Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HUKUM EKONOMI

“HUKUM PENANAMAN MODAL & HUKUM PASAR MODAL”

Dosen Pengampuh : Ibu Safira Mayulu, S.H., M.Kn

Di Susun Oleh :

Ariyanti S. Yatiti (211608017)

Nur Azizah Z. Halim (211608042)

Nurlian Intiku (211608036)

Wahdalia Oalo (211608026)

Sindy Enjelina Poga (211608021)

Moh. Fahriyanto Rahim (211608088)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA GORONTALO


FAKULTAS HUKUM, PEMERINTAHAN & SOSIAL
PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) HUKUM

1|Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat,karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hukum Penanaman Modal & Hukum Pasar Modal” ini dengan baik, meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Pada kesempatan kali ini kelompokkami ingin menyampaikan
terimakasih kepada Ibu Safira Mayulu, S.H., M.Kn. selaku dosen pengampuh mata kuliah
Hukum Ekonomi karena telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Kami sangat
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Hukum Penanaman Modal & Hukum Pasar Modal.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang akan kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun. Terimakasih
Gorontalo, 04 Juli 2022
Penyusun

2|Page
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………………………. i


Daftar Isi ……………………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………….. 8
BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Penanaman Modal …………………………………………………………….. 9
B. Hukum Pasar Modal …………………………………………………………………... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………….. 22
B. Saran …………………………………………………………………………………… 22
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………….. 23

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus


1945 dikarenakan ingin melepaskan diri dari ketergantungan pada bangsa lain yang telah
menguasai, memeras dan menguras bangsa Indonesia beserta segala kekayaan alam yang
menjadi haknya. Cita-cita bangsa Indonesia dengan kemerdekaannya ialah kebebasan
untuk hidup mandiri membangun masyarakat adil dan makmur di atas tanah tumpah
darahnya yang kaya akan berbagai sumber alam untuk bergerak bebas di dunia,
membantu atas dasar persamaan derajat dan mewujudkan suatu dunia yang damai. Cita-
cita bangsa Indonesia tersebut terukir bagaikan kata-kata emas, sebagai cita-cita luhur
bangsa Indonesia yang terpatri dalam Preambul Undang Undang Dasar 1945 alinia ke 4
yang menyatakan,
”Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.”
Dari bunyi Preambul Undang Undang Dasar 1945 tersebut terkandung intisari
cita-cita bangsa Indonesia, sebagai berikut :
1) Keinginan bangsa Indonesia untuk hidup bebas;
2) Keinginan untuk merdeka;
3) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
4) Memajukan Kesejahteraan Umum;
5) Mencerdaskan Kehidupan Bangsa; dan
6) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Dari tujuan pembentukan negara Indonesia tersebut, terkandung cita-cita mulia,
menciptakan masyarakat adil dan makmur. Menurut Sunario Waluyo,

Indonesia, Undang Undang Dasar 1945 (Amandemen Keempat), Bagian Pembukaan1.

KEK : Kawasan Ekonomi Khusus. Mengenai KEK, ketentuan Pasal 31 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal menyatakan2.

4|Page
“idaman masyarakat adil dan makmur dalam kehidupan bangsa Indonesia
merupakan masalah pokok sepanjang sejarah. Dalam pada itu, adil dan makmur adalah
dua pasangan yang tidak terlepaskan dalam falsafah masyarakat dan merupakan tujuan
hidupnya. Adil merupakan tekanan utama dan selalu disebutkan di depan kata makmur,
adalah suatu penegasan dan prioriotas yang perlu di dahulukan.”
Agar supaya cita-cita luhur tersebut dapat diwujudkan, maka kemerdekaan yang
telah berhasil direbut tersebut harus diisi dengan berbagai bidang pembangunan. Karena
dengan pembangunan, yaitu pembangunan secara menyeluruh dalam semua sektor yang
melibatkan semua lapisan masyarakat dalam pembangunan, maka tujuan mulia yang
dicita-citakan tersebut dapat terwujud. Pembangunan menyeluruh tersebut merupakan
pembangunan nasional yang merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan
berdasarkan rencana tertentu, dengan sengaja, dan memang dikehendaki, baik oleh
Pemerintah yang menjadi pelopor pembangunan maupun oleh masyarakat. Pembangunan
nasional tersebut antara lain mencakup aspek-aspek ekonomi, politik, demografi,
psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi termasuk industri.
Pembangunan nasional secara menyeluruh tersebut merupakan pembangunan
yang produktif yang mengutamakan perbaikan hidup rakyat menuju kemerdekaannya,
menciptakan masyarakat adil dan makmur meliputi segala bidang kehidupan dan meliputi
segenap bangsa Indonesia. Guna mempercepat pembangunan ekonomi ke arah stabilitas
dan pertumbuhan ekonomi, diperlukan permodalan terutama permodalan yang berasal
proyek-proyek produktif. Karena apabila hanya mengharapkan permodalan dari bantuan
luar negeri, maka hal tersebut sangatlah terbatas dan sangat bersifat hati-hati. Hal ini
karena politik luar negeri negara kita tidaklah sama dengan politik luar negeri negara
lainnya, karena kepentingan suatu negara tentulah berbeda dengan negara lainnya. Faktor
yang membedakan adalah letak geografis, kekayaan sumber-sumber alam, jumlah
penduduk, sejarah perjuangan kemerdekaannya, kepentingan nasional untuk suatu masa
tertentu dan situasi politik internasional.
Permodalan yang diperlukan oleh negara kita untuk pencapaian pembangunan
ekonomi adalah dalam bentuk investasi dengan memanfaatkan pemupukan dan
pemanfaat modal dalam negeri dan modal luar negeri secara maksimal yang terutama
diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi, pembaharuan, perluasan dan pembangunan
baru di bidang produksi barangbarang dan jasa. Oleh karenanya modal dari masyarakat
umum dimobilisasi secara maksimal.

Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan
ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan
kawasan ekonomi khusus3.
Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus 4.
Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-
undang5.

5|Page
Penanaman modal merupakan bagian dari penyelenggaraan perekonomian
nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional, menciptakan lapangan kerja dan mendorong ekonomi kerakyatan, dimana
tujuan penanaman modal tersebut dapat tercapai bila faktor penunjang yang menghambat
investasi dapat diatasi, antara lain melalui : perbaikan koordinasi diantara instansi
pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum
dibidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, iklim usaha yang
kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Pada dasarnya terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi investasi, yaitu :
a. Faktor politik. Faktor ini merupakan faktor yang menentukan manakala investor
ingin menanamkan modalnya. Faktor ini sangat menentukan iklim usaha yang
kondusif bagi usaha-usaha Penanaman Modal terutama Penanaman Modal Asing.
Kondisi politik Indonesia yang belakangan ini kurang stabil dan tidak menentu
telah mengakibatkan turunnya kegairahan investasi.
b. Faktor ekonomi. Faktor ekonomi juga sangat menentukan bagi keinginan
investor untuk berinvestasi. Faktor politik dan faktor ekonomi akan saling
mempengaruhi dan mempunyai hubungan erat. Suhu politik dalam negeri yang
memanas, sudah barang tentu menyebabkan iklim usaha akan berkurang dan
kinerja perekonomian akan menurun. Sehingga apabila pereonomian suatu negara
sangat mengkhawatirkan tentunya para investor akan sangat merasa khawatir
menanamkan modalnya. Sebagai bagian dari ekonomi, aspek moneter juga sangat
mempengaruhi minat investor menanamkan modalnya.
c. Faktor hukum. Faktor hukum atau faktor yuridis juga sangat penting dan
diperhatikan oleh investor. Hal ini berkaitan dengan perlindungan yang diberikan
Pemerintah bagi kegiatan investasi. Menurunnya wibawa hukum dalam negeri
akan mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya. Daya tarik
investor untuk menanamkan modalnya akan sangat tergantung pada sistem hukum
yang diterapkan, dimana sistem hukum itu harus mampu menciptakan kepastian
(predictability), keadilan (fairness) dan efisiensi (efficiency).
Disamping faktor-faktor di atas, investasi juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal,
antara lain tanda-tanda akan terjadi resesi ekonomi di seluruh dunia. Berdasarkan faktor-
faktor di atas secara keseluruhan, aspek-aspek yang mempengaruhi investasi dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Faktor Dalam Negeri
a. Stabilitas politik dan perekonomian.
b. Kebijakan dalam bentuk sejumlah deregulasi dan debirokratisasi yang
secara terus menerus dilakukan Pemerintah dalam rangka menggairahkan
iklim investasi.

Undang Undang mengenai KEK sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Pasal tersebut adalah UU No. 39 Tahun
2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Menurut Pasal 3 UU No. 39/2009, KEK terdiri dari satu atau beberapa
zona yaitu : pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi
lain6.

6|Page
c. Diberikannya sejumlah pembebasan dan kelonggaran di bidang
perpajakan, termasuk sejumlah hak lain bagi investor asing yang dianggap
sebagai perangsang (insentif).
d. Tersedianya sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak bumi, gas,
bahan tambang dan hasil hutan di wilayah Indonesia.
e. Iklim dan letak geografis serta kebudayaan dan keindahan alam Indonesia
yang merupakan daya tarik sendiri, khusus bagi proyek-proyek yang
bergerak di bidang industri kimia, perkayuan, kertas dan perhotelan
(tourisme).
f. Sumber daya manusia dengan upah yang cukup kompetitif, khususnya
proyek-proyek yang bersifat padat karya, seperti industri tekstil, sepatu
dan mainan anak-anak.

2. Faktor Luar Negeri


a. Apresiasi mata uang dari negara-negara yang jumlah investasinya di Indonesia
cukup tinggi, seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan.
b. Pencabutan GSP (Sistem Preferensi Umum) terhadap 4 negara industri baru di
Asia (Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura).
c. Meningkatkan biaya produksi di luar negeri.

John W.Head mengemukakan 7 (tujuh) keuntungan investasi, yaitu :


1. Menciptakan lowongan kerja bagi penduduk Negara tuan rumah sehingga
mereka dapat meningkatkan kualitas penghasilan dan standar hidup
mereka;
2. Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan
rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan
perusahaanperusahaan baru;
3. Meningkatkan ekspor dari Negara tuan rumah, mendatangkan penghasilan
tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan
bagi kepentingan penduduknya;
4. Menghasilkan pengalihan peralihan pelatihan teknis dan pengetahuan
yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan
dan industri lain;
5. Memperluas potensi keswasenbadaan Negara tuan rumah dengan
memproduksi barang setempat untuk menggantikan impor;
6. Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk Negara tuan rumah;
7. Membuat sumber daya Negara tuan rumah baik sumber daya alam
maupun manusia, agar lebih dari pemanfaatan semula.
Pada dasarnya menurut BKPM terdapat dua hambatan dan kendala yang dihadapi dalam
menggerakan investasi di Indonesia, yaitu persoalan internal dan eksternal, yaitu :

Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta : Ind-Hill Co, 2003, hlm. 9-107.

7|Page
- Kendala internal meliputi :
1. Kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai;
2. Kesulitan dalam memperoleh bahan baku atau mentah oleh produksi;
3. Kesulitan dari segi dana atau pembiayaan proyek;
4. Kesulitan pemasaran produk;
5. Adanya sengketa atau perselisihan diantara para pemegang saham dalam perusahaan.
- Kendala internal, meliputi :
1. Faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional ataupun secara global yang tidak
mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang dberikan
pemerintah;
2. Masalahan pengaturan hukum ;
3. Keamanan, termasuk dalam hal ini stabiulitas politik yang merupakan indikator
penting bagi para investor demi terjaminnya modal yang diikutsertakan;
4. Adanya peraturan yang inkonsistensi dengan peraturan yang lebih tinggi, seperti
Peraturan Daerah, Keputusan Menteri ataupun peraturan lainnya yang mendistorsi
peraturan mengenai penanaman modal;
5. Adanya Undang Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 yang menimbulkan
ketidakpastian dalam dalam pemanfaatan areal hutang bagi industri pertambangan.
Untuk itu, agar pergerakan investasi atau penanaman modal menjadi menjanjikan
maka pemerintah sebagai regulator membuat kebijakan yang mendukung (market
friendly) kegiatan perekonomian secara fair, adil tanpa adanya unsur diskriminasi di
dalamnya, sehingga Indonesia dapat menjadi salah satu Negara tujuan investasi atau
penanaman modal karena pada prinsipnya penanaman modal akan membawa dampak
kepada perekonomian Negara. Walaupun tidak menutup kemungkinan, selain dampak
positif, investasi juga dapat membawa negatif. Bagan di bawah ini menjabarkan
bagaimana dampak Penanaman Modal terhadap pertumbuhan ekonomi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan pokok-
pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Apa & bagaimana dengan Hukum Penanaman Modal di Indonesia?
2. Apa &bagaimana dengan Hukum Pasar Modal di Indonesia?

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Jurnal Humanity, Volume IV
Nomor 1, September 2009, hlm. 488.

8|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. HUKUM PENANAMAN MODAL


Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum. Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat
konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang
perekonomian. Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus
berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan
ekonomi Indonesia. Keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi
kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi sebagai sumber hukum materiil. Dengan demikian, pengembangan
penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi menjadi bagian dari
kebijakan dasar penanaman modal.
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan
kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya
saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor
penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui
perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi
yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya
saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan
berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi
penanaman modal akan membaik secara signifikan.
Suasana kebatinan pembentukan Undang-Undang tentang Penanaman Modal
didasarkan pada semangat untuk menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif
sehingga Undang-Undang tentang Penanaman Modal mengatur hal-hal yang dinilai
penting, antara lain yang terkait dengan cakupan undang-undang, kebijakan dasar
penanaman modal, bentuk badan usaha, perlakuan terhadap penanaman modal, bidang
usaha, serta keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi kerakyatan yang
diwujudkan dalam pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam
modal, serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan, koordinasi dan
pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang di dalamnya mengatur mengenai
kelembagaan, penyelenggaraan urusan penanaman modal, dan ketentuan yang mengatur
tentang penyelesaian sengketa.

XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi9.

9|Page
Undang-Undang ini mencakupi semua kegiatan penanaman modal langsung di
semua sektor. Undang-Undang ini juga memberikan jaminan perlakuan yang sama dalam
rangka penanaman modal. Selain itu, Undang-Undang ini memerintahkan agar
Pemerintah meningkatkan koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah
dengan Bank Indonesia, dan antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah.
Koordinasi dengan pemerintah daerah harus sejalan dengan semangat otonomi daerah.
Pemerintah daerah bersama-sama dengan instansi atau lembaga, baik swasta maupun
Pemerintah, harus lebih diberdayakan lagi, baik dalam pengembangan peluang potensi
daerah maupun dalam koordinasi promosi dan pelayanan penanaman modal. Pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan penyelenggaraan penanaman modal berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas
pembantuan atau dekonsentrasi. Oleh karena itu, peningkatan koordinasi kelembagaan
tersebut harus dapat diukur dari kecepatan pemberian perizinan dan fasilitas penanaman
modal dengan biaya yang berdaya saing. Agar memenuhi prinsip demokrasi ekonomi,
Undang-Undang ini juga memerintahkan penyusunan peraturan perundang-undangan
mengenai bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan, termasuk
bidang usaha yang harus dimitrakan atau dicadangkan bagi usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi.
Permasalahan pokok yang dihadapi penanam modal dalam memulai usaha di
Indonesia diperhatikan oleh Undang-Undang ini sehingga terdapat pengaturan mengenai
pengesahan dan perizinan yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelayanan
terpadu satu pintu. Dengan sistem itu, sangat diharapkan bahwa pelayanan terpadu di
pusat dan di daerah dapat menciptakan penyederhanaan perizinan dan percepatan
penyelesaiannya. Selain pelayanan penanaman modal di daerah, Badan Koordinasi
Penanaman Modal diberi tugas mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan penanam
modal. Badan Koordinasi Penanaman Modal dipimpin oleh seorang kepala yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jabaran tugas pokok dan fungsi Badan
Koordinasi Penanaman Modal pada dasarnya memperkuat peran badan tersebut guna
mengatasi hambatan penanaman modal, meningkatkan kepastian pemberian fasilitas
kepada penanam modal, dan memperkuat peran penanam modal. Peningkatan peran
penanaman modal tersebut harus tetap dalam koridor kebijakan pembangunan nasional
yang direncanakan dengan tahap memperhatian kestabilan makroekonomi dan
keseimbangan ekonomi antarwilayah, sektor, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat,
mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance).
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan mempertimbangkan tingkat daya
saing perekonomian dan kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan
dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya kepastian fasilitas penanaman
modal ini mendorong pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas fiskal,
fasilitas hak atas tanah, imigrasi, dan fasilitas perizinan impor.

XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi9.

10 | P a g e
Meskipun demikian, pemberian fasilitas penanaman modal tersebut juga diberikan
sebagai upaya mendorong penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan ekonomi
dengan pelaku ekonomi kerakyatan, orientasi ekspor dan insentif yang lebih
menguntungkan kepada penanam modal yang menggunakan barang modal atau mesin
atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas terkait dengan lokasi penanaman
modal di daerah tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas yang akan diatur
lebih terperinci dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan memperhatikan hal tersebut, Undang-Undang ini juga memberikan ruang
kepada Pemerintah untuk mengambil kebijakan guna mengantisipasi berbagai perjanjian
internasional yang terjadi dan sekaligus untuk mendorong kerja sama internasional
lainnya guna memperbesar peluang pasar regional dan internasional bagi produk barang
dan jasa dari Indonesia. Kebijakan pengembangan ekonomi di wilayah tertentu
ditempatkan sebagai bagian untuk menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya
dorong guna meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi
khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional. Selain itu,
Undang-Undang ini juga mengatur hak pengalihan aset dan hak untuk melakukan transfer
dan repatriasi dengan tetap memperhatikan tanggung jawab hukum, kewajiban fiskal, dan
kewajiban sosial yang harus diselesaikan oleh penanam modal. Kemungkinan timbulnya
sengketa antara penanam modal dan Pemerintah juga diantisipasi Undang-Undang ini
dengan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa.
Hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal diatur secara khusus guna
memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap
penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan atas
tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk mendorong iklim
persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab lingkungan dan pemenuhan
hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya mendorong ketaatan penanam modal
terhadap peraturan perundang-undangan.
Perekonomian dunia ditandai oleh kompetisi antarbangsa yang semakin ketat
sehingga kebijakan penanaman modal harus didorong untuk menciptakan daya saing
perekonomian nasional guna mendorong integrasi perekonomian Indonesia menuju
perekonomian global. Perekonomian dunia juga diwarnai oleh adanya blok perdagangan,
pasar bersama, dan perjanjian perdagangan bebas yang didasarkan atas sinergi
kepentingan antarpihak atau antarnegara yang mengadakan perjanjian. Hal itu juga terjadi
dengan keterlibatan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional yang terkait
dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional maupun multilateral (World
Trade Organization/WTO), menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan
ditaati.

Ismail Suny, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman modal Asing & Kredit Luar Negeri, Jakarta: Penerbit
Pradnya Paramita, 1972, hlm. 1711.

11 | P a g e
Berbagai pertimbangan di atas dan mengingat hukum penanaman modal yang
telah berlaku selama kurang lebih 40 (empat puluh) tahun semakin mendesak kebutuhan
Undang-Undang tentang Penanaman Modal sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang selama ini
merupakan dasar hukum bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia perlu diganti
karena tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat
perkembangan perekonomian nasional melalui konstruksi pembangunan hukum nasional
di bidang penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak kepada kepentingan
nasional.
UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan amanat dari Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang
Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal
selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal menggantikan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu
diganti karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan
perekonomian dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman
modal.
Tujuan utama UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi
nasional yang berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai
tujuan bernegara. Serta untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan
mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan
penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil
dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri.
UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah salah satu gerbang
memasuki perubahan ekonomi global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja
sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif,
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan
kepentingan ekonomi nasional.

UU No. 25/2007/Penanaman Modal12.

12 | P a g e
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal disahkan
Presiden Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 26 April 2007 di Jakarta.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal diundangkan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin di Jakarta pada tanggal 26 April 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724.
UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2943); dan
b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2944),
Pertimbangan UU 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah:
a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan
pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi
ekonomi untuk mencapai tujuan bernegara;
b. bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik
Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal
selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan
bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi;
c. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan
kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal
untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing13.


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri14.

13 | P a g e
d. bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan
Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman
modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien
dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri perlu diganti karena tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan
hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Penanaman
Modal.

B. HUKUM PASAR MODAL


Pembangunan ekonomi nasional suatu negara memerlukan pembiayaan, baik dari
pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa
mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah
saja melalui penerimaan pajak dan penerimaan lainnya (Anwar, 2007). Kadangkala
pemenuhan kebutuhan ini dapat diperoleh dari bantuan luar negeri. Seperti halnya
negara-negara berkembang lainnya, Indonesia sudah sangat sering mendapatkan
pinjaman dari luar negeri dalam mendukung adanya pembangunan nasional.
Namun menurut pemerintah pinjaman luar negeri bukanlah merupakan solusi
yang strategis untuk mendorong pembangunan, potensi yang diberikan oleh dana
masyarakat Indonesia harusnya bisa dioptimalkan semaksimal mungkin untuk dapat
digunakan. Untuk itu dibentuklah pasar modal yang dimaksud agar terciptanya wahana
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan. Fungsi penting dan strategis atas
pasar modal membuat pemerintah ikut andil atas perkembangan dan kemajuan pasar
modal, karena berpotensi untuk penghimpunan dana secara masif, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memperbesar volume kegiatan pembangunan (Nasrudin, dkk., 2008).

