Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)

POLI ANAK RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

DISUSUN OLEH

NUR HANIEF MB

PB 1905033

PROGRAM PROFESI NERS ALIH JALUR

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

A. DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim
paru. ISPA adalah masuknya miroorganisme (bakteri, virus dan riketsia) ke
dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat
berlangsung sampai 14 hari (Wijayaningsih, 2013). ISPA merupakan salah
satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui udara. Infeksi saluran
pernafasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali
dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala berupa tenggorokan sakit
atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau batuk berdahak (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

B. PREVALENSI
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat. Terdapat 156
juta episode baru kejadian ISPA di dunia per tahun dimana 151 juta episode
(96,7%) terjadi di negara berkembang. ISPA lebih sering terjadi pada anak-
anak, dengan insiden menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29
episode per anak per tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak
per tahun di negara maju (Profil Kesehatan Indonesia, 2011).
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular
di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahunnya.
Selain itu, ISPA merupakan penyebab utama konsultasi atau rawat inap di
fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO,
2007).
Hal yang serupa juga terjadi di Indonesia. Satu dari empat kematian bayi
dan balita di Indonesia diakibatkan oleh ISPA. Pada setiap tahunnya, setiap
anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA. Pada Riset Kesehatan Dasar
2018, period prevalence ISPA cukup berbeda dengan 2013, yaitu sebesar
9,3% dengan angka kejadian tertinggi pada provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 15% dan Jawa Tengah berada pada urutan ke 16 provinsi dengan
prevalensi tertinggi ISPA di Indonesia dengan period prevalence 10%
(Riskesdas, 2018).

C. ETIOLOGI
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus,
hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,
herpes virus. Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di
udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas
yaitu tenggorokan dan hidung (Wijayaningsih, 2013).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA.Beberapa
faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak
adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya
sanitasi lingkungan (Wijayaningsih, 2013).

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala ISPA pada anak antara lain (Wijayaningsih, 2013):
1. Pilek biasa
2. Keluar sekret cair dan jernih atau mukus dari hidung
3. Kadang bersin-bersin
4. Sakit tenggorokan
5. Nafas cepat
6. Batuk
7. Sakit kepala
8. Sekret menjadi kental
9. Demam
10. Nausea
11. Muntah
12. Anoreksia
13. Diare
14. Nyeri abdomen

Klasifikasi ISPA:
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris
saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk
dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan
penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012):
1. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah
batuk dan pilek (common cold).
2. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi
kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya
nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-program pemberantasan ISPA
(P2 ISPA) mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai
berikut:
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang
kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya
nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada
bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi
kurang dari 60 menit.
2. Kelompok umur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding
dada dan bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas
cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12
bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5
tahun.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak
ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada
anak umur 2- <12 bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan -
<5 tahun.

E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan 
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka
virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Colman, 1992). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat
pada dinding saluran  pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala  batuk. Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah  batuk (Colman, 1992). Adanya infeksi
virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran  pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri  patogen yang
terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus  pneumonia,
haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus 
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga
timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi
bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya
suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan
gangguan gizi akut  pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran
pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke
saluran pernafasan  bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran
pernafasan  bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi  paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri
(Colman, 1992). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal
bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari
mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem
imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas berikutnya
adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran
pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan
bawah. Diketahui pula  bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992).
Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap,yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan
kultur/ biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman positif sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah
(diferential count): laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan
pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada penyakit ISPA menurut Rahajoe, 2008
antara lain adalah :
1. Otitis media akut
2. Rinosinusitis
3. Pneumonia
4. Epistaksis
5. Konjungtivitis
6. Faringitis

H. PATHWAY
I. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI
1. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain (Purba, 2003):
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu
ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis kuman
penyebab.
J. ASUHAN KEPERAWATAN ISPA

1. PENGKAJIAN
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman,
usaha serta irama dari pernafasan.
a. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen.
c. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan
adanya bersin.
d. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.

Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan


peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga
didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan
produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991).

2. MASALAH KEPERAWATAN (NANDA)


Masalah keperawatan yang lazim muncul :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
b. Ketidakefektifan pola napas
c. Nyeri
d. Hipertermia
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Resiko tinggi infeksi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN (NOC dan NIC)

