Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

Oleh :

Seprianus dedi kondo


2019610044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2022
A. KONSEP ISPA
1. DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. ISPA adalah
masuknya miroorganisme (bakteri, virus dan riketsia) ke dalam saluran pernafasan
yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari
(Wijayaningsih, 2013). ISPA merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
ditularkan melalui udara. Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus atau
bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala berupa
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau batuk berdahak (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

2. ETIOLOGI
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus,
bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus,
adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpes virus. Bakteri dan virus
yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan
streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel
pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung (Wijayaningsih,
2013).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA.Beberapa faktor
lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah
rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan
(Wijayaningsih, 2013).

3. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala ISPA pada anak antara lain (Wijayaningsih, 2013):
a. Pilek biasa
b. Keluar sekret cair dan jernih atau mukus dari hidung
c. Kadang bersin-bersin
d. Sakit tenggorokan
e. Nafas cepat
f. Batuk
g. Sakit kepala
h. Sekret menjadi kental
i. Demam
j. Nausea
k. Muntah Anoreksia
l. Diare
m. Nyeri abdomen

4. KLASIFIKASI
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran
pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2
golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012):
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan
pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang
ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut:

1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:


a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi
nafas 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah
ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
2. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada dan
bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan dan 40 kali per
menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2- <12
bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.

5 PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran pernafasan  bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan(Colman, 1992). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran  pernafasan,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala  batuk. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah  batuk (Colman, 1992). Adanya infeksi
virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus
tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran  pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri  patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus  pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus 
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut  pada bayi dan anak. Virus
yang menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke
saluran pernafasan  bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan  bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi  paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 1992). Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem
imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas sistem imun mukosa.Ciri khas berikutnya adalah bahwa
imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan
imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula  bahwa
sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran
pernafasan(Colman, 1992). Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini
dapat dibagi menjadi empat tahap,yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belummenunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi,virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit,dibagi menjadi empat,yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.
6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah biakan kuman positif sesuai
dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

7 PENATALAKSAAN MEDIS
1. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain(Purba, 2003):
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISPA

1. PENGKAJIAN
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta
irama dari pernafasan.
a. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
c. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
d. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong;
1991).

2. MASALAH KEPERAWATAN (NANDA)


Masalah keperawatan yang lazim muncul :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Ketidakefektifan pola napas
c. Nyeri
d. Hipertermia
e. Gangguan pertukaran gas
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
g. Resiko tinggi infeksi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN (NOC dan NIC)

No Diagnosa NANDA NOC


1. Hypertermia (00007) Setelah dilakukan tindakan Fever treatment
Domain 11: keamanan/ perlindungan keperawatan dalam waktu 1. Monitor suhu se
Kelas 6: termoregulasi ….x24 jam masalah keperawatan 2. Monitor IWL
dapat diatasi dengan kriteria 3. Monitor penurun
Definisi: hasil : 4. Monitor intek da
Perningkatan suhu tubuh di atas 1. Suhu tubuh dalam rentan 5. Berikan pengob
kisaran normal normal 6. Lakukan tapid s
2. Nadi dan RR dalam rentan 7. Kolaborasi pem
Batas karakteristik: normal 8. Kompres pasien
1. Konvulsi 3. Tidak ada perubahan warna 9. Tingkatkan sirku
2. Kulit kemerahan kulit dan tidak ada pusing 10. Berikan peng
3. Peningkatan suhu di atas menggigil
kisaran normal Temperature regulatio
4. Kejang 1. Monitor suhu m
5. Tarkikardi 2. Rencanakan mo
6. Takipnea 3. Monitor warna d
7. Kulit terasa hangat 4. Monitor tanda –
Faktor- faktor yang berhubungan: Hipotermi
1. Anastesia 1. Tingkatkan intak
2. Penurunan respirasi 2. Selimuti pasien
3. Dehidrasi tubuh
4. Pemanjanan lingkungan yang 3. Ajarkan pada
panas panas
5. Penyakit 4. Diskusikan ten
6. Pemakaian pakaian yang tidak kemungkinan ef
sesuai dengan suhu lingkungan 5. Ajarkan indikas
7. Peningkatan laju metabolisme diperlukan
8. Medikasi 6. Berikan anti pire
9. Trauma Vital sign monitoring
10. Aktivitas berlebihan 1. Monitor TD, nad
2. Catat adanya flu
3. Monitor suara p
4. Monitor suhu, w
5. Monitor sianosis
6. Monitor adany
melebar, bradika
7. Identifikasi peny

2. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Airway Suction


nafas (00031) keperawatan dalam waktu 1. Pastikan kebutu
Domain 11: keamanan/perlindungan ….x24 jam masalah keperawatan 2. Auskultasi suara
Kelas 2: cedera fisik dapat diatasi dengan kriteria 3. Informasikan pa
hasil : 4. Minta klien nafa
Definisi: 1. Mendemonstrasikan batuk 5. Berikan oksige
Ketidakmampuanuntuk membersihkan efektif dan suara nafas memfasilitasi su
sekresi atau obstruksi dari saluran yang bersih, tidak ada 6. Gunakan alat ya
pernafasan untuk mempertahankan sianosis dan dispnea 7. Anjurkan pasien
kebersihan jalan nafas. (mampu mengeluarkan kateter dikeluark
sputum, mampu bernafas 8. Monitor status o
Batasan karakteristik: dengan mudah, tidak ada 9. Ajarkan keluarg
1. Tidak ada batuk pursed lip) 10. Hentikan suctio
2. Suara nafas tambahan 2. Menunjukkan jalan nafas menunjukkan b
3. Perubahan frekuensi nafas yang paten (klien tidak dll
4. Perubahan irama nafas merasa tercekik, irama
5. Sianosis nafas, frekuensi pernafasan Airway Management
6. Kesulitan berbicara atau dalam rentang normal, 1. Buka jalan nafa
mengeluarkan suara tidak ada suara nafas bila perlu
7. Penurunan bunyi nafas abnormal). 2. Posisikan pasien
8. Dispnea 3. Mampu mengidentifikasi 3. Identifikasi pasi
9. Sputum dalam jumlah yang dan mencegah faktor yang buatan
berlebihan dapat menghambat jalan 4. Pasang mayo bi
10. Batuk yang tidak efektif nafas. 5. Lakukan fisioter
11. Ortopnea 6. Keluarkan sekre
12. Gelisah 7. Auskultasi suara
13. Mata terbuka lebar 8. Lakukan suction
9. Berikan bronkod
Faktor yang berhubungan: 10. Berikan pelemb
Lingkungan: 11. Atur intake untu
1. Perokok pasif 12. Monitor respiras
2. Mengisap asap
3. Merokok
Obstruksi jalan nafas:
1. Spasme jalan nafas
2. Mukus dalam jumlah berlebihan
3. Eksudat dalam jalan alveoli
4. Materi asing dalam jalan nafas
5. Adanya jalan nafas buatan
6. Sekresi bertahan/sisa sekresi
7. Sekresi dalam bronkhi
Fisiologis:
1. Jalan nafas alergik
2. Asma
3. PPOK
4. Hiperplasia dinding bronkhial
5. Infeksi
6. Disfungsi neuromuskular
3. Ketidakefektifan pola nafas (00032) Setelah dilakukan tindakan Airway Management
Domain 4: aktivitas/ istirahat keperawatan dalam waktu 1. Buka jalan nafa
Kelas 4: respons kardiovaskuler/ ….x24 jam masalah keperawatan bila perlu
pulmonal dapat diatasi dengan kriteria 2. Posisikan \pasie
hasil : 3. Identifikasi pasi
Definisi: 1. Mendemostrasikan batuk buatan
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak efektif dan suara nafas yang 4. Pasang mayo bi
memberi ventilasi adekuat bersih, tidak ada sianosis dan 5. Lakukan fisioter
dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekre
Faktor resiko: mengeluarkan 7. Auskultasi suara
1. Perubahan kedalaman sputum,mampu bernafas 8. Lakukan suction
pernafasan dengan mudah, tidak ada 9. Berikan bronkod
2. Perubahan ekskursi dada pursed lips) 10. Berikan pelemb
3. Mengambil posisi tiga titik 2. Menunjukkan jalan nafas 11. Atur intake untu
4. Bradipnea yang paten (klien tidak 12. Monitor respiras
5. Penurunan tekanan ekspirasi merasa tercekik, irama nafas,
6. Penurunan tekanan inspirasi frekuensi pernafasan dalam OxygenTherapy
7. Penurunan ventilasi semenit rentang normal, tidak ada 1. Bersihkan mulu
8. Penurunan kapasitas vital suara nafas abnormal) 2. Pertahankan jala
9. Dispnea 3. Tanda tanda vital dalam 3. Atur peralatan o
10. Peningkatan diameter anterior- rentang normal (kanan darah, 4. Monitor aliran o
posterior nadi, pernafasan) 5. Pertahankan pos
11. Pernafasan cuping hidung 6. Observasi adany
12. Ortopnea 7. Monitor adanya
13. Fase ekspirasi memanjang
14. Pernafasan bibir Vital Sign Monitor
15. Takipnea 1. Monitor TD, nad
16. Penggunaan otot aksesorius 2. Catat adanya flu
3. Monitor VS saa
4. Auskultasi TD p
Faktor yang berhubungan: 5. Monitor TD, nad
1. Ansietas 6. Monitor kualitas
2. Posisi tubuh 7. Monitor frekuen
3. Deformitas tulang 8. Monitor suara p
4. Deformitas dinding dada 9. Monitor pola pe
5. Keletihan 10. Monitor suhu, w
6. Hiperventilasi 11. Monitor sianosis
7. Sindrom hipoventilasi 12. Monitor adany
8. Gangguan muskuloskeletal melebar, bradika
9. Kerusakan neurologis 13. Identifikasi peny
10. Imaturitas neurologis
11. Disfungsi neuromuskular
12. Obesitas
13. Nyeri
14. Keletihan otot pernafasan
15. Cedera medula spinalis

4. Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan tindakan Pain management


Domain 12: kenyamanan keperawatan dalam waktu 1. Lakukan pengka
Kelas 1: kenyamanan fisik ….x24 jam masalah keperawatan lokasi, karakter
dapat diatasi dengan kriteria faktor presipitas
Definisi: hasil : 2. Observasi reaks
Pengalaman sensori dan emosional 1. Mampu mengontrol nyeri 3. Gunakan tehnik
yang tidak menyenangkan yang (tahu penyebab nyeri, pengalaman nye
muncul akibat kerusakan jaringan yang mampu menggunakan teknik 4. Evaluasi pengal
aktual atau potensial atau digambarkan nonfarmakologi untuk 5. Evaluasi bersam
dalam hal kerusakan sedemikian rupa mengurangi nyeri, mencari ketidakefektifan
(international association fot the study bantuan) 6. Bantu pasien
of pain) : awitan yang tiba-tiba atau 2. Melaporkan bahwa nyeri menemukan duk
lambat dari intenstitas ringan hingga berkurang dengan 7. Kontrol lingku
berat dengan akhir yang dapat menggunakan manajemen sperti suhu ruan
diantisipasi atau prediksi dan nyeri 8. Kurangi faktor p
berlangsung < 6 bulan. 3. Mampu mengenali nyeri 9. Pilih dan lak
(skala, intensitas, frekuensi nonfarmakologi
Batasan karakteristik: dan tanda nyeri) 10. Ajarkan tentang
1. Perubahan selera makan 4. Menyatakan rasa nyaman 11. Berikan analgeti
2. Perubahan tekanan darah setelah nyeri berkurang. 12. Evaluasi keefek
3. Perubahan frekuensi jantung 13. Tingkatkan istir
4. Perubahan frekuensi 14. Kolaborasikan
pernafasan tidak berhasil
5. Laporan isyarat 15. Monitor penerim
6. Diaforesis
7. Perilaku distraksi ( misalnya Analgesic administrat
berjalan mondar-mandir 1. Tentukan lokasi
mencari orang lain dan atau sebelum pember
aktivitas lain, aktivitas yang 2. Cek instruksi
berulang). frekuensi
8. Mengekspresikan perilaku 3. Cek riwayat aler
(misalnya gelisah, merengek, 4. Pilih analgetik
menangis) analgetik ketika
9. Masker wajah (misalnya mata 5. Tentukan pilihan
kurang bercahaya, tampak 6. Tentukan analg
kacau, gerakan mata terpencar IM, untuk pengo
atau tetap pada satu fokus 7. Monitor vital
meringis) analgetik pertam
10. Sikap melindungi area nyeri 8. Berikan analges
11. Fokus menyempit (misalnya hebat
gangguan persepsi nyeri, 9. Evaluasi efektifi
hambatan proses berfikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
12. Indikasi nyeri yang dapat
diamati
13. Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
14. Sikap tubuh melindungi
15. Dilatasi pupil
16. Melaporkan nyeri secara verbal
17. Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan:
1. Agen cedera fisik ( misalnya
biologis, zat kimia, fisik,
psikologis).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Cahyaningrum, P. F. (2012). Hubungan Kondisi Faktor Lingkungan dan Angka Kejadian


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Pasca Erupsi Gunung
Merapi Tahun 2010. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Coleman. (2000). Social in the Creation of Human Capital in P. Dasgupta and I. Serageldin
(Ed). Social Capital : A Multi faceted Perpective, 13-39. Washington, DC : The World
Bank.
Herdman, T. H. (2013). NANDA International: Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revi). Yogyakarta: Mediaction.

Purba, M. I. (2003). Pedoman Pemberantasan ISPA dan Pneumonia. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakatra: Trans Info Media.

Whaley and Wong.(1991). Nursing Care Infants and Children, Fourth Edition. Toronto
Canada : Mosby Year Book

Anda mungkin juga menyukai