dengan adanya salah satu asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yakni asas “kesesuaian
antara jenis, hierarki, dan materi muatan”. Yang dimaksud dengan “asas
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan. Hal lainnya yang perlu untuk dipahami pula oleh mahasiswa adalah
terkait fungsi dari peraturan perundang-undangan. Secara umum, peraturan
perundang-undangan fungsinya adalah mengatur sesuatu materi tertentu untuk
memecahkan suatu masalah yang ada dalam masyarakat. Selain fungsi umum
tersebut, setiap peraturan perundang-undangan juga memiliki fungsi khusus sesuai
dengan jenis peraturan perundang-undangan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan jenis peraturan perundang-undangan?
2. Apa saja fungsi peraturan perundang-undangan?
3. Apa saja Materi muatan peraturan perundang-undangan?
1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui tentang jenis peraturan perundang-undangan
2. Agar dapat mengetahui apa saja fungsi peraturan perundang-undangan
3. Agar dapat mengetahui apa saja muatan dari peraturan perundang-undangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
Dalam berbagai literatur yang ada, terdapat berbagai penyebutan berkaitan
dengan “jenis” peraturan perundang-undangan, dimana ada yang memakai
nomenklatur “jenis” ada juga yang memakai nomenklatur “bentuk”. Arti jenis
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online berarti: (1) yang mempunyai ciri
(sifat, keturunan, dan sebagainya) yang khusus; macam: (2) mutu. Sedangkan arti
kata bentuk berarti: 1 lengkung; lentur; 2 bangun; gambaran; 3 rupa; wujud; 4
sistem; susunan (pemerintahan, perserikatan, dan sebagainya):; 5 wujud yang
ditampilkan (tampak): ; 6 acuan atau susunan kalimat; 7 kata penggolong bagi
benda yang berkeluk (cincin, gelang, dan sebagainya).
Dari pengertian tersebut maka jelas bahwa terdapat perbedaan antara
pengertian “jenis” dan “bentuk”. Bentuk lebih menekankan kepada wujud
lahiriah, sedangkan jenis lebih kepada macam atau ragam dari sesuatu yang
mempunya sifatsifat yang sama. Terkait dengan berbagai macam peraturan
perundang-undangan seperti UUD, TAP MPR, UU dan sebagainya, maka lebih
tepat memakai nomenklatur “jenis” Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan
pengunaan nomenklatur ”bentuk” lahiriah (konverm), maka menunjuk pada:
Judul, Pembukaan, konsideran, batang tubuh, penutup dan penjelasan. Bentuk
atau jenis peraturan perundang-undangan sangat penting dalam perancangan atau
penyusunan peraturan perundang-undangan, karena:
Pertama: setiap pembentukkan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai landasan atau dasar yuridis yang jelas, dan apabila tidak terdapat
landasan tersebut maka batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Kedua: hanya peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang
lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk dapat
dijadikan landasan atau dasar yuridis.
Ketiga: pembentukkan peraturan perundang-undangan berlaku prinsip
bahwa peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi dapat
menghapuskan peraturan perundang-undangan sederajat atau yang lebih rendah.
Prinsip ini mengandung:
1) Pencabutan peraturan perundang-undangan yang ada hanya mungkin
dilakukan oleh peraturan perundang-undangan sederajat atau yang lebih
tinggi.
2) Peraturan perundang-undangan yang sederajat bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan sederajat lainnya, maka berlaku peraturan
perundang-undangan yang dianggap terbaru dan yang lama telah
dikesampingkan (lex posterior derogar priori).
3) Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah,
maka berlaku peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
4) Peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang umum
yang diatur oleh peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan
perundang-undangan yang mengatur bidang khusus tersebut (lex
specialis derogate lex generalis).
Keempat: pengetahuan mengenai seluk beluk peraturan perundang-
undangan untuk menciptakan suatu sistem peraturan peraundang-undangan yang
tertib sebagai salah satu unsur perundang-undangan yang baik.
