Anda di halaman 1dari 12

Sejarah

tumbIlotohe
RAHMAT HIDAYAT ENTE
561422046

1
AWAL MULA
TUMBILOTOHE
Tumbilotohe berasal dari kata tumbilo yang berarti nyalakan
dan kata tohe berarti lampu. Tumbilotohe adalah tradisi
yang sekaligus merupakan perayaan berupa memasang
lampu di halaman rumah penduduk dan di pinggir jalan
terutama jalan menuju masjid yang dilakukan secara
sukarela oleh masyarakat dengan tujuan untuk menerangi
perjalanan penduduk yang berjalan menuju masjid untuk
beribadan dan mempermudah warga yang akan membayar
zakat firtah di malam hari karena pada zaman dahulu
belum ada penerangan yang memadai. Selain itu,
pemasangan lampu ini dipercayai sebagai pengingat
bahwa kitab suci Al-Qur’an membawa jalan terang bagi
umat manusia agar kembali hidup dalam kebenaran 2
sekaligus menerangi orang-orang yang berada di
sekitarnya.
PERIODERISASI 3

Pada awalnya, sumber penerangan Oleh karena berkurangnya damar, Seiring dengan perkembangan zaman,
diperoleh dari damar. Damar yaitu penerangan dilakukan dengan tumbilotohe mengalami perkembangan
dalam pelaksanaannya. Sebagian warga
getah pohon yang dapat dinyalakan minyak kelapa (padamala) yang
mengganti penerangan dengan lampu
dalam waktu lama. Damar ini kemudian digantikan dengan pijar dengan berbagai warna. Akan tetapi,
dibungkus dengan Janur dan minyak tanah sebagian warga masih mempertahankan
diletakkan di atas kayu. nilai tradisional dengan tetap memakai
lampu botol yang dipajang di depan
rumah pada kayu atau bambu.
WAKTU
PELAKSANAAN
Waktu pelaksanaan tradisi tumbilotohe yaitu saat
menjelang Maghrib hingga pagi hari selama empat
malam terakhir di bulan suci Ramadhan dan
diakhiri pada malam takbir. Tradisi ini dianggap
4 sebagai tanda akan berakhirnya bulan suci
Ramadhan dan telah berlangsung sejak abad XV.
Selain itu, tradisi ini mengandung makna yang
mengisyaratkan bahwa lampu yang dipasang
adalah wujud dari harapan untuk mendapatkan
berkah pada malam Lailatul Qadr.
TAHAP PELAKSANAAN 4

Tahap Persiapan Tahap Pembuatan Tahap Pelaksanaan


Dalam tahap ini, masyarakat mempersiapkan Dalam tahap pembuatan ini, masyarakat Pelaksanaan tradisi Tumbilotohe akan dimulai
alat dan bahan terlebih dahulu yang kemudian bekerja sama untuk membuat simbol-simbol secara bersamaan tepat setelah umat Islam
bahan-bahan tersebut akan dibuat dan khas Tumbilotohe seperti pembuatan bambu melakukan buka puasa dan sholat magrib. Pada
dirangkai menjadi simbol-simbol tertentu. menjadi alikusu berbentuk ‘n’ atau dasanya, tradisi ini hanyalah berupa tradisi
Adapun alat dan bahan yang dipersiapkan yaitu berbentuk gapura. Masyarakat juga memasang lampu di 3 malam terakhir bulan
bambu yang dibentuk menjadi alikusu, daun Ramadhan. Akan tetapi, karang taruna
mempersiapkan lampu botol tradisional
kelapa sebagai janur kuning, botol mudah desa/kelurahan dan juga pemerintah daerah
dengan mengisi minyak tanah ke dalam
pecah (bukan plastik) dan/atau kaleng susu biasanya mengadakan berbagai perlombaan
botol dan memasukkan sumbu ke dalam
yang akan dijadikan lampu, sumbu lampu, selama 3 malam tersebut untuk lebih
bunga polohungo 12 , pisang ataupun tebu botol sebagai perantara antara cahaya lampu
(api) dan minyak tanah. memeriahkan tradisi ini dan menambah
sebagai penghias alikusu. sukacita dalam menyambut lebaran Idul Fitri.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
tradisi Tumbilotohe sangatlah berperan penting.
Partisipasi pikiran masyarakat dalam pelaksanaan
tradisi Tumbilotohe adalah masyarakat
memberikan ide mengenai lokasi pelaksanaan
serta partisipasi emosional masyarakat dalam
pelaksanaan tradisi Tumbilotohe ini berupa
antusiasme masyarakat yang besar yang
dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang
6 menyalakan lampu botol tradisional
pekarangan rumah mereka dan turut datang ke
di

