Anda di halaman 1dari 8

A.

DEFINISI BUDAYA
Budaya dapat di artikan dari berbagai sudut pandang.berdasarkan wujudnya misalnya ,
kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan non
material. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material in adalah temuan temuan yang di hasilkan dari suatu
penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang barang, seperti televise, pesawat terbang, stadion olahraga,
pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan non material adalah ciptaan
ciptaan abstrak yang di wariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat di dunia berbeda-beda, perilaku tersebut akan
membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa dalam kehidupan
berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok masyarakat tersebut dalam
menangani masalah. Setiap individu memiliki budaya baik yang disadari maupun tidak disadari,
budaya merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh
antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk dalam
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adatdan kebiasaan lain yang dilakukan manusia
sebagai anggota masyarakat. ( Brunner dan Suddart, 2001 ). Sedangkan Potter (1993)
mendefinisikan budaya sebagai nilai nilai, kepercayaan, sikap dan adat yang terbagi dalam satu
kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya akan di pakai oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan nyaman dan dipakai dari waktu ke waktu tanpa
memikirkan rasionalisasinya. The American Herritage dictionary mengartikan kebudayaan
adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang di kirimkan melalui kehidapan sosial,
seni agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok
manusia.
Banyak ahli budaya mendifinisikan arti budaya dan kebudayaan ini dengan berbagai
argumen, tetapi intinya adalah sama, koentjaninggrat (1990) menjelaskan bahwa kebudayaan
berasal dari bahasa sansekerta buddayah yang berarti budi atau akal, bias juga daya dari budi,
sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa. Kessing (1992) mengadopsi berbagai
pengertian dari para ahli yang kemudian dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu yang
mengandung unsure pngetahuan, kepercayaan, adat istiadat, dan perilaku yang merupakan
kebiasaan yang di wariskan. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) di artikan sebagai hal
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata colere, yaitu mngolah atau mngerjakan. Bisa di artikan juga
sebagai mngolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur”
dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara historis baik
eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu wktu sebagai pedoman yang
potensial untuk perilaku manusia (Kluckhohn dan Kelly, dalam Kessing, 1992). Menurut Swasono
(1998), respon masyarakat terhadap berbagai peristiwa kehidupan disebut budaya. Andrews
dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya Leininger (1978) bahwa budaya adalah pengetahuan
yang dipelajari dan disebarkan dengan nilai, kepercayaan, aturan perilaku, dan praktik gaya
hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu untuk berpikir dan bertindak dengan cara
yang terpola. Purwasito (2003) menjelaskan bahwa kata budaya di ambil dari bahasa sansekerta
buddhayah yang berarti akal budi. Sedangkan dalam bahasa inggris kata budaya bersinonim
dengan kata `culture`. Kata culture berasal dari bahasa latin `cultura` kata kultur atau
kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep mencakup berbagai
komponen yang di gunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya
sehari- hari. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh oliver (1981) yang juga
memberikan penekanan bahwa budaya merupakan sekumpulan ide yang digunakan manusia
untuk menjawab permasalahan hidup yang mendasar.
Zanden (1990) menjelaskan bahwa istilah kultur mengacu pada warisan social masyarakat
yang mempelajari pola pikir, merasa, dan bertindak yang ditularkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya termasuk penggunaan pola pola tersebut dalam sesuatu yang bersifat
materi. Sementara itu Samovar dan Porter (1995) mengutip pernyataan Adamson dan Frost
yang mengatakan bahwa kultur merupakan pola tingkah laku yang dipelajari yang merupakan
satu kesatuan system yang bukan hasil dari keturunan. Dari semua definisi di atas jelaslah
bahwa kultur atau memiliki karakteristik sendiri. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan yaitu system pngetahuan yang meliputi sistim idea tau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda- benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, riligi,
seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
B. KARAKTERISTIK BUDAYA

Dincker (1996), menyimpulkan pendapat Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan
empat cirri esensial budaya yaitu: pertama, budaya di pelajari dan dipindahkan, orang
mempelajari budaya mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-
anggota kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku
dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya. Ketiga, budaya adalah adaptasi
pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada sekelompok manusia seperti bentuk
rumah, alat-alat dan sebagainya, adaptasi budaya pada Negara maju di adopsi pada sesuai
dengan teknologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses yang selalu berubah dan dinamis,
berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya, misalnya tentang partisipasi wanita dan
sebagainya. Penelitian Brunner (1970) yang dituliskan Koetjaraningrat (1990), pada suku batak
toba di Indonesia yang beradaptasi dengan suku sunda dengan merubah adat ketatnya karena
menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6
karakteristik budaya :

1. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari jika seorang anak lahir di Amerika dari orang tua
yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah srcara otomatis anak itu bisa berbicara
dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses pembelajaran oleh orang tuanya.
2. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mngetahui banyak hal
tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya karena generasi sebelum kita
mengajarkan kita banyak hal tersebut. Suatu contoh upacara penguburan placenta pada
masyarakat Jawa, masyarakat tersebut tidak belajar secara formal tetapi mngikuti perilaku
nenek moyangnya
3. Budaya itu berdasarkan symbol, untuk bias mempelajari budaya orang memerlukan symbol.
Dengan symbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan komunikasi sehingga
memungkinkan terjadinya proses transfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Contoh beberapa symbol yang mengkarakteristikan budaya adalah kalung pada suku dayak,
manik-manik, gelang yang semua itu menandakan symbol pada budaya tertentu.
4. Budaya itu hal yang bias berubah, karena budaya merupakan system yang dinamis dan
adaptif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada sekelompok
masyarakat merayakan hari kelahiran dengan tumpen atau nasi kuning, pada zaman modern
tradisi tersebut berubah yaitu menjadi kue ulang tahun.
5. Budaya itu bersifat menyeluruh,satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-elemen
budaya yang lain. Misalnya lingkungan social akan mempengaruhi perilaku seseorang yang
tinggal di lingkungan tersebut.
6. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa budaya kitalah yang paling baik di antara
budaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya badui yang benar, apabila melihat
perilaku budaya dari suku lain di anggap aneh, hal ini terjadi pada kelompok yang lain juga.
Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang dapat di lihat yang membantu membedakannya
dengan kelompok lain, sebagian besar individu juga mngungkapkan keyakinan atau sifat yang
tidak sesuai dengan norma kelompok. Seseorang biasa sangat tradisional dalam satu aspek dan
sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang menjadi lebih tradisional
dalam harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada variasi signifikan dengan dan antara
kelompok. Pengetahuan tentang kelompok juga bernilai ketika memberikan sekumpulan
harapan realistic. Tetapi, hanya dengan belajar tentang individu atau keluarga yang dihadapi
sehingga tenaga medis dapat memahami dalam hal apapola kelompok bermakna ( Leininger
2000).

E. Paradigma Keperawatan Budaya

Paradigma merupakan suatu cara pandang dari profesi untuk melihat suatu kondisi dan
fenomena yang terkait secara langsung dengan aktifitas yang terjadi dalam profsei tersebut.
Paradigma keperawatan adalah suatu cara pandang yang mendasar atau cara kita melihat,
memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan terhadap berbagai fenomena
yang ada dalam keperawatan. (Perry and Potter (2001)). Dengan demikian paradigm
akeperawatan sangat membantu perawat menyikapi dan mengatasi berbagai persoalan yang
melingkupi profesi keperawatan seperti aspek pendidikan dan pelayanan keperawatan, praktik
keperawatan dan organisasi profesi. Kozier (1995) menjelaskan bahwa paradigma keperawatan
terdiri dari komponen manusia, keperawatan, kesehatan dalam rentang sehat-sakit, lingkungan
dan manusia sebagai klien yaitu individu, keluarga dan masyarakat.

Johnson (2009), berpendapat bahwa paradigma keperawatan akan mempunyai perbedaan dari
berbagai sudut pandang bergantung pada praktik keperwatan. Berdasarkan pendapat tersebut,
maka bisa diuraikan beberapa paradigma keperawatan dari sudut pandang transkultural nuring,
sudut pandang teori adaptasi Roy, sudut pandang managemen keperawatan dan sebagainya
berhubungan dengan dasar teori apa yang dipakai dasar dalam praktik keperawatan.

Hubungan keempat komponen dalam paradigma keperawatan secara umum bisa dilihat pada
gambar dibawah ini:

ADA GAMBAR DISITU

Paradigma keperawatan bsa dibahas dan diaplikasikan dalam perspektif transkultural yang
dikenal dengan paradigma keperawatan transkultural, yaitu cara pandang, keyakinan, nilai-nilan
dan konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yangs esuai latar belakang
budaya terhadap 4 konsep sentral yaitu : manusia, keperawata, kesehatan, dan lingkungan
(Leininger, 1984 dalam Barnum, 1998; Andrew & Boyle, 1995). Pemahaman perawat terhadap
paradigma keperawatan transkultural merupakan acuan terlaksananya penerapan asuhan
keperawatan transkulural.

1. Manusia sebagai klien


Manusia adalah makhluk biopsikososial dan spiritual yang utuh dalam arti merupakan satu
kesatuan utuh dari aspek jasmani dan rohani dan unik karena mempunyai berbagai macam
kebutuhan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Manusia selalu berusaha untuk
memahami kebutuhan melalui berbagai upaya antara lain dengan selalu belajar dan
mengembangkan sumber-sumber yang diperlukan sesuai dengan potensi dan kemampuan
yang dimilikinya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia secara terus-menerus menghadapi
perubahan lingkungan dan selalu berusaha beradaptasi terhadap pengaruh lingkungan.
Manusia sebagai salah satu kesatuan utuh antara aspek fisik, intelektual, emosional, social
cultural, spiritual dan lingkungan.
Terkait dengan lingkungan, manusia adalah individu yang merupakan bagian dari keluarga
yang merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus-menerus dan
terjadi iteraksi satu sama lain, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama
didalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan. Keluarga dalam
fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan dasar manusia dapat dilihat pada hirarki
kebutuhan dasar Maslow yaitu kebutuhan fisologis, kebutuhan rasa aman dan nyaman
diantaranya adalah terpenuhi kebutuhan budayanya.
Definisi manusia, keluarga dan masyarakat dari perspektif transkultural dalah individu atau
kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini yang berguna untuk
menetapkan pilihan dan melakukan tindakan (leininger, 1984 dalam Barnum, 1998; Giger &
Davidhizar, 1995; Andrew & Boyle, 1995). Nilai, norma dalam kelompok dan keluarga akan
sangat terkait dengan individu. Ketika individu dalam keluarga mengalami masalah
kesehatan maka keluarga dan sekelompok masyarakat akan ikut mengambil keputusan
dalam masalah ini.
Menurut Leininger (1984), manusia baik didalam keluarga ataupun disuatu kelompok
masyarakat memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapun dia berada. Manusia sebagai salah satu kesatuan utuh antara aspek fisik,
intelekual, emosional, social cultural, spiritual dan lingkungan. Pandangan tentang manusia
sangat dipengaruhi oleh falsafah dan kebudayaan bangsa. Sebagai contoh bangsa Rusia
terutama penduduk asli dan tradisional tidak menganut suatu agama (atheisme). Hal ini
mempengaruhi pandangan mereka tentang konsep penciptaan manusia.
Manusia merupakan factor yang penting dalam penentuan sehat-sakit. Pada masyarakat
tertentu mempunyai kecenderungan penyakit yang spesifik, misalnya pada penduduk
berkulit hitam banyak yang mengalami penyait hipertensi. Selain genetic atau ras faktor
intrinsic seperti kepribadian juga sangat berpengaruh terhadap kondisi sehat-sakit, misalnya
seorang yang berkepribadian agresif, ambisius, histeris mempunyai kecenderungan untuk
mudah terjadi penyakit jantung koroner.
2. Kesehatan/sehat-sakit
Berbagai definisi kesehatan dan sakit bisa disimpulkan bahwa sehat bukan hanya bebas dari
penyakit, tetapi meliputi seluruh kehidupan manusia, termasuk aspek social, psikologis,
spiritual dan cultural, faktor-faktor lingkungan, ekonomi, pendidikan dan rekreasi. Sehat
merupakan suatu keadaan yang terdapat pada masa tumbuh kembang manusia. Sehta
mencakup manusia seutuhnya meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan cultural dan spiritual.
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat-sakit (Leininger, 1998 ). Kesehatan merupakan suatu keyakinan,
nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara
keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktifitas sehari-hari (Andrew &
Boyle, 1995). Seorang dikatakan sehat apabila memiliki tubuh jasmani yang sehat, keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis (WHO, 1984, UU kes. No.23. 1992).
Apabila sehat merupakan keberhasilan adaptasi individu dalam tugas perkembangan dan
terpenuhinya biopsikososiokultural dan spiritual maka sebaliknya, sait merupakan gangguan
pada tumbuh kembang dan terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut. Sakit merupakan suatu
keadaan dimana seseorang berada dalam keadaan tidak seimbang akibat adanya pengaruh
yang datang dari luar atau dari dalam dirinya. Oleh karena pengertian sehat dan sakit tidak
terlalu spesifik, maka dalam buku fundamental of nursing bisa disimpulkan bahwa para ahli
sepakat menggunakan suatu rentang atau skala untuk mengukur tingkat atau status
kesehatan seseorang. Salah satu ukuran yang dipakai adalah Health illness continuum atau
rentang sehat-sakit. Stuart dan laraia (2000), menjelaskan tentang kondisi sehat-sakit ini
dalam rentang adaptif dan maladaptive.
Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing diartikan dalam
konteks budaya masing-masing pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik
bergantung pada kelompok kebudayaannya,, demikian juga teknologi dan non-teknologi
pelayanan kesehatan yang diterima bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang
dianutnya. Persepsi sehat-sakit ini meliputi persepsi individu maupun kelompok.
Suatu contoh persepsi sakit menurut individu misalnya, menurut pasien bapak “Z” sakit
adalah hukuman yang terjadi karena kesalahan manusia, bapak “Z” saat ini sedang sakit
diare karena enam jam yang lalu makan sambal. Berbeda dengan persepsi ibu “R” bahwa
sakit adalh karena daya tahan tubuh seseorang yang turun kemudian kuman menyerangnya,
hal tersebut diekspresikan pasien tersebut yang saat ini sedang sakit typhoid dan ditanya
perawat tentang persepsi sehat sakit.
Contoh lain kasus sehat-sait dalam perspektif budaya di komunitas adalah, masyarakat suku
“R” sedang mengalami wabah diare di desanya menurut kepala adat setempat hal tersebut
terjadi karena ada salah satu anggota masyarakat yang menebang pohon di hutan larangan
dekat tempat tinggal mereka, maka ketika ada petugas kesehatan datang mereka menolak.
(Hasil pengkajian mahasiswa S1 Keperawatan semester V tahun 2006).
Pasien atau salah satu keluarga yang sakit adalah seorang individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dan kemungkinan kebutuhan fisik, psikologi atau sosial dalam kontek
kebudayaannya yang berbeda-beda dalam pemenuhan asuhan keperawatan. Keperawatan
atau pelayanan yang diberikan pada klien melalui proses asuhan yang sesuai dengan budaya
yang spesifik (nilai, keyakinan, praktek kebudayaan) untuk meningkatkan atau
mempertahankan kondisi sehat. Lingkungan merupakan kebudayaan yang dianut oleh
perawat dank lien yang dapat diamati dalam memberikan asuhan keperawatan dan
pelayanan keperawatn.
Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sam ayaitu ingin mempertahankan keadaan
sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Leininger, 1978). Asuhan keperawatan yang
diberikan bertujuan meningkatkan kemampuan klien memilih secara aktif budaya yang
sesuai dengan status kesehatannya. Untuk memilih budaya yang sesuai dengan status
kesehatannya, dicapai melalui belajar dengan lingkungannya. Sehat yang dicapai adalah
kesehatan yang holistic dan humanistic, karena melibatkan peran serta klien yang lebih
dominan.
3. Lingkungan
Paradigm keperawatan secara umum mendefinisikan lingkungan sebagai lingkungan
masyarakat yang meliputi lingkungan fisik, psikologis, sosial budaya dan spiritual.
Lingkungan dalam perspektif budaya didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan di pandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraks.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu fisik, sosial dan simbolik (Andrew & Boyle, 1995).
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau yang diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim. Lingkungan fisik dapat membentuk
budaya tertentu misalnya bentuk rumah di daerah panas yang banyak lubang dengan
bentuk rumah orang Eskimo hamper tertutup rapat (Andrew & Boyle, 1995). Beberapa
pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara
lain menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: alat-alat teknologi, sisem
ekonomi, keluarga dan kekuasaan politik.

Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu atau
kelompok kedalam masyarakat yang lebih luas seperti keluarga, komunitas dan tempat ibadah. Di dalam
lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan
tersebut. Broinslaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: sistem norma yang
memungkinkan kerja kerjasama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya, organisasi ekonomi, alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama), organisasi kekuatan (politik).

Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk atau simbol yang menyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa atau atribut yang digunakan. Penggunaan
lingkungan simbolik bermakna bahwa individu memiliki tenggang rasa dengan kelompoknya seperti:
penggunaan bahasa pengantar, identifikasi nilai-nilai dan norma serta penggunaan atribut-atribut
seperti pemakaian ikat kepala, kalung, anting, telepon, hiasan dinding atau slogan-slogan. (Andrew &
Boyle, 1995). Menurut Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan
artefak. Artefak adalan wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktifitas, perbuatan, dan karya
semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. Dlam kenyataan
kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud
kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Anda mungkin juga menyukai