BAB I
KONSEP MEDIS
1. Definisi
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan bagian atas
maupun bawah yang biasanya menular dan dapat menimbulkan bebagai lingkup penyakit
yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang yang parah
dan mematikan, tergantung pada fakor lingkungan dan penjamu. Namun, ISPA juga
didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius
yang ditularkan dari manusia ke manusia. Gejala yang timbul biasanya dalam waktu cepat
yaitu dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya yaitu demam, batuk, dan sering
juga nyeri tenggorokan, pilek, sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas (Masriadi, 2017
2. Etiologi
ISPA dapat disebabkan oleh bakteri dan virus, yang paling sering menjadi penyebab
ISPA diantara bakteri Stafilokokus dan Streptokokus serta virus Influenza yang diudara bebas
akan masuk dan menempel pada saluran pernapasan bagian atas yaitu hidung dan
tenggorokan. Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA
pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi
lingkungan (Wijayaningsi, 2013).
Faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab penyakit ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor
individu anak, dan faktor perilaku. Faktor lingkungan terdiri dari pencemaran udara dalam
rumah, ventilasi, kepadatan hunian, dan status social ekonomi. Faktor individu anak terdiri
dari usia, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan imunisasi serta daya
tahan tubuh anak. Faktor perilaku yang dilakukan oleh ibu dan anggota keluarga lain misalnya
perilaku merokok (Trisnawati & Khasanah, 2013).
3. Manifestasi Klinis
Agustama dalam (Daulay, 2021), penyakit infeksi saluran pernapsan meliput infeksi pada
tenggorokan, trakea, bronchioli dan paru-paru. Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran
pernapsan meliputi : batuk, sakit tenggorokan, pilek, demam, dan kesulitan bernapas.
Berikut gejala ISPA menurut Rudianto (2013), dibagi menjadi 3 antara lain:
a. Gejala ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejalagejala sebagai
berikut: Batuk, sesak yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu bicara atau menangis), pilek adalah mengeluarkan lendir atau ingus
dari hidung, panas atau demam dengan suhu tubuh lebih dari 37OC atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
b. Gejala ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA sedang meliputi tanda dan gejala pada ISPA ringan ditambah
satu atau lebih tanda dan gejala seperti pernafasan yang lebih cepat (lebih dari 50 kali per
menit), wheezing (nafas menciut-ciut), dan panas 390C atau lebih. Tanda dan gejala
lainnya antara lain sakit telinga, keluarnya cairan dari telinga yang belum lebih dari dua
minggu, sakit campak.
c. Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat gejala sebagai berikut: bibir atau
kulit membiru, lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas, anak tidak sadar atau kesadarannya menurun, pernapasan berbunyi mengorok
dan anak tampak gelisah, pernapasan berbunyi menciut dan anak tampak gelisah, nadi
cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak teraba, tenggorokan berwarna merah.
4. Patofisiologi
Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, meskipun bakteri juga dapat terlibat sejak
awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua yang infeksi mengakibatkan
respon imun dan inflamasi sehingga terjadi pembangkakan edema jaringan yang terinfeksi.
Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan produski mucus yang berlebih yang berperan
menyebabkan ISPA. Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
RSV, rhinovirus, virus influenza, adenovirus, atau parainfluenza melalui inhalasi aerosol yang
mengandung partikel kecil deposisi droplet pada mukosa hidung atau konjungtiva atau kontak
tangan dengan sekret yang mengandung virus yang berasal dari penyandang ISPA atau
lingkungan. Cara penularan virus antara virus yang satu berbeda dengan virus yang lainnya.
Virus influenza terutama ditularkan melalui inhalasi aerosol partikel kecil sedangkan
rhinovirus ditularkan melalui kontak tangan ke mukosa hidung atau konjungtiva. Faktor lain
yang menjadi penyebab ISPA adalah usia dimana balita lebih berpotensi terkena infeksi dari
virus penyebab ISPA. Kemudian ukuran anatomi saluran pernapasan yang terlalu kecil pada
anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekret.
Kemudian daya tahan tubuh balita khususnya kondisi kekurangan daya tahan tubuh lebih
cenderung terkena infeksi. (Hartono & Rahmawati, 2016).
Masuknya virus sebagai antigen ke seluruh saluran pernapasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau
dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan. Iritasi virus pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Adanya infeksi virus merupakan
predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan
terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada
saluran pernapasan atas seperti streptococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi
sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran napas sehingga timbul sesak napas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.
Peningkatan produksi mucus menyebabkan akumulasi sekret yang meningkat, sehingga
muncul masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas (Wulandari & Meira,
2016).
Pathway
Virus, bakteri, jamur Invasi saluran napas
Termolegulator pada
Obstruksi jalan napas
hipotalamus berpengaruh
Respon batuk
Suhu tubuh meningkat
Intoleransi Aktivitas
(Windasari, 2018)
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi,
penyebaran infeksi seperti meningitis purulenta (Windasari, 2018).
