Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

Atika Yulia R (105251101920)

Elisa Oktarin (105251102320)

Niken Pratiwi (105251105620)

Syahda Fadila (105251102220)

Syahrullah (1052511020 20)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAHFAKULTAS AGAMA


ISLAMUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas makalah
“ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN " tepat pada
waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah yang penulis selesaikan ini masih jauh dari kata
sempurna. Seperti halnya pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun, guna
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, serta kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Makassar, 21 Oktober 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................

A. Pengertian Asas Hokum...............................................................................................


B. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan...........................................
C. Proses Pembentukan Undang-Undang.........................................................................
D. Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.....................
E. Proses Pembentukan Peraturan Daerah........................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem civil law, materi hukum (peraturan
perundang-undangan) menjadi salah satu unsur penting dalam pembangunan hukum di
Indonesia. Secara linear, civil law juga berpengaruh terhadap kinerja para hakim dalam
mengambil keputusan. Putusan hakim selalu mendasarkan pada peraturan perundang-
undangan, walaupun terdapat klausula bahwa hakim harus melakukan penggalian hukum
untuk menemukan hukum yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat
Indonesia terutama praktisi hukum selalu menganggap penting dan sangat memperhatikan
Peraturan Perundang-undangan, khususnya mengenai materi hukum.

Oleh karena keberadaan materi hukum sangat penting, maka pembenahan materi hukum
dalam pembangunan hukum nasional masih terus diupayakan. Pembenahan materi hukum
tersebut perlu dilakukan untuk mewujudkan tertib Peraturan Perundang-undangan, yang
memperhatikan hierarki, kearifan lokal, revitalisasi hukum adat, serta reposisi yurisprudensi
terkait dengan pembaruan materi hukum nasional.1 Keberadaan kelembagaan atau
kewenangan untuk melakukan uji materi (judicial review) baik oleh Mahkamah Konstitusi
maupun oleh Mahkamah Agung sesuai dengan hierarki Peraturan Perundang-undangan
masing-masing2 , juga menunjukkan dukungan politik hukum bagi pembenahan materi
hukum nasional.1

Oleh karena itu, dalam 1 BPHN, Laporan Temu Konsultasi Pelaksanaan Hukum di
Jajaran Departemen Hukum dan HAM RI, Yogyakarta, 6-9 Maret 2006, hal.15. Mahfud MD,
Makalah Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen,
Badan PEmbinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM RI< Jakarta, 29-31 Mei
2006, Hal.7. 2 pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik sangat diperlukan, agar peraturan yang dibuat sesuai dengan
arah dan tujuan negara dengan berpedoman pada kebijakan pembangunan hukum dan tidak
menjadi objek bagi terjadinya uji materi. 2

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga


negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum3 . Dalam mewujudkan
kebijakan pembangunan hukum nasional, khususnya Peraturan Perundang-undangan dan
mewujudkan tertib pembentukan Peraturan Perundangundangan dengan memperhatikan asas
umum dan hierarki peraturan perundangundangan telah diundangkan Undang-Undang
1
BPHN, Laporan Temu Konsultasi Pelaksanaan Hukum di Jajaran Departemen Hukum dan HAM RI,
Yogyakarta, 6-9 Maret 2006, hal.15.
2
Mahfud MD, Makalah Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen,
Badan PEmbinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM RI< Jakarta, 29-31 Mei 2006, Hal.7.
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 10/2004).
3

Dalam upaya menjamin kepastian pembentukan peraturan perundangundangan maka


dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus senantiasa beradasarkan
pada ketentuan yang telah diatur dalam UU 10/2004, yakni sejak dari perencanaan,
persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan
penyebarluasan. Dengan terbitnya UU tersebut terasa bahwa pembentukan peraturan semakin
seragam baik dari sisi substansi maupun sistematika penuangannya. Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan tersebut mutatis mutandis berlaku juga pada pembentukan Peraturan
Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Namun dalam perkembangannya, dirasakan terdapat beberapa
kelemahan dari undang-undang tersebut, antara lain: keberadaan peraturan yang bersifat
penetapan4 , kedudukan Peraturan Menteri (Permen) dalam hierarki, peranan Naskah
Akademik, kewenangan legislasi Dewan Perwakilam Daerah (DPD), kedudukan DPRD
dalam 3 Definisi ini dikutip dari Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 4
Contoh peraturan yang bersifat penetapan di antaranya, UU tentang APBN, UU tentang
Penetapan Perppu menjadi UU, PP tentang Penyertaan Modal, dan lain-lain. 3 pembentukan
Perda.

