Anda di halaman 1dari 14

PROSES PEMBUATAN

PRODUK HUKUM (PERATURAN DAERAH)


SERTA PERAN SERTA MASYARAKAT
DALAM PRODUK HUKUM

Dosen pengampu:

Sukarno, SH.,MH.

Mata Kuliah: Teknik perancangan perundang-undangan

Disusun Oleh: I Kadek wira Sweda (020.04.0009)

Semester V (pagi)

Fakultas Hukum

Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Tahun Ajaran 2022/2023


KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan yang Maha Esa, karena telah melimpahkan kesehatan, serta
kemampuan kepada kita semua, sehingga saat ini masih bisa merasakan nikmatnya udara
dengan tanpa harus berupaya mencari terlebih dahulu, pada kesempatan ini haruslah benar-
benar kita syukuri sebagai bukti kita selaku manusia yang memiliki kecerdasan di berikan
kepada kita oleh sang pencipta.

Pertama penulis ucapkan banyak terima kasih Kepada Dosen pengampu yang telah
memberikan banyak materi/ilmunya, sehingga penyusunan tugas ini bisa diselesaikan dengan
baik dan tuntas . Dan penulis sangat berharap judul yg kami ambil ini “ Proses Pembentukan
Produk Hukum oleh DPRD,Pemerintah….

Bisa menjadi bahan diskusi dan tambahan wawasan kepada kita semua terkait dengan produk
Hukum yang saat ini sudah ada baik yang sudah diselesaikan oleh Legislatif atau eksekutif.

penulis sangat yakin bahwa dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna dan sangat banyak sekali kekurangan sehingga sangat diharap banyak masukan dan
kritikan guna menyempurnakan pembuatan tugas ini.

Akhirnya semoga proses ini tugas ini bisa menjadi spirit literasi kepada para pembaca untuk
menyusun makalah atau buku kedepan secara akademik dan professional sesuai standart
penulisan.

Penulis
Daftar isi

KATA PENGANTAR ……………………………...................................………………… i


DAFTAR ISI ………………………………………………................................…………. ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………..........................................…….. 1

 1.1 . Latar Belakang …………………………….................................…………….. 1


 1.2 . Rumusan Masalah …………………………..................................…………… 2
 1.3 . Tujuan Penulisan ………………………….................................………….….. 2

BAB II PEMBAHASAN ………………………….............................................…………. 3

 2.1 Definisi Perundang-undang daerah…...........................................……………… 3


 2.2. Proses pembentukan Produk Hukum .................................................................. 4

 2.3. Peran Serta Masyarakat dalam Penyusunan PERDA ......................................... 7

BAB III PENUTUP …………………......................................…………………………… 9

 3.1. Kesimpulan  …………………........................………………………………… 9

DAFTAR PUSTAKA ………………………….....................................…………………. 10


Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Hubungan Pusat dan Daerah menjadi sangat longgar sejak bergulirnya


kebijakan otonomi daerah 1999, seolah Pusat mengalami “kerepotan” menghadapi
berbagai tuntutan daerah, meskipun Indonesia masih meneguhkan bentuk negara
kesatuan. Otonomi daerah sering diterjemahkan oleh Pemerintah Daerah identik
dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak-banyaknya. Peraturan
Daerah (Perda) merupakan instrument yang dipandang “legal” untuk memungut dana
dari masyarakat.
Tahun 2000 ditandai sebagai “booming” Perda di seluruh Indonesia, artinya
daerah beramai-ramai memproduk Perda yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) melalui Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang meliputi
sektor-sektor pertambangan dan energi, pertanian dan peternakan, perdagangan dan
industri, kehutanan dan perkebunan, kesehatan, pariwisata, ketegakerjaan,
perhubungan dan pertanahan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mencatat sekitar
1.006 Perda di seluruh Indonesia pada tahun 2000, merupakan Perda “bermasalah”,
yakni memberatkan dunia usaha. Sedang versi Depdagri mencatat hanya ada 105
Perda mengenai retribusi daerah dan pajak daerah yang bermasalah (Ni’matul Huda,
2010: 9).
Upaya pengawasan terhadap Perda bermasalah, Indonesia menganut model
pengujian “executive review” dan “judicial review”. Hal ini dapat dilihat dari
ketentuan Perubahan UUD 1945 Pasal 24 A ayat (1), yang menetapkan Mahkamah
Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang, dan Pasal 11 ayat (2) huruf
b UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 31 UU No. 5 tahun
2004 tentang Mahkamah Agung, dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Implementasi ketentuan di atas, dapat dilihat dari 554 produk hukum daerah
antara tahun 2002-2006 telah dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri dan pada periode
yang sama juga ada permohonan uji materiil 28 Perda atau Keputusan Gubernur /
Bupati / Walikota di Mahkamah Agung.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses pembentukan Produk hukum peraturan daerah (Perda) ?
2. Bagaimanakah peran serta Masyarakat ikut terlibat dalam peraturan daerah ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Proses pembentukan Produk hukum peraturan daerah (Perda) .
2. peran serta Masyarakat ikut terlibat dalam peraturan daerah (Perda).
Bab 2
Pembahasan

2.1 Definisi Perundang-undang daerah


Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum
yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Produk Hukum Daerah adalah produk hukum berbentuk Peraturan meliputi perda atau nama
lainnya, Perkada, Peraturan Bersama KDH, Peraturan DPRD, dan berbentuk Keputusan
meliputi Keputusan KDH, Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan
Badan Kehormatan DPRD .
Keberadaan Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Daerah pada hakekatnya
merupakan akibat diterapkannya prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pasal 136 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, dinyatakan: “Peraturan
Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan”. Konsep desentralisasi di sini
menurutHans Kelsen, berkaitan dengan pengertian negara dalam arti tatanan norma
hukum (legal norm order). Oleh sebab itu pengertian desentralisasi menyangkut
berlakunyasistem tatanan hukum negara yang sah untuk seluruh wilayah negara (central
norm) dan ada pula kaidah hukum yang berlaku sah dalam bagian-bagian wilayah yang
berbeda yang disebut desentral atau kaidah lokal (decentral or local norm) (B. Hestu
Cipto Handoyo, 2008: 120). Namun demikian Peraturan Perundang-Undangan Tingkat
Daerah (baca: Peraturan Daerah atau Perda) pada hakekatnya merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kesatuan sistem hukum nasional.

Adapun jenis Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 UU 12 Tahun 2011


1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Perppu;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

2.2. Proses pembentukan Produk Hukum


2.2.1 Dasar Hukum

 Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan
 Undang- Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
 Peraturan Presiden No. 87 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

2.2.2 Mekanisme Pelaksanaan

Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan, Peraturan Daerah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Peraturan Daerah
Provinsi dan Peraturan Daerah Kota/ Kabupaten. Perda sendiri termasuk dalam hierarki
peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2011, berada di Pasal 7
butir f, dan PERDA Kota/ Kabupaten di Pasal 7 butir g. Materi muatan Peraturan Daerah
Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus
daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Mekanisme penyusunan PERDA terbagi menjadi 4 bagian, yaitu perencanaan, penyusunan,


pembahasan, pengesahan, penetapan dan pengundangan.

1. Tahap perencanaan

a. Perencanaan penyusunan Prolegda;

Penyusunan perencanaan Program Legislatif Daerah atau Prolegda. Baik perda provinsi
maupun perda kota/ kabupaten, memuat program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
dengan judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, materi yang diatur, dan keterkaitannya
dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Khusus materi yang diatur, merupakan
keterangan mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang meliputi:

 Latar belakang dan tujuan penyusunan


 Sasaran yang ingin diwujudkan
 Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur
 Jangkauan dan arah pengaturan.

Materi yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik.
Naskah Akademik sendiri adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.Proglegda disusun
bersama-bersama antara kepala daerah ( Gubernur atau Bupati/ Walikota) masing-masing
daerah dan DPRD ( Provinsi atau Kota/ Kabupaten).

b. Perencanaan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah kumulatif terbuka

 Akibat putusan Mahkamah Agung dan


 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi atau Kotamadya/ Kabupaten

c. Perencanaan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di luar Prolegda.

Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi atau Gubernur dapat mengajukan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi di luar Prolegda Provinsi:

 Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;

 Akibat kerja sama dengan pihak lain; dan


 keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD
Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum.

2. Tahap penyusunan perda


a. Rancangan Peraturan Daerah

Dimulai dengan penyusunan rancangan PERDA itu sendiri. Rancangang bisa diajukan oleh
kepala daerah misal di tingkat I oleh Gubernur, sedang tingkat II oleh Bupati atau Walikota,
selain itu, bisa diajukan oleh DPRD baik di tingkat I maupun II. Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah
Akademik.
Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah mengenai

 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


 Pencabutan Peraturan Daerah
 Perubahan Peraturan Daerah Pyang hanya terbatas mengubah beberapa materi,

Harus disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.

b. Pembahasan Peraturan Daerah

Setelah tahap rancangan, selanjutnya masuk dalam tahapan pembahasan. Isinya adalah

 Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi


bersama Gubernur.
 Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
 Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat
kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat
paripurna.
 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama
oleh DPRD Provinsi dan Gubernur.
 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang sedang dibahas hanya dapat ditarik
kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD Provinsi dan Gubernur.
 Karena sifat mutatis mutandis, maka tahapan pembahasan diatas, diterapkan juga
dalam pembahasan di tingkat kotamadya/ kabupaten.