Anwar, 200713.
Nasrudin, dkk., 200814.

14 | P a g e
Di tengah arus globalisasi, setiap negara diharuskan untuk tunduk pada peraturan
ekonomi regional dan organisasi ekonomi dunia serta tidak bebas atau terlarang dalam
menentukan aturan main yang bertentangan atau yang tidak sesuai dengan aturan
internasioanl yang telah disepakati dan diberlakukan. Misalnya dengan WTO, suatu
negara terikat oleh hukum internasional dan tidak mungkin lagi membuat perundangan
sendiri yang bertentangan dengan hukum internasional meski untuk tujuan yang baik
sekalipun seperti dalam mengatur kepentingan negara sendiri oleh karena hal tersebut
merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional yang akan mencapai hukuman
internasional yang serius.

Alasan seperti menjadi pendorong bagi setiap negara untuk selalu berusaha
melakukan efesiensi atau menghilangkan ekonomi pada tarif biaya tinggi sehingga dapat
bersaing ataupun melakukan merger, konsolidasi, akuisisi, aliansi, dan kerjasama
bilateral antara perusahaan dalam bentuk apa pun agar dapat memperoleh kemenangan
dalam persaingan. Salah satu cara untuk menekan tingginya biaya adalah dengan
menggiring perusahaan swasta masuk ke dalam pasar modal agar struktur modal pada
perusahaan menjadi lebih baik, lebih efisien, dan lebih dapat terkendali oleh masyrakat,
serta adanya privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berguna untuk
menghapuskan beban berat yang ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), karena terdapat banyak BUMN yang menderita kerugian disebabkan
oleh salah urus. Sehingga pada hakikatnya, yang dimaksud dengan struktur permodalan
adalah pencerminan dari adanya suatu hutang jangka panjang dan modal sendiri dari
suatu perusahaan.
Upaya dalam menyesuaikan diri dengan derasnya perkembangan globalisasi
ekonomi dan pembangunan nasional secara bersamaan, maka pasar modal yang
merupakan salah satu alternatif pembiayaan pembangunan, harus mampu dalam
memfasilitasi perkembangan ekonomi pasar. Indonesia dianggap hanya memiliki sistem
pasar dengan tujuan untuk memakmurkan sebagian kecil golongan masyarakat saja.
sedangkan banyak dari negara tetangga, bahwa sistem ekonomi pasar berhasil
memberikan kemakmuran terhadap sebagian besar rakyatnya, sehingga ada banyak
negara yang sebelumnya beralih ke sistem ekonomi pasar sejak tahun 1988.
Negara yang menganut paham sosialis pun, seperti RRC, sebagai salah satu
negara yang menganut paham sosialis memiliki makna dalam dalam kehidupan
perekonomian sudah mengarah kepada praktik yang umum terdapat di negara kapitalis.
Hal ini berarti terjadinya suatu kegagalan di Indonesia dapat disebabkan oleh unsur
manusianya yang tidak beres, pengelolaan negara yang juga salah urus, atau subsistem
ekonomi yang tidak lengkap, dan sehingga hal tersebut bukanlah kesalahan sistem
ekonomi pasar itu sendiri.
Mengingat dan menimbang bahwa pentingnya pasar modal bagi pembangunan
nasional, maka pemerintah sehaarusnya dapat lebih peka melalui Bapepam dengan
mengatur pasar modal Indonesia secara baik, produktif, dan bermanfat bagi kehidupan
bangsa dan negara. Jejak rekam perjalanan sejarah tumbuh kembangnya pasar modal di
Indonesia yang mana perkembangan tersebut dimaksud karena ada hal-hal khusus yang
terjadi dalam periode perkembangan tersebut baik dilihat dari sisi peraturan maupun dari
sisi ekonomi, bahkan juga terdapat dari sisi politik dan keamanan.

15 | P a g e
Sesuai dengan perkembangannya tersebut, terdapat beberapa periode yang
dimaksud dalam perkembangan pasar modal diindonesia anatar lain sebagai
berikut:
1. Periode Permulaan (1878-1912)
Di Indonesia, kegiatan transaksi ini dipahami dalam bentuk saham dan
obligasi yang dimulai pada abad ke -19. Berdasarkan buku Effectengids yang
telah dituliskan oleh Vereniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939.
Transaksi efek telah berlangsung sejak 1880, yang mana pada saat ini bursa
belum dikenal masyarakat, sehingga perdagangan saham dan obligasi yang
dilakukan tanpa organisasi resmi maka dianggap catatan resmi tentang
transaksi tersebut tidak lengkap (Winarto, 1997)
Menurut perkiraan, bahwa yang diperjual belikan pada saat itu adalah saham
atau obligasi yang listingnya terdapat di bursa Amsterdam yang juga dimiliki
oleh investor yang ada di beberapa tempat yaitu Batavia, Surabaya, dan
Semarang. Dengan demikian, dikarena belum adanya bursa resmi, maka dapat
dikatakan bahwa periode ini merupakan periode permulaan sejarah
berlangsungnya pasar modal Indonesia.
2. Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)
Pada priode ini perkembangan transaksi efek semakin baik dan terjadilah
peningkatan, namun belum adanya bursa resmi . Hingga akhirnya, pada
tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan
cabangnya kembali cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua
keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo.
Terdapat Bursa dengan istilah Vereniging voor de Effectenhandel, pada pasar
modal sehingga ia dapat menjual belikan lagi saham dan obligasi yang
diterbitkan pemerintah berdasarkan pada peraturan yang berlaku . Operasi
pada pasar modal di Indonesia, berupa obligasi yang diterbitkan pemerintah
(propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika
yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek
perusahaan Belanda lainnya. Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang
aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monod
& Co, Fa. Adree Witansi & Co, Fa. A.W. Deeleman, Fa. H. Jul Joostensz, Fa.
Jeannette Walen, Fa. Wiekert & V.D. Linden, Fa. Walbrink & Co, Wieckert
& V.D. Linden, Fa. Vermeys & Co, Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.1pada saat
dibentuknya Bursa Efek Batavia,pada periode ini pada tanggal 11 Januari
1925 terbentuk Bursa Efek Surabaya. Dan disusul atas pembangunan bursa
efek Pada tanggal 1 Agustus 1925 terbentuk Bursa Efek Semarang.

