Disusun oleh :
Siti nazarina
Banda Aceh
2020
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu budhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tandah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.
Aceh yang tercakup dengan berbagai unsur telah diwarnai dengan ajaran
Islam.Akibatnya, pada masyarakat Aceh antara agama dan budaya telah menyatu
sehingga sukar untuk dipisahkan. Hal ini tercermin dalam sebuah ungkapan Aceh
yang sangat populer, yaitu “Adat ngon hukom hanjeut cree lagee zat ngon sifeut”,
artinya adat dengan hukum syari’at Islam tidak dapat dipisahkan seperti unsur
dengan sifatnya. Dengan kata lain dapat disebut bahwa kedua hal itu harus
berjalan sejajar. Dalam adat kematian di Aceh, sangat banyak tradisi kematian
seorang warganya, tradisi tersebut dimulai sejak hari pertama, hari ke tiga puluh,
hingga ke empat puluh, keseratus bahkan tahunan dari seseorang yang telah
meninggal tersebut.Adat di Aceh pada umumnya sangat dipengaruhi oleh
kebiasaan dalam agama Islam, baik itu berupa hal wajib ataupun sunnah. Dalam
urusan kematian tersebut, hal utama yang akan dilakukan oleh masyarakat Aceh
ialah memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan mayat, dalam
Islam hukum melaksanakan 4 hal utama tersebut adalah fardhu kifayah,
selanjutnya dilakukan beberapa kali khanduri dengan maksud-maksud tertentu.
Dengan adanya tradisi kematian ini maka muncullah budaya Betah Beuteng
Melah Gigeng yang mewajibakan masyarakat membawa Eumpang Gampet,
Eumpang berarti karung dan Gampet berarti menghimpitkan dengan tangan. Jadi,
Eumpang Gampet adalah karung kecil yang dihimpitkan dengan tangan. Tradisi
ini dilaksanakan di kenduri orang meninggal pada hari ke-30 kematian seseorang.
Eumpang Gampet berbentuk kantong yang tidak bertali, terbuat dari bak
ngom(daun pandan) dan kain perca. Di dalamnya diisi dengan 6 mok beras, 1
butir telur ayam, 1 ruas kunyit, dan 3 biji kemiri. Beras yang digunakan haruslah
beras yang berkualitas, telur ayam yang digunakan boleh telur ayam kampung
atau telur ayam Australia tapi biasanya orang-orang menggunakan telur ayam
Australia karena mudah didapatkan yang terpenting telurnya harus dengan
kualitas yang baik, kunyit dan kemiri yang digunakan harus bagus dan masih utuh
atau belum dipakai. Bahan-bahan itu memiliki makna tersendiri dan semua bahan-
bahan itu dijadikan sebagai lauk-pauk. Beras diolah menjadi nasi untuk dimakan,
telur untuk dijadikan lauk, kunyit dan kemiri untuk dijadikan bumbu-bumbu
dalam membuat masakan.
Manan,A. 2012. Islamic Studies : The Mortuary Tradisi.Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry.
Suhaimi. 2007. Fiqh Kematian. Banda Aceh: Press IAIN Ar-Raniry bekerjasama AK
Group Yogyakarta.
Usman A.R. 2003. Sejarah Peradaban Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Usman., H.Akbar P.S. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibowo A.B. 2006. Budaya Masyarakat Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam: Badan
Perpustakaan.
http://Budaya-tionghoa.net/index.php/item/674-berbagai-tata-cara-upacara-kematian-
orang-tionghoa
Biodata Peserta
Nim : 180204022
Email : Mafrurkasim@Gmail.Com
No.Telp : 081911464380
Siti Nazarina
Untuk ktm :
file:///C:/Users/User/Downloads/ktm%20siti%20nazarina(1).pdf#page=1