Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL

TRADISI KUPATAN DI DESA KALIOMBO KECAMATAN SULANG


KABUPATEN REMBANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester Genap

Mata Kuliah: Islam dan Budaya Lokal

Dosen Pengampu : Zainal Arifin, M.S.I

Disusun oleh:

Muhammaad Aziza (2210910055)

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

2023
A. PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak adat dan


kebudayaan. Adat dan kebudayaan itu telah lahir bersama dengan peradaban
masyarakatnya. Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak
dapat diraba atau difoto.1 Adat istiadat adalah kebiasaan dalam masyarakat dan
terjadi secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang panjang dengan
tujuan melestarikan budaya yang telah diturunkan dan diwariskan oleh leluhur
sejak zaman dahulu. Tradisi merupakan bagian dari adat istiadat yang sangat
penting untuk dijaga di era modern seperti ini. Bagi sebagian orang tradisi masih
memegang peranan penting dalam kehidupan di masyarakat dan dapat
mempengaruhi dalam kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan sosial manusia tidak
terlepas dari kebudayaan. Budaya tanpa disadari menjadi jembatan antara manusia
dengan lingkungannya.

Hubungan antara budaya dan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Manusia sebagai pelaku kebudayaan dan budaya itu sendiri objek yang dilakukan
oleh manusia. Sementara itu kebudayaan akan terus ada dalam masyarakat jika
masyarakat menganggap berguna untuk kehidupan mereka, dan sebaliknya
kebudayaan itu akan punah jika masyarakat telah menemui alternatif baru bagi
kehidupan mereka dan menganggap kebudayaan yang lama tidak lagi mempunyai
makna bagi anggota masyarakat. Menurut Roger dan Steinfatt, kebudayaan
merupakan cara dan pola hidup yang total dari sekelompok orang yang berbagi
perilaku, nilai-nilai, norma, dan benda-benda material. 2 Pada dasarnya tradisi
memiliki nilai-nilai yang senantiasa dapat diwariskan, ditafsirkan dan
dilaksanakan seiring dengan proses perubahan sosial kemasyarakatan. Tradisi
tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat, dimana nilai-nilai tradisi merupakan
bukti legitimasi masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman
nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

1
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. (Jakarta : PT.Gramedia Pustaka
Utama, 2015), hal.6
2
A .Liliweri, Pengantar Study Kebudayaan. (Bandung: Nusa Media, 2014), hal. 17
B. PEMBAHASAN
1.Pengertian dan Sejarah Perkembangan Tradisi Kupatan di Desa
Kaliombo
Ketupat memiliki filosofi sama hal nya dengan tradisi-tradisi Jawa yang
lain, yakni kaya akan makna dan filosofis atau tujuan tertentu dari tradisi
tersebut. Agar masyarakat yang menjalankan tradis tersebut dapat tahu arti dan
pesan yang ingin disampaikan dalam setiap ritual-ritual tradisi Jawa, misalnya
tradisi Kupatan.
Pengertian ketupat berasal dari ngaku lepat yaitu saling memaafkan atas
kesalahan pribadi ataupun orang lain. Namun terdapat juga pemahaman bahwa
ngaku lepat dapat diartikan dengan sungkeman atau sungkem kepada orang
yang lebih tua. Yang dimaksud adalah meminta maaf kepada orang tua dengan
memohon keikhlasan dan ampunan. Sehingga sungkeman dapat diartikan
sebagai suatu tradisi yang mengajarkan tentang pentingnya menghormati orang
tua dan memaafkan serta mengikhlaskan atas kesalahan orang lain. Sedangkan
pengertian dari laku papat adalah lebaran, luberan, leburan dan laburan. Arti dari
lebaran adalah menandakan telah berakhirnya puasa. Sehingga, orang yang telah
selesai melaksanakan ibadah puasa baik wajib maupun sunnah akan diampuni
dosa-dosa nya dan kembali kepada fitri (suci). Arti dari luberan adalah meluber
atau melimpah, sebagai simbol kepulian dengan orang lain. Seperti misalnya
dengan melakukan sedekah, zakat ataupun infaq kepada orang-orang yang
berhak menerimanya. Sedangkan arti dari leburan yaitu melebur. Maknanya
adalah setiap pada momen lebaran, setiap orang selalu bersilaturakhim atau
saling memaafkan, sehingga diharapkan pada momen yang fitri tersebut
manusia bisa saling memaafkan antar sesama manusia. 3agar bisa kembali fitri
(suci). Lalu maksud dari laburan yakni berasal dari kata labur atau kapur.

3
Tiyas, Arin Setyoning, And Agus Trilaksana. "Nilai-Nilai Didaktik Dalam Upacara Tradisional
Kupatan Di Desa Durenan Kabupaten Trenggalek Tahun 2010-2019."
2. Makna Dan Pelaksanaan Tradisi Kupatan di Desa Kaliombo

1.Pengajaran saling memaafkan.

Dalam aspek spiritual terdapat pengajaran untuk saling bermaaf-maafan,


makna ini berasal dari kata Kupat yang dalam bahasa Jawa memiliki pengertian
ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat memiliki arti mengakui kesalahan. Bagi
masyarakat jawa ngaku lepat merupakan tradisi sungkeman yang mana sebagai
pengajaran akan pentingnya menghormati orang tua.

2.Pengajaran untuk bersabar dan Ikhlas.

Dalam aspek spiritual terdapat pengajaran yakni untuk bersabar dan ikhlas,
makna ini berasal dari Beras. Oleh karena itu mengapa ketupat di isi dengan beras
putih, hal ini dikarenakan beras putih menandakan nafsu duniawi. 4 Namun
terdapat juga yang berpendapat bahwa kata beras itu diartikan sabar dan ikhlas.
Makna tersebut bertujuan agar orang yang berpuasa baik wajib yaitu puasa
Ramadhan dan puasa sunnah (Syawal) haruslah sabar dan ikhlas semata-mata
hanya kepada Allah SWT.

Berdasarakan wawancara dari salah satu masyarakat desa pelaksanaan


kupatan yaitu pada bulan suro yaitu bulan pertama dalam penaggalan jawa,tradisi
ini biasanya dilaksanakan ditempat suci yaitu dengan tujuan untuk memohon
berkah,berkelimpahan dan keselamatan.

Pelaksanaan tradisi Kupatan juga melibatkan sejumlah persembahan yang


disiapkan oleh masyarakat setempat. Persembahan ini biasanya berupa bunga,
buah, nasi kuning, kue-kue tradisional, serta berbagai macam hidangan khas.
Selain itu, ada pula beberapa perlengkapan seperti payung, bejana atau wadah
untuk menyimpan air suci, serta peralatan upacara lainnya. Ya singkat nya
upacara tersebut dilakukan dipunden dengan beberapa masyarakat dengan
membacakan doa-doa terntentu.

4
Komaruddin Amin dan M Arskal Salim GP, Ensiklopedia Islam Nusantara edisi budaya (Jakarta:
Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementriaan Agama RI, 2018), hal. 213.
3. Nilai-Nilai Sosial dalam Tradisi Kupatan di Desa Kaliombo

1. Nilai Gotong Royong dalam Tradisi Kupatan di Desa Kaliombo

Gotong royong secara umum diartikan sebagai “bekerja bersamasama atau


tolong-menolong, bantu membantu”. Sedngankan pendapat lain diutarakan oleh
Koentjaraningrat mendefinisikan bahwa gotong royong adalah pengerahan tenaga
manusia tanpa bayaran untuk suatu proyek atau pekerjaan yang bermanfaat bagi
umum atau berguna bagi pembangunan. Sedangkan Eric Wolf dikenal dalam
istilahnya Peasant Community yang memiliki arti bahwa kehidupan gotong
royong banyak ditemukan pada masyarakat yang berakar pada tradisi pertanian
pedesaan atau agraris. Ia berpendapat bahwa gotong royong menjadi cara hidup,
bertahan hidup, dan berelasi di dalam masyarakat agraris yang berbentuk
masyarakat paguyuban atau yang dikenal dengan masyarakat gemeinschaft oleh
Ferdinand Tonnies.5

Tradisi Kupatan membutuhkan gotong royong pada pelaksanaannya,


dimana pelaksanaannya pada waktu yang sudah ditentukan di setiap tahunnya.
Tradisi Kupatan dibantu langsung oleh masyarakat yang merupakan bentuk dari
gotong royong yang kuat, tanpa diarahkan akan saling bantu-membantu, hal ini
dikarenakan tradisi ini sudah berjalan dari tahun ke tahun sehingga sudah menjadi
kebiasaan bagi masyarakat di desa Kaliombo. Hal ini menguatkan teori yang
dikemukakan oleh Meta Rolitia, Yani Achdiani, Wahyu Eridiana dalam jurnalnya
“Nilai Gotong Royong untuk Memperkuat Solidaritas dalam Kehidupan
Masyarakat Kampung Naga.” Ia mengemukakan bahwa yang berkaitan dengan
nilai dalam gotong royong tentunya terkandung banyak nilai didalamnya, dan
yang menjadi paling dominan adalah nilai kebersamaan.

Masyarakat menjadikan gotong royong sebagai pedoman hidup dalam


melaksanakan peran dan tugasnya dikarenakan terdapat nilai nilai dalam gotong
royong yang mengarah pada nilai kebersamaan, dan tentunya memberikan makna
pada setiap kegiatannya, sehingga masyarakat dapat merasakan rasa kebersamaan
yang kuat dengan bergotong-royong. Nilai kebahagiaan merupakan salah satu
nilai yang ada dalam gotong royong, selain nilai kebersamaan. seperti misalnya,
tolong menolong dan kerja bakti diantara masyarakat.6

5
Subagyo, “Pengembangan Nilai dan Tradisi Gotong Royong dalam Bingkai Konservasi Nlai
Budaya”, dalam Indonesian Journal of Conservation, Vol. 1, No. 1, Juni 2012, ISSN: 2252- 9195,
hal. 63
6
Meta Rolitia, Yani Achdiani, Wahyu Eridiana, Nilai Gotong Royong untuk Memperkuat Solidaritas
dalam Kehidupan Masyarakat Kampung Naga, hal. 8
4. Nilai Solidaritas Sosial dalam Tradisi Kupatan di Desa Kaliombo

Adanya keselarasan tindakan antara anggota masyarakat yang ada di Desa


Durenan dapat mewujdkan rasa solidaritas. Bagi sebagian masyarakat
bersosialisasi dengan orang lain tidaklah selalu menyenangkan dan mudah, tetapi
akan lebih indah jika dapat saling memahami dan mengerti satu sama lain serta
memiliki keinginan untuk saling memberikan semangat kepada satu sama lain
tanpa adanya egoisme. Masing-masing manusia pasti memiliki kepribadian yang
berbeda-beda. Adanya perbedaan dalam masyarakat bukanlah dijadikan untuk
sebuah masalah, namun menjadikan perbedaan tersebut agar dapat disatukan
melalui kerja sama sehingga dapat saling melengkapi. Seperti yang berlaku dalam
tradisi Kupatan, terdapat nilai solidaritas dalam tradisi ini menunjukkan
kekompakkan antar anggota masyarakat di desa Durenan berdasarkan rasa saling
percaya dan adanya tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat serta adanya rasa
kesetiakawanan dan rasa sepenanggungan dalam pemenuhan kebutuhan sosial.

5. Nilai Sedekah dalam Tradisi Kupatan di Desa Kaliombo

Tradisi Kupatan memiliki makna yang melekat didalamnya yaitu berbagi


dengan sesama yang di ambil dari salah satu nasehat Sunan Drajat yaitu
“menehono mangan marang wong kang luweh” yang memilki arti bahwa berilah
makan kepada orang yang lapar. Oleh karena itu, meskipun tamu yang berkunjung
kerumah sangat banyak pada waktu perayaan Kupatan, tidak lantas membuat
mereka terbebani. Justru semakin banyak tamu yang datang kerumah mereka
untuk menikmati hidangan ketupat yanyg sudah disiapkan, mereka menyakini
akan semakin banyak pula berkah yang mreka dapatkan.7 Dalam jurnalnya yang
berjudul “Pendidikan Nilai-Nilai Sosial bagi Anak dalam Keluarga Muslim (Studi
Kasus di RT Dukuh Papringan Catur Tunggal Depok Sleman Yogyakarta)”,
Zakiyah Kholidah mengemukakan bahwa sedekah merupakan perwujudan dari
nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Sedangkan nilai sosial sendiri memiliki
pengertian mengenai gambaran apa yang diinginkan, yang pantas, berharga, dan
dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut. Kasih
sayang atau love dengan sesama manusia ditunjukkan dalam nilai-nilai sosial.8

7
Yaspis Edgar N. Funay, Indonesia dalam Pusaran Masa Pandemi: Strategi Solidaritas Sosial
Berbasis Nilai Tradisi Lokal, dalam Jurnal Sosiologi Agama Indonesia, Vol. 1, No. 2, 107- 120, Juli
2020, hal. 108
8
Zakiyah Kholidah, “Pendidikan Nilai-Nilai Sosial bagi Anak dalam Keluarga Muslim (Studi Kasus di
RT Dukuh Papringan Catur Tunggal Depok Sleman Yogyakarta)”, dalam AlHikmah Jurnal Studi
Keislaman, Vol. 3, No. 1, Maret 2013, hal. 91.
6. Tanggapan Masyarakat Desa Durenan terhadap Tradisi Kupatan

Tradisi Kupatan merupakan salah satu tradisi Islam Jawa yang masih tetap
dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya. Tradisi ini menjadi salah satu
simbol silaturakhim antar umat Islam, meskipun dahulu kupatan menjadi salah
satu tradisi yang dilakukan oleh orang-orang yang beragama Hindu ketika
menjalankan ritual terhadap roh anak-anak kecil Tradisi ini terus tumbuh dan
dilestarikan oleh masyarakat karena terdapat nilai kebaikan didalamnya. Salah
satunya berasal dari makna tradisi Kupatan yakni ngaku lepat yang berarti
mengaku salah. Tradisi ini mengajarkan masyarakat untuk saling maaf dan
memafkan terhadap orang lain, mengakui segala kesalahan baik yang dilakukan
secara sengaja ataupun tidak disengaja.

Sehingga dengan adanya tradisi ini dapat menciptakan kerukunan dalam


masyarakat.Mereka saling berkumpul dan saling bertanya satu dengan yang
lainnya, terkait pekerjaan, pendidikan ataupun kehidupan masing-masing.
Kemudian dilanjutkan sengan selametan ketupat yang menjadi wujud rasa syukur
kepada Allah SWT dan juga sebagai puncak karena telah usainya melaksanakan
berpuasa sunnah di bulan Syawal. Dengan adanya tradisi ini tidak membebani
masyarakat. bahkan dengan keinginannya sendiri mereka mengadakan open house
di rumah masing-masing. Masyarakat menerima siapa saja yang berkunjung ke
rumah mereka tanpa memandang agamanya, warga mana, ataupun tamu khusus.
Dengan kata lain, tradisi Kupatan di desa Durenan ini mendorong sesorang untuk
lebih mengutamakan prinsip-pinsip kearifan lokal, bukan hanya menunjukkan
wajah dan orientasi agama, namun juga berwajah dan berorientasi sosial.
Sebagaiman yang terjadi dalam masyarakat Jawa dalam praktik tradisi lokal yang
sudah mengalai akulturasi dengan budaya Islam. Adanya peleburan antara agama
dan status sosial.9

