Anda di halaman 1dari 4

TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA

Oleh:

RISMA SARI

1. Sebut dan jelaskan minimal 3 kegiatan masyarakat Pulau Matasirih Kotabaru yang

masih eksis dilakukan sampai sekarang dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila?

Jawaban :

a. Mappanretasi (Pesta laut/ memberi makan laut)

b. Gotong Royong Puasa Asyura

c. Mappaenre Dui’ dalam Perkawinan Adat Suku Bugis

Penjelasan :

A. Mappanretasi

Mappanretasi (pesta laut/memberi makan laut) adalah komunikasi

tradisional yang dilakukan oleh masyarakat suku Bugis di Desa Labuan Barat,

Kotabaru. Banyak orang berasumsi bahwa perayaan tradisional

Mappanretasi adalah ritual untuk ibadah atas hasil laut, dalam pergeseran

makna perayaan itu berarti berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

untuk bersyukur dan berterima kasih atas produksi hasil laut yang melimpah,

waktu Mappanretasi digunakan sebagai makna untuk membangun relasi

pertemanan antara berbagai masyarakat yang terdiri dari banyak etnis dengan

yang lainnya dalam lingkungan sosial, ini ditafsirkan dalam ritual ibadah laut.

Mappanretasi dewasa ini seringkali dijadikan sebagai momentum

untuk berkumpul dengan seluruh lapisan masyarakat untuk berdialog dan

bermusyawarah dalam rangka menjalin silaturrahmi untuk tetap melestarikan


budaya adat isitadat di daerah. Eksistensi budaya Mappanretasi hari ini

sangat dirasakan banyak manfaatnya oleh masyarakat sekitar, sebab dengan

diadakannya pesat ini maka banyak jualan masyarakat laris sehingga setiap

orang banyak yang menunggu-nunggu pelaksanaannya.

Pesan moral yang terkandung dalam budaya Mappanretasi suku

Bugis Pagatan adalah sebagai berikut: Pesan moral yang terkandung di dalam

budaya Mappanretasi, manusia harus pandai Bersyukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas limpahan rahmat, rezeki, dan kesehatan yang telah diberikan,

sebagai makhluk sosial kita perlu menjalin silahturahmi dan berkomunikasi

satu sama lain, agar terciptanya tali persaudaraan yang kuat dalam antar suku

dan saling menghargai satu sama lain.

B. Gotong Royong Puasa Asyura

Bulan Muharram merupakan bulan yang spesial bagi umat Islam.

Bulan ini dirayakan sebagai pergantian tahun bagi para muslim. Tak hanya

itu, di hari ke-10 Bulan Muharram, umat Islam merayakan Hari Asyura. Di

hari ke-10 ini, umat Islam mempunyai tuntunan untuk menjalankan puasa

sunnah. Namun, Hari Asyura juga diperingati dengan cara lain, yang paling

terkenal adalah dengan membuat Bubur Asyura. Bubur Asyura atau Suro

ternyata tidak hanya menjadi tradisi semata dalam menyambut Tahun Baru

Islam, bubur asyura ternyata sarat makna. Tradisi memasak bubur asyura

merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang

selama ini diberikan oleh Allah SWT.

Bubur Asyura adalah bubur yang dibuat dengan berbagai bahan dan

ramuan khusus untuk berbuka puasa pada hari itu. Bubur asyura biasanya
akan dimasak bersama, dan nantinya akan dibagi-bagi ke masjid maupun

warga sekitar. Bahan untuk memasakknya juga akan dikumpulkan dari

masing-masing orang sebelum akhirnya dimasak bersama. Tradisi memasak

ini sudah membudaya karena mengandung makna filosofi yang kuat bagi

umat muslim, khususnya masyarakat muslim di daerah Kotabaru.

Pembuatan bubur asyura sangat unik karena dibuat dari campuran

41 jenis bahan. Bahannya biasa terdiri dari aneka macam sayuran, kacang-

kacangan, sampai daging. Jumlah 41 bahan ini harus dicukupi karena sudah

jadi tradisi dan inilah yang membuat perayaan buka puasa pada setiap 10

Muharram menjadi eksis sampai hari ini, selain itu juga cara dalam

membuatnya yang melibatkan banyak kelompok masyrakat sehingga

kemeriahan perayaan buka puasa asyura begitu dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat, karena bisa berkumpul dan bercengkrama bersama-sama.

C. Mappaenre Dui’ dalam Perkawinan Adat Suku Bugis

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar

pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu

pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribdi yang

biasanya intim dan seksual. Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang

sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan

hanya menyangkut kedua mempelai tetapi juga orang tua kedua belah pihak,

saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing. Dalam hukum

adat perkawinan itu bukan hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka

yang masih hidup saja.


Salah satu kebudayaan yang masih tetap dijalankan oleh masyarakat

yang tinggal jauh dari daerah asal mereka ialah dalam hal perkawinan adat.

Perkawinan pada umumnya menjadi daya tarik tersendiri dan menyedot

perhatian banyak orang, dimana dalam hal ini tidak hanya yang bersangkutan

(calon pengantin) tetapi telah menjadi urusan banyak orang atau institusi,

mulai dari orang tua, keluarga besar, tokoh adat, institusi agama sampai

negara ikut terlibat dalam hal mengurusi pernikahan dari awal hingga akhir.

Dalam masyarakat Bugis Kotabaru, salah satu nilai tradisi yang masih tetap

menjadi pegangan hidup sampai sekarang yang mencerminkan identitas serta

watak orang Bugis Kotabaru, yaitu siri atau harga diri atau budaya malu

(dalam nila-nilai kewarganegaraan).

Uang belanja (dui balanca) atau uang panai (mappaenre duit’)

merupakan uang antaran yang harus diserahkan oleh keluarga pihak laki-laki

kepada keluarga pihak perempuan sebagai biaya dari prosesi pelaksanaan

perkawinan yang sudah disiapkan sebelumnya. Penyerahan uang panai pun

ada beberapa tahapan, ada yang dibayarkan dengan satu kali, ada pula yang

dibayarkan dengan dua kali pembayaran, misalnya setengah pada saat

mappenre dui dan setengahnya lagi dibayarkan pada saat tudang botting (hari

dimana mempelai pria diantar ke kediaman mempelai wanita untuk

melangsungkan akad nikah) bersamaan dengan lempu dan perlengkapan lain

di dalamnya. Penyerahan uang belanja ini juga menelan biaya yang banyak,

dimana keluarga perempuan akan membuat persiapan yang besar untuk

menyambut kedatangan rombongan calon mempelai laki-laki yang akan

membawa uang panai.

Anda mungkin juga menyukai