Selain itu, terdapat juga beberapa isu lainnya seperti pencabutan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Perundangundangan yang ditetapkan oleh
lembaga Negara/lembaga pemerintah/lembagalembaga lainnya, makna hakiki dari
persetujuan bersama, keberadaan peraturan desa, otonomi daerah, harmonisasi dan
sinkronisasi peraturan perundang-undangan, kriteria penetapan Perpu dan lain sebagainya.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa


ketentuan dari UU 10/ 2004, agar dapat mengatasi berbagai kelemahan tersebut dan untuk
merespon berbagai perkembangan dalam kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta
dinamika yang terjadi di masyarakat, dan lain sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Asas Hokum
2. Bagaimana Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3. Bagaimana Proses Pembentukan Undang-Undang
4. Bagaimana Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
5. Bagaimana Proses Pembentukan Peraturan Daerah

3
Definisi ini dikutip dari Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HOKUM
Di dalam pembentukan kehidupan bersama yang baik, dituntut pertimbangan tentang asas
atau dasar dalam membentuk hukum supaya sesuai dengan cita-cita dan kebutuhan hidup
bersama. Dengan demikian asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen
hukum. karena itu bahwa asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum. Dikatakan
demikian karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan hukum.4
Asas hukum merupakan unsur yang sangat penting dalam pembentukan peraturan hukum.
Oleh karena itu, penulis akan menguraikan sedikit pembahasan yang berkaitan dengan
masalah ini dengan harapan dapat mendekatkan pemahaman kita tentang asas-asas
hukum.Asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada
umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Dalam bahasa
Inggris, kata " asas " diformatkan sebagai " principle ",peraturan konkret seperti undang-
undang tidak boleh bertentangan dengan asas hukum, demikian pula dalam putusan hakim,
pelaksanaan hukum, hukum dasar, dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapatdan sistem hukum yang di pertegas oleh Dragan Milovanovic:16
“Pengsistematisan hukum berlangsung secara terus-menerus kedalam kumpulan hukum yang
relevan, yang di koordinasi oleh beberapa asas-asas tentang pembenaran.”Tentang batasan
pengertian asas hukum ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:
5

1. Bellefroid, berpendapat bahwa asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari
hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan- aturan yang
lebih umum.
2. Van Scholten, berpendapat bahwa asas hukum adalah kecenderungan yang disyaratkan
oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat- sifat umum dengan segala
keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.
3. Van Eikema Hommes, berpendapat asas hukum bukanlah norma-norma hukum konkrit,
tetapi ia adalah sebagai dasar-dasar pikiran umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang
berlaku.
4. Van der Velden, berpendapat asas hukum adalah tipe putusan yang digunakan sebagai
tolak ukur untuk menilai situasi atau digunakan sebagai
pedoman berperilaku.

4
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, (UMM PRESS,
2020),hlm, 71
5
Achmad Ali, opcit, hlm. 14.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa asas hukum bukan
merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau
merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam
peraturan konkrit tersebut. Atau lebih ringkasnya, asas hukum merupakan latar belakang dari
terbentuknya suatu hukum konkrit.

B. ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Untuk memahami lebih lanjut,
berikut ini penjelasan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan
selengkapnya. Asas ini wajib diterapkan dalam membuat peraturan perundang-undangan..6

1. Asas Kejelasan Tujuan


Asas kejelasan tujuan adalah asas yang menyatakan bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

2. Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat


Asas pembentukan peraturan perundang-undangan selanjutnya yakni asas kelembagaan atau
pejabat pembentuk yang tepat merupakan asas yang menentukan bahwa setiap harus dibuat
oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang.Peraturan Perundang-undangan tersebut, dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

3. Asas Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan


Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan menjadi asas pembentukan
peraturan perundang-undangan. Asas ini menegaskan bahwa dalam membentuk peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan. Artinya, masing-masing peraturan perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya sesuai
urutan hierarki peraturan perundang-undangan.

