Anda di halaman 1dari 3

Essay PAI Tradisi Lebaran di Desa Canggu

Canggu adalah desa yang berada di kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Indonesia.
Desa Canggu telah diresmikan menjadi desa wisata edukasi pada tahun 2013 oleh Dinas Pariwisata
Kabupaten Kediri. Desa Canggu memiliki total jumlah penduduk sebanyak 12.786 ribu jiwa. Desa ini unggul
dalam sektor perikanan, peternakan, dan pertanian. Desa di Kecamatan Badas ini memiliki penduduk
mayoritas islam dengan tradisi yang tidak jauh beda dengan daerah lainnya di Jawa Timur.

Di desa ini mayoritas penduduknya beragama muslim. Setiap hari raya idul fitri Desa Canggu
memiliki beberapa tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini, yaitu:

1.Takbiran Keliling

Takbir keliling adalah suatu acara yang dilakukan pada malam hari pada hari terakhir puasa dan
merupakan bentuk perayaan umat muslim dimana mereka telah berhasil menjalankan ibadah puasa sebulan
penuh. Takbir keliling juga merupakan bentuk luapan kegembiraan umat muslim dalam menyambut hari
kemenangan ( idhul fitri).
Takbir keliling merupakan wujud kekreatifan masyarakat setempat guna memeriahkan bulan
Ramadhan tanpa menghilangkan hakikat dari takbiran itu sendiri yaitu mengagungkan nama Allah yang
menyakini bahwa Allah itu Maha Besar, pemilik seluruh alam semesta ini yang patut kita agung-agungkan.
Takbir keliling diramaikan oleh masyarakat sekitar, dari mulai anak kecil sampai dengan orang
tua.Masyarakat menyertakan alat musik baik itu alat musik tradisional maupun alat musik modern ( gitar,
bas, drum, piano, keyboard, bedug, kentongan, rebana, dll) bahkan juga menggunakan alat pengeras suara
serta kendaraan bermotor ( motor, mobil).Dan hal yang satu ini sangat beda ...berpakaian wayang orang dan
adat jawa. . Mereka berkeliling seraya mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil.
1. Pawai Obor
Pawai ini biasanya dilaksanakan setelah maghrib, dimulai dari dan diakhiri di balaidesa. Tidak
seperti pawai biasanya, pawai ini dinilai lebih istimewa karena disini semua pesertanya membawa obor yang
terbuat dari pring/bambu yang dibaluti kain di ujungnya. Selanjutnya kain yang ada di bagian ujung ini
disiram dengan miyak tanah/bensin lalu disulut dengan api di bagian ujungnya. Selama pawai berlangsung
bisanya takbir dikumandangkan dengan keras. Di akhir pawai biasanya diadakan pesta kembang api sebgai
penutup acara.
2. Berkatan
Berkatan merupakan acara yang dilaksanakan setelah selesai sholat ied di masjid. Acara ini dimulai
setelah salam salaman, diawali dengan doa dan dilanjutkan dengan acara makan makan besar tumpengan
yang telah dimasak oleh warga sekitar.
3. Lebaran Ketupat (Kupatan)

Pada era modern saat ini masih banyak tradisi yang tetap dipertahankan secara turun temurun dari
nenek moyang hingga anak cucu pada suatu masyarakat. Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan yaitu
tradisi kupatan bagi masyarakat Jawa.

Kupatan adalah tradisi keagamaan yang berhubungan dengan tradisi Islam. Tradisi ini merupakan
salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai sekarang masih dilestarikan.
Waktu perayaan kupatan biasanya dilakukan 7 hari setelah Hari Raya Idul Fitri. Hal ini merupakan
perwujudan rasa syukur setelah mengerjakan puasa satu bulan penuh dan disempurnakan dengan
puasa sunah enam hari di bulan syawal.

Selain itu, tradisi kupatan juga merupakan kegiatan sosial yang melibatkan seluruh masyarakat
dalam usaha untuk memperoleh keselamatan dan ketentraman. Dikutip dari jurnal skripsi Makna Tradisi
Kupatan Bagi Masyarakat Desa Paciran, UIN Jakarta.

Kupat dalam bahasa Jawa juga konon merupakan kependekan dari kalimat 'ngaku lepat' yang berarti
'mengakui kesalahan'. Oleh karena itu, saling berbagi dan memberi kupat di hari raya lebaran idul fitri adalah
simbol atas pengakuan kesalahan dan kekurangan diri masing-masing terhadap Allah SWT, keluarga dan
terhadap sesama.

