Anda di halaman 1dari 4

UPACARA SEKATEN TRADISI JOGJA

Oleh: Fadillatul Mukara Batin/10

•PENGERTIAN UPACARA SEKATEN :

Upacara Sekaten adalah sebuah tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat asli di
Jogja yang masih ada kaitannya dengan hal keagamaan. Upacara ini dilakukan dalam
rangka Maulid Nabi atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Diserap dari
bahasa Arab, yakni syahdatain, ini merupakan ritual keagamaan yang dilakukan dengan
rutin. Adapun upacara sekaten ini dikenal oleh masyarakat sebagai upacara tradisional
Jawa. Upacara ini dilakukan penuh selama seminggu, yang diisi dengan berbagai aktivitas,
berupa :

 Festival kebudayaan
 Pementasan alat musik gamelan

 Kemeriahan pasar malam


 Tarian tradisional Jawa
Tradisi dalam penyambutan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini dilakukan selama 7
hari.

Biasanya, dilangsungkan sejak tanggal 5 Mulud (Rabiulawal) sore hari sampai dengan
tanggal 11 Mulud (Rabiulawal) tengah malam. Ini adalah tradisi Islam yang telah dilakukan
pada awal Kesultanan Demak. Selain itu, asal usul tradisi ini bermula ketika Sunan Kalijaga
mengidekan untuk melakukan pementasan gamelan di halaman masjid pada masa lampau.
Hal ini dibantu oleh para sultan yang menjabat pada masa itu. Sejak saat itu, pementasan
musik dengan gamelan dilakukan untuk perayaan Maulid Nabi atau dikenal dengan sekaten.

Adapun, ini juga campur tangan dari budaya Hindu, Jawa, dan umat Muslim. Alasan khusus
diberlakukan ritual keagamaan ini adalah untuk mengenalkan agama Islam ke masyarakat
umum.

•TUJUAN UPACARA SEKATEN :

Upacara Sekaten biasanya berlangsung di alun-alun utara Yogyakarta. Secara bersamaan,


ini juga dirayakan di alun-alun utara Surakarta. Ini menjadi lokasi yang cukup sering
dikunjungi sebagai tempat wisata di Jogjakarta. Upacara ini awalnya dipopulerkan oleh
Sultan Hamengkubuwano I, yakni pendiri Kesultanan Yogyakarta.

Tujuan perayaan upacara sekaten adalah untuk menyebarkan dan berdakwah agama Islam.
Arti dari sekaten ini adalah perasan senang dan tanda syukur atas kelahiran Nabi
Muhammad SAW.

Yang pasti, penyambutan ini dilakukan dengan suasana meriah dan penuh sukacita.
Penyerapan kata Arab syahdatain ini juga memiliki arti tersendiri. Sejumlah orang
mempercayai bahwa ini artinya adalah kalimat syahadat. Kalimat ini yang diucapkan
seseorang ketika ingin memeluk agama Islam.

•PROSESI UPACARA :

Upacar sekaten ini bisa dibilang harus melalui prosesi yang cukup panjang, yakni mulai dari
persiapan hingga hari besar perayaan. Berikut sejumlah rangkaian proses dari tradisi
penyambutan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW:

1. Persiapan Peralatan Budaya

Persiapan dari upacara sekaten ini dinilai cukup rumit. Untuk persiapan dalam bentuk fisik,
diperlukan menyiapkan berbagai benda-benda dan peralatan kebudayaan.

Salah satu alat musik utama yang dilakukan yakni gamelan, terutama milik Kanjeng Kyai
Sekati. Ini dilengkapi dengan pengumpulan lagu-lagu untuk mengiringi pementasan gamelan
nanti.

Konon, lagu-lagu yang dipakai tersebut merupakan ciptaan Walisongo pada masa Kerajaan
Demak. Tak sampai di situ, adapun berbagai alat budaya lainnya yang diperlukan, yakni:
 Uang logam untuk upacara udhik-udhik

 Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW


 Bunga kanthil

 Busana seragam untuk para pementas musik


Nantinya, naskah tersebut akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal
malam.

2. Persiapan Mental

Tak kalah penting yang harus adalah persiapan mental sebelum upacara sekaten itu
dimulai. Persiapan non fisik ini para abdi dalem (pelaksana Keraton) yang akan terlibat
untuk mempersiapkan diri, terutama mental.

Karena, ritual kebudayaan ini dinilai cukup sakral dan perlu dilakukan dengan hikmat.
Nantinya, para abdi dalem yang bertugas, perlu menyucikan diri dengan berpuasa dan siram
jamas (mandi keramas).

Gamelan pusaka adalah benda pusaka Keraton yang nantinya akan dimainkan ketika
pementasan berlangsung.

3. Pementasan Gamelan Pusaka

Proses selanjutnya dalam upacara sekaten adalah gamelan mulai dibunyikan. Gamelan
sekaten akan dibunyikan di dalam Keraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti yang berada di
halaman Kemandhungan atau Keben.

Pada waktu tertentu, nantinya gamelan milik Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai
Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya.

Pementasan alat musik gamelan ini dilakukan cukup sakral dan diikuti tradisi budaya
lainnya.

4. Pembacaan Naskah Suci

Menuju ke puncak acara, yakni malam ketujuh, tepatnya tanggal 11 Rabiulawal malam yaitu
pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan di Masjid Besar
Yogyakarta.
Ini juga berlangsung penyebaran udhik-udhik oleh para sultan. Udhik-udhik adalah tradisi
menebarkan atau melemparkan uang logam. Tujuannya untuk membagikan kepada tamu
yang hadir dalam acara besar di masyarakat Jawa.

Pada saat pembacaan Mulud Nabi Muhammad SAW, dilanjutkan dengan persembahan
bunga kanthil dari Kyai Pengulu.

5. Kondur Gongso

Penutupan acara dari upacara sekaten dikenal dengan kondur gongso. Kondur gonso
adalah prosesi gamelan pusaka dikembalikan lagi ke Keraton. Ini dilakukan pada tanggal 11
Rabiulawal, tepatnya pukul 24.00 WIB, setelah sultan meninggalkan Masjid Besar.

Sesampainya di Keraton, gamelan akan disemayamkan di tempatnya semula. Dengan


disimpannya gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati di Keraton, ini menandakan bahwa
upacara sekaten telah selesai.

Anda mungkin juga menyukai