Dalam perkembangan ketatanegaraan di Indonesia dikenal ada berbagai
jenis peraturan perundang-undangan. Secara eksplisit dalam UUD Tahun 1945
hanya menyebutkan jenis peraturan perundang-undangan yaitu: UU, Perpu, dan
PP, sedangkan peraturan lainnya tumbuh dan berkembang sejalan dengan
perkembangan praktek ketatanegaraan Indonesia.
Berikut dijelaskan jenis-jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011:
2.1.1 Undang-Undang Dasar
Salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai
kedudukan yang tertinggi dalam hierarchi peraturan perundang-undangan adalah
UUD Tahun 1945. Hal tersebut telah diatur dengan tegas dalam Pasal 7 ayat (1)
UU No.12 Tahun 2011. Dengan kedudukan yang tertinggi itu berarti bahwa
peraturan yang berada dibawahnya harus berdasar atau bersumber pada UUD
Tahun 1945. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011
menyebutkan :Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Yang dimaksud
dengan “hukum dasar” adalah norma dasar bagi Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang merupakan sumber hukum bagi Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Menurut A.Hamid S Attamimi, UUD Tahun 1945 tidak tepat disebut
sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan dengan mengatakan
bahwa: UUD Tahun 1945 dan Ketetapan MPR tidak tepat masuk dalam jenis
peraturan perundangundangan karena termasuk dalam aturan dasar.Sedangkan
yang termasuk peraturan perundang-undangan adalah undang-undang/perpu,
Pertauran Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Keputusan Direktur Jendral Departemen,
keputusan kepala badan negara diluar jajaran pemerintah yang dibentuk dengan
undang-undang, Peraturan Daerah Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah , Keputusan Bupati/Wali
Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II. Eksistensi UUD Tahun 1945 sendiri diakui
dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa; MPR
berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
2.1.2 Ketetapan MPR
Ketetapan MPR adalah Putusan majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
Sedangkan Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat”
dalam UU No.12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
2.1.3 Undang-Undang (UU) / Perpu
Jenis peraturan perundang-undangan yang ketiga menurut UU No,12 Tahun
2011 adalah Undang-Undang (UU). Landasan Hukum UU diatur dalam Pasal 20
ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyebutkan
bahwa : yang memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang adalah
DPR. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 3 UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan:
UndangUndang adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Dengan demikian maka dalam pembentukan UU lembaga legislatif
memepunyai peranan yang sangat menentukan keabsahan dan kekuatan mengikat
UU itu untuk umum. Menurut para ahli hukum antara lain P.J.P.Tak dalam
bukunya Rechtsvorming in Netherland pengertian UU dibagi menjadi: UU dalam
arti materiil (wet materiele zin) dan UU dalam arti formal (wet formele zin). UU
dalam arti formil adalah apabila pemerintah bersama dengan parlemen mengambil
keputusan – maksudnya untuk membuat UU- sesuai dengan prosedur . Sedangkan
UU dalam arti materiil adalah jika suatu lembaga yang mempunyai kewenangan
membentuk peraturan perundang-undangan mengeluarkan suatu keputusan yang
isinya mengikat masyarakat secara umum. Atau dengan kata lain UU dalam arti
Materiil melihat UU dari segi isi, materi dan dan substansinya. Sedangkan UU
dalam arti formil dilihat dari segi bentuk dan pembentukannya. Pembedaan
tersebut hanya dilihat dari segi penekanannya yaitu sudut penglihatan, yaitu
undang-undang yang dilihat dari segi materinya dan undang-undang yang dilhihat
dari segi bentuknya.
Sedangkan arti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
dalam angka 4 pasal 1 UUNo.12 Tahun 2011 disebutkan bahwa: Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Perpu
ditetapkan tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan bersama Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan hanya dapat dilakukan dalam hal ikhwal kegentingan
memaksa. Perpu harus mendapatkan persetujuan DPR pada sidang berikutnya
untuk dapat berubah menjadi UU. Bila tidak maka Perpu tersebut harus dicabut.
2.1.4 Peraturan Pemerintah (PP)
Dasar hukum PP adalah Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang
menyebutkan : Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya. Yang dimaksud dengan Peraturan
Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 1 angka 5) UU
No.12 Tahun 2011. Dengan demikian maka tidak akan ada PP jika tidak ada UU
yang menjadi induknya.
Menurut A Hamid S Attamimi, kharakteristik dari PP adalah:
1. PP tidak dapat lebih dulu dibentuk tanpa ada UU yang menjadi induknya;
2. PP tidak dapat mencantumkan sanksi pidana apabila UU
yangbersangkutan tidak mencantumkan sanksi pidana;
3. Ketentuan PP tidak dapat menambah atau mengurangi ketentuan UU
yang bersngkutan;
4. PP dapat dibentuk meski ketentuan UU yang bersangkutan tidak
memintanya secara tegas;
5. Ketentuan-ketentuan PP berisi peraturan atau gabungan peraturan dan
penetapan. PP tidak berisi penetapan semata-mata.
2.1.5 Peraturan Presiden (Perpres).
Peraturan Presiden adalah salah satu jenis peraturan perundang-undang yang
baru ditentukan dengan tegas dalam UU No.10 Tahun 2004. Sebelum keluarnya
UU No.10 Tahun 2004 dalam hierarchi PPU dikenal istilah Keputusan Presiden
(Keppres) yang mempunyai sifat mengatur. Setelah keluarnya UU No.10 Tahun
2004, istilah keputusan kemudian diganti dengan istilah “Peraturan”, hal ini
dimaksudkan untuk lebih memperjelas bentuk peraturan apakah berupa
“regelings” (pengaturan) ataukah “beschiking” (penetapan).
Kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang berbeda yaitu; jika berbentuk
pengaturan maka bersifat deuerhaftig yakni berlaku terus menerus, dan jika
bentuknya adalah “keputusan” maka sifatnya adalah einmalig yaitu sekali selesai.
Dasar hukum Perpres terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang
menentukan bahwa: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UndangUndang Dasar. Dalam rangka melaksanakan
kekuasaan pemerintahan tersebutlah, presiden dapat mengeluarkan Perpres.
Yang dimaksud dengan Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan (Pasal 1 angka 6, UU No.12 Tahun 2011). Rumusan tersebut jelas
menegaskan bahwa kewenangan untuk membentuk Perpres adalah ditangan
Presiden, dan pembentukan Perpres dilakukan dalam rangka pelaksanaan
pemerintahan oleh presiden.
Dari segi wewenang Perpres dapat dibedakan:
1) Perpres sebagai pelaksanaan kewenangan dari presiden baik presiden
sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan. Disini Presiden
mempunyai kewenangan secara mandiri untuk membuat Perpres yang
tidak tetap batas lingkupnya. Kewenangan disini merupakan kewenangan
atributif yang diberikan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD Tahun 1945.
Perpres mandiri ini adalah konsekwensi dari kedudukan presiden sebagai
penyelenggara pemerintahan negara tertinggi, dimana kekuasaan dan
tanggung jawab ada ditangan Presiden ( cocentration of power and
responsibility upon the President).
2) Perpres dapat juga dibentuk karena delegasi (delegated legislation),
sebagai peraturan delegasi untuk melaksanakan perintah UUD, UU
maupun PP.
2.1.6 Peraturan Daerah Propinsi
Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 18 ayat (6) ditentukan bahwa:
pemerintahan daerah berhak untuk menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Perda terbagi menjadi Perda Propinsi dan Perda Kabupaten.
Yang dimaksud dengan Perda Propinsi adalah Peraturan Perundang-
undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan
persetujuan bersama Gubernur (Pasal 1 angka 7 UU No.12 Tahun 2011).
Termasuk dalam Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di
Provinsi Aceh dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) serta Peraturan Daerah
Provinsi (Perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
(Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Huruf f) UU No.12 Tahun 2011.
2.1.7 Peraturan Daerah Kabupaten
Adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota (Pasal 1 angka 8). Termasuk dalam Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota adalah Qanun yang berlaku di Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
(Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Huruf g). Sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, dalam
Pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa Peraturan Daerah Provinsi atau nama lainnya
dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau nama lainnya, yang selanjutnya
disebut perda adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan bersama kepala daerah.