Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus ,maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru.
ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari
saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga
telinga tengah, dan pleura) ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang
termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit
telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan
infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya
adalah Pneumonia (WHO) (Kemenkes RI, 2012).
ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang menimbulkan gejala dalam waktu beberapa jam sampai
beberapa hari. Penyakit ini umumnya ditularkan melalui droplet, namun berkontak
dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi juga dapat menularkan
penyakit ini.

B. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Terjadinya infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dipengaruhioleh tiga hal
yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia),
keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan keadaan lingkungan
(rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan penghuni
Tingginya keberadaan miroba di udara, dan rendahnya kualitas udara baik di
dalam maupun di luar rumah, baik secara fisik, kimia maupun biologis merupakan
salah satu penyebab terjadinya ISPA.
C. Patofisiologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman
golongan A streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia
trachomatis, mycoplasma, dan pneumokokus yang menyerang dan menginflamasi
saluran pernafasan (hidung, pharing, laring) dan memiliki manifestasi klinis seperti
demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare, abdominal pain, sumbatan pada
jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan.
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick,
1983).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan
dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan
batuk yang produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor
seperti kedinginan dan malnutrisi.Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat- tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).
PATHWAY

D. Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala ISPA yang seering ditemui adalah :
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,50C-40,50C.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
4. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
5. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
6. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
7. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
8. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny, 2010).

F. Penatalaksanaan Medis-Non Medis


a) Terapi Non-farmakologis/Non Medis
1. Memperbanyak Minum
Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat
menurunkan sekresi mukosa dan menggantikan kehilangan cairan.
Selain itu, minum air putih serta jus dilaporkan dapat meningkatkan
sistem imun.
2. Kompres Hangat
Lakukan kompres hangat pada daerah wajah untuk membuat
pernapasan lebih nyaman, mengurangi kongesti, dan membuat
drainase lebih baik pada rhinosinusitis. Gunakan lap hangat atau
botol berisi air hangat yang diletakkan di atas wajah dan pipi selama
5-10 menit sebanyak 3-4 kali dalam sehari jika diperlukan.
3. Irigasi Nasal
Irigasi nasal dengan salin dapat meningkatkan kemampuan mukosa
nasal untuk melawan agen infeksius, dan berbagai iritan. Irigasi
nasal dapat meningkatkan fungsi mukosiliar dengan meningkatkan
frekuensi gerakan siliar. Irigasi nasal dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan salin isotonik (NaCl 0,9%) via spuit ataupun
spray dengan frekuensi 2 kali dalam sehari
b) Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis umumnya bersifat suportif untuk meringankan gejala.
Antibiotik dan antiviral tidak selalu diperlukan pada pasien ISPA.
1. Terapi Simptomatik
2. Antiviral
Pada pasien ISPA, antiviral biasanya tidak diperlukan. Antiviral bisa
dipakai pada pasien influenza yang terkonfirmasi atau jika terjadi
outbreak influenzae dimana manfaat lebih banyak dibandingkan
risiko. Antiviral diberikan pada pasien yang berisiko tinggi
mengalami perburukan gejala. Misalnya pada pasien yang sedang
hamil, bayi usia < 6 bulan, pasien usia > 65 tahun, pasien
immunocompromised, dan pasien dengan morbid obesitas. Regimen
yang bisa digunakan adalah oseltamivir 2 x 75 mg hingga maksimal
10 hari
3. Terapi Antibiotik. Kebanyakan kasus ISPA disebabkan oleh virus,
sehingga penggunaan antibiotik tidak efektif dan hanya boleh
digunakan jika terdapat kecurigaan atau konfirmasi adanya infeksi
bakteri.

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga
tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang
paru). Secara umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri
tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas)
(WHO,2007).

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu: mengumpulkan data, mengelompokan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu
hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang,
perut kembung, rasa panas didada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari
lambung secara tiba-tiba) (Ida, 2016).
Adapun proses pengkajian gawat darurat yaitu pengkajian primer (primary
assessment). Primary Assessment dengan data subjektif yang didapatkan yaitu
keluhan utama: nyeri pada perut dan mengeluh mual muntah. Keluhan penyakit saat
ini: mekanisme terjadinya. Riwayat penyakit terdahulu: adanya penyakit saraf atau
riwayat cedera sebelumnya, kebiasaan minum alcohol, konsumsi medikasi
anticoagulant atau agen antiplatelet, adanya alergi, dan status imunisasi. (Ida, 2016)
Data objektif: Airway adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi stridor, ronki, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi). Breathing dilakukan Auskultasi dada terdengar stridor/ronki/mengi,
RR>24x/menit. Circulation adanya perubahan tekanan darah atau normal
(hipotensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi
dengan bradikardi disritmia). Disability adanya lemah/letargi, lelah, kaku, hilang
keseimbangan, perubahan kasadaran bisa sampai koma. Pengkajian sekunder terdiri
dari keluhan utama yaitu, adanya mual muntah-curigai apendisitis atau obstruksi
usus, nyeri epigastrium yang kolik, curigai gastritis atau gastroenteritis, anoreksia
dengan diare. Riwayat sosial dan medis yaitu, riwayat pengunaan dan
penyalagunaan alkohol. Curigai penyakit hati, penyalahgunaan obat intra vena,
gejala putus obat, pembedahan abdomen sebelumnya, curigai adanya obstruksi
usus, penyakit hati atau gastritis. alasan mencari pengobatan yaitu, identifikasi
perubahan pada gejala: identifikasi kontak dengan pemberi perawatan kesehatan
lainnya untuk penyakit ini. Nyeri yaitu catat riwayat dan durasi nyeri dan gunakan
metode pengkajian nyeri yaitu Provocate,: Quality, Region, Severe, dan
Time.PQRST (Pamela, 2011). Setelah melakukan pengkajian Primer dan sekuder
selanjutnya melakukan pemeriksaan fisik. pemeriksaan ini meliputi: pertama,
pemeriksaan tekanan darah yang menjadi indicator dari rasanya nyeri. Tetapi yang
lebih penting memberikan pengertian selama proses pasien dalam keadaan
hipotensi, hipertensi, takikardi, takipnea, dan adanya penurunana saturasi oksigen.
Kedua, asesmen respirasi dan kardiovaskuler dimana pengkajian ini harus menjadi
perhatian, pada pasien dengan nyeri abdomen bagian atas, dapat dinyatakan adanya
pneumonia atau iskemia jantung. Ketiga, asesmen abdomen kenyamanan posisi dan
gerakan tubuh selama pemeriksaan sebagai isyarat lokasi, intensitas dan
kemungkinan dari etiologi nyeri. Auskultasi abdomen dikempat kuardan meliputi
frekuensi, dan karakteristik bising usus. perkusi pembesaran hati dam limpa, kaji
suara timpani normal untuk organ solid/padat. palpasi adanya kekakuan abdomen,
nyeri, masa dan hernia (Amelia, 2018).

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhi (2015) masalah keperawatan
yang lazim timbul pada pasien ISPA:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, berhubungan dengan peningkatan jumlah
sekret.
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh (proses penyakit).
3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring
dan tonsil.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkospasme,
respon pada dinding bronkus.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan intake inadekuat, penurunan nafsu makan, nyeri
menelan.
6. Ansietas berhubungan dengan perkembangan penyakit dan perubahan status
kesehatan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Latihan Batuk Efektif
a) Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
- Monitor input dan output cairan
b) Terapeutik
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,
dutahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspetoran, jika perlu
2. Hipertermi
Manajemen Hipertermia
a) Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urune
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
b) Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
c) Edukasi
- Anjurkan tirah baring
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
3. Nyeri akut
Manajemen Nyeri:
a) Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor kenerhasilan terrapi komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
- Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c) Edukasi
- Jelaskan penyebaba, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secra tepat
- Ajarka teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Pola nafas tidak efektif
Manajemen jalan napas:
a) Observasi
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
- Monitor sputum
b) Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
c) Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan Teknik batuk efektif
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Manajemen Nutrisi:
a) Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
b) Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
c) Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
6. Ansietas
Reduksi ansietas:
a) Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas
b) Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memugkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh
perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kennyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaaab realistis tentang peristiwa yang akan
datang
c) Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan persepsi dan perasaaan
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme pertahan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antlansietas, jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan atau
melaksanakan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Nursalam, 2001).
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk melaksanakan intervensi
keperawatan dan aktivitas-aktivitas keperawatan yang telah dituliskan dalam
rencana keperawatan pasien. Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan
adalah peletakan suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup:
1. Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
2. Pelaksanaan intervensi keperawatan
3. Pendokumentasian tindakan keperawatan

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Nursalam,
2001).
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1,


Penerbit EGC, Jakarta.

Corwin E., 2001, Patofisiologi, Cetakan I, EGC, Jakarta

Dongoes, E. Marlyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perawatan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Hestiyani, R. A. N., Handini, T. O., & Afifah, A. (2021, April). EDUKASI WALI
MURID TAMAN KANAK-KANAK (TK) DENGAN CUCI TANGAN PAKAI
SABUN (CTPS) MENURUT WORLD HEALTH ORGANIZATION (WHO) UNTUK
PENCEGAHAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA). In
Prosiding Seminar Nasional LPPM Unsoed (Vol. 10, No. 1)

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan. Alih Bahasa Made


Sumarwati dan Nike Budhi Subekti . Jakarta: EGC

Nurarif, Huda Amin dan Kusuma Hardhi. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Ramli, R. (2022). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA PADA


BALITA DI WILAYAH KERJA YANG BERKUNJUNG DI PUSKESMAS BATUA
MAKASSAR. Jurnal Riset Rumpun Ilmu Kesehatan (JURRIKES), 1(1), 38-48.

Siahaan, S., & Supriatna, S. (2022). Gambaran Faktor Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pijoan Baru Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Tanjung
Jabung Barat Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(3), 1438-
1444.

Anda mungkin juga menyukai