Puji syukur kita panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas makalah
“ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN " tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang penulis selesaikan ini masih jauh dari kata
sempurna. Seperti halnya pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun, guna
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, serta kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................
A. Kesimpulan...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem civil law, materi hukum (peraturan
perundang-undangan) menjadi salah satu unsur penting dalam pembangunan hukum di
Indonesia. Secara linear, civil law juga berpengaruh terhadap kinerja para hakim dalam
mengambil keputusan. Putusan hakim selalu mendasarkan pada peraturan perundang-
undangan, walaupun terdapat klausula bahwa hakim harus melakukan penggalian hukum
untuk menemukan hukum yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat
Indonesia terutama praktisi hukum selalu menganggap penting dan sangat memperhatikan
Peraturan Perundang-undangan, khususnya mengenai materi hukum.
Oleh karena keberadaan materi hukum sangat penting, maka pembenahan materi hukum
dalam pembangunan hukum nasional masih terus diupayakan. Pembenahan materi hukum
tersebut perlu dilakukan untuk mewujudkan tertib Peraturan Perundang-undangan, yang
memperhatikan hierarki, kearifan lokal, revitalisasi hukum adat, serta reposisi yurisprudensi
terkait dengan pembaruan materi hukum nasional.1 Keberadaan kelembagaan atau
kewenangan untuk melakukan uji materi (judicial review) baik oleh Mahkamah Konstitusi
maupun oleh Mahkamah Agung sesuai dengan hierarki Peraturan Perundang-undangan
masing-masing2 , juga menunjukkan dukungan politik hukum bagi pembenahan materi
hukum nasional.1
Oleh karena itu, dalam 1 BPHN, Laporan Temu Konsultasi Pelaksanaan Hukum di
Jajaran Departemen Hukum dan HAM RI, Yogyakarta, 6-9 Maret 2006, hal.15. Mahfud MD,
Makalah Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen,
Badan PEmbinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM RI< Jakarta, 29-31 Mei
2006, Hal.7. 2 pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik sangat diperlukan, agar peraturan yang dibuat sesuai dengan
arah dan tujuan negara dengan berpedoman pada kebijakan pembangunan hukum dan tidak
menjadi objek bagi terjadinya uji materi. 2
Selain itu, terdapat juga beberapa isu lainnya seperti pencabutan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Perundangundangan yang ditetapkan oleh
lembaga Negara/lembaga pemerintah/lembagalembaga lainnya, makna hakiki dari
persetujuan bersama, keberadaan peraturan desa, otonomi daerah, harmonisasi dan
sinkronisasi peraturan perundang-undangan, kriteria penetapan Perpu dan lain sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Asas Hokum
2. Bagaimana Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3. Bagaimana Proses Pembentukan Undang-Undang
4. Bagaimana Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
5. Bagaimana Proses Pembentukan Peraturan Daerah
3
Definisi ini dikutip dari Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HOKUM
Di dalam pembentukan kehidupan bersama yang baik, dituntut pertimbangan tentang asas
atau dasar dalam membentuk hukum supaya sesuai dengan cita-cita dan kebutuhan hidup
bersama. Dengan demikian asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen
hukum. karena itu bahwa asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum. Dikatakan
demikian karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan hukum.4
Asas hukum merupakan unsur yang sangat penting dalam pembentukan peraturan hukum.
Oleh karena itu, penulis akan menguraikan sedikit pembahasan yang berkaitan dengan
masalah ini dengan harapan dapat mendekatkan pemahaman kita tentang asas-asas
hukum.Asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada
umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Dalam bahasa
Inggris, kata " asas " diformatkan sebagai " principle ",peraturan konkret seperti undang-
undang tidak boleh bertentangan dengan asas hukum, demikian pula dalam putusan hakim,
pelaksanaan hukum, hukum dasar, dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapatdan sistem hukum yang di pertegas oleh Dragan Milovanovic:16
“Pengsistematisan hukum berlangsung secara terus-menerus kedalam kumpulan hukum yang
relevan, yang di koordinasi oleh beberapa asas-asas tentang pembenaran.”Tentang batasan
pengertian asas hukum ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu:
5
1. Bellefroid, berpendapat bahwa asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari
hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan- aturan yang
lebih umum.
2. Van Scholten, berpendapat bahwa asas hukum adalah kecenderungan yang disyaratkan
oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat- sifat umum dengan segala
keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.
