Anda di halaman 1dari 11

Tradisi islam nusantara yang ada di

Indonesia
1. Tradisi Halal Bihalal.

Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling bermaaf-maafan. Setelah umat
Islam selesai puasa ramadhan sebulan penuh maka dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah Swt.
Namun, dosa kepada sesama manusia belum akan diampuni Allah Swt. jika belum mendapat
kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut. Oleh karena itu tradisi halal bihalal dilakukan
dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan agar kembali
kepada !trah (kesucian). Tradisi ini erat kaitannya dengan perayaan Idul Fitri.

Istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal itu
sendiri adalah tradisi khas bangsa Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bahkan bisa jadi
ketika arti kata ini ditanyakan kepada orang Arab, mereka akan kebingungan dalam
menjawabnya.

Halal bihalal sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir dari sebuah proses sejarah. Tradisi
ini digali dari kesadaran batin tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan
yang harmonis (silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal, pemimpin agama, tokoh-
tokoh masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling berinteraksi dan saling bertukar
informasi. Dari komunikasi ini akan mempererat kekeluargaan dan dapat menyelesaikan
berbagai masalah yang ada. Pada acara halal bihalal semua orang mengucapkan mohon maaf
lahir dan batin. Hal ini mengandung maksud bahwa ketika secara lahir telah memaafkan yang
ditandai dengan berjabat tangan atau mengucapkan kata maaf, maka batinnya juga harus dengan
tulus memaafkan dan tidak lagi tersisa rasa dendam dan sakit hati
2. Tradisi Tabot atau Tabuik.

Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang kisah
kepahlawanan dan kematian Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad
saw. Kedua cucu Rasulullah saw. ini gugur dalam peperangan di Karbala, Irak pada tanggal 10
Muharam 61 Hijriah (681 M). Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syaikh
Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syaikh Burhanuddin
menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot.
Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar kalendar Islam) setiap tahun.

Istilah Tabot berasal dari kata Arab, “tabut”, yang secara har!ah berarti kotak kayu atau peti.
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga
kuat tradisi ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di
Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di
bagian selatan India.
3. Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat)

Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke daerah-daerah lain terdapat tradisi kupatan. Tradisi
membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu setelah hari raya Idul Fitri. Biasanya
masyarakat berkumpul di suatu tempat seperti mushala dan masjid untuk mengadakan selamatan
dengan hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat merupakan makanan yang terbuat dari
beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur kuning (daun kelapa yang masih muda).
Sampai saat ini ketupat menjadi maskot Hari Raya Idul Fitri.

Ketupat memang sebagai makanan khas lebaran. Makanan itu ternyata bukan sekadar sajian pada
hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam tradisi Jawa. Oleh para Wali, tradisi
membuat kupat itu dijadikan sebagai sarana untuk syiar agama. Oleh sebagian besar masyarakat,
kupat juga menjadi singkatan atau di-jarwo dhosok-kan menjadi rangkaian kata yang sesuai
dengan momennya yaitu Lebaran. Kupat adalah singkatan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan)
dan menjadi simbol untuk saling memaafkan.
4. Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta.

Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa Tengah dan Keraton
Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan dan dilestarikan sebagai wujud mengenang jasa-jasa para
Walisongo yang telah berhasil menyebarkan Islam di tanah Jawa. Peringatan yang lazim dinamai
Maulud Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat
Syahadat). Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada mulanya dilakukan
oleh Sunan Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan
lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam serta setiap pergantian pukulan gamelan diselingi
dengan membaca syahadatain.

Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam memperingati kelahiran Nabi
Muhammad saw. Sebagai tuntunan bagi umat manusia, diharapkan masyarakat yang datang ke
Sekaten juga mempunyai motivasi untuk mendapatkan berkah dan meneladani Nabi Muhammad
saw.

Dalam upacara Sekaten tersebut disuguhkan gamelan pusaka peninggalan dinasti Majapahit yang
telah dibawa ke Demak. Suguhan ini sebagai pertanda bahwa dalam berdakwah para wali
mengemasnya dengan menjalin kedekatan kepada msyarakat.
5. Tradisi Grebeg.

Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg pertama kali diselenggarakan
oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Grebeg dilaksanakan saat Sultan
memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta di
selenggarakan 3 tahun sekali yaitu:

Pertama grebek pasa-syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk menghormati
Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr.

Kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban.

Ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati hari Maulid Nabi
Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebeg adalah kota Solo,
Cirebon dan Demak.
6. Tradisi Grebeg Besar di Demak

Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun dilaksanakan di
Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan
dengan datangnya Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup menarik karena
Demak merupakan pusat perjuangan Walisongo dalam dakwah.

Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan dimaksudkan
sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak.
Mesjid ini didirikan oleh Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi. Tahun
berdirinya masjid ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmo”.

Pada tahun 1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikan penyempurnaan masjid
Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir sangat banyak. Kesempatan ini kemudian
digunakan para Wali untuk melakukan dakwah Islam. Jadi, tujuan semula Grebeg Besar adalah
untuk merayakan Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak.
7. Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado.

Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, juga diselenggarakan


tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid. Istilah Kerobok berasal dari Bahasa Kutai yang artinya
berkerubun atau berkerumun oleh orang banyak. Tradisi Kerobok Maulid dipusatkan di halaman
Masjid Jami’ Hasanuddin, Tenggarong. Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati
kelahiran Nabi Muhammad saw., tanggal 12 Rabiul Awwal.

Kegiatan Kerobok Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid Jami’ Hasanudin
Tenggarong. Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan prajurit Kesultanan akan keluar
dengan membawa usung-usungan yang berisi kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau bunga
rampai dan Astagona.

Lain di Kutai lain pula di Manado. Untuk memperingati Maulid nabi Muhammad saw. warga
muslim di Kota Manado, Sulawesi Utara, menggelar tradisi pawai obor. Obor yang dibawa
berpawai oleh ribuan warga membuat jalan-jalan di Kota Manado terang. Bagi warga muslim
setempat pawai obor sudah jadi tradisi dan dilaksanakan turuntemurun sebagai simbol
penerangan. Lebih lanjut simbol penerangan itu bermakna bahwa kelahiran Nabi Muhammad
saw. adalah membawa ajaran yang menjadi cahaya penerang iman saat manusia hidup dalam
kegelapan dan kemusyrikan.
8. Tradisi Rabu Kasan di Bangka.
Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di Kabupaten Bangka setiap tahun, tepatnya pada hari rabu
terakhir bulan Safar. Hal ini sesuai dengan namanya, yakni Rabu Kasan berasal dari Kara Rabu
Pungkasan (terakhir).

Upacara Rabu Kasan sebenarnya tidak hanya dilakukan di Bangka saja, tetapi juga di daerah
lain, seperti di Bogor Jawa Barat dan Gresik Jawa Timur. Pada dasarnya maksud dari tradisi ini
sama, yaitu untuk memohon kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana).

Di Kabupaten Bangka, tradisi ini dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan Merawang. Sehari
sebelum upacara Rabu Kasan di Bangka diadakan, semua penduduk telah menyiapkan segala
keperluan upacara tersebut seperti ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan
bersama pada hari Rabu esok hari.

Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00 WIB semua penduduk telah hadir di tempat
upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak bala sebanyak jumlah keluarga masing-
masing.

Acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid dan menghadap keluar lalu
mengumandangkan adzan. Lalu disusul dengan pembacaan doa bersama-sama. Selesai berdoa
semua yang hadir menarik atau melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang telah tersedia tadi,
satu persatu menurut jumlah yang dibawa sambil menyebut nama keluarganya masing-masing.
9. Tradisi Dugderan di Semarang.
Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang dilakukan oleh masyarakat Semarang, Jawa
Tengah. Tradisi Dugderan dilakukan untuk menyambut datangnya bulan puasa. Dugderan
biasanya diawali dengan pemberangkatan peserta karnaval dari Balaikota Semarang.

Ritual dugderan akan dilaksanakan setelah shalat Asar yang diawali dengan musyawarah untuk
menentukan awal bulan Ramadan yang diikuti oleh para ulama. Hasil musyawarah itu kemudian
diumumkan kepada khalayak. Sebagai tanda dimulainya berpuasa dilakukan pemukulan bedug.
Hasil musyawarah ulama yang telah dibacakan itu kemudian diserahkan kepada Kanjeng
Gubernur Jawa Tengah. Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang (Walikota Semarang) dan
Gubernur bersama-sama memukul bedug kemudian diakhiri dengan doa.
10. Tradisi atau Budaya Tumpeng.
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Nasi tumpeng
umumnya berupa nasi kuning, atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat
Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian
penting. Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia.
Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Ada tradisi
tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang
yang dituakan dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat
kepada orang tersebut. Saat ini budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia

Anda mungkin juga menyukai