No Diagnosa NANDA NOC NIC


1. Hypertermia (00007) Setelah dilakukan tindakan Fever treatment
Domain 11: keamanan/ perlindungan keperawatan dalam waktu 1. Monitor suhu sesering mungkin
Kelas 6: termoregulasi ….x24 jam masalah keperawatan 2. Monitor IWL
dapat diatasi dengan kriteria 3. Monitor penurunan tingkat kesadaraan
Definisi: hasil : 4. Monitor intake dan output
Perningkatan suhu tubuh di atas 1. Suhu tubuh dalam rentan 5. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
kisaran normal normal demam
2. Nadi dan RR dalam rentan 6. Lakukan tapid sponge
Batas karakteristik: normal 7. Kolaborasi pemberian cairan intervena
1. Konvulsi 3. Tidak ada perubahan warna 8. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
2. Kulit kemerahan kulit dan tidak ada pusing 9. Tingkatkan sirkulasi udara
3. Peningkatan suhu di atas 10. Berikan pengobatan untuk mencegah
kisaran normal terjadinya menggigil
4. Kejang Temperature regulation
5. Tarkikardi 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
6. Takipnea 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontiyu
7. Kulit terasa hangat 3. Monitor warna dan suhu kulit
Faktor- faktor yang berhubungan: 4. Monitor tanda – tanda hipertermi
1. Anastesia Hipotermi
2. Penurunan respirasi 1. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
3. Dehidrasi 2. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
4. Pemanjanan lingkungan yang kehangatan tubuh
panas 3. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
5. Penyakit akibat panas
6. Pemakaian pakaian yang tidak 4. Diskusikan tentang pentingny pengaturan suhu
sesuai dengan suhu lingkungan dan kemungkinan efek negative dari
7. Peningkatan laju metabolisme kedingginan
8. Medikasi 5. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
9. Trauma penanganan yang diperlukan
10. Aktivitas berlebihan 6. Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi dan tekanan darah
3. Monitor suara paru, pola pernafasan abnormal
4. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer
6. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari perubahan vita sign.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Airway Suction
(00031) keperawatan dalam waktu 1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning
Domain 11: keamanan/perlindungan ….x24 jam masalah keperawatan 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
Kelas 2: cedera fisik dapat diatasi dengan kriteria suctioning
hasil : 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
Definisi: 1. Mendemonstrasikan batuk suctioning
Ketidakmampuan untuk efektif dan suara nafas 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
membersihkan sekresi atau obstruksi yang bersih, tidak ada dilakukan
dari saluran pernafasan untuk sianosis dan dispnea 5. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal
mempertahankan kebersihan jalan (mampu mengeluarkan untuk memfasilitasi suction nasotracheal
nafas. sputum, mampu bernafas 6. Gunakan alat yang streril disetiap melakukan
dengan mudah, tidak ada tindakan
Batasan karakteristik: pursed lip) 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas
1. Tidak ada batuk 2. Menunjukkan jalan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari
2. Suara nafas tambahan yang paten (klien tidak nasotracheal
3. Perubahan frekuensi nafas merasa tercekik, irama 8. Monitor status oksigen pasien
4. Perubahan irama nafas nafas, frekuensi pernafasan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
5. Sianosis dalam rentang normal, suction
6. Kesulitan berbicara atau tidak ada suara nafas 10. Hentikan suction dan berika oksigen apabila
mengeluarkan suara abnormal). pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
7. Penurunan bunyi nafas 3. Mampu mengidentifikasi saturasi oksigen, dll
8. Dispnea dan mencegah faktor yang
9. Sputum dalam jumlah yang dapat menghambat jalan Airway Management
berlebihan nafas. 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau
10. Batuk yang tidak efektif jaw thrust bila perlu
11. Ortopnea 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
12. Gelisah ventilasi
13. Mata terbuka lebar 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
Faktor yang berhubungan: 4. Pasang mayo bila perlu
Lingkungan: 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
1. Perokok pasif 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Mengisap asap 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
3. Merokok tambahan
Obstruksi jalan nafas: 8. Lakukan suction pada mayo
1. Spasme jalan nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Mukus dalam jumlah berlebihan 10. Berikan pelembab udara, kassa basah, NaCl
3. Eksudat dalam jalan alveoli lembab
4. Materi asing dalam jalan nafas 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
5. Adanya jalan nafas buatan keseimbangan
6. Sekresi bertahan/sisa sekresi 12. Monitor respirasi dan status oksigen.
7. Sekresi dalam bronkhi
Fisiologis:
1. Jalan nafas alergik
2. Asma
3. PPOK
4. Hiperplasia dinding bronkhial
5. Infeksi
6. Disfungsi neuromuskular

3. Ketidakefektifan pola nafas (00032) Setelah dilakukan tindakan Airway Management


Domain 4: aktivitas/ istirahat keperawatan dalam waktu 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chi lift atau
Kelas 4: respons kardiovaskuler/ ….x24 jam masalah keperawatan jaw thrust bila perlu
pulmonal dapat diatasi dengan kriteria 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
hasil : ventilasi
Definisi: 1. Mendemostrasikan batuk 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak efektif dan suara nafas yang jlan nafas buatan
memberi ventilasi adekuat bersih, tidak ada sianosis dan 4. Pasang mayo bila perlu
dyspneu (mampu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Faktor resiko: mengeluarkan sputum, 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
1. Perubahan kedalaman mampu bernafas dengan 7. Auskultasi suara napas, catat adanya suara
pernafasan mudah, tidak ada pursed lips) tambahan
2. Perubahan ekskursi dada 2. Menunjukkan jalan nafas 8. Lakukan suction pada mayo
3. Mengambil posisi tiga titik yang paten (klien tidak 9. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Bradipnea merasa tercekik, irama nafas, 10. Berikan pelembab udara kassa basah Nacl
5. Penurunan tekanan ekspirasi frekuensi pernafasan dalam lembab
6. Penurunan tekanan inspirasi rentang normal, tidak ada 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
7. Penurunan ventilasi semenit suara nafas abