Anda di halaman 1dari 7

Budaya

Pelestarian Kembali Budaya “Betah Beuteng Melah Gigeng” di era globalisasi

Disusun oleh :

Siti nazarina

Universitas Islam Negeri Ar – Raniry

Banda Aceh

2020
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu budhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tandah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.


Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan


pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-
struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett
Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Budaya merupakan suatu
hal yang sangat dominan bagi suatu kelompok masyarakat, baik masyarakat
perkotaan ataupun pedesaan. Pengaruh kebudayaan juga dapat merambah
kedalam segala sisi kehidupan. Hal ini terlihat dengan adanya budaya dapat
menunjang devisa suatu negara, dan ini menjadi bukti nyata bahwa budaya
merupakan hal yang dapat memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat.
Budaya sebagai penggerak perekonomian juga memberikan dampak didalam
bidang lainnya. Namun, penyalahgunaan budaya oleh oknum yamg tidak
bertanggung jawab masih sangat banyak dijumpai, salah satu hal yang sering
terjadi adalah pemalsuan identitas suatu kelompok masyarakat dengan
memanipulasi nilai dan norma dalam kebudayaan tersebut. Nilai - nilai
kebudayaan tidak hanya berwujud pada budaya lokal atau sering di dengar dengan
adat – istiadat didalam masyarakat, namun budaya yang dimaksudkan ialah
bagaimana suatu kebiasaan yang dapat dilestarikan kembali dengan cara – cara
yang lebih fleksibel agar dapat diterima bagi seluruh kalangan masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai


kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Oleh karenanya
diperlukan Pelestarian terhadap suatu budaya, yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara dan berbagai pembaharuan yang tidak menghilangkan jati diri dan
ciri khas dasarnya. Pelestarian ini merupakan salah satu cara untuk membangun
pondasi kebudayaan yang kokoh agar kebudayaan tersebut tidak hilang ditelan
masa. Selain itu, kebudayaan sangat erat dengan masyarakat baik dalam jangka
pendek ataupun jangka panjang.

Di era globalisasi pelestarin suatu budaya dapat dilakukan dengan media


virtual atau media digital, salah satunya dengan menyediakan paltform berbasis
online sehingga promosi kebudayaan dapat terjangkau keseluruh dunia. Sebagai
contoh, pelestarian dapat dilakukan dengan membuat sebuah aplikasi pintar
penjamah budaya, aplikasi yang akan digunakan oleh user ini akan berisikan
berbagai macam konten kebudayaan dari berbagai daerah seperti budaya Betah
Beuteng Melah Gigeng dari provinsi Aceh. Budaya ini merupakan suatu budaya
yang sangat penting bagi masyarakat Aceh. Namun, sangat disayangkan karena
budaya ini tidak dikenal para oleh generasi 4.0 sehingga sangat dikhawatirkan jika
budaya ini akan hilang dan menjadi cacat budaya di tanah Aceh sendiri.

Aceh yang tercakup dengan berbagai unsur telah diwarnai dengan ajaran
Islam.Akibatnya, pada masyarakat Aceh antara agama dan budaya telah menyatu
sehingga sukar untuk dipisahkan. Hal ini tercermin dalam sebuah ungkapan Aceh
yang sangat populer, yaitu “Adat ngon hukom hanjeut cree lagee zat ngon sifeut”,
artinya adat dengan hukum syari’at Islam tidak dapat dipisahkan seperti unsur
dengan sifatnya. Dengan kata lain dapat disebut bahwa kedua hal itu harus
berjalan sejajar. Dalam adat kematian di Aceh, sangat banyak tradisi kematian
seorang warganya, tradisi tersebut dimulai sejak hari pertama, hari ke tiga puluh,
hingga ke empat puluh, keseratus bahkan tahunan dari seseorang yang telah
meninggal tersebut.Adat di Aceh pada umumnya sangat dipengaruhi oleh
kebiasaan dalam agama Islam, baik itu berupa hal wajib ataupun sunnah. Dalam
urusan kematian tersebut, hal utama yang akan dilakukan oleh masyarakat Aceh
ialah memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan mayat, dalam
Islam hukum melaksanakan 4 hal utama tersebut adalah fardhu kifayah,
selanjutnya dilakukan beberapa kali khanduri dengan maksud-maksud tertentu.
Dengan adanya tradisi kematian ini maka muncullah budaya Betah Beuteng
Melah Gigeng yang mewajibakan masyarakat membawa Eumpang Gampet,
Eumpang berarti karung dan Gampet berarti menghimpitkan dengan tangan. Jadi,
Eumpang Gampet adalah karung kecil yang dihimpitkan dengan tangan. Tradisi
ini dilaksanakan di kenduri orang meninggal pada hari ke-30 kematian seseorang.

Eumpang Gampet berbentuk kantong yang tidak bertali, terbuat dari bak
ngom(daun pandan) dan kain perca. Di dalamnya diisi dengan 6 mok beras, 1
butir telur ayam, 1 ruas kunyit, dan 3 biji kemiri. Beras yang digunakan haruslah
beras yang berkualitas, telur ayam yang digunakan boleh telur ayam kampung
atau telur ayam Australia tapi biasanya orang-orang menggunakan telur ayam
Australia karena mudah didapatkan yang terpenting telurnya harus dengan
kualitas yang baik, kunyit dan kemiri yang digunakan harus bagus dan masih utuh
atau belum dipakai. Bahan-bahan itu memiliki makna tersendiri dan semua bahan-
bahan itu dijadikan sebagai lauk-pauk. Beras diolah menjadi nasi untuk dimakan,
telur untuk dijadikan lauk, kunyit dan kemiri untuk dijadikan bumbu-bumbu
dalam membuat masakan.

Tradisi ini dilaksanakan mulai sore hari hingga malam hari,


biasanya tamu undangan mulai datang sejak sore hari untuk membantu persiapan
pada malam hari dengan membawa Eumpang Gampet. Khanduri dilaksanakan
setelah ba’da maghrib, tamu undangan melakukan ta’ziah untuk mendo’akan
almarhum atau almarhumah. Setelah selesai ta’ziah, dihidangkan khanduri kepada
tamu undangan. Lalu, sebelum tamu undangan laki-laki pamit pulang, pemilik
rumah memberikan masing-masing mereka satu buah Eumpang Gampet untuk
dibawa pulang dengan niat bersedekah dan mendo’akan almarhum atau
almarhumah serta untuk memuliakan para tamu undangan.

Kebudayaan inilah yang harus tetap terjaga, dengan cara memperkenalkan


budaya dengan media online sehinnga dapat menarik para wisatawan lokal
ataupun mancanegara untuk menyaksikan langsung bagai proses pembawaan
eumpang gampet tersebut. Dengan datangnya para wisatawan ini, akan
memberikan pemasukan devisa dan meningkatkan kusr negara. Dan hal ini dapat
dengan mudah dijangkau dengan penggunaan media online berbasis network
yang akan menjangkau keseluruh penjuru dunia.
Daftar Rujukan

Kahmad D. 2006.Sosiologi Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Koentjaraningrat.1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UniversitasIndonesia.

Manan,A. 2012. Islamic Studies : The Mortuary Tradisi.Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry.

Patilima H. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet.

Rahmat J. 2006. Makai Kematian. Bandung: Pustaka II Man.

Sugion. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabet.

Suhaimi. 2007. Fiqh Kematian. Banda Aceh: Press IAIN Ar-Raniry bekerjasama AK

Group Yogyakarta.

Tarigan.N. 2003 .Upacara Kematian dalam Masyarakat Tanjung Pinang. Tanjung


Pinang: Balai

Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

Usman A.R. 2003. Sejarah Peradaban Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Usman., H.Akbar P.S. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wibowo A.B. 2006. Budaya Masyarakat Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam: Badan
Perpustakaan.

http://Budaya-tionghoa.net/index.php/item/674-berbagai-tata-cara-upacara-kematian-
orang-tionghoa
Biodata Peserta

Nama : Siti Nazarina

Nim : 180204022

Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Ar – Raniry

Tempat Dan Tanggal Lahir : Paya Demam Dua,29 November 2000

Alamat : Paya Demam Lhee, Kec.Pantee Bidari, Kab. Aceh Timur

Email : Mafrurkasim@Gmail.Com

No.Telp : 081911464380

Paya Demam Lhee, 6 September 2020

Siti Nazarina

Untuk ktm :

file:///C:/Users/User/Downloads/ktm%20siti%20nazarina(1).pdf#page=1

Anda mungkin juga menyukai