Dalam kehidupan bermasyarakat sudah pasti terdapat beragam sifat dan


karakter di didalamnya. Namun dengan adanya tradisi Kupatan ini dapat
menyatukan masyarakat. Hal ini tercipta dikarenakan adanya rasa solidaritas
dalam mempertahankan tradisi ini, rasa kebersamaan, dan terutama gotong royong
dalam menghadapi sebuat permasalahan, seperti misalnya dalam tradisi Kupatan,
masyarakat saling bahu membahu membuat ketupat, baik yang dilakukan antar
sesama keluarga atau pembuatan Kupatan massal yang diadakan oleh warga
masyarakat Durenan. Semuanya saling bergotong royong untuk mencapai tujuan
bersama yakni terselenggaranya pelaksanaan tradisi Kupatan dengan baik.

7. Tradisi Kupatan Dalam Perspektif Islam


9
Subagia, Rizky. Makna Tradisi Kupatan Bagi Masyarakat Desa Paciran Kecamatan Paciran. BS
thesis. 2019.
Kupatan, juga dikenal sebagai khitanan atau sunat, adalah tradisi yang
melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh kulup dari penis pada anak laki-
laki. Dalam perspektif Islam, sunat merupakan sunnah atau tindakan yang
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Pertama-tama, penting untuk dicatat bahwa sunat tidak diwajibkan dalam


agama Islam, tetapi dianjurkan sebagai tindakan sunnah. Hal ini berarti bahwa
sunat merupakan suatu tradisi yang sangat dianjurkan dan disunnahkan, namun
tidak mengakibatkan dosa jika seseorang memilih untuk tidak melakukannya.

Sunat dalam Islam memiliki dasar hukum dalam beberapa hadis yang
mengacu pada tindakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadis yang
sering dikutip adalah hadis riwayat Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda, "Hanifkanlah diri kalian dan berbedakkanlah kalian,
tetapi jangan berlebih-lebihan sebagaimana umat sebelum kalian berlebih-
lebihan." Hadis ini menunjukkan bahwa sunat adalah tindakan yang dianjurkan,
tetapi harus dilakukan dengan penuh kewajaran. Selain itu, sunat juga dianggap
memiliki manfaat kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sunat dapat
mengurangi risiko infeksi saluran kemih, infeksi menular seksual, serta beberapa
penyakit pada organ reproduksi pria. Meskipun manfaat kesehatan ini bisa
menjadi pertimbangan dalam melakukan sunat, tetapi tetap penting untuk diingat
bahwa sunat dalam Islam adalah tindakan keagamaan yang didasarkan pada
tindakan sunnah Nabi Muhammad SAW.10

Dalam praktiknya, proses sunat biasanya dilakukan oleh ahli sunat atau dokter
yang berpengalaman, dengan memastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan
secara steril dan aman. Sunat sering kali dilakukan pada saat anak laki-laki masih
bayi atau pada usia dini. Namun, beberapa orang memilih untuk melakukan sunat
pada usia yang lebih dewasa, tergantung pada kebiasaan budaya dan preferensi
individu. Dalam kesimpulannya, sunat dalam perspektif Islam adalah tradisi yang
dianjurkan berdasarkan sunnah Nabi Muhammad SAW. Meskipun tidak
diwajibkan, sunat dianggap memiliki manfaat kesehatan dan dijalankan dengan
penuh pertimbangan agama dan kebiasaan budaya. Penting bagi individu dan
keluarga untuk mempertimbangkan informasi medis dan memastikan proses sunat
dilakukan dengan aman dan steril.

