Anda di halaman 1dari 2

Nama : Deliya Rosadiana

NIM : 1710221032

Tradisi – tradisi diberbagai wilayah di Indonesia

Menurut Piotr Sztompka dalam Sosiologi Perubahan Sosial, tradisi adalah kesamaan benda
material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini dan belum
dihancurkan atau dirusak. Tradisi dapat di artikan sebagai warisan yang benar atau warisan masa
lalu. Namun demikian tradisi yang terjadi berulang-ulang bukanlah dilakukan secara kebetulan atau
disengaja. Dari pemaham tersebut maka apapun yang dilakukan oleh manusia secara turun temurun
dari setiap aspek kehidupannya yang merupakan upaya untuk meringankan hidup manusia dapat
dikatakan sebagai “tradisi” yang berarti bahwa hal tersebut adalah menjadi bagian dari kebudayaan.
Menurut Soerjono Soekanto, tradisi adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang di dalam
bentuk yang sama (Soerjono Soekanto, 1990:181). Lebih lanjut menurut Harapandi Dahri, tradisi
adalah suatu kebiasaan yang teraplikasikan secara terus menerus dengan berbagai simbol dan
aturan yang berlaku pada sebuah komunitas (Harapandi Dahri, 2009:76).
Adapun fungsi tradisi yakni, a) tradisi adalah kebijakan turun temurun. Tempatnya di dalam
kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di
masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat. b)
Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan,
pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat
anggotanya. Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan: “selalu seperti itu”
atau orang selalu mempunyai keyakinan demikian” meski dengan resiko yang paradoksal yakni
bahwa tindakan tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa
lalu atau keyakinan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerima sebelumnya. c)
Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan,memperkuat loyalitas primordial terhadap
bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni
mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu. d) Membantu menyediakan tempat
pelarian dari keluhan, kekecewaan dan ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila
masyarakat berada dalam krisis.
Contoh yang saya gunakan yakni Temu Manten yang ada di Jawa Timur dan Upacara Padagi
di Kalimantan. Temu Manten yakni tradisi bertemunya 2 pasang pengantin (pria dan wanita) untuk
melaksanakan prosesi perkawinan secara adat. Dalam adat Jawa Timur terdapat beberapa prosesi
acara yakni : (1) Balangan Gantal/ Suruh, pengantin pria melempar gantal/suruh (daun sirih yang
digulung diikat dengan benang) “gondhang tutur” dengan sasaran dada pengantin wanita. Dan
pengantin wanita melempar gantal/sirih “ gondang kasih” dengan sasaran lutut pengantin pria.
Maknanya sebagai bukti cinta kasih kedua mempelai. (2) Ngidak Tigan (Menginjak Telur), pengantin
pria menginjak sebutir telur ayam mentah dengan kaki tanpa alas yang diletakkan di atas nampan.
Selanjutnya pengantin wanita membasuh kaki pengantin pria. Maknanya pada prosesi menginjak
telur ini bermakna bahwa yang dijodohkan bisa mempunyai keturunan.(3) Sinduran/Disingepi
sindur,pundak kedua pengantin ditutup dengan kain sindur oleh ibu pengantin perempuan, kedua
ujungnya dipegang oleh sang ayah yang kemudian diseret berjalan perlahan menuju kursi pelaminan
dan sang ibu meletakkan kedua tangannya dipungung kedua mempelai seperti mendorong . Kain
sindur yang berwarna putih dan merah melambangkan asal-usul manusia. Maksudnya kedua
orangtua memberikan restu kepada kedua anaknya dan memberikan dukungan moral. (4) Bobot
timbang, setelah sampai di kursi pelaminan sang ayah pengantin wanita duduk, diikuti pengantin
pria duduk dipangku di lutut kanan dan pengantin wanita di lutut kiri. Pada saat itu ayah menimbang
berat mereka dengan hatinya dan ibu pengantin maju sambil menanyakan ‘abot endi pakne’ (berat
yang mana pak?) Yang kemudian dijawab sang bapak ‘pada wae’ (sama beratnya). Maknanya bahwa
antara anak sendiri dengan anak menantu bagi orangtua tidak ada bedanya. Contoh kedua yakni
Upacara Padagi di Kalimantan Desa Saham berpusat di Padagi. Padagi adalah tempat pemujaan bagi
masyarakat setempat guna mendekatkan dirinya dengan Jubata. Upacara pemujaan ini dilakukan
setiap tanggal 28 Mei. Adapun tujuan dari adanya upacara ini adalah untuk memelihara dan
meminta bantuan kepada makluk halus yang dipercaya mampu mbantu kehidupan masyarakat
sehingga kehidupan di kampung mereka terhindar dari segala cobaan. Adapun makanan yang wajib
disajikan ketika upacara berlangsung yakni (1) Ayam, penggunaan ayam berfungsi untuk membuang
sial agar mereka senantiasa dijauhkan dari perbuatan tercela dan terlepas dari murka.(2) Tumpi
merupakan tepung beras (pulut) ketan dicampur dengan beras tumbuk kemudian diberi air dan gula
merah kemudian digoreng , merupakan simbol penyerahan segala bahan makanan yang didapat di
bumi dan merupakan usaha manusia. (3) Telur /talok), digunakan sebagai simbol persatuan dan
kesepakatan warga agar segala yang dimintanya dikabulkan. (4) Poe sebagai simbol pemberitahuan
pada para dewa bahwa mereka mengadakan sesuatu upacara guna memohon pertolongan,
hendaklah mereka mau datang dalam upacara tersebut. (5) Rokok, sirih, pinang, dan gambir ,
digunakan sebagai simbol penghormatan pada para tamu yang mau datang ke rumah kita. Tamu
dalam hal ini adalah roh yang mau datang dalam upacara tersebut.

Daftar Pustaka

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, ( Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), Hal. 69

Amalia, Fitri dan Astri Wahyu A. (2017). Semantik: Konsep dan Contoh Analisis. Malang : Madani
Wisma Kalimerto

Mitoningsih, Sri dan Y. Sigit Widiyanto. (1997) . Tradisi dan Kebiasaan Makan Pada Masyarakat
Tradisional di Kalimantan Barat.Jakarta. Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai
BudayabDirektorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (hal. 52)

Sari, Rosi Rosita. (2018). Religiusitas Tata Cara Temu Manten Dalam Upacara Perkawinan Adat
Jawa. Simki-Pedagogia. Vol. 02 (hal. 8)

Anda mungkin juga menyukai