Winarto, 199715.

16 | P a g e
3. Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)
Kegiatan gib perdagangan efek memperlihatkan perkembangan yang
berlangsung dengan marak (ramai). Namun tidak bertahan dalam jangka
waktu yang lama karena disaat itu pun ekonomi kita dihadapkan pada
terjadinya resesi tejadi adanya suatu bertahan lama karena dihadapkan pada
resesi ekonomi pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II (PD II). Pada
saat PD II, bursa efek pada negeri Belanda tidak aktif karena sebagian saham-
saham milik orang Belanda dirampas oleh Jerman. Hal tersebut sangat
memberikan pengaruh terhadap bursa efek di Indonesia. Ditengah Keadaaan
yang semakin memburuk dan tidak memungkinkan labursa efek dijakarta
dapat beroprasi, Bursa Efek Jakarta untuk beroperasi, sehingga pada tanggal
10 Mei 1940, Bursa Efek Jakarta resmi ditutup. Sedangkan mengenai, Bursa
Efek Surabaya dan Semarang telah lebih dulu ditutup.
Setelah dalam jangka waktu tujuh bulan dalam keadaan ditutup, maka pada
tanggal 23 Desember 1940 Bursa Efek Jakarta kembali diaktifkan, karena
selama PD II Bursa Efek Paris tetap berjalan,sama halnya dengan Bursa Efek
London yang ditutup hanya beberapa hari saja . Namun aktifnya lagi bursa
efek jakarrta itu dalam kurun waktu yang juga tidak lama , hal ini disebabkan
karena Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942, sehingga Bursa Efek
Jakarta ditutup kembali .Pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan ke seluruh pelosok negeri, tetapi
keadaan ekonomi menurun dengan hasil yang begitu buruk. Setelah merdeka,
Indonesia berada di jumlah keuangan perekomian yang sangat
memperihatikan. Ditambah lagi sementara ini di sisi lain, operasionalisasi
pemerintahan tidak dapat ditunda. Kesulitan itu masih ditambah dengan
persoalan moneter. Di tengah-tengah masyarakat beredar tiga jenis mata uang
yaitu, mata uang Republik, mata uang penjajahan Belanda, dan mata uang
pendudukan Jepang. Supaya roda pemerintahan dapat berjalan, pemerintah RI
meminta persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
(BPKNIP) untuk melakukan pencarian pinjaman nasional. Dengan Undang-
Undang No. 4 Tahun 1946, pinjaman dari masyarakat mulai dihimpun.
Berdasarkan alasan itu, pada tahun 1947 pemerintah berencana untuk
membuka kembali Bursa Efek Jakarta. Akan tetapi, rencana ini tertunda
karena terhambat oleh situasi ekonomi yang memburuk. Sejak penyerahan
kedaulatan kepada pemerintah RI oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949,
beban utang luar negeri dan dalam negeri kian membengkak sehingga
menyebabkan defisit yang sangat besar. Keadaan tersebut membuat
pemerintah Indonesia memprioritaskan pembukaan kembali Bursa Efek
Jakarta dalam program kerjanya, agar masyarakat tidak dirugikan. Untuk
menunjang maksud itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-

Undang-Undang Darurat No 13. Tahun 195316.