6. Pencegahan
Menurut Hastuti, D (2013) pencegahan ISPA pada anak dapat dilakukan dengan :
a. Menyediakan makanan bergizi sesuai preferensi anak dan kemampuan untuk
mengkonsumsi makanan untuk mendukung kekebalan tubuh alami.
b. Pemberian imunisasi lengkap pada anak.
c. Keadaan fisik rumah yang baik, seperti : ventilasi di rumah dan kelembaban yang
memenuhi syarat.
d. Menjaga kebersihan rumah, tubuh, makanan, dan lingkungan agar bebas kuman penyakit.
e. Menghindari pajanan asap rokok, asap dapur.
f. Mencegah kontak dengan penderita ISPA dan isolasi penderita ISPA untuk mencegah
penyebaran penyakit.
7. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
Pemberian obat medis untuk penyakit ISPA diberikan berdasarkan simtomatik
(sesuai dengan gejala yang muncul), sebab antibiotik tidak efektif untuk infeksi virus.
Antibiotik efektif untuk mengobati infeksi bakteri, membunuh mikroorganisme atau
menghentikan reproduksi bakteri juga membantu sistem pertahanan alami tubuh untuk
mengeliminasi bakteri tersebut (Fernandez, 2013).
Penatalaksanaan medis lain yaitu obat kusia (menurunkan nyeri tenggorokan),
antihistamin (menurunkan rinorrhe), vitamin C, dan vaksinasi (Wulandari & Meira,
2016).
b. Nonfarmakologis
Salah satu pengobatan non farmakologis yang dapat diberikan adalah dengan
pemberian terapi herbal yaitu minuman jahe dan madu. Jahe merupakan salah satu obat
herbal yang sangat efektif untuk mengatasi batuk karena mengandung minyak atsiri yang
merupakan zat aktif untuk mengatasi batuk, sedangkan madu mengandung antibiotik
yang berfungsi untuk meredakan batuk, madu yang ditambahkan pada rebusan jahe akan
menambah cita rasa dibandingkan dengan hanya rebusan jahe itu sendiri, sehingga
kombinasi minuman herbal jahe madu efektif untuk menurunkan keparahan batuk tanpa
menimbulkan efek samping (Qamariah, Mulyani, & Dewi, 2018).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk
mengumpulakan informasi dari klien, membuat data dasar klien, dan membuat catatan tentang
respon kesehatan klien. Dengan demikian hasil pengkajian dapat mendukung untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien dengan baik dan tepat. Tujuan dari dokumentasi
adalah untuk mendapatkan data yang cukup untuk menentukan strategi perawatan. Pengkajian
didapat dari dua data yaitu data objektif dan data subjektif. Perawat perlu memahami cara
memperoleh data. Data dari hasil pengkajian perlu didokumentasikan dengan baik (Yustiana
& Ghofur, 2016).
Menurut Amalia Nurin, dkk (2014) pengkajian keperawatan terdiri dari :
a. Identitas klien : Meliputi nama, usia, jenis kelamin, berat badan, agama, alamat dan nama
orang tua.
b. Umur : Infeksi saluran pernapasan sering terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun,
terutama pada bayi yang berusia kurang dari 1 tahun.
c. Jenis kelamin : Angka kejadian ISPA pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak
laki-laki.
d. Alamat : Diketahui bahwa penyebab ISPA dan penyakit gangguan pernapasan adalah
rendahnya kualitas udara didalam ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam
rumah.
e. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, bauk, pilek, dan sakit tenggorokan.
2) Riwayat penyakit dahulu
Klien biasanya sudah pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Nurin, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan ISPA. Riau : Poltekkes
Kemenkes Riau.
Aprilla, N., E. Yahya dan Ririn. 2019. Hubungan Antara Perilaku Merokok pada Orang Tua
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pulau Jambu Wilayah Kerja Puskesmas Kuok
Tahun 2019. Jurnal Ners. 3(1) : 112-117.
Daulay, L.M. 2021. Asuhan Keperawatan Pada An. M Dengan Gangguan Sistem Respirasi :
ISPA Dengan Pemberian Minuman Jahe Madu Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk.
Laporan Elektif. Padangsidimpuan : Universitas Uafa Royhan.
Fernandez, B.A.M. 2013. Studi Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep di Kabupaten Manggarai
dan Manggarai Barat - NTT. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.
2(2) : 1-17.
Hartono, R. dan D. Rahmawati. 2016. Gangguan Pernapasan Pada Anak : ISPA. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Hastuti, D. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Balita di Kecamatan Ngombol. Skripsi. Purworejo : Universitas
Muhammadiyah Purworejo.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Qamariah, N., E. Mulyani dan N. Dewi. 2018. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Desa Pelangsian
Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur. Borneo Journal of
Pharmacy. 1(1) : 1-10.
Rudianto. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan
Karawang Tahun 2013. Skripsi. Jakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Trisnawati, Y. dan K. Khasanah. 2013. Analisis Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik yang
Berpengaruh Terhadap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita Tahun 2013.
Jurnal Kebidanan. 5(1) : 43-53.
Wijayaningsih, K. S. 2013. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : CV. Trans Info Media.
Windasari. 2018. Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. I Khususnya An. N dengan Kasus ISPA di
Desa Lipu Masagena Kec. Basala Kab. Konawe Selatan. Karya Tulis Ilmiah. Kendari :
Poltekkes Kemenkes Kendari.
Wulandari, D. dan E. Meira. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yokyakarta : Pustaka Belajar.
Yustiana, O. dan A. Ghofur. 2016. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.