3. Van Eikema Hommes, berpendapat asas hukum bukanlah norma-norma hukum konkrit,
tetapi ia adalah sebagai dasar-dasar pikiran umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang
berlaku.
4. Van der Velden, berpendapat asas hukum adalah tipe putusan yang digunakan sebagai
tolak ukur untuk menilai situasi atau digunakan sebagai
pedoman berperilaku.
4
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, (UMM PRESS,
2020),hlm, 71
5
Achmad Ali, opcit, hlm. 14.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa asas hukum bukan
merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau
merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam
peraturan konkrit tersebut. Atau lebih ringkasnya, asas hukum merupakan latar belakang dari
terbentuknya suatu hukum konkrit.
6
katadata.co.id pertama kali diindeks oleh Google pada Februari 2013
5. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, merupakan asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang menegaskan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.Artinya, peraturan perundang-undangan tersebut harus sangat
dibutuhkan dan bermanfaat untuk masyarakat.
7. Asas Keterbukaan
Asas pembentukan peraturan perundang-undangan berikutnya yakni asas keterbukaan. Asas
keterbukaan merupakan asas yang paling terlihat. Asas ini menegaskan bahwa pembentukan
peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Ini termasuk pemantauan dan peninjauan
memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung
untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis
dengan cara daring atau dalam jaringan dan/atau luring atau luar jaringan.
7
H.F. Abraham Amos, Sistem Ketatanegaraan Indonesia (dari Orla, Orba, sampai Reformasi), (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2005), Hlm.433.
Perpu sebenarnya merupakan suatu Peraturan Pemerintah yang bertindak sebagai suatu
Undang-Undang atau dengan kata lain Perpu adalah Peraturan Pemerintah yang diberi
kewenangan yang sama dengan Undang-Undang. Peraturan Pemerintah adalah peraturan-
undangan yang dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan UU. UU adalah peraturan-
peraturan-undangan yang pembentukannya dilakukan oleh dua lembaga, yakni DPR dengan
persetujuan Presiden dan merupakan peraturan-peraturan yang mengatur lebih lanjut
ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. [6]
Perpu dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Apabila Perpu
sebenarnya adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah adalah peraturan-
undangan untuk melaksanakan UU, maka Perpu adalah peraturan peraturan-undangan yang
dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa, untuk melaksanakan undang-undang.
Namun karena Peraturan Pemerintah ini diberi kewenangan yang sama dengan UU, maka
dilekatkan istilah “pengganti UU”. UU merupakan peraturan yang lebih mengatur lebih
lanjut ketentuan UUD 1945. Maka Perpu merupakan Peraturan Pemerintah yang dibentuk
dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa untuk mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
1945.
Sebagai salah satu jenis peraturan-undangan, Perpu juga harus bersumber pada Pancasila
dan UUDNRI 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dan hukum dasar
dalam Peraturan Perundang-undangan serta selayaknya juga dapat menjadi sumber hukum
peraturan-undangan yang lebih rendah. Berdasarkan konsep bahwa Perpu merupakan suatu
peraturan yang dari segi isinya seharusnya ditetapkan dalam bentuk undang-undang, tetapi
karena keadaan kegentingan memaksa ditetapkan dalam bentuk peraturan pemerintah maka
kedudukan Perpu yang paling rasional dalam hierarki peraturan perundang-undangan adalah
sejajar dengan undang-undang.
1. Tahap Perencanaan
Sebelum penyusunan peraturan daerah (perda), dilakukan proses perencanaan
penyusunan perda dalam suatu Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dalam Pasal 1
angka 10 UU Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa pengertian prolegda adalah
instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara
terencana, terpadu, dan sistematis. Selanjutnya pada Pasal 239 ayat (1) UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa perencanaan penyusunan
perda dilakukan dalam program pembentukan perda (Propemperda). Ada 2 (dua) istilah
dalam penyebutan perencanaan penyusunan perda, yaitu Prolegda (sesuai dengan UU
Nomor 11 Tahun 2011) dan Propemperda (sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014).
9
Walaupun istilahnya berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama. Adapun proses
penyusunan Propemperda sebagaimana diatur dalam Pasal 239 UU Nomor 23 Tahun
2014, adalah:
1) Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam program pembentukan Perda.
2) Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh
DPRD dan kepala daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala
prioritas pembentukan rancangan perda.
3) Program pembentukan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan keputusan DPRD. 2
4) Penyusunan dan penetapan program pembentukan Perda dilakukan setiap tahun
sebelum penetapan rancangan perda tentang APBD.