17 | P a g e
Undang Darurat No 13. Tahun 1953 yang kemudian ditetapkan menjadi
Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 yang mengatur tentang Bursa Efek.
Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 289737/UU
tanggal 1 November 1951 penyelenggaraan bursa diserahkan kepada
Perserikatan Uang dan Efekefek (PPUE). Bank Indonesia (BI) ditunjuk
sebagai penasihat dan selanjutnya dipilih pengurus.
4. Periode Kebangkitan (1952-1976)
Berdasarkan pada rapat umum PPUE tanggal 3 juni 1952 , yang menghasil
kan putusan berupa kebijakan Bursa Efek Jakarta kembali dibuka secara resmi
oleh Menteri Keuangan, Sumitro Djojo-hadikusumo. Salah satu tonggak
sejarah pasar modal Indonesia, terjadi pada tanggal 26 september 1952 yang
mana dikeluarkannya undang-undang darurat yang kemudian ditetapkan
menjadi dasar Undang-Undang Bursa. Namun memasuki tahun 1958 keadaan
perdagangan efek menjadi lesu dan karena terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi nya antara lain :
1. Adanya warga Belanda yang meninggalkan Indonesia dalam jumlah
yang besar.
2. Adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh pemerintah
RI yang sesuaidengan Undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang
Nasionalisasi.
3. Badan Nasionalisasi Persuahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960,
melakukan kegiatan pelarangan dalam memperdagangkan efek-efek
yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di
Indonesia termasuk efek-efek dengan nilai mata uang Belanda (Nf)
(Marzuki Usman, et.al, 1994).
Selanjutnya siatuasi menunjukan kondisi semakin parah karena dilain sisi
adanya sengketa antara Irian Barat dengan Belanda (1962) serta ditekan
dengan tingginya inflasi menjelang akhir pemerintahan Orde Lama (1966)
hingga mencapai 650%. Keadaan tersebut hampir meruntuhkan sendi
perekonomian dan kepercayaan masyarakat menjadi berkurang terhadap pasar
modal. Akibatnya, Bursa Efek Jakarta ditutup kembali dengan sendirinya.
5. Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)
Tidak adanya pergerakan maupun aktivitas pasar modal sampai tahun 1977
yang menunjukkan sudah matinya pasar modal pada perekonomian pasar
modal di Indonesia. Penutupan pasar modal Indonesia yang terjadi ini tidak
lepas dari orientasi politik pemerintah Orde Lama yang mana menolak modal
asing masuk dalam kebijakan nasionalisasi. Setelah terjadinya pergantian
pemerintahan kepada Pemerintahan Orde Baru,

Keputusan Menteri Keuangan No. 28973717.

18 | P a g e
kebijakan politik dan ekonomi yang ada Indonesia tidak lagi dalam situasi
konfrontatif dengan dunia Barat. Pemerintahan Orde Baru akan segera
menyelenggarakan pembangunan ekonomi secara sistematis dengan pola
dalam target kurun waktu lima tahunan. Pemerintah Indonesia melakukan
bekerja sama dengan orang Barat dalam melakukan pembangunan tersebut.
Pertumbuhan pun mulai dilakukan, perekonomian pun mulai bergerak, dan
Pemerintah pun berencana akan segera mengaktifkan kembali pasar modal.
Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di
BI membentuk tim akan menyelenggarakan segala persiapan mengenai (PU)
Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Tim yang telah dibentuk tadi, melakukan
sebuah penelitian yang menyatakan hasilnya bahwa benih dari pasar modal di
Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, namun
karena situasi politik dan masyarakat yang masih awam tentang pasar modal,
maka pertumbuhan terhadap Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d
1976 mengalami kemerosotan. Setelah tim tersebut menyelesaikan tugasnya
dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-
25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim penyelenggara (PU) Pasar Uang
dan (PM) Pasar Modal dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuknya lembaga
Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Yang mana
Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang saat itu diketuai oleh
Gubernur Bank Sentral. Dengan adanya Bapepam, maka baru terlihat adanya
kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali pasar uang dan pasar
modal. Selain sebagai pembantu Menteri Keuangan, Bapepam juga
menjalankan fungsi gandanya sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.
Akhirnya, pada tanggal 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto
menyelenggarakan peresmian terhadap pasar modal di zaman Orde Baru.
Pengaktifan kembali pasar modal, tidak semata langsung menyebabkan
kegiatan di bidang pasar modal menjadi marak. Namun, justru munculnya
sejumlah kendala baru di dalam kegiatan di bidang pasar modal.
Perkembangan pasar modal Indonesia ternyata masih sangat membutuhkan
waktu dan proses yang cukup panjang untuk mencapai target sebagai pasar
modal yang maju dan modern.
6. Periode Deregulasi (1987-1995)
Terdapat banyak hambatan-hambatan yang merintangi tumbuh perkembangan
pasar modal di Indonesia yang kini pun telah disadari oleh pemerintah. Hal ini
mendorong pemerintah melakukan perombakan terhadap peraturan yang
nyata-nyata menghambat minat sebuah perusahaan untuk ikut masuk ke dalam
pasar modal dan tidak memberikan daya tarik lebih terhadap investor untuk
melakukan investasi pada pasar modal Indonesia. Untuk mengatasi masalah
itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan
perkembangan pasar modal, yaitu:

Keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 196818..


Kep-Menkeu No. Kep- 25/MK/IV/1/7219.

19 | P a g e
a. Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes 1987) Pakdes 1987
merupakan sebutan untuk penyederhanaan persyaratan proses emisi saham
dan obligasi, yang menghapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut
oleh Bapepam, seperti adanya biaya pendaftaran emisi efek. Di samping
itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek
maksimal 49% dari total emisi. Pakdes 87 juga digunakan untuk
menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan
memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi para emiten yang
ingin memasuki bursa efek, namun belum melakukan pemenuhan syarat-
syarat terhadap nya .
b. Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 88) Pakto 88 dituju sebagi
sebutan pada sektor perbankan, namun memiliki dampak terhadap
perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L
(Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.
Pengenaan pajak yang diberlakukan ini menimbulkan dampak positif
terhadap perkembangan pada pasar modal. Sebab dengan dikeluarkannya
kebijaksanaan ini menunjukan bahwa pemerintah berarti memberi
perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
c. Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 88) Pakdes 88 ditujukan
sebagai sebutan untuk istilah yang memberikan dorongan lebih jauh
terhadap pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk
menyelenggarakan bursa efek pada pasar modal. Deregulasi pada intinya
adalah melakukan kegiatan penyederhanaan dan kegiatan untuk
merangsang minat perusahaan sehingga mendorongnya masuk ke bursa
serta menyediakan kemudahankemudahan bagi investor. Jika selama masa
1984-1988 tidak satu pun perusahaan yang go public, tahun 1999 sejak
deregulasi dilancarkan, pasar modal Indonesia benar-benar
mengalamibooming. Selama tahun 1989 saja sudah terdapat 37
perusahaan go public dan sahamnya tercatat (listed) di BEJ. Sedemikian
banyaknya perusahaan-perusahaan yang mencari dana lewat pasar modal
tersebut , sehingga pada masa itu masyarakat luas pun berlomba-lomba
untuk menjadi investor.
Pasar modal memang mengalami kemajuan yang sangat pesat, perkembangan
yang menggembirakan ini terus berlanjut dengan swastanisasi bursa.
 Pada 16 Juni 1989, didirkannya PT Bursa Efek Surabaya (BES).
 Pada 2 April 1991, didirikannya Bursa Paralel Indonesia (BPI).
 Pada 13 Juli 1992, didirikannya PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang
menggantikan peran Bapepam sebagai pelaksana bursa.
 Pada 22 Juli 1995, adanya penggabungan antara Bursa Paralel dengan
PT BES.
7. Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)
Terdapat beberapa dampak positif dari kebijakan-kebijakan deregulasi salah
satunya adalah meningkatnya kepercayaan para investor dan perusahaan
terhadap pasar modal Indonesia . Puncak kepercayaan tersebut tepat diandai
deengan lahirnya UndangUndang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