lokasi inti pelaksanaan tradisi Tumbilotohe yang


biasanya dilaksanakan di lapangan atau lahan luas
yang kosong.
ASPEK
KEUNIKAN
Pada dasarnya, jenis lampu yang digunakan dalam
pelaksanaan Tumbilotohe adalah lampu botol bekas
yang mudah pecah (bukan botol plastik yang mudah
terbakar) yang diberi sumbu kompor dan beisi
minyak tanah sebagai bahan bakar lampu tersebut.
Selain menggunakan lampu botol, masyarakat juga
biasanya menggunakan kaleng susu bekas sebagai
lampu yang diisi minyak tanah. Ada juga Alikusu ini
dibuat berbentuk pintu gerbang, tempat
masuk/lewat semua orang pada umumnya, dan
pejabat atau pembesar adat pada khususnya. Alikusu
biasanya disebut sebagai pintu gerbang adat yang
dijadikan sebagai bentuk simbolik untuk 7
menghargai tamu menurut adat setempat.
Selain atraksi gemerlap lampu, perlombaan-perlombaan
juga diadakan untuk menambah kemeriahan keseluruhan
tradisi tumbilotohe ini selama 3 malam berturut-turut. Dinas
pariwisata provinsi Gorontalo setiap tahunnya sejak tahun
2002 mengadakan lomba tumbilotohe antar
kelurahan/desa, kecamatan, bahkan antar kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan lomba ini, dinas pariwisata provinsi
gorontalo mendistribusikan minyak tanah ke
kabupaten/kota yang menjadi titik penilaian. Aspek yang
8 dinilai dalam lomba tumbilotohe ini adalah jumlah lampu
yang dipamerkan, terdapat nilai budaya tradisional, adanya
atraksi untuk memeriahkan semacam festival bunggo,
bedug takbiran dan sebagainya, serta unsur keindahan atau
nilai estetika dari visualisasi tradisi tumbilotohe.
7

Pelaksanaan tradisi Tumbilotohe mengingatkan masyarakat bahwa masa berlalunya bulan suci
Ramadhan dan hari kemenangan tersisa tiga hari lagi sehingga masyarakat berlomba-lomba untuk
meningkatkan amalan ibadahnya, baik berupa memperbanyak sholat pada malam hari, itiqaf dimasjid,

ASPEK mengingatkan waktunya membayar zakat, memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dan sebagai malam
turunnya Lailatul Qadar. Perayaan malam Tumbilotohe ini juga memberi makna sebagai penerangan bagi
umat Muslim yang ingin beribadah ke masjid dan beribadah untuk mendapatkan berkah di malam

KEAGAMAAN
Lailatul Qadar. Saat malam Lailatul Qadar, orang-orang berbondong-bondong ke masjid untuk
mendengarkan ceramah demi mendapatkan pencerahan yang diidentikkan dengan lampu-lampu yang
dipasangi untuk penerangan. Pemasangan lampu itu mengingatkan bahwa kitab suci Al-Quran
membawa jalan terang bagi umat manusia agar kembali hidup dalam kebenaran sekaligus menerangi
orangorang yang berada di sekitarnya. Oleh karena itu, tradisi Tumbilotohe ini dimaknai sebagai salah satu
tradisi yang memiliki nilai dan pesan yang penting karena tradisi ini dianggap sebagai bagian dari
slamisasi budaya mengingat hubungannya yang sangat erat dengan pesan-pesan agama.
ASPEK
KEINDAHAN
lampu-lampu botol tradisional dipasang dan diletakkan
di depan rumah penduduk secara berjejeran. Adapula
yang menggantung lampu botol di alikusu yang
berbentuk gapura sehingga gapura tersebut bercahaya
ketika malam hari. Namun, karena kreatifitas
10 masyarakat, pola yang monoton tersebut diperindah
dengan membuat pola yang terbuat dari bambu
sedemikian rupa menjadi berbentuk kubah masjid,
bunga, dan lain-lain.
11

Ilmu pengetahuan yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi ini yaitu berkaitan dengan
penyebaran agama Islam ke Gorontalo. Tradisi Tumbilotohe ini telah dilaksanakan sejak
abad ke XV yang berarti sudah 1500 tahun lalu atau mulai dilaksanakan pada tahun 500-an.

ASPEK Berdasarkan hasil penelitian Eda (2015), menyatakan bahwa Gorontalo terbentuk kurang
lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar,
pare-pare dan Manado. Gorontalo saat itu menjadi pusat penyebaran agama Islam di

ILMIAH
Indonesia bagian timur bersama dengan Ternate di Maluku Utara dan Bone di Sulawesi
Selatan. Dikarenakan pada tahun 500-an belum ada masjid yang dibangun dan umat Islam
membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan agama hanya pada malam hari dikarenakan
kesibukan bekerja di siang hari, sehingga banyak masyarakat pada saat itu membakar
rumput pada malam hari dan menyalakan lampu yang digantung di pohon-pohon depan
rumah mereka. Dari sinilah tradisi ini berkembang.
terima kasih

Anda mungkin juga menyukai