Anda di halaman 1dari 11

PEMBENTUKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Mata Kuliah : Hukum Perundang-Undangan

Dosen Pengampuh : Julius T. Mandjo, SH.,MH.

OLEH :

KELOMPOK III

Nadya Septya Mentari E. Kadir (1011420106)


Ria Beu (1011420239)
Cinday Goni (1011420149)
Sherly Putri Pandju (1011420258)
Mohammah Gusnal Umar (1011420061)
Syah Alim Aljufri (1011420280)
Pinandita Ardika Arvie (1011420037)
Dian Mentari Gobel (1011420190)

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan” ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Ilmu
Perundang-undangan. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempuraan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peraturan perundang-undangan merupakan intrumen yang dapat menumbuhkan
kesadaran masyarakat suatu bangsa, dimana melalui aturan tersebut setiap orang
dianggap mengetahui batasan hak dan kewajiban.
Van Kant1 mengatakan, “Hukum adalah keseluruhan Peraturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia”. Pendapat di atas
memberikan pengertian bahwa suatu peraturan mampu menjaga dan melindungi hak-
hak warga negara sebagai salah satu ciri negara hukum. Pada dasarnya Indonesia
merupakan negara hukum (rechstaat) sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 1
Ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945.Hal inidiatur
pula melalui Perundang-undangan Nasional, yang penyusunannya mengacu pada
prosedur yang telah di tetapkan UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan .
Hal ini mengandung makna bahwa setiap penyusunan peraturan tidak boleh
mengabaikan asas dan pedoman penyusunan perundang-undangan baik dalam
perancangan, perumusan sampai pada penetapannya dalam kerangka mewujudkan
cita hukum. Selain itu, pembuatan produk hukum diharapkan mampu menciptakan
keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatanbagi masyarakat sebagaimana yang
tertuang dalam tujuan hukum. Substansi aturan yang diciptakan pun harus
mempunyai unsur yang jelas dan membawa hasil yakni sebuah produk aturan yang
sifatnya implementatif, artinya dapat diterapkan secara maksimal.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan sebuah sistem, karena di
dalamnya terdapat beberapa peristiwa atau tahapan yang terjalin dalam satu rangkaian
yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Tahapan tersebut yaitu tahap
perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan, tahap
pengundangan, dan tahap penyebarluasan. norma hukum yang hendak dituangkan
dalam rancangan Peraturan Perundang-undangan, benar-benar telah disusun
berdasarkan pemikiran yang matang dan perenungan yang memang mendalam,
semata mata untuk kepentingan umum ,bukan kepentingan pribadi atau golongan.
Tahap perencanaan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mencapai
tujuan pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembentukan perundang-undangan
2. Bagaimana asas pembentukan perundang-undangan