20 | P a g e
yang telah berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Januari 1996. Undang-
undang dimaksud juga sebagai undang-undang yang cukup komprehensif,
karena mengacu pada aturan-aturan yang berlaku secara internasional.
Undang-undang ini juga dilengkapi dengan adanya PP No. 45 Tahun 1995
tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan PP No. 46
Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
Selanjutnya disusul oleh adanya beberapa keputusan menteri dan seperangkat
peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam yang jumlahnya lebih dari 150
buah peraturan yang diberlakukan.
Namun kendati demikian, ada hal yang perlu di perhatikan didalam Undang-
undang Pasar Modal ialah diberikannya kewenangan yang cukup besar dan
luas kepada Bapepam selaku badan pengawas untuk dapat berwenang
melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap segala bentuk
kejahatan dan pelanggaran yang terjadi di bidang pasar modal. Selain itu,
Bapepam merupakan Self Regulation Organization (SRO) yang menjadikan
Bapepam mudah untuk bergerak dan menegakkan hukum, sehingga menjamin
kepastian hukum.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal20.


PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal21.
PP No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal22.
BAB III
PENUTUP

21 | P a g e
A. KESIMPULAN
 Hukum Penanaman Modal adalah keseluruhan kaidah atau norma yang
mengaturkegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, menyisihkan
sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan usaha dengan
harapan padasuatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil (keuntungan).Dimana
baik dilakukan oleh penanaman dalam negeri maupun penanaman modal asing
untuk melakukan usaha diwilayah Negara Republik Indonesia.
 Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

B. SARAN
Hukum penanaman modal merupakan keseluruhan kaidah atau norma yang
mengatur persoalan mengenai penanama modal, maka ada baiknya untuk kita bisa
mempelajari lebihdalam terkait permasalahan ini sehingga adakalanya apabila terjadi
suatu sengketa atau permasalahan mengenai penanaman modal kita akan lebih mampu
menganalisa mencarisolusinya.
Untuk menciptakan mekanisme pasar modal yang baik diperlukan suatu lembaga
yang terkait dengan pasar modal yang mengatur pasar modal tersebut seperti BAPEPAM,
Instansi Pemerintah, Badan Penilai, Konsultan Efek dan Lembaga Swasta. Sehingga
pasar modal sebagai tempat bertemunya pihak yang memiliki dana lebih (lender) dengan
pihak yang memerlukan dana jangka panjang tersebut (borrower). Dan secara umum
mempunyai manfaat lebih dari keberadaan pasar modal itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

22 | P a g e
Anwar, 2007.
http://repository.uki.ac.id/1026/1/Hukum%20Penanaman%20Modal.pdf

https://fisip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2021/07/hukum-Pasar-Modal.pdf

https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-25-2007-penanaman-modal

Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta : Ind-Hill Co, 2003, hlm. 9-
Indonesia, Undang Undang Dasar 1945 (Amandemen Keempat), Bagian Pembukaan.
Ismail Suny, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman modal Asing & Kredit Luar Negeri,
Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1972, hlm. 1711.

Jurnal Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., M.B.A.

Jurnal Zulfikri Toguan.

KEK : Kawasan Ekonomi Khusus. Mengenai KEK, ketentuan Pasal 31 UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal.
Kep-Menkeu No. Kep- 25/MK/IV/1/72.

Keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968.

Keputusan Menteri Keuangan No. 289737

Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan undang-undang.

Nasrudin, dkk., 2008.

Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi


khusus.

PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.

PP No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.

Rahayu Hartini, Analisis Yuridis UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Jurnal
Humanity, Volume IV Nomor 1, September 2009, hlm. 488.

23 | P a g e
Undang Undang mengenai KEK sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Pasal tersebut adalah UU
No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Menurut Pasal 3 UU No. 39/2009, KEK
terdiri dari satu atau beberapa zona yaitu : pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan
teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi lain.

Undang-Undang Darurat No 13. Tahun 1953.

Undang-Undang Darurat No 13. Tahun 1953.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi
pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah,
dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.

UU No. 08 tahun 1995 tentang Pasar Modal.

UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

UU No. 25/2007/Penanaman Modal.

Winarto, 1997.

XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai