Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

NILAI DAN KEPERCAYAN MASYARAKAT TONJONG TERHADAP RITUAL DI

BALIK SESAJI PUPUTAN.

Pada bab empat ini, penulis akan mencoba membahas tentang nilai dan kepercayaan

masyarakat Tonjong terhadap ritual dibalik sesaji Puputan. Cangkupannya mengenai pengertian

nilai, pengertian kepercayaan dan prosesi upacara puputan.

A. Nilai dan Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat Cirebon sangat memperhatikan perkembangan pribadi manusia. Perhatian

tersebut terungkap dalam berbagai upacara tradisi adat yang berkaitan dengan siklus kelahiran

bayi yang di mulai sejak individu berada dalam rahim ibunya hingga beranjak baliqh. Upacara

yang berhubungan dengan siklus kelahiran diantaranya upacara tradisi puputan.1

Kebudayaan mencangkup keyakinan dan nilai yang dianut masyarakat yang

mempengaruhi perilaku mereka dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari

alam sekelilingnya. Seperti kepercayaan masyarakat dalam nilai solidaritas, hubungan itu

menjelma menjadi cinta, mengargai orang lain, dan merasakan kepuasaan ketika membantu

maka manusia mengenal nilai solidaritas. Dalam masyarakat Tonjong rasa saling mengahragi

dan membantu satu sama lain dalam prosesi acara puputan masih terikat kuat.2

Nilai sering dikatakan dengan keyakinan atau kepercayaan. Keyakinan dapat berisi

kepercayaan-kepercayaan bahwa suatu argumentasi disebut benar. Seperti memahami acara

ritual dalam puputan yang memiliki kepercayaan terhadap nilai yang positif tidak
1
Mohamad Sugianto Prawiraredja, CIREBON (Falsafah, Tradisi, dan Adat Budaya),
Jakarta:Percetakan Neagara Republik Indonesia, 2005, hlm:154
2
M.Munandar Sulaiman, Ilmu Budaya Dasar, Bandung:PT Refika Aditama, 1987,hlm:10
membahayakan dan menyimpang. Nilai-nilai budaya yang tertanam dalam sistem kepercayaan

dan keyakinan manusia terhadap lingkungan masyarakat. Nilai budaya yang tertanam dalam

masyarakat desa Tonjong seperti tradisi puputan yang masih kental memahami rirual-ritual

masyarakat percaya sebagai simbol suatu bentuk budaya yang masih tertanam.3

Suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan

manusia. Sistem nilai budaya kuatnya meresap dan berakar didalam jiwa masyarakat sehingga

sulit diganti atau diubah dalam waktu yang singkat. Sistem nilai budaya dalam masyarakat

menyangkut masalah-masalah pokok bagi kehidupan manusia yang disepakati dan tertanam

dalam masyarakat. Budaya bisa berkembang dengan seiringnya waktu yang berjalan dengan

terdapat berbagai unsure, termasuk sistem agama, politik, dan adat istiadat. Budaya tidak dapat

terpisahkan dalam kehidupan manusia.4

Masyarakat dan kebudayaan dimanapun masyarakat dapat pula diartikan sebagai

sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap disuatu tempat yang memiliki kebudayaan

dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara dengan orang yang lainnya. Setiap

masyarakat akan menghasilkan kebudayaan masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi

masyarakat tersebut, setiap masyarakat ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati

setiap kebudayaan yang ada dimasyarakat.

Nilai mengacu pada sesuatu yang oleh manusia dan masyarakat di pandang sebagai

yang paling berharga. Dengan perkataan lain nilai berasal sikap manusia terhadap alam semesta

dan terhadap sesamanya. Nilai ritual puputan dalam masyarakat Tonjong membentuk suatu yang

menentukaan suasana kehidupaan kebudayaan dalam tradisi puputan.

3
M.Munandar Sulaiman, ibid hlm: 20
4
M.Munandar Sulaiman, ibid hlm:26
Nilai ritual di balik sesaji puputan kombinasi antara kepercayaan masyarakat

terhadap bahan-bahan yang merupakan hasil warisan nenek moyang budaya sunda yang masih

dipercaya oleh masyarakat desa Tonjong dengan bentuk suatu rasa syukur manusia terhadap

Allah yang telah memberikan seorang bayi yang di titipkaan kepada manusia .5

Kepercayaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia beroprasi.

Kepercayaan bisa berupa pandangan-pandangan tentang masa lampau, bisa berupa tentang

masa sekarang. Kepercayaan menjelaskaan apa itu sesuatu, penulis menggambungkan dengan

kepercayaan masyarakat Tonjong terhadap ritual dibalik sesaji, puputan dalam prosesi upacara.

Mereka percaya bahwa bahan-bahan yang digunakan memiliki nilai yang positif tidak

mengganggu kesehatan pada bayi aman untuk digunakan.6

Setiap prosesi upacara ritul puputan terdapat bahan-bahan yang unik dan aneh

menurut paraji (dukun bayi), tetapi memiliki makna disetiap bahan-bahan yang dipakai tidak

akan berbahaya pada bayi. Karena bahan yang dipakai merupakan hasil warisan para leluhur

sejak zaman dulu. Seperti bahan yang terdiri dari kemenyan arab, bubur bodas, bubur beureum,

bunga 7 rupa, kendi untuk mengubur ari-ari, bambu kecil, kaca, sisir dan lain-lain, sudah mereka

percayai yang terpenting dalam suatu tradisi menghasilkan suatu kebudayaan dan manfaat yang

sangat berarti bagi kelangsungan hidup di masyarakat. Sehingga tidak mengubah esensi yang

terkandung didalamnya. Kebisaan masyarakat di desa Tonjong dalam melakukan tradisi puputan

dengan memakai sesaji bahwa ini membuktikan mereka masih melestarikan budaya dan

menghargai tradisi para leluhur.7

5
Rafael Raga Maran, Manusia Dan Kebudayaan dalam Persepektif Ilmu Budaya Dasar,
Jakarta:PT Rineka Cipta, 2000, hlm: 40
6
Ibid hlm: 41
7
Hasil wawancara bersama dukun bayi ibu Sikin Pkl. 16.57 Jum’at, 30 Desember 2016, bertempat
di depan Rumah.
Ritual merupakan trasformasi simbolis dan pengalaman-pengalaman yang tidak

dapat diungkapkan dengan tepat oleh media lain. Karena berasal dari kebutuhan primer manusia,

maka ia merupakan kegiatan yang spontan dalam arti betapapun peliknya ia lahir tanpa niat,

tanpa disesuaikan dengan suatu tujuan yang disadari, pertumbuhannya tanpa rancangan polanya

bener-bener alamiah.8

Secara sosilogis dalam interaksi budaya masyarakat desa Tonjong, bisa

digolongkan masyarakat yang asosiatif. Mereka memiliki sifat akomodatif dan akulturatif

terhadap budaya lokal yang telah diyakini. Oleh karena itu beberapa taridisi sunda seperti

selametan untuk menyambut kelahiran bayi berupa tujuh bulanan juga dilakukan oleh

masyarakat desa Tonjong.9

Upacara merupakan aktivitas yang dilakukan waktu-waktu tertentu. Upacara dapat

dilakukan untuk memperingati penyambutan kelahiran bayi atau pemberian nama pada jabang

bayi bisa dilakukan pada saat tali puput puset (terlepas tali puser) pada saat bayi berumur tujuh

hari.10

Apabila ada seorang wanita yang melahirkan baik di rumah atau di rumah sakit , maka

seluruh sanak saudara, handai taulan, tetangga berdatangan untuk menengok dan menyambut

kedatangan bayi dengan penuh kegembiraan. Selain untuk mengabarkan keselamatan ibu dan

bayi, kedatangan saudara atau tetangga untuk mempersiapkan selamatan puputan bayi. Pada

malem kelahiran para saudara atau tetangga lek-lekan atau tidak tidur semalem suntuk di rumah

ibu yang melahirkan.11

8
Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama (Suatu Pengenalan Awal), Jakrta:PT RajaGrafindo Persada,
1985, hlm:76.
9
Thomas F.O’Dea, ibid hlm:77
10
. Mohammed Sugianto Prawiraredja, CIREBON (Falsafah, Tradisi, dan Adat Budaya),
Jakarta:Negara Republik Indonesia, 2005, hlm: 154.
11
.Nanik Herawati, Mutiara Adat Jawa, Kelaten:Intan Parawira, 2010, hlm: 48.
B. Upacara umum ritual puputan dalam tradisi sunda relasi agama dan budaya di

desa Tonjong Kecamatan Pasaleman Kabupaten Cirebon di antaranya:

a. Rupus paut (menyiapkan sesaji makanan), seperti nasi tumpeng artinya supaya sang bayi

mempunyai cita-cita yang tinggi, ayam bekak (ayam utuh ), bubur bodas (bubur putih),

bubur beureum ( bubur merah) makna filosofisnya di dalam tubuh manusia terdapat sel

darah putih dan sel darah merah, peupeteuk (ikan asin) makna filosofisnya supaya

manusia tau kalau didalam kehidupan tidak selalu mulus tapi kadang kala ada cobaannya

juga, kopi hitam makna filosofisnya agar sang anak mengerti bahwa didalam kehidupan

ada aja cobaannya, dan jajanan pasar makna filosofisnya agar sang anak mampu

menghadapi berbagai macam rintangan yang dihadapai dalam kehidupan.

b. Ritual memandikan bayi yang disiapkan oleh dukun bayi, dengan disiapkan air hanget

yang dikasih bungan 7 rupa dan uang receh. Makna filosofis yaitu bahwa langit terdiri

dari 7 lapis dan bunga supaya nama anak tersebut mengharumkan bangsa

membanggakan orang tua, uang receh yang artinya agar bayi tersebut nanti suatu saat

hidupnya dapat mendapatkan rezeki yang banyak dan tidak susah dalam hidupnya.12

12
. Wawanacra bersama dukun bayi ibu Sikin, Pkl. 15.25, 20 Mei 2016, bertempat di halaman
rumah ibu Sikin.
Gambar.1. Memandikan bayi.

c. Ritual ngayun (bikin ayunan) oleh paraji (dukun bayi) yang di atas ayunan dikasih

benang dengan berbagai macam makanan seperti ceker ayam makna filosofis supaya

bayi itu kedepannya bisa melangkah kepada hal kebaikan, cabe merah yang artinya bisa

menjaga perkataan-perkataan yang dilontarkan, kupat leupeut (ketupat) makna filosofis

yaitu selalu mengikatkan tali silaturahim kepada saudara dan tetangga. Selanjutnya di
atas selimut bayi dikasih kaca artinya agar sang bayi kedepannya selalu intropeksi diri

apa kekurangan dan kelebihannya, al-qur’an kecil (juz amma) makna filosofis yang

artinya agar bayi menjadi anak yang soleh pinter mengaji, sisir artinya untuk kerapihan.

d. Menguburkan ari-ari oleh sang ayah, seumpama bayi itu perempuan sang ayah harus

didandani, makna filosofis menguburkan ari-ari yaitu, supaya anak perempuannya

cantik, sedangkan bayi laki-laki sang ayah memakai peci agar sang anak menjadi anak

yang soleh dan rajin shalat.

e. Membagikan parawenteun (membagikan makanan) kepada tetangga-tetangga artinya

agar selalu berbagi kepada sesama dan jangan pelit.

C. Selametan bayi yang di laksanakan ba’da ashar.13

Selametan adalah sebagai salah satu bentuk aktualisasi pemahaman agama yang

umum di masyarakat disamping ibadah formal lainnya. Bagi masyarakat desa Tonjong,

selametan dilakukan ketika menyambut momen-momen tertentu yang dianggap penting.

Menyambut kelahiran bayi dimulai pada bulan pertama kehamilan, ketiga dan kemudian

dilanjutkan pada bulan ketujuh diadakan selametan dengan format dan jenis kegiatan

sesuai selera dan kemampuan. Saat bayi lahir, sebagaimana sunnah Nabi yang

menganjurkan agar dilantunkan suara adzan ditelinga kanan dan iqamah ditelinga kiri

oleh sang ayah yang memiliki arti agar sang anak selalu inget keapad Allah yang

menciptakannya.14

Acara selametan biasanya diiringi dengan marhabanan, lagu puji-pujian

menyambut kelahiran Nabi Muhamad SAW. Dalam acara tersebut sang anak dibungkus

13
. ibid Wawanacara ibu Sikin.
14
.Ahmad Kholil, Agama Kultural Masyarakat Pinggiran, Malang:UIN-MALIKI PRESS, 2011,
hlm, 34.
kain selimut dan dibedong oleh seorang sesepuh yang memotong rambut sang bayi, dan

selanjutnya beredar ke orang-orang sekitarnya yang mengikuti marhabanan, tradisi ini

dimaksudkan agar sang anak menjadi seorang tokoh agama.15

D. Orang-orang yang terlibat dalam ritual puputan.

Kepentingan bersama berdasarkan manusia sebagai makhluk sosial yang ingin

memenuhi kebutuhan bersama. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.

Didalam diri manusia terdapat dua kepentingan yaitu, kepentingan individual dan

kepentingan bersama. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga

masyarakat. Didalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin dapet hidup sendiri

atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun manusia memiliki kedudukan dan

kekayaan, mereka selalu membutuhkan bantuan manusia orang lain. Seperti halnya

tradisi puputan yang melibatkan banyak orang untuk berlangsungnya acara sampai

selesai.16

Budaya puputan merupakan budaya yang masih kental di desa Tonjong, budaya

puputan bukan budaya tahunan atau bulanan tetapi budaya ini merupakan budaya yang

dilakukan setiap ada kelahiran bayi maka dilakukan budaya puputan di desa Tonjong.

Budaya puputan menggambarkan kebersamaan yang diciptakan masyarakat sebagai

bentuk solidaritas antar tetangga yang ingin saling membantu dalam melakukan upacara

puputan.17

Pihak yang terlibat dalam upacara puputan adalah orang tua bayi yang

melahirkan, bayi yang harus dipuput, terutama yang berperan penting dalam berjalannya

15
Mohamad Sugianto prawiraredja, CIREBON, Falsafah, Tradisi, dan Adat Budaya, Jakarta:Negara
Republik Indonesia, 2005. Hlm:154.
16
Rusmin Tumanggor, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta:2010, hlm:54-55
17
. Wawancara dengan salah seorang masyarakat desa Tonjong yaitu ibu Emah pada tanggal 22
Desember 2016 pukul 10.19 WIB bertempat di Rumah.
acara puputan dari mulai awal sampai selesai yaitu dukun bayi, tetangga dan sanak

saudara. Keterlibatan warga bukan hanya pada hari pelaksanaan saja, tapi juga sebelum

acara mereka sudah mempersiapkan beberapa kebutuhan yang berhubungan dengan

acara puputan tersebut. Dengan demikian sebagai sosial perlu tumbuh dan berkembang

dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan sejak lahirpun manusia sudah disebut sebagai

makhluk sosial.18

E. Perbedaan Puputan Seumpama di Desa Tonjong Ada dan Tidak Ada.

Masyarakat desa Tonjong sudah bertahun-tahun melakukan budaya puputan,

mereka menganggap budaya ini sudah sebagai kehidupan mereka. Mungkin saja jika

budaya puputan ditiadakan di desa Tonjong Kecamatan Pasaleman tidak ada yang

namanya rasa solidaritas yang kuat antar tetangga atau sanak saudara, bahkan tidak ada

ritual upacara untuk bayi. Bayi yang baru lahir tidak ada prosesi-prosesi ritual puputan.

Masyarakat desa Tonjong menganggap ada sesuatu yang kurang jika mereka tidak

melakukan budaya puputan karena budaya ini sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang

mereka terlebih dahulu. Adanya puputan bisa menghasilkan rasa saling berbagi antar

tetangga seperti diadakan puputan ada sebuah ritual parawenten ( membagikan nasi

sama lauknya) kepada tetangga. Ritual ini mewujudkan saling berbagi rezeki dan

selametan makanan kepada tetangga. 19

F. Waktu Penyelenggaraan Puputan.

Upacara puputan dilaksanakan setelah bayi berumur 5 sampai 7 hari saat tali puser

bayi mengering dari sendi usus perut bayi maka dilaksanakan puputan bayi. Waktu

18
.Ibid wawancara dengan ibu Emah.
19
. Wawancara dengan ibu Sikin salah seorang dukun bayi di desa Tonjong, pada tanggal 15 Desember
2016 pukul 16.12 WIB, bertempat di Rumah.
dilaksanakan puputan biasanya pagi sampai sore hari sesudah selametan bayi. Tempat

penyelengaraan puputan dilaksanakan ditempat orang tua bayi yang melahirkan. Situasi

dalam proses upacara puputan seperti tanggapan ibu bayi, tetangga dan sanak saudara

ketika upacara berlangsung mereka sangat menikmati dan menghargai prosesi

berjalannya upacara sampai selesai. Harapan mereka kepada sang bayi, agar bayi yang

dilahirkan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan menjadi generasi yang

bermanfaat.20

G. Sesaji upacara puputan

Masyarakat Tonjong Kecamatan Pasaleman Kabupaten Cirebon masyarakat yang

masih memegang teguh budaya. Sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT,

sebagian diwujudkan ritual sesajen dalam budaya puputan pada masa kelahiran bayi.

Simbol ritual dipahami sebagai perwujudan artinya sebagai manusia merupak tajjali,

atau yang tidak dapat terpisahkan dari Tuhan. Sebelum memulai acara puputan terlebih

dahulu harus memnpersiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Bahan-bahan yang

diperlukan sebagian terdiri dari sesajen makanan dan perlengkapan bayi yang terdiri

dari:

a. Sesajen yaitu, kopi pahit, kopi manis, air panas yang di kasih bunga, teh pahit, teh

manis, air kawah (wedang kawak), panglay, seureuh, sirih nyeupah, kemenyan arab,

besi yang di bakar, uang seribu. Sesajen yang di siapkaan merupakan syarat untuk

melakukan acara ini, sesajen ini wajib harus ada.

b. Sesajen makanan yaitu: bakak ayam (ayam goreng yang masih utuh), kupat leupeut,

tang tang angin, lalaban mentah, sambel seureuh, ceker ayam, ikan asin peupeuteuk,
20
.ibid wawancara bersama ibu Sikin.
bawang merah, cabe ijo, tumpeng sama lauk dan lalaban,bubur bodas (bubur warna

putih), bubur bereum (bubur warna merah).

c. Perlengkapan bayi yang terdiri dari: air hangat yang di masukaan ke bak yang di beri

bunga 7 rupa dan uang koin, sisir, kaca, bedak, baju dan celana bayi, beunag kanteuh

(benang kasur) yang akan di ikatkaan ke kaki dan tangan pada bayi, kendi yang

atasnya dikasih bambu kecil, makna filosofis yang artinya supaya pernafasan bayi

lancar.21

Semua sesajen yang terdapat didalam ritual tradisi puputan dipercaya oleh

masyarakat desa Tonjong sebagai bahan-bahan yang tidak akan membahayakan sang

bayi.

Berbagai macam sesaji dalam acara ritual puputan harus ada dan tidak boleh

terlewatkan. Macam sesaji tersebut adalah sajen, sajen tersebut harus disajikan di

bawah ayunan sang bayi sebagai bentuk dari ritual bikin ayunan bayi.22

H. Tujuan upacara Puputan.

Tujuan upacara puputan bisa untuk memberi nama pada sang bayi sebagai bentuk

pengenalan bagian dari kehidupan sosial sosial masyarakat. Dan juga untuk mendokan

bayi supaya bayi terhindar marabahaya dan terhindar atau selamat dalam perjalanan

hidup bisa juga sebagai mempererat ajang silaturahmi antar tetangga.

Dalam tradisi masyarakat desa Tonjong, bayi yang lahir harus diberi nama ketika

usia sang bayi menginjak 7 hari, sebagai tanda bahwa ia telah menjadi bagian dari

kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat desa Tonjong menyebut tradisi ini dengan

21
. ibid wawancara bersama ibu Sikin.
22
. Ibid wawancara bersama ibu Sikin salah seorang dukun bayi.
sebutan puputan. Bagi tetangga dekat atau saudara akan turut membantu persiapan

dengan yang berhubungan dengan sajian konsumsi yang diperuntukan bagi tamu

beberapa hari sebelum acara dimulai. Masyarakat desa Tonjong melakukan ini sebagai

wujud rasa persaudaraan dan solidaritas yang kuat saling membantu.23

Tali puser bayi dapat mengering dan lepas dalam waktu yang berbeda-beda.

Apabila puser sudah mengering sudah kering dan puput, maka diadakan selametan bayi.

Tali puser yang lepas dan mengering harus disimpen segera disimpen baik-baik, jangan

sampai dibuang.24

Tali pusar bayi kemudian dibungkus dengan kain, dimasuken kedalam sebuah

kendi, lalu di kubur diluar oleh sang ayah. Penguburan tali pusar bayi adalah perkara

yang serius. Seorang perempuan pernah mempermasalahkan kematian anaknya, yang

kejang-kejang terkena sawan selama empat puluh hari, pada kelalian sang dukun

membuhkan garam ketika penguburan tali pusarnya dilakukan. Akibatnya, benda itu

bangkit lagi dan bayi itupun mati. Tali pusar yang keluar sesudah kelahiran dianggap

sebagai adik spiritual. Selama tiga puluh lima hari pertama mereka tinggal didekat sang

bayi untuk melindungi dari penyakit, yang pertama penyakit datang dari bumi,

sedangkan yang kedua terhadap penyakit yang datang dari langit.25

Kepercayaan masyarakat meletakan bayi pada sebuah meja rendah dengan cara

menggebrak meja tiga kali untuk mengejutkan sang bayi, agar sang bayi dengan kejutan

serupa dan kemudian hari tidak gampang jatuh sakit. Kejutan mendadak memang

23
. Ahmad Kholil, Agama Kultural Masyarakat Pinggiran, Malang:UIN-MALIKI PRESS, 2011,
hlm:35.

24
.Nanik Herawati, Mutiara Adat Jawa, Kelaten:Intan Parawira, 2010, hlm:48
25
.Clifford Geertz, Abangan, The Religion of Java, diterj. Aswab Mahasin, Abangan, Santri, Priyai,
dalam Masyarakat Jawa, (Pustaka Jay:Jakarta Pusat, 1989), hlm:58
dianggap sebagai penyangkal dari berbagai penyakit pada anak-anak. Saat itu juga,

dukun bayi memperkenalkan sang bayi dalam kehidupan.26

Dukun bayi mengucapkan ketika menggebrak meja sebagai berikut:

Dengan nama Tuhan, yang pengasih dan penyayang

Bermaksud mengejutkan bayi ini.

Dilahirkan dari rahim ibunya

Jabang bayi (katanya kepada bayi itu), hadiah apa yang kubawa?

