PERUNDANG - UNDANGAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Perundang - Undangan
Diajukan Kepada:
Fathuddin, S.HI., S.H., MA.Hum., M.H.
Oleh:
Desta Putri Setia Amanda 11200480000008
Icha Fitri Ayunda 11200480000033
Alida Saidah 11200480000038
Muhammad Akbar Riyadi 11200480000139
Gibran Haekal 11200480000033
ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH Tuhan Yang Maha Esa dan telah
memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam marilah kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
beserta keluarga, sahabatnya, dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Tahapan dan Prosedur Pembentukan
Peraturan Perundang – Undangan ini guna memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Perundang –
Undangan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memperdalam wawasan kita perihal
tahapan dan prosedur dalam membuat peraturan dan undang – undang di Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sebagian
pengetahuannya dalam proses pembuatan makalah ini sehingga kami dapat
menyelesaikannya, terutama kami ucapkan banyak terima kasih serta syukur kepada Bapak
Fathuddin, S.HI., S.H., MA.HUM., M.H. selaku dosen mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan yang
akan membimbing kami selama satu semester kedepan.
Meskipun penulis berharap isi makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun
penulis juga manusia yang tidak luput dari sebuah kesalahan, kami menyadari makalah yang kami
tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….…2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.6 Penyebarluasan……………...…………………………...…………………………..14
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..17
3.2 Saran…………………………………………………………………………………19
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang merupakan landasan hukum yang yang menjadi dasar pelaksanaan dari
keselurkuhan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan “legal policy” yang dituangkan dalam
undang-undang, menjadi sebuah sarana rekayasa sosial, yang membuat kebijaksanaan yang
hendak dicapai pemerintah, untuk mengarahkan masyarakat menerima nilai-nilai baru.2 Di
dalam negara yang berdasarkan atas hukum modern (verzorgingsstaat), tujuan utama dari
pembentukan undang-undang bukan lagi menciptakan kodifikasi bagi norma - norma dan nilai
- nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat, akan tetapi tujuan utama
pembentukan undang-undang itu adalah menciptakan modifikasi atau perubahan dalam
kehidupan masyarakat.3
1
Pasal 1 angka(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
2
Yuliandri, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2010), hlm.1
3
Maria Farida, Ilmu Perundang – Undangan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.2
4
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui UU
adalah:
Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini akan membahas tentang tahapan dan proses
pembentukan peratutran perundang – undangan di Indonesia, yang merupakan sebuah
rangkaian tindakan dalam membentuk suatu perundang – undangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah pada makalah ini adalah:
5
1.3 Tujuan
6
BAB II
PEMBAHASAN
c. Perintah UU lainya;
h. Aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penyusunan Prolegnas memuat judul RUU, materi
yang diatur, dan keterkaitanya dengan peraturan perundang-undangan lainya.
Materi yang diatur dan keterkaitanya dengan peraturan perundang-undang lainya merupakan
keterangan mengenai konsep RUU yang meliputi:
7
b. Sasaran yang ingin diwujudkan;
Penyusunan undang-undang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 proses yaitu, RUU dari
DPR dan presiden, RUU dari presiden, dan RUU dari DPD. Semua tersebut harus disertai
Naskah Akademik, disusun berdasarkan Polegnas. Berikut tiga proses penyusunan undang-
undang terhadap RUU tersebut.
Pertama, RUU diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Pengharmonisan ,
pembulatan, dan pemantapan konsep RUU dikoordinasikan oleh alat kelengkapan khusus yang
menangani bidang legislasi dari DPR. Setelah siap RUU tersebut segera disampaikan dengan
surat pemimpin DPR kepada presiden. Presiden menugasi menteri untuk membahas RUU
bersama DPR dengan waktu 60 hari dari surat tersebut diterima. Meteri menkoordinasi
persiapan urusan pemerintah di bidang hukum.
Kedua, RUU yang diajukan presiden. RUU tersebut disiapkan olem menteri atau pemimpin
lembaga Negara yang nonkementerian sesuai tugasnya. Menteri atau pemimpin lembaga
nonkementerian membentuk panitia antarkementerian atau antarnonkementerian.