4. Asas Dapat Dilaksanakan


Selain itu, asas pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya yakni asas dapat
dilaksanakan. Asas tersebut menegaskan bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.Oleh karena itu, dalam
pembentukannya, harus diperhatikan landasan filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

6
katadata.co.id pertama kali diindeks oleh Google pada Februari 2013
5. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, merupakan asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang menegaskan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.Artinya, peraturan perundang-undangan tersebut harus sangat
dibutuhkan dan bermanfaat untuk masyarakat.

6. Asas Kejelasan Rumusan


Asas kejelasan rumusan, merupakan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
menegaskan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta
bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti. Ini dimaksudkan, agar tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

7. Asas Keterbukaan
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan berikutnya yakni asas keterbukaan. Asas
keterbukaan merupakan asas yang paling terlihat. Asas ini menegaskan bahwa pembentukan
peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Ini termasuk pemantauan dan peninjauan
memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung
untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis
dengan cara daring atau dalam jaringan dan/atau luring atau luar jaringan.

C. PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG


Proses pembentukan undang-undang biasanya melibatkan beberapa langkah dalam sistem
hukum demokratis. Berikut adalah rangkaian umum dalam proses tersebut:
1. Inisiatif: Undang-undang bisa diusulkan oleh anggota parlemen, pemerintah, atau bahkan
masyarakat umum.
2. Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU): Setelah inisiatif diajukan, sebuah
komite atau kelompok khusus akan merancang RUU. RUU adalah dokumen yang berisi
rincian undang-undang yang diusulkan.
3. Debat dan Persetujuan: RUU ini kemudian dibahas dan didebatkan di lembaga legislatif,
seperti parlemen atau kongres. Anggota parlemen akan memberikan masukan, mengusulkan
perubahan, dan pada akhirnya memberikan suara untuk atau melawan RUU tersebut.
4. Pengesahan: Jika RUU disetujui oleh mayoritas suara, maka undang-undang tersebut
disahkan. Dalam beberapa sistem, undang-undang mungkin juga perlu disetujui oleh lembaga
legislatif lainnya (misalnya, dewan atas).
5. Tanda Tangan Eksekutif: Dalam sistem yang menganut pemisahan kekuasaan, undang-
undang mungkin perlu ditandatangani oleh kepala eksekutif negara (misalnya, presiden)
sebelum menjadi resmi.
6. Publikasi: Undang-undang yang disahkan kemudian dipublikasikan agar dapat diakses
oleh masyarakat umum.
7. Pelaksanaan dan Penegakan: Undang-undang tersebut harus diterapkan dan
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, seperti kepolisian atau badan-badan pengawasan.
8. Evaluasi dan Perubahan: Undang-undang dapat dievaluasi dari waktu ke waktu, dan
perubahan atau perbaikan dapat diajukan melalui proses yang serupa.
Proses pembentukan undang-undang dapat bervariasi di berbagai negara dan bergantung
pada sistem hukum yang digunakan.

D. PROSES PEMEBNTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-


UNDANG
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau yang biasa disingkat menjadi
Peraturan Perundang-undangan Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden agar dijalankan
dengan benar.Peraturan Pemerintah ini dibentuk pada saat yang kritis dan memaksa sehingga
membuat proses pembentukan Perpu ini berbeda dari pembentukan peraturan yang lain. 7
Sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undan Dasar Republik Indonesia 1945 , bahwa
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang mempunyai fungsi dan muatan yang sama
dengan undang-undang dan hanya berbeda dari segi pembentukannya saja Jadi Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dibentuk oleh Presiden namun, tanpa persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat karena ada suatu hal yang sangat genting. Dalam Pasal 22
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 juga disebutkan bahwa Presiden mempunyai
hak untuk mengatur dalam kegentingan yang sangat memaksa. Maka dari itu pembentukanya
lebih singkat.
Tinjauan historis mengenai jenis peraturan-undangan, Perpu merupakan salah satu jenis
dari Peraturan Pemerintah (PP). Jenis PP yang pertama adalah untuk melaksanakan Perintah
UU. Jenis PP yang kedua yakni PP sebagai pengganti UU yang dibentuk dalam hal ihwal
Kegentingan yang Memaksa. Perpu merupakan jenis peraturan-undangan yang disebutkan
dalam UUD NRI Tahun 1945, yakni dalam Pasal 22. Pasal 22 UUD 1945 menyebutkan
bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden dapat menetapkan Perpu. Pasal
1 angka 4 UU No.12 Tahun 2011 memuat ketentuan umum yang memberikan definisi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang adalah peraturan peraturan-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. [4] Pasal 1 angka 3
Perpres 87 Tahun 2014 juga tidak memberikan batasan pengertian pada Perpu melainkan
menyebutkan definisi yang sama sebagaimana tercantum dalam UU 12 Tahun 2011 dan
UUD 1945.

7
H.F. Abraham Amos, Sistem Ketatanegaraan Indonesia (dari Orla, Orba, sampai Reformasi), (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2005), Hlm.433.
Perpu sebenarnya merupakan suatu Peraturan Pemerintah yang bertindak sebagai suatu
Undang-Undang atau dengan kata lain Perpu adalah Peraturan Pemerintah yang diberi
kewenangan yang sama dengan Undang-Undang. Peraturan Pemerintah adalah peraturan-
undangan yang dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan UU. UU adalah peraturan-
peraturan-undangan yang pembentukannya dilakukan oleh dua lembaga, yakni DPR dengan
persetujuan Presiden dan merupakan peraturan-peraturan yang mengatur lebih lanjut
ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. [6]

Perpu dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Apabila Perpu
sebenarnya adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah adalah peraturan-
undangan untuk melaksanakan UU, maka Perpu adalah peraturan peraturan-undangan yang
dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa, untuk melaksanakan undang-undang.
Namun karena Peraturan Pemerintah ini diberi kewenangan yang sama dengan UU, maka
dilekatkan istilah “pengganti UU”. UU merupakan peraturan yang lebih mengatur lebih
lanjut ketentuan UUD 1945. Maka Perpu merupakan Peraturan Pemerintah yang dibentuk
dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa untuk mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
1945.

Pembentukan peraturan-peraturan-undangan pada umumnya meliputi tahapan


perencanaan, penyusunan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Perpu yang
sejatinya dibentuk dalam Kegentingan yang Memaksa meniscayakan tahapan perencanaan
tidak dilakukan, karena keadaannya bersifat tidak terduga, tidak terencana. Pasal 58
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014, menguraikan tata cara penyusunan rencana Perpu
dengan tekanan hal ihwal Kegentingan yang Memaksa dalam Pasal 57.8

Sebagai salah satu jenis peraturan-undangan, Perpu juga harus bersumber pada Pancasila
dan UUDNRI 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dan hukum dasar
dalam Peraturan Perundang-undangan serta selayaknya juga dapat menjadi sumber hukum
peraturan-undangan yang lebih rendah. Berdasarkan konsep bahwa Perpu merupakan suatu
peraturan yang dari segi isinya seharusnya ditetapkan dalam bentuk undang-undang, tetapi
karena keadaan kegentingan memaksa ditetapkan dalam bentuk peraturan pemerintah maka
kedudukan Perpu yang paling rasional dalam hierarki peraturan perundang-undangan adalah
sejajar dengan undang-undang.

E. PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Pembentukan peraturan daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1


UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
8
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Perpres No. 87 Tahun 2014, LN No.199 Tahun 2014, Ps.1.
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Dalam
pembentukan peraturan daerah, ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu: (1) tahapan
perencanaan; (2) tahapan penyusunan; (3) tahapan pembahasan; (4) tahapan pengesahan atau
penetapan, (5) tahapan pengundangan.