Badan dan nafas (kesehatan bayi)

Dan kewajiban agama yang sudah ditetapkan (yakni Islam)

Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhamad adalah Rasul-Nya

Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah.

Kemudian menggebrak meja tiga kali dengan telapak tangannya mengucapkan

syahadat dalam bahasa Arab.27

Bayi yang masih berusia dua hari sampai tujuh hari harus dijaga ketat oleh sang

ayah sebelum puputan dilaksanakan agar tidak diganggu oleh roh halus. Kadang-

kadang pisau bambu dan kunyit disemburkan dipojok-pojok kamer bayi agar terjaga

karena pisau bambu dan kunyit yang jadi obat itu juga dianggap sebagai saudara

spiritual dan roh pelindung. Ritual seperti ini dipercaya masyarakat desa Tonjong sejak

dahulu sebagai simbol keselamatan untuk bayi dari semua bahaya diatas maupun dari

bawah. Sementara sang ibu akan dipijat dan dilulur dengan ramuan parem serta minum

jamu secara teratur. Ritual upacara puputan termasuk salah satu bentuk doa. 28

26
Clifford Geertz, ibid hlm:59

27
.Clifford Geertz, ibid hlm:60
28
. Wawancara bersama dukun bayi ibu Sikin Pkl. 16.57, Jum’at, 30 Desember 2016, bertempat di
depan Rumah.
Proses upacara puputan mempunyai cirri khas dan ketentuan sendiri. Cirri khas

pertama yaitu waktu pelaksanaan ada ketentuanya. Hari upacara ritual puputan

ditentukan oleh dukun bayi dari mulai penguburan ari-ari, ritual-ritual sampai selametan

bayi dilakukan pada mulai jam 08.00 sampai kira-kira jam 05.00. Upacara ritual puputan

ini dilaksanakan satu hari berturut-turut dan setelah upacara selesai dalam satu hari,

terdapat penyerahan seserahan makanan atau uang yang di berikan kepada dukun bayi

dari orang tua yang mempunyai bayi, penyerahan seserahan ini sebagai bentuk

terimakasih kepada dukun bayi yang telah membantu acara prosesi puputan dari pertama

ibu melahirkan sampai dengan mengadakan acara puputan. Ketentuan mengenai lokasi

uapacara ritual puputan diadakan di dalem rumah orang tua bayi. Berhubungan dengan

masalah lokasi, tempat ritual upacara puputan harus berada di tengah rumah. Sebelum

bayi di lakukan puputan, bayi tersebut tidak boleh tidur didalam kamer tetapi bayi tidur

di ruang tengah bersama orang tuanya selama 7 hari. Bayi boleh tidur setelah

melaksanakan acara puputan. Tujuan ini supaya bayi tidak sawan ( tidak diganggu oleh

makhlus halus).29

Tata cara dari semua budaya puputan merupakan cirri khas sebuah ritual puputan

tardisi sunda di desa Tonjong Kecamatan Pasaleman Kabupaten Cirebon, tradisi puputan

adalah salah satu budaya yang dipercaya bernilai sakral di masyarakat. Salah satu cirinya

adalah kepercayaan manusia kepada ritual-ritual yang ada dalam tradisi puputan.

Upacara puputan bagi masyarakat desa Tonjong merupakan sarana komunikasi dengan

Tuhan maupun dengan leluhurnya. Tradisi upacara puputan dalam masyarakat Tonjong

merupakan upacara yang sangat penting, upacara puputan mempunyai proses yang tidak

29
. Hasil Wawancara dengan Ibu Sikin salah seorang dukun bayi, pada tanggal 29 Desember 2016,
pukul 13.30 WIB, bertempat di Halaman Rumah.
sederhana dan tentu saja membutuhkan biaya yang lebih besar. Upacara puputan dimana

orang bisa merasakan getaran emosi, bahagia, pada waktu melaksanakan upacara

tersebut.

Anda mungkin juga menyukai