Keharmonisa, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU berasal dari presiden
dikoordinasikan oleh menteri di bidang hukum. Setelah siap RUU diajukan kepada pemimipin
DPR. Surat presiden memuat menteri ditugasi membahas RUU bersama DPR dan paling lama
60 hari untuk membahas RUU tersebut sejak surat diterima. Dalam membahas RUU tersebut,
menteri memperakarsa jumlah RUU tersebut mengenai menteri yang sama. Apa bila dalam
siding DPR dan presiden membahas materi yang sama, yang dibahas adalah RUU yang
disampaikan oleh DPR dan RUU dari presinden untuk dipersandingkan.
Ketiga, RUU yang diajukan oleh DPD. RUU disampaikan secara tertuliis kepada
pemimpin DPR dan harus disertai Naskah Akademik. Alat pelengkap pengharmonisasian,
4
Yani, Ahmad, Pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif, Jakarta: Konstitusi Press (2013), Hal.
25
8
pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dapat mengundang pemimpin alat kelengkapan
DPD di bidang perancangan membahas usul RUU. Alat kepelengkapan DPD menyampaikan
hasil pengharmonisasian kepada pemimpin DPR lalu di umumkan saat rapat paripurna.
Berikut ketentuan dalam penyusunan peraturan daerah provinsi dan kabupaten atau kota yaitu:
a) Raperda harus diserati dengan Naskah Akademik. Dalam rancangan peraturan daerah
mengenai APBD, pencabut peraturan daerah, perubahan peraturan daerah yang hanya
terbatas mengubah beberapa menteri, serta memuat pokok pikiran dan menteri muatan
yang diatur.
b) Rancangan aturan daerah dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, alat
kelengkapan DPRD yang khusus dibidang legislatif.
c) Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat
pemimpin DPRD kepada kepala daerah.
d) Raperda yang telah disiapkan oleh kepala daerah disampaikan dengan surat pengantar
kepala daerah kepada pemimpin DPRD
e) Apabila dalam siding DPRD dan kepala daerah membahas rancanngan peraturan daerah
yang sama. Maka materi yang dibahas dari DPRD dan yang dipersandingkan dari kepala
daerah.
Ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU PPP menjelaskan bahwa pembahasan RUU dilakukan
oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Hal ini sesuai bunyi Pasal 20 ayat (2)
9
UUD NKRI Tahun 1945, yakni “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Adapun pelibatan atau keikutsertaan DPD
dalam pembahsan RUU hanya dilakukan apabila RUU yang dibahas berkaitan dengan:
a. Otonomi daerah;
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU dilakukan hanya pada pembicara tingkat I
(Satu), kemudian dalam pembahsan tersebut DPD diwakili oleh alat kelengkapan yang
membidangi materi muatan RUU tersebut. Kedua, pembicaraan tingkat II dalam rapat
paripurna dengan agenda kegiatan:
1. Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD dan
hasil pembicaraan tingkat I
2. Pernyataan setuju atau tidak dari tiap-tiap fraksi dalam rapat panipurna jika tidak
dillakukan voting
3. Penyampaian pendapat akhir presiden dilakukan oleh menteri yang ditugasi
1. Tingkat pertama, membahas dalam rapat komisi/panitia/badan atau rapat alat kelangkapan
DPRD
2. Tingkat dua, yaitu rapat paripurna
10
2.4 Pengesahan Peraturan Perundang – Undangan
Sesuai ketentuan Pasal 72 PPP bahwa RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Peresiden untuk disahkan menjadi undang
– undang (UU). Penyampaian RUU tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama, dan diberi waktu 30 hari untuk
penandatanganannya. Penentuan tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk
mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan RUU kelembaran resmi
Presdiden sampai dengan penandatangan pengesahan UU oleh Presiden dan penandatanganan
sekaligus pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) oleh Mentri Hukum
dan HAM. Begitu juga pada Penetapan peraturan daerah dilakukan oleh kepala daerah setelah
mendapat persetujuan DPRD. Paling lambat 7 hari disampaikan kepada kepala daerah setelah
keputusan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari mendapatkan tanda tangan kepala daerah.
Suatu peraturan perundang-undangan yang sudah disahkan atau ditetapkan baru dapat
berlaku mengikat umum apabila peraturan perundang-undangan tersebut diundangkan dalam
suatu Lembaga Negara atau diumumkam dalam suatu Berita Negara. Pengundangan ialah
pemberitahuan secara formal suatu peraturan Negara dengan penempatannya dalam suatu
penerbitan resmi yang khusus untuk maksud itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan pengundangan peraturan Negara itu telah memenuhi prinsip pemberintahuan formal,
peraturan Negara itu telah memenuhi ketentuan sebagai peraturan negara, prosedur
pembentukan yang disyaratkan bagi peraturan Negara itu sudah dicukupi, dan peraturan
negara tersebut mempunyai kekuatan mengikat.
Setelah suatu peraturan diundangkan, maka berlaku fiksi hukum yang menyatakan
indereen wordt geacht de wet te kennen (setiap orang dianggap mengetahui undang-undang).
Oleh karena itu, maka tidak dibenarkan menolak penuntutan hukum dengan alasan “tidak tahu
akan adanya peraturan tersebut”.Meskipun hal ini hanyalah suatu fiksi, namun disini dapat
dilihat daya ikat dari pengaturan tersebut.
11
Daya ikat suatu peraturan lahir ketika suatu peraturan itu telah diundangkan, karena
pengundangan merupakan bentuk pengakuan terhadap kedaulatan rakyat itu sendiri. Negara
harus memastikan bahwa peraturan yang dibuatnya untuk mengatur masyarakat demi
mencapai cita-cita bersama harus diketahui lebih dahulu oleh masyarakat sebelum
diberlakukan. Idealnya, setiap peraturan dibuat dengan kesepakatan bersama antara
pemerintah dan wakil rakyat, dan kesepakatan itulah yang merupakan bentuk pengakuan
negara terhadap kedaulatan rakyat.
Pengundangan merupakan penyataan penting akan eksistensi dari kedaulatan rakyat. Tanpa
pengundangan berarti menafikkan hak rakyat untuk mengetahui suatu aturan dan mengikat
mereka. Tanpa pengundangan berarti kesewenang-wenangan terhadap rakyat telah terjadi.
Sebagai negara yang mengakui bahwa kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi negara,
maka makna Pengundangan menjadi sangat penting dan merupakan kunci keberpihakan
negara terhadap rakyat. Peraturan yang tidak diundangkan bermakna pengkhianatan terhadap
rakyat telah terjadi. Negara mulai lupa asal kekuasaannya bermula ketika peraturan yang
dibuat tidak diundangkan. Masih adanya Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dan
tidak diundangkan, namun tetap diberlakukan harus mendapatkan perhatian serius dan harus
mendapat tindakan tegas dari lembaga pengundangan.
12
dalam hal tumpang tindihnya peraturan yang lebih rendah terhadap peraturan lebih tinggi
ataupun terhadap peraturan yang setingkat.
1. Tujuan Pengundangan : ialah agar secara formal setiap orang dapat dianggap dapat
mengenali peraturan negara, agar tidak seorangpun bedalih tidak mengetahuinya, dan agar
ketidaktahuan seseorang akan peraturan hukum tersebut tidak memaafkannya.
2. Konsekuensi Pengundangan : Masalah pengundangan peraturan perundang-undangan
diatur dalam Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan , khususnya Bab IX tentang Pengundangan dan Penyebarluasan.
Dalam Pasal 45 Undang-Undang No. 10 Th 2004 dinyatakan bahwa, agar setiap orang
mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan
menempatkannya dalam:
Selain itu, Pasal 48 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 menetapkan bahwa, Pengundangan
Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 dilaksanakan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
13
(1) Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah atau
Peraturan Daerah.
(2) Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota.
(3) Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah
dilaksanakan oleh serkretaris daerah.
Sesuai ketentuan dalam pasal 50 Undang-Undang No. 10 Th. 2004, Peraturan Perundang-
undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan,
kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
3. Praktik Pengundangan
Dalam praktik dapat kita jumpai ada 3 (tiga) variasi rumusan daya laku suatu peraturan
perundang-undangan, yaitu:
1. Peraturan tersebut dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan. maka peraturan tersebut
mempunyai daya ikat dan daya laku pada tanggal yang sama dengan tanggal
pengundangan.
Contoh: Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil
2. Peraturan tersebut dinyatakan berlaku beberapa waktu setelah diundangkan. Artinya bahwa
peraturan tersebut mempunyai daya laku pada tanggal diundangkan, tetapi daya ikatnya
setelah tanggal yang ditentukan.
Contoh: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/ Pmk.04/2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/ Pmk.04/2011 tentang Audit Kepabeanan dan
Audit Cukai.
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
diundangkan.”
3. Peraturan tersebut dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan, tetapi dinyatakan berlaku
surut sampai tanggal yang ditentukan.
Contoh: Peraturan Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Nomor 7 Tahun
2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan Tahun 2015 – 2019
“Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan mempunyai daya laku
surut sejak tanggal 1 Agustus 2015”
14
2.6 Penyebarluasan Peraturan Perundang – Undangan
2. Media Elektronik
5
Peraturan Presiden No. 01 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan
Perundang-undangan, Pasal 29 ayat 1
15
dapat melakukan dengan cara sosialisasi Peraturan perundang-undangan baik sendiri-
sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga terkait lainnya.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia sendiri dalam proses dan tahapan pembentukan undang-undang dapat ditinjau
mulai dari bentuk undang-undang itu sendiri yang terdiri dari: kepala surat, pembukaan,
konsideren, landasan filosofis, ketentuan umum, ketentuan khusus, ketentuan tambahan,
ketentuan peralihan, ketentuan penutup dan lampiran. Dari bentuk undang-undang tersebut
merupakan isi dari undang-undang itu sendiri sebagaimana undang-undang itu dibentuk.
Materi muatan dan bahasa undang-undang dalam peraturan perundang-undangan juga sangat
mempengaruhi dalam pembentukan undang-undang, karena materi muatan berisi perumusan
norma-norma peraturan perundang-undangan yang dikonsepsikan secara umum. Semakin
tinggi kedudukan sesuatu peraturan perundang-undangan, semakin rendah kedudukan suatu
peraturan perundang-undangan, semakin rinci dan konkrit pula materi muatanya.
Kesemuanya itu mencerminkan adanya tingkatan-tingkatan tentang materi muatan peraturan
perundang-undangan dimana undang-undang merupakan salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan yang paling luas jangkauanya. Dan penggunaan bahasa dalam undang-
undang haruslah baik dan benar, tidak multi tafsir, tidak berlebihan, harus ada (subyek, obyek,
17
predikat dan keterangan), mengandung norma larangan, dan kejelasan sanksi. Penjelasan
ringkas pembentukan undang-undang:
1. Tahapan Perencanaan Peraturan Presiden No. 61 Th 2005 tentang Tata Cara penyusunan
dan Pengelolaan program Legislasi Nasional. Serta Tahapan Penyiapan Rancangan Undang-
Undang RUU dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden.
2. Penyusunan undang-undang pada dasarnya dibedakan menjadi 3 proses yaitu, RUU dari
DPR dan presiden, RUU dari presiden, dan RUU dari DPD. Semua tersebut harus disertai
Naskah Akademik, disusun berdasarkan Polegnas. Berikut tiga proses penyusunan undang-
undang terhadap RUU tersebut.
18
3.2 Saran
Sebagai calon penerus bangsa hendaklah kita mengetahui proses pembentukan peraturan
perundang – undangan dengan tujuan agar di masa yang akan datang Indonesia dapat memiliki
penerus yang cakap hukum dan konstitusi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat
membantu para pembaca untuk mempelajari dan memahami proses pembentukan peraturan
perundang – undangan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Farida, Maria. 1998. Ilmu Perundang – Undangan. Yogyakarta: Kanisius.
Yuliandri. 2010. Asas – Asas Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan Yang Baik. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Yani, Ahmad. 2013. Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan Yang Responsif. Jakarta:
Konstitusi Pers.
20