Menurut tokoh agama desa Paciran, Kabupaten Lamongan, KH Salim Azhar, di desa Paciran sendiri
konon tradisi kupatan dimulai sejak zaman Sunan Sendang duwur. Seorang tokoh yang turut berperan dalam
menyebarkan agama Islam di pulau jawa khususnya di daerah Paciran dan sekitarnya.

Awal mula tradisi Kupatan di praktekan oleh Sunan Sendang duwur dalam rangka untuk menjamu
tamu-tamu dan santri seusai menjalankan puasa syawal selama enam hari setelah lebaran.

Dahulu tradisi kupatan tidak dirayakan secara besar-besaran hanya dalam lingkup keluarga. Namun
seiring pergeseran zaman, tradisi tersebut meluas ke masyarakat luat dan dikokohkan oleh masyarakat desa
sebagai perayaan besar tahunan.

4. Sungkeman
Secara umum sungkeman merupakan prosesi saling memaafkan yang dilakukan orang yang
lebih muda kepada orang yang lebih tua. Sungkeman dilakukan dengan cara orang yang lebih muda
bersimpuh di di hadapan orang yang lebih tua dan mencium tangannya sambil mengucapkan kalimat
maaf.

Sementara tradisi sungkem yang dilakukan saat lebaran di Indonesia sejak dahulu memilik i
makna mendalam.

Pertama, sungkem merupakan sarana masyarakat Jawa dalam melatih kerendahan hati.
Dengan melakukan sungkem seseorang yang melakukan gesture merendah kepada orang yang lebih
tua.

Kedua, sungkem merupakan perwujudan rasa terima kasih dan syukur seorang anak atau
orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.
Ketiga, makna sungkeman sebagai ritual penyadaran diri atau introspeksi jiwa -jiwa anak
muda yang seringkali lupa bagaimana memperlakukan orang yang lebih tua dengan baik.

Sehingga tradisi sungkem lebaran dapat dimaknai sebagai sarana dalam membangun dan
memperbaiki hubungan baik antara orang yang lebih tua dengan orang yang lebih muda.

Prosesi sungkeman menjadi bagian dari akulturasi budaya Jawa dan Islam sama seperti
halnya budaya mudik dalam perayaan Lebaran.
Para ulama di Jawa saat itu mampu secara arif memadukan kedua budaya tersebut untuk
menciptakan kerukunan dan kesejahteraan masyarakat.

Tradisi sungkem Lebaran dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih
tua sebagai bentuk penghormatan. Sungkeman juga diharapkan dapat memantik budaya saling
memaafkan dengan harapan dosa-dosa dan kesalahan antar sesama manusia dapat terhapus dan
berguguran.
Sehingga tradisi sungkem lebaran dijalankan hampir di seluruh wilayah Indonesia dan
menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat nusantara pada waktu itu.

5. Nyekar/Ziarah Kubur

masyarakat muslim Jawa juga melakukan tradisi nyekar sebelum Ramadan. Tujuannya untuk
mendoakan orang tua atau saudara yang sudah meninggal dunia. Kebiasaan ini sudah sejak zaman
Wali Songo. Momentum biasanya juga dimanfaatkan untuk membersihkan makam dan menaburkan bunga.

Nyekar juga lazim dilakukan usai sholat Idul Fitri. Tujuannya sebagai pengingat akan kematian.
Ibadah puasa sendiri merupakan proses pensucian jiwa dan Idul Fitri adalah momen saling memaafkan.
Ziarah kubur dipercaya sebagai penyempurna spiritual usai bulan suci berakhir.

6. Bagi THR

Hal paling ditunggu saat Hari Raya adalah pembagian uang saku atau THR. Sebagian masyarakat
Jawa menyebutnya sebagai ‘bagi -bagi sangu‘ atau ‘salam tempel’. Mereka yang berhak menerima biasanya
adalah saudara yang masih berusia muda atau belum punya penghasilan. Nominalnya bervariasi, semakin
dewasa tentu makin banyak jumlahnya.

Uang yang dibagikan biasanya dibungkus amplop kecil dan berupa lembaran baru. Pembagian THR
ini melambangkan ucapkan syukur dan berbagi rezeki di Bulan Suci. Biasanya hal ini sangat dinantikan,
terutama oleh para anak kecil.

Anda mungkin juga menyukai