1. Tahap Perencanaan
Sebelum penyusunan peraturan daerah (perda), dilakukan proses perencanaan
penyusunan perda dalam suatu Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dalam Pasal 1
angka 10 UU Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa pengertian prolegda adalah
instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara
terencana, terpadu, dan sistematis. Selanjutnya pada Pasal 239 ayat (1) UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa perencanaan penyusunan
perda dilakukan dalam program pembentukan perda (Propemperda). Ada 2 (dua) istilah
dalam penyebutan perencanaan penyusunan perda, yaitu Prolegda (sesuai dengan UU
Nomor 11 Tahun 2011) dan Propemperda (sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014).
9
Walaupun istilahnya berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama. Adapun proses
penyusunan Propemperda sebagaimana diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 23 Tahun
2014, adalah:
1) Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam program pembentukan Perda.
2) Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh
DPRD dan kepala daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala
prioritas pembentukan rancangan perda.
3) Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan keputusan DPRD. 2
4) Penyusunan dan penetapan program pembentukan Perda dilakukan setiap tahun
sebelum penetapan rancangan perda tentang APBD.
5) Dalam program pembentukan perda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang
terdiri atas: a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan b. APBD.
6) Selain daftar kumulatif terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam
program pembentukan perda Kabupaten/Kota dapat memuat daftar kumulatif
terbuka mengenai: a. penataan Kecamatan; dan b. penataan Desa. 7. Dalam
keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan rancangan perda di
luar program pembentukan Perda karena alasan
2. Tahap Penyusunan
Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh DPRD
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota. Propemperda Kabupaten/Kota ditetapkan untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda
Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan Propemperda Kabupaten/Kota ini dilakukan

9
Suryandari, Cahyani dkk, 2017, Proses Penyusunan Peraturan Daerah-Modul Pendidikan dan Pelatihan
Fungsioal Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan PerundangUndangan, Badan Pengembangan SDMH
dan HAM Kemenkumham RI,Jakarta.
setiap tahun sebelum penetapan rancangan Perda tentang APBD Kabupaten/Kota.
Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota memuat daftar rancangan Perda
Kabupaten/Kota yang didasarkan atas:
1) perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
2) rencana pembangunan daerah;
3) penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
4) aspirasi masyarakat daerah.

Penyusunan dan penetapan Propemperda Kabupaten/Kota mempertimbangkan


realisasi Propemperda dengan perda yang ditetapkan setiap tahun dengan penambahan
paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah rancangan perda yang
ditetapkan pada tahun sebelumnya.

3. Tahap Pembahasa
Pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi dilakukan oleh DPRD provinsi
bersama gubernur. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat
kelengkapan DPRD provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat
paripurna.10
Secara lebih rinci, berikut tahapan pembahasan rancangan peraturan daerah
provinsi:
1) Rancangan perda provinsi yang berasal dari gubernur disampaikan dengan surat
pengantar kepada pimpinan DPRD Provinsi yang memuat latar belakang, tujuan
penyusunan, sasaran dan materi pokok yang diatur yang menggambarkan
substansi rancangan perda;
2) Rancangan perda provinsi dari DPRD provinsi disampaikan dengan surat
pengantar pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur untuk dilakukan
pembahasan yang memuat latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran dan materi
pokok yang diatur serta menggambarkan substansi rancangan perda;
3) Pembicaraan tingkat I yang meliputi:

Rancangan Perda Provinsi dari Gubernur Rancangan Perda Provinsi dari

10
Wahiduddin Adams, Prioritas Legislasi Daerah, Disampaikan pada acara Panel Forum Nasional
Program Legislasi Daerah 2006-2009 diselenggarakan oleh Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia, Jakarta,
15 Maret 2006.
DPRD Provinsi
Penjelasan gubernur dalam rapat paripurna Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan
mengenai rancangan perda gabungan komisi, pimpinan Balegda,
atau pimpinan panitia khusus dalam
rapat paripurna mengenai rancangan
perda
Pemandangan umum fraksi terhadap Pendapat gubernur terhadap rancangan
rancangan perda perda
Tanggapan dan/atau jawaban gubernur Tanggapan dan/atau jawaban fraksi
terhadap pemandangan umum terhadap pendapat gubernur

