Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN


PADA SISTEM PERNAPASAN PADA KASUS ISPA

I. KONSEP DASAR TEORI

A. DEFINISI ISPA
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada
anak-anak dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut
muncul secara bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa
Inggris Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai
berikut:
l. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli
beserta organ secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian
atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14
hari (Suryana, 2005:57).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami
jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong;
1991; 1418).

B. ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus
Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella
dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena
dahak biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di
Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia.
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan
bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus
influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari
hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari
spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada
anak umumnya disebabkan oleh virus (Suriadi,Yuliani R,2001).

C. TANDA DAN GEJALA


a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
1. Batuk
2. Nafas cepat
3. Bersin
4. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5. Nyeri kepala
6. Demam ringan
7. Tidak enak badan
8. Hidung tersumbat
9. Kadang-kadang sakit saat menelan

b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA


1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning
R,2002)
D. KLASIFIKASI
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit
ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan
dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat
dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk
golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda
tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
3. Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi
penyakit yaitu :
4. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas
(pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis
atau meronta).
5. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk
usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -
4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
6. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah,
2004).
E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak
ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending
dan Chernick, 1983 dalam DepKes RI, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-
bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.
Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu
serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell,
1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann,
1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa
sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran
nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG
pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA)
sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
1. Pnemonia
2. Bronchitis
3. Sinusitis
4. Laryngitis
5. Kejang deman

H. PEMERIKSAAN PENUJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya
obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam
melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui
mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin
hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti
analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada
komplikasi purulenta pada sekret. Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek
sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat
mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar
(Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

Prinsip perawatan ISPA antara lain :


1. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2. Meningkatkan makanan bergizi
3. Bila demam beri kompres dan banyak minum
4. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
5. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
6. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
7. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
8. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
1. Umur : Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering
mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang
dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada
usia yang lebih lanjut (Anggana Rafika, 2009).
2. Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia
kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA
anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara
Denmark (Anggana Rafika, 2009).
3. Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang,
jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan
faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded)
mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat .
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis,
fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi
di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak (Anggana Rafika, 2009)

b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
2. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
3. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami
penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
4. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
5. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Analisa data
Symptom Etiologi Problem
1. Ditandai dengan Penumpukan secret Bersihan jalan
adanya secret, suara nafas tidak efektif
ronchi / wheezing, otot
bantu pernafasan,
cuping hidung

2. Ditandai adanya Kongesti hidung Pola nafas tidak


penumpukan secret, efektif
infeksi pada saluran
pernafasan, adanya otot
bantu pernafasan
3. Ditandai adanya, Ventilasi pervusi Gangguan
sianosis, otot bantu pertukaran gas
pernafasan, expansi
didinding dada, suara
ronchi/wising
4. Ditandai Input/autput tidak Gangguan nutrisi
dengan penuran BB adekuat kurang dari
sebnyak 20%, kulit kebutuhan tubuh.
kriput, klien terlihat
kurus, nafsu makan
menurun, mual
muntah, nyeri abdomen
5. Adanya tanda-tanda Agen bakteri/virus Resiko infeksi
infeksi seperti: tumor,
dolor, calor, rubor, dan
disfusilaesa. Dan cek
leukosit tinggi/ rendah
6. Ditandai dengan Proses infeksi Hipertermi
adanya panas lebih dari
37,6°C, akral panas,
bibir merah, wajah
tampak merah.
7. Ditandai dengan Perubahan status Ansietas
tampak gelisah, kesehatan
mengeluh pusing,
bingung,frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur,
tekanan darah
meningkat
b. Diagnose yang mungkin muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi muskus (secret)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kongesti hidung
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri
6. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Berdasarkan SDKI, SLKI, SIKI

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan keperawatan selama … x Observasi
dengan kongesti 24 jam diharapkan 1. Monitor pola napas
hidung bersihan jalan napas (frekuensi, kedalaman,
meningkat dengan kriteria usaha napas)
hasil : 2. Monitor bunyi napas
1. Dispnea menurun tambahan (mis. Gurling,
2. Penggunaan otot bantu mengi, wheezing ronkhi
napas menurun kering)
3. Pemanjangan fase 3. Monitor sputum (jumlah,
ekspirasi menurun warna, aroma)
4. Frekuensi napas Terapeutik
membaik 1. Pertahankan kepatenan
5. Kedalaman nafas jalan napas dengan head-
membaik tilt dan chin-lhift (jaw-
thrust jika curiga trauma
servikal)
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, Jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan tekhnik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu

Pemantauan Respsirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi irama,
kedalama, dan upaya
napas
2. Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperrventilasi,
Kussmaul, Chryne-
stokes, Biof, ataksik)
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasik x-ray
toraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemeriksaan, jika perlu
2 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama
berhubungan dengan keperawatan selama … x Manajemen Hipertermia
proses penyakit 24 jam diharapkan Observasi
Termoregulasi membaik 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil : hipertermia (mis.
1. Menggigil menurun Dehidrasi, terpapar
2. Kulit merah menurun lingkungan panas,
3. Kejang menurun penggunaan incubator)
4. Pucat menurun 2. Monitor suhu tubuh
5. Takikardi menurun 3. Monitor kadar elektrolit
6. Takipnea menurun 4. Monitor haluaran urin
7. Bradikardi menurun 5. Monitor komplikasi
8. Hipoksia menurun akibat hipertermia
9. Suhu tubuh membaik Terapeutik
10. Pengisian kapiler 1. Sediakan lingkungan
membaik yang dingin
11. Tekanan darah 2. Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, absomen dan
aksila)
7. Hindari pemberian
antiperetik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama :
dengan perubahan keperawatan selama … x Reduksi ansietas
status kesehatan 24 jam diharapkan tingkat Observasi
ansietas menurun dengan 1. Identifikasi saat tingkat
kriteria hasil : ansietas berubah (mis.
1. Verbalisasi Kondisi, waktu, stressor)
kebingungan menurun 2. Identifikasi kemampuan
2. Verbalisasi khawatir mengambil keputusan
akibat kondisi yang 3. Monitor tanda-tanda
dihadapi menurun ansietas
3. Perilaku gelisah Terapeutik
menurun 1. Ciptakan suasana
4. Perilaku tegang terapeutik untuk
menurun menumbuhkan
5. Keluhan pusing kepercayaan
menurun 2. Temani pasien untuk
6. Anoreksia menurun mengurangi kecemasan
7. Frekuensi pernapasan 3. Pahami situasi yang
menurun membuat ansietas
8. Frekuensi nadi 4. Dengarkan dengan penuh
menurun perhatian
9. Tekanan darah 5. Gunakan pendekatan
menurun yang tenang dan
10. Konsentrasi membaik meyakinkan
11. Pola tidur membaik 6. Tempatkan barang
pribadi yang m emberi
kenyamana
7. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
8. Diskusikan perencanaan
ralistis tentang peristiwa
yang akan dating
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis pengobatan dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
4. Latih kegiatan pengalihan
utnuk mengurangi
ketegangan
5. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
6. Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat ansietas jika perlu
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus
yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi
keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase
persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana,
implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua
merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada
tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah
implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2008).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter &
Perry, 2010). Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam
proses keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif
yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektivitas pengambilan keputusan (Deswani, 2011).
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk
SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang
masih dirasakan setelahdiakukan tindakan keperawatan, O (Objektif)
adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat
secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan
objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila
pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada
tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai
sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak
mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan
yang terakhir adalah planning (P) merupakan rencana tindakan
berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan
menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan
pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses (Dinarti, Aryani,
Nurhaeni, Chairani, & Utiany., 2013).
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, (Edisi 1) Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai