1
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
A. KONSEP ISPA
1. DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. ISPA adalah
masuknya miroorganisme (bakteri, virus dan riketsia) ke dalam saluran pernafasan
yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari
(Wijayaningsih, 2013). ISPA merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
ditularkan melalui udara. Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus atau
bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala berupa
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau batuk berdahak (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
2. ETIOLOGI
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus,
bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus,
adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpes virus. Bakteri dan virus
yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan
streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel
pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung (Wijayaningsih,
2013).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA.Beberapa faktor
lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah
rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan
(Wijayaningsih, 2013).
2
3. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala ISPA pada anak antara lain (Wijayaningsih, 2013):
a. Pilek biasa
b. Keluar sekret cair dan jernih atau mukus dari hidung
c. Kadang bersin-bersin
d. Sakit tenggorokan
e. Nafas cepat
f. Batuk
g. Sakit kepala
h. Sekret menjadi kental
i. Demam
j. Nausea
k. Muntah
l. Anoreksia
m. Diare
n. Nyeri abdomen
4. KLASIFIKASI
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran
pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2
golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012):
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan
pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang
ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut:
3
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi
nafas 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah
ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
2. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada dan
bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan dan 40 kali per
menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2- <12
bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.
5. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan(Colman, 1992). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal
4
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Colman, 1992). Adanya infeksi
virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus
tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus
yang menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke
saluran pernafasan bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 1992). Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem
imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas sistem imun mukosa.Ciri khas berikutnya adalah bahwa
imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan
imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula bahwa
sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran
pernafasan(Colman, 1992). Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini
dapat dibagi menjadi empat tahap,yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belummenunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi,virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
5
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit,dibagi menjadi empat,yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah biakan kuman positif sesuai
dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
7. PENATALAKSAAN MEDIS
1. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain(Purba, 2003):
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab.
6
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISPA
1. PENGKAJIAN
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta
irama dari pernafasan.
a. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
c. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
d. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong;
1991).
7
3. INTERVENSI KEPERAWATAN (NOC dan NIC)
9
yang paten (klien tidak dll
merasa tercekik, irama
Batasan karakteristik: nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, Airway Management
1. Tidak ada batuk
2. Suara nafas tambahan tidak ada suara nafas 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
3. Perubahan frekuensi nafas abnormal). bila perlu
4. Perubahan irama nafas 3. Mampu mengidentifikasi 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Sianosis dan mencegah faktor yang 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
6. Kesulitan berbicara atau dapat menghambat jalan buatan
mengeluarkan suara nafas. 4. Pasang mayo bila perlu
7. Penurunan bunyi nafas 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
8. Dispnea 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
9. Sputum dalam jumlah yang 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
berlebihan 8. Lakukan suction pada mayo
10. Batuk yang tidak efektif 9. Berikan bronkodilator bila perlu
11. Ortopnea 10. Berikan pelembab udara, kassa basah, NaCl lembab
12. Gelisah 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
13. Mata terbuka lebar 12. Monitor respirasi dan status oksigen.
16
2. Nyeri abdomen 4. Tidak ada tanda-tanda 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
3. Menghindari makanan malnutrisi harian
4. Berat badan 20% atau lebih 5. Menunjukkan 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
dibawah berat badan ideal peningkatan fungsi 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
5. Kerapuhan kapiler pengecapan dari menelan 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
6. Diare 6. Tidak terjadi penurunan dibutuhkan
7. Kehilangan rambut berlebihan berat badan yang berarti
8. Bising usus hiperaktif
9. Kurang makanan Nutrition monitoring
10. Kurang informasi 1. BB pasien dalam batas normal
11. Kurang minat pada makanan 2. Monitor adanya penurunan berat badan
12. Penurunan berat badan dengan 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
asupan makanan adekuat 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
13. Kesalahan konsepsi 5. Monitor lingkungan selama makan
14. Kesalahan informasi 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
15. Membran mukosa pucat makan
16. Ketidakmampuan memakan 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
makanan 8. Monitor turgor kulit
17. Tonus otot menurun 9. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah pecah
18. Mengeluh gangguan sensasi 10. Monitor mual dan muntah
rasa 11. Monitor kadar albumin, protein, Hb, dan kadar Ht
19. Mengeluh asupan makanan 12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
kurang dari RDA 13. Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan
(recommended daily konjunctiva
allowance) 14. Monitor kalori dan intake nutrisi
20. Cepat kenyang setelah makan 15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
21. Sariawan rongga mulut dan cavitas oral
22. Steatorea 16. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
23. Kelemahan otot pengunyah
24. Kelemahan otot untuk menelan
17
Faktor-faktor yang berhubungan:
1. Faktor biologis
2. Faktor ekonomis
3. Ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrien
4. Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
5. Ketidakmampuan menelan
makanan
6. Faktor psikologis
7. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection control:
keperawatan dalam waktu
Definisi: mengalami peningkatan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
….x24 jam masalah keperawatan
resiko terserang organisme patogenik. 2. Pertahankan teknik isolasi
dapat diatasi dengan kriteria 3. Batasi pengunjung bila perlu
Faktor resiko: hasil : 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
1. Penyakit kronis: diabetes berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
mellitus, obesitas 5. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
1. Pasien bebas dari tanda 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
2. Pengetahuan yang tidak cukup
gejala infeksi keperawatan
untuk menghindari pemajanan
2. Mendeskripsikan proses 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
patogen
penularan penyakit, 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
3. Pertahanan tubuh primer yang
faktor yang 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
tidak adekuat : gangguan
mempengaruhi penularan dengan petunjuk umum
peristaltis, kerusakan integritas
serta penatalaksanaannya 10. Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi
kulit (pemasangan kateter
3. Menunjukkan kandung kemih
intravena, prosedur invasif),
kemampuan untuk 11. Tingkatkan intake nutrisi
perubaha sekresi pH,
mencegah timbulnya 12. Berikan antibiotik bila perlu
penurunan kerja siliaris, pecah
18
ketuban dini, pecah ketuban infeksi
lama, merokok, statis cairan 4. Jumlah leukosit dalam
tubuh, trauma jaringan batas normal Infection protection:
(misalnya trauma destruksi 5. Menunjukkan perilaku 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistematik dan lokal
jaringan) hidup sehat 2. Montior hitung granulosit, WBC
4. Ketidakadekuatan pertahanan 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
sekunder: penurunan Hb, 4. Batasi pengunjung
imunosupresi (misalnya 5. Sharing pengunjung terhadap penyakit menular
imunitas didapat tidak adekuat, 6. Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang beresiko
agen farmaseutical termasuk 7. Pertahankan teknik isolasi k/p
imunosupresan, steroid, 8. Berikan perawatan kulit pada area epidema
antibodi monoklonal, 9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
imunomodulator), supresi kemerahan, panas, drainase
respon inflamasi. 10. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
5. Vaksinasi tidak adekuat 11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
6. Pemajanan terhadap patogen 12. Dorong masukkan cairan
lingkungan meningkat: wabah 13. Dorong istirahat
7. Prosedur invasif 14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
8. Malnutrisi 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Coleman. (2000). Social in the Creation of Human Capital in P. Dasgupta and I. Serageldin
(Ed). Social Capital : A Multi faceted Perpective, 13-39. Washington, DC : The World
Bank.
Herdman, T. H. (2013). NANDA International: Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revi). Yogyakarta: Mediaction.
Whaley and Wong.(1991). Nursing Care Infants and Children, Fourth Edition. Toronto
Canada : Mosby Year Book