10
Hikmalisa, Hikmalisa. "Dominasi Habitus dalam Praktik Khitan Perempuan di Desa Kuntu
Darussalam Kabupaten Kampar Riau (aplikasi Praktik Sosial Pierre Boudieu Dalam Living
Hadis)." Jurnal Living Hadis 1.2 (2016): 324-373.
8. Tantangan Dan Solusi Dalam Melaksanakan Tradisi Kupatan

Tradisi kupatan adalah suatu perayaan atau ritual yang dilakukan oleh
masyarakat tertentu. Tantangan yang mungkin dihadapi dalam melaksanakan
tradisi kupatan dapat bervariasi tergantung pada konteks budaya, kepercayaan,
dan lingkungan sosial masyarakat tersebut.11 Berikut adalah beberapa tantangan
umum yang mungkin muncul serta beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan:

1.Tantangan perizinan: Ada kemungkinan bahwa melaksanakan tradisi


kupatan memerlukan perizinan atau izin dari otoritas lokal. Tantangan ini dapat
muncul jika tradisi tersebut melibatkan penggunaan tempat umum atau memiliki
dampak signifikan pada lingkungan sekitarnya.

Solusi: Mengidentifikasi persyaratan perizinan yang tepat dan berkomunikasi


dengan otoritas terkait untuk memperoleh izin yang diperlukan sebelum
pelaksanaan tradisi. Mempersiapkan dokumen dan informasi yang diperlukan
untuk memenuhi persyaratan perizinan.

2. Tantangan logistik: Tradisi kupatan mungkin melibatkan koordinasi logistik


yang rumit, seperti transportasi, penyediaan makanan dan minuman, atau
persiapan tempat acara.

Solusi: Membuat perencanaan logistik yang matang dan mengalokasikan


sumber daya dengan baik. Mengidentifikasi dan mengatasi potensi masalah
logistik sebelum acara dimulai, seperti menyewa kendaraan, merencanakan rute
transportasi, dan berkoordinasi dengan penyedia makanan atau pemasok.

3.Tantangan pemeliharaan tradisi: Beberapa tradisi kupatan mungkin


berhubungan dengan aspek kepercayaan, keagamaan, atau budaya tertentu yang
dapat berhadapan dengan perubahan sosial atau modernisasi.

Solusi: Mengedukasi masyarakat tentang nilai dan pentingnya tradisi tersebut.


Mendorong partisipasi aktif dari generasi muda untuk mempertahankan dan
mewariskan tradisi kepada generasi berikutnya. Menyelenggarakan acara yang
terkait dengan tradisi kupatan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi
masyarakat terhadap tradisi tersebut.

11
Herawati, Nanik. "Lebaran Menjadi ‘Magnet’untuk Mudik Bagi Masyarakat
Jawa." Magistra 27.93 (2015).
C. KESIMPULAN

Kesimpulan mengenai tradisi kupatan dapat bervariasi tergantung pada


konteks dan perspektif yang digunakan. Namun, menurut kesimpulan umum
yang dapat saya ambil dari tradisi kupatan adalah sebagai berikut:

1. Nilai Agama: Tradisi kupatan umumnya terkait dengan agama Islam


dan menjadi bagian penting dari budaya dan identitas umat Muslim.
Kupatan merupakan salah satu kewajiban agama yang dilakukan oleh
laki-laki Muslim sebagai bagian dari ajaran Islam.

2. Kepedulian Komunitas: Tradisi kupatan sering kali dirayakan secara


bersama-sama oleh keluarga dan komunitas. Upacara ini menjadi
momen untuk mengumpulkan sanak saudara, tetangga, dan teman-
teman dalam ikatan kebersamaan dan solidaritas yang erat.

3. Warisan Budaya: Tradisi kupatan telah ada sejak lama dan menjadi
bagian dari warisan budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Melalui upacara ini, nilai-nilai dan praktik-praktik tradisional yang
berharga dapat dilestarikan dan diteruskan kepada generasi mendatang.

Anda mungkin juga menyukai