1) Pembicaraan tingkat II terdiri dari keputusan rapat paripurna yang didahului


dengan laporan pimpinan komisi/gabungan komisi/panitia khusus yang berisi
pendapat fraksi serta hasil pembahasan dan permintaan persetujuan dari anggota
secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna dan diakhiri dengan pendapat akhir
gubernur.

Jika dalam pembicaraan tingkat II rancangan perda provinsi tidak dapat dicapai
persetujuan melalui musyawarah, maka keputusan didasarkan pada suara terbanyak.[

Adapun jika rancangan perda provinsi tidak mendapat persetujuan bersama antara
DPRD provinsi dan gubernur, maka rancangan perda tersebut tidak boleh diajukan
lagi dalam persidangan DPRD Provinsi pada masa sidang itu.

4. Tahap Penetapan Atau Pengesahan


Rancangan perda provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan
gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur untuk ditetapkan
menjadi peraturan daerah provinsi. Penyampaian rancangan perda provinsi dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.[29]
Rancangan perda provinsi ditetapkan oleh gubernur dengan membubuhkan tanda tangan
dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak rancangan perda provinsi disetujui bersama
oleh DPRD provinsi dan gubernur.
Dalam hal rancangan perda provinsi tidak ditandatangani oleh gubernur dalam
waktu paling lama 30 hari sejak rancangan perda provinsi tersebut disetujui bersama,
rancangan perda provinsi tersebut sah menjadi peraturan daerah provinsi dan wajib
diundangkan. Naskah yang telah ditandatangani gubernur dibubuhi nomor dan tahun oleh
sekda provinsi. Adapun jika lebih dari 30 hari naskah tidak ditandatangani gubernur
maka ditulis kalimat pengesahan oleh sekda provinsi yang berbunyi “Peraturan Daerah
ini dinyatakan sah” di halaman terakhir naskah perda, yang kemudian dibubuhi nomor
dan tahun oleh sekda provinsi.
5. Tahap Pengundangan
Peraturan daerah provinsi diundangkan dalam Lembaran Daerah oleh sekda.
Adapun penjelasan perda provinsi diundangkan dalam Tambahan Lembaran Daerah.
Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada
tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, opcit,

katadata.co.id pertama kali diindeks oleh Google pada Februari 2013

Contoh peraturan yang bersifat penetapan di antaranya, UU tentang APBN, UU tentang


Penetapan Perppu menjadi UU, PP tentang Penyertaan Modal, dan lain-lain.

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, (UMM PRESS,
2020)

Indonesia, Peraturan Presiden tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan, Perpres No. 87 Tahun 2014, LN No.199 Tahun 2014,

H.F. Abraham Amos, Sistem Ketatanegaraan Indonesia (dari Orla, Orba, sampai
Reformasi), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005)

BPHN, Laporan Temu Konsultasi Pelaksanaan Hukum di Jajaran Departemen Hukum dan HAM
RI, Yogyakarta, 6-9 Maret 2006,

Mahfud MD, Makalah Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil
Amandemen, Badan PEmbinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM RI<
Jakarta, 29-31 Mei 2006.

Suryandari, Cahyani dkk, 2017, Proses Penyusunan Peraturan Daerah-Modul Pendidikan dan
Pelatihan Fungsioal Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan
PerundangUndangan, Badan Pengembangan SDMH dan HAM Kemenkumham
RI,Jakarta.

Wahiduddin Adams, Prioritas Legislasi Daerah, Disampaikan pada acara Panel Forum Nasional
Program Legislasi Daerah 2006-2009 diselenggarakan oleh Asosiasi DPRD Kabupaten
Seluruh Indonesia, Jakarta, 15 Maret 2006.

Anda mungkin juga menyukai