3. Penetapan dan Pengundangan PERDA


Tata cara penetapan PERDA diantaranya adalah :

 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD
Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur
untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi.
 Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan
membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama oleh DPRD
Provinsi dan Gubernur.
 Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana tidak ditandatangani
oleh Gubernur dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan wajib diundangkan.
 Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah.
 Kalimat pengesahan harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah
Provinsi sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi dalam
LembaranDaerah.
 Untuk PERDA Kotamadya ataupun Kabupaten juga sama prosesnya.
Sedang untuk pengundangan, PERDA diundangkan dalam bentuk Lembaran Daerah,
dan itu dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

2.3. Peran Serta Masyarakat dalam Penyusunan PERDA

Peran serta masyarakat dalam pembentuk-an peraturan perundang-undangan


dapat diarti-kan sebagai partisipasi politik , oleh Huntington dan Nelson partisipasi
politik diartikan sebagai kegiatan warga negara sipil (pivate citizen) yang bertujuan
untuk mempengaruhi pengam-bilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi dan pelibatan
masyarakat dalam proses renca-na pembuatan kebijakan publik, program kebi-jakan
publik, proses pengambilan keputusan publik dan alasan dari pengambilan keputusan
publik merupakan salah satu ciri dari penye-lenggaraan negara demokratis.
Keterlibatan public dalam PERDA, diantaranya adalah :

 Publik berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya Peraturan Daerah,
mulai dari Proglegda sampai penetapan PERDA.
 Masukan secara lisan dan/atau tertulis dapat dilakukan melalui:
• rapat dengar pendapat umum;
• kunjungan kerja;
• sosialisasi; dan/atau
• seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
 Untuk memudahkan publik dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau
tertulis , setiap Rancangan Peraturan Peraturan Daerah harus dapat diakses
dengan mudah oleh masyarakat.
Bab III

Kesimpulan
Keberadaan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan Keputusan
Kepala Daerah, pada hakekatnya merupakan akibat diterapkannya prinsip
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kesatuan sistem hukum nasional.

Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan, Peraturan Daerah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Peraturan
Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kota/ Kabupaten. Perda sendiri termasuk
dalam hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang No. 12 tahun
2011, berada di Pasal 7 butir f, dan PERDA Kota/ Kabupaten di Pasal 7 butir g.

Mekanisme penyusunan PERDA terbagi menjadi 4 bagian, yaitu perencanaan,


penyusunan, pembahasan, pengesahan, penetapan dan pengundangan.Peran serta
masyarakat dalam pembentuk-an peraturan perundang-undangan dapat diarti-kan
sebagai partisipasi politik , oleh Huntington dan Nelson partisipasi politik diartikan
sebagai kegiatan warga negara sipil (pivate citizen) yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengam-bilan keputusan oleh pemerintah.

Keterlibatan public dalam PERDA, diantaranya adalah

- Masukan secara lisan dan/atau tertulis dapat dilakukan melalui


- rapat dengar pendapat umum
- kunjungan kerja
- sosialisasi dan/atau
- seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
Daftar Pustaka

Huda, Ni’matul, 2010, Hukum Pemerintahan Daerah. Cet. II., Penerbit Nusa Media,
Bandung.

Iza Rumesten RS, “Relevansi Partisipasi Masyarakat da-lam Perancangan Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan Yang Responsif”, Jurnal Simbur Cahaya Vol. XVI No. 44
Januari 2011, Unit Penelitian FH Universitas Sriwijaya Palembang, hlm. 2327.

Saut P. Panjaitan, “Jaminan Perlindungan Konstitusio-nal Hak Tiap Orang Untuk


Memperoleh Informasi dan Berkomunikasi”, Jurnal Simbur Cahaya, Vol. XV No. 42 Mei
2010, Unit Penelitian FH Universitas Sriwijaya Palembang, hlm. 1957-1958.

Khairul Muluk, 2007, Menggugat Partisipasi PublikDalam Pemerintah Daerah, Malang:


LPD FIA UB danBayu Media, hlm. 225.

Anda mungkin juga menyukai