5) Dalam program pembentukan perda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang
terdiri atas: a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan b. APBD.
6) Selain daftar kumulatif terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam
program pembentukan perda Kabupaten/Kota dapat memuat daftar kumulatif
terbuka mengenai: a. penataan Kecamatan; dan b. penataan Desa. 7. Dalam
keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan rancangan perda di
luar program pembentukan Perda karena alasan
2. Tahap Penyusunan
Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh DPRD
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota. Propemperda Kabupaten/Kota ditetapkan untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda
Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan Propemperda Kabupaten/Kota ini dilakukan
9
Suryandari, Cahyani dkk, 2017, Proses Penyusunan Peraturan Daerah-Modul Pendidikan dan Pelatihan
Fungsioal Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan PerundangUndangan, Badan Pengembangan SDMH
dan HAM Kemenkumham RI,Jakarta.
setiap tahun sebelum penetapan rancangan Perda tentang APBD Kabupaten/Kota.
Penyusunan Propemperda Kabupaten/Kota memuat daftar rancangan Perda
Kabupaten/Kota yang didasarkan atas:
1) perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
2) rencana pembangunan daerah;
3) penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
4) aspirasi masyarakat daerah.
3. Tahap Pembahasa
Pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi dilakukan oleh DPRD provinsi
bersama gubernur. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat
kelengkapan DPRD provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat
paripurna.10
Secara lebih rinci, berikut tahapan pembahasan rancangan peraturan daerah
provinsi:
1) Rancangan perda provinsi yang berasal dari gubernur disampaikan dengan surat
pengantar kepada pimpinan DPRD Provinsi yang memuat latar belakang, tujuan
penyusunan, sasaran dan materi pokok yang diatur yang menggambarkan
substansi rancangan perda;
2) Rancangan perda provinsi dari DPRD provinsi disampaikan dengan surat
pengantar pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur untuk dilakukan
pembahasan yang memuat latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran dan materi
pokok yang diatur serta menggambarkan substansi rancangan perda;
3) Pembicaraan tingkat I yang meliputi:
10
Wahiduddin Adams, Prioritas Legislasi Daerah, Disampaikan pada acara Panel Forum Nasional
Program Legislasi Daerah 2006-2009 diselenggarakan oleh Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia, Jakarta,
15 Maret 2006.
DPRD Provinsi
Penjelasan gubernur dalam rapat paripurna Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan
mengenai rancangan perda gabungan komisi, pimpinan Balegda,
atau pimpinan panitia khusus dalam
rapat paripurna mengenai rancangan
perda
Pemandangan umum fraksi terhadap Pendapat gubernur terhadap rancangan
rancangan perda perda
Tanggapan dan/atau jawaban gubernur Tanggapan dan/atau jawaban fraksi
terhadap pemandangan umum terhadap pendapat gubernur
Jika dalam pembicaraan tingkat II rancangan perda provinsi tidak dapat dicapai
persetujuan melalui musyawarah, maka keputusan didasarkan pada suara terbanyak.[
Adapun jika rancangan perda provinsi tidak mendapat persetujuan bersama antara
DPRD provinsi dan gubernur, maka rancangan perda tersebut tidak boleh diajukan
lagi dalam persidangan DPRD Provinsi pada masa sidang itu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, opcit,
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, (UMM PRESS,
2020)
H.F. Abraham Amos, Sistem Ketatanegaraan Indonesia (dari Orla, Orba, sampai
Reformasi), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005)
BPHN, Laporan Temu Konsultasi Pelaksanaan Hukum di Jajaran Departemen Hukum dan HAM
RI, Yogyakarta, 6-9 Maret 2006,
Mahfud MD, Makalah Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil
Amandemen, Badan PEmbinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM RI<
Jakarta, 29-31 Mei 2006.
Suryandari, Cahyani dkk, 2017, Proses Penyusunan Peraturan Daerah-Modul Pendidikan dan
Pelatihan Fungsioal Calon Pejabat Fungsional Perancang Peraturan
PerundangUndangan, Badan Pengembangan SDMH dan HAM Kemenkumham
RI,Jakarta.
Wahiduddin Adams, Prioritas Legislasi Daerah, Disampaikan pada acara Panel Forum Nasional
Program Legislasi Daerah 2006-2009 diselenggarakan oleh Asosiasi DPRD Kabupaten
Seluruh Indonesia, Jakarta, 15 Maret 2006.