C. Tujuan
1. Agar bisa mengetahui tentang pembentukan perundang-undangan
2. Agar bisa mngetahui tentang asas pembentukan perundang-undangan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembentukan Perundang-Undangan
Undang-undang merupakan hukum dalam bentuk tertulis yang dibentuk menurut
kewenangan membentuk undang-undang. Dalam Undang-Undang Dasar 1945
kewenangan membentuk undang-undang berada pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Presiden. Pembentukan undang-undang adalah bagian dari pembangunan hukum
yang mencakup pembangunan sistem hukum nasional dengan tujuan mewujudkan tujuan
negara yang dilakukan mulai dari perencanaan atau program secara rational, terpadu dan
sistematik.
Sejak bulan November 2004, proses pembuatan undang-undang yang selama ini
dinaungi oleh beberapa peraturan kini mengacu pada satu undang-undang (UU) yaitu
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (UU PPP). UU ini disahkan oleh Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
pada tanggal 24 Mei 2004, akan tetapi baru berlaku efektif pada November 2004.
Selain itu, proses pembuatan undang-undang yang diajukan oleh Presiden juga
diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan
Presiden ((Perpres No. 68/2005). Perpres ini dibentuk untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 24 UU PPP. Pada dasarnya proses pembuatan UU setelah
berlakunya UU PPP terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan
penyebarluasan (Ketentuan Umum angka 1 UU PPP).
1. Teknik Penyusunan
Penguasaan terhadap teknik pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi
sangat penting dalam hal ini. Teknik adalah tata cara yang sistematis dengan didahului
dengan perencaan dan perhitungan yang matang.[55] Sedangkan, pembuatan undang-
undang adalah suatu tindakan terencana yang bertujuan untuk membuat undang-undang.
Jadi, teknik pembuatan undang-undang adalah Suatu tindakan yang sistematis dengan
tata cara tertentu yang didahului oleh suatu perencanaa dan perhitungan yang matan
untuk membuat undang-undang.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa undang-undang dibentuk
melalui suatu proses pemikiran dan perencanaan yang matang. Walaupun telah melalui
perencanaan yang matang, namun bukan berarti membuat undang-undang tidak memiliki
banyak kendala, sebab membuat rancangan undang-undang sebelum menjadi undang-
undang adalah pekerjaan yang sulit. Menurut Pasal 15 Undang-undang No. 10 Tahun
2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, Perencanaan penyusunan
undang-undang dilakukan dalam suatu program legislasi nasional.
Pada masa sebelum reformasi, pembangunan hukum tertulis atau peraturan
perundang-undangan dilakukan berdasarkan arahan dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara. Pada masa tersebut belum tergambar secara konkrit dalam dokumen hukum
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dikehendaki untuk suatu periode
tertentu apalagi dalam satu tahun. Pada tahun 1999 satu langkah penting dimulai yaitu
dengan membentuk Kelompok Kerja Program Legislasi Nasional yang disebut dengan
POKJA PROLEGNAS, koordinatornya diserahkan kepada DPR. Tahun 2000 dibentuk
Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional/PROPENAS. Dalam UU tersebut secara tegas digunakan terminologi Program
Legislasi Nasional/Prolegnas. Secara defenitif Program Legislasi Nasional dirumuskan
dalam Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan yaitu sebagai instrumen perencanaan program pembentukan peraturan
perundang-undangan/undang-undang yang didukung dengan cara dan metode yang pasti,
baku, dan standar yang meliputi semua lembaga yang berwenang membuat peraturan
perundang-undangan.
Undang-undang menuntut kesempurnaan dalam arti susunan, bahasa, istilah dan
sebagainya agar tidak timbul ambigu dalam penerapannya. Ambigu atau ketidak jelasan
arti dalam suatu undang-undang akan rentan dengan pelanggaran rasa keadilan dalam
masyarakat. Padahal kebaikan public hendaknya menjadi tujuan legislator dalam
membentuk undang-undang.
Undang-undang tidak dapat ditafsirkan hanya dalam bentuk formil untuk
menyatakan bahwa seseorang telah melanggar undnag-undang, sebab undang-undang
memiliki 2 (dua) arti, yakni; dalam arti formil dan materiil. Undang-undang merupakan
bagian dari peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, undang-undang memiliki
kedudukan kedua dalam heirarki peraturan perundangan-undangan setelah undang-
undang dasar 1945. Arti penting lahir dan eksisnya suatu undang-undang diungakapkan
hans kelsen[59] sebagai berikut; Pembuatan undang-undang merupakan refleksi dari
konstitusi, sebab pembentukan undang-undang merupaka pembentukan dan penerapan
hukum, yang dalam arti lebih luas adalah penerapana konstitusi.
Pembentukan undang-undang dapat dilakukan dengan dua system, yakni system
lengkap dan system umum. Sistem lengkap adalah undang-undang dibuat dengan pasal-
pasal yang lengkap, terperinci, jelas dan lebih banyak mengarah kehukuman dalam
bentuk kodifikasi . Sedangkan, system umum adalah system pembutan undang-undang
dengan hanya mengisi pokok-pokoknya saja, pada system umum ini, harus dibuat
peraturan pelaksanaan atau aturan yang lebih rendah sebagai rincian atau penafsiran
undang-undang umum.
Rancangan undang-undang dapat diajukan oleh Dewan perwakilan Rakyat
ataupun presiden. Tidak ada batasan atau keharusan bahwa rancangan harus dari tangan
Dewan perwakilan Rakyat. Diatur dalam Pasal 17 bahwa rancangan undang-undang baik
berasal dari dewan perwakilan rakyat maupun dari presiden disusun berdasarkan program
legislasi nasional.
1. Perencanaan
Perencanaan adalah proses dimana DPR dan Pemerintah menyusun rencana dan
skala prioritas UU yang akan dibuat oleh DPR dalam suatu periode tertentu. Proses ini
diwadahi oleh suatu program yang bernama Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Pada tahun 2000, Prolegnas merupakan bagian dari Program Pembangunan Nasional
(Propenas) yang dituangkan dalam bentuk UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2000.[64] Dalam
UU PPP, perencanaan juga diwadahi dalam Prolegnas, hanya saja belum diatur lebih
lanjut akan dituangkan dalam bentuk apa. Sedangkan ketentuan tentang tata cara
penyusunan dan pengelolaan Prolegnas diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres).
2. RUU dari Presiden
Sebelum sebuah RUU diusulkan oleh presiden ada beberapa tahapan yang harus
dilalui, yang dalam UU PP terdiri dari tahapan persiapan, teknik penyusunan, dan
perumusan. Ketiga tahapan tersebut dapat dikemas menjadi suatu istilah yang umum
digunakan yaitu perancangan.
Pengaturan tahapan atau tata cara mempersiapkan RUU dalam Perpres ini terdiri atas
penyusunan RUU yang meliputi penyusunan RUU beradasarkan Prolegnas dan
penyusunan RUU di luar Prolegnas, penyampaian RUU kepada DPR.
3. Penyusunan RUU
Penyusunan RUU dilakukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non
departemen, disebut sebagai pemrakarsa, yang mengajukan usul penyusunan RUU.
Penyusunan RUU dilakukan oleh pemrakarsa berdasarkan Prolegnas. Namun, dalam
keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas setelah terlebih
dahulu mengajukan permohonan ijin prakarsa kepada presiden. Pengajuan permohonan
ijin prakarsa ini disertai dengan penjelasan mengenai konsepsi pengaturan UU yang
meliputi. urgensi dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran,
lingkup, atau objek yang akan diatur, dan jangkauan serta arah pengaturan.
4. Penyusunan RUU berdasarkan Prolegnas
Proses ini diawali dengan pembentukan panitia antar departemen oleh pemrakarsa.
Keanggotaan panitia ini terdiri atas unsur departemen dan lembaga pemerintah non
departemen yang terkait dengan substansi RUU. Panitia ini akan dipimpin oleh seorang
ketua yang ditunjuk oleh pemrakarsa. Sementara itu, sekretaris panitia antar departemen
dijabat oleh kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang emnyelenggarakan fungsi
di bidang perundang-undangan pada lembaga pemrakarsa.
Hasil perancangan selanjutnya disampaikan kepada panitia antar departemen untuk
diteliti kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati. Dalam pembahasan
RUU di tingkat panitia antar departemen, pemrakarsa dapat pula mengundang para ahli
dari lingkungan perguruan tinggi atau organisasi di bidang sosial politik, profesi dan
kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan RUU.
5. Penyusunan RUU diluar Prolegnas
Pada dasarnya Proses penyusunan RUU diluar Prolegnas sama dengan penyusunan
RUU berdasarkan Prolegnas. Hanya saja, dalam menyusun RUU diluar prolegnas ada
tahapan awal yang wajib dijalankan sebelum masuk dalam tahapan penyusunan undang-
undang sebagaimana diuraikan sebelumnya. Tahapan awal ini dimaksudkan untuk
melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang telah
disiapkan oleh pemrakarsa. Proses ini dilakukan melalui metode konsultasi antara
pemrakarsa dengan Menhukham..
6. Penyampaian RUU Kepada DPR
RUU yang telah disetujui oleh Presiden disampaikan kepada DPR untuk
dilakukan pembahasan. Proses ini diawali dengan penyampaian surat presiden yang
disiapkan oleh Menteri Sekretaris Negara kepada pimpinan DPR guna menyampaikan
RUU disertai dengan keterangan pemerintah mengenai RUU yang dimaksud. [72]
7. RUU dari DPR
DPD berhak mengajukan RUU yang berhubungan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

B. Asas Pembentukan Perundang-Undangan


Ada 7 “asas pembentukan peraturan perundang-undangan” yang dicantumkan
dalam dalam Pasal 5 huruf a s/d g. Di samping itu ada 10 “asas materi muatan peraturan
perundang-undangan” dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a s/d j. Asas pembentukan perturan
perundang-undangan lahir dari asas negara berdasar hukum,13 yang berarti suatu
penetapan penggunaaan kekuasaan yang secara formal dibatasi dalam dan berdasarkan
UUD 1945, yang kemudian ditegaskan kembali di bidang pembentukan peraturan
perundang-undangan.14 Asas P3 dibedakan pada asas formal dan asas material. 7 Asas
tersebut diseleksi dari berbagai asas yang dikembangkan oleh para ahli perundang-
undangan dan disesuaikan dengan P3 di negara kita. Menurut Hamid Attamimi, asas
formal adalah tentang “bagaimananya” (het ‘hoe’) suatu peraturan, dan asas material
yang berhubungan dengan ‘apanya’ (het ‘wat’) suatu peraturan.
Van der Vlies membahas asas P3 dan menyebutnya sebagai “beginselen van
behooorlijke regelgeving” (asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik). Asas berkaitan dengan norma yang harus terwujud dalam perbuatan pemerintahan
dan yang dapat dipaksakan berlakunya oleh hakim. Misalnya asas tentang perlakuan yang
sama terhadap semua warganegara (gelijkheidsbeginsel).
Dikaitkan dengan hukum administrasi, asas P3 dibedakan pada asas yang
berkaitan dengan:
a. proses persiapan dan pembentukan keputusan (het process van voorbereiding en
besluitvorming);
b. asas yang berkaitan dengan motivasi dan pembentukan keputusan (de motivering
en inrichting van het besluitvorming); dan
c. asas isi keputusan (de inhoud van het besluit)
Ketiga asas di atas lebih dititiberatkan pada asas formal P3 yang dapat
dirumuskan lagi sebagai berikut:
a. asas terwujudnya suatu peraturan (de totstandkoming van een regel);
b. asas sistematika dan pengundangan (pengumuman) suatu peraturan (de
systematiek en bekendmaking van een regel);
c. asas kemendesakan dan tujuan dari peraturan (de noodzaak en de
doelstelling van een regel); dan
d. asas isi (muatan) suatu peraturan (de inhoud van een regel)

Tidak dicantumkannya asas alasan (motivasi) pembentukan peraturan perundang-


undangan secara eksplisit dalam UUP mungkin dimaksudkan karena asas tersebut sudah
inklusif dalam asas tentang kejelasan tujuan dalam Pasal 5 huruf a yang dalam
penjelasannya disebutkan bahwa setiap P3 harus mempunyai tujuan yangjelas yang
hendak dicapai. Asas motivasi lebih mencerminkan tentang kehendak yang sebenarnya
dari P3 yang sangat mungkin ditumpangi atau disusupi oleh kepentingan kelompok
tertentu atau berlatar belakang KKN seperti yang banyak disinyalir akhir-akhir ini.

BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Peraturan mempunyai peran yang penting dalam masyarakat suatu negara sebagai
alat untuk mendorong perubahan sosial. Hukum mempunyai kekuatan untuk mengatur.
Kekuatan yang tidak tampak ini muncul melalui pemberian ancaman hukuman fisik yang
membuat seseorang takut untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.
Kekuatan ini juga muncul melalui berbagai suruhan yang bila tidak dilakukan bisa
membuat kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan.
Peraturan yang dengan sengaja dipilih oleh penguasa pada saat tertentu untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan oleh penguasa tersebut. Legislasi inilah
yang membuat peraturan bisa diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu. Legislasi, antara
lain, berkisar pada soal sasaran pengaturan dan peran elite politik dan peran masyarakat
dalam proses legislasi.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan sebuah sistem, karena di
dalamnya terdapat beberapa peristiwa atau tahapan yang terjalin dalam satu rangkaian
yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya

B. Saran
Sebagai generasi penerus bangsa kita harus tahu dan memahami akan pentingnya
konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk mempelajari semua hal yang berkaitan
dengan konstitusi ini untuk dapat kita jadikan pedoman dalam mengatasi setiap masalah
dalam kapasitas kita sebagai warga negara. Karena adanya konstitusi ini tidak lain di
tujukan untuk menjamin hak asasi kita sebagi warga negara agar kekuasaan tidak disalah
gunakan dengan adanya norma yang memberi arah terhadap jalannya pemerintahan
sehingga para penguasa tidak bisa berlaku semena-mena. 

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal legalitas Indonesia – Volume 1 Nomor 2 – September 2004
http://www.saplaw.top/tag/pembentukan-peraturan-perunndang-undangan/
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-undang di Indonesia, Sekretaris Jendral
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hlm 32.
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm.27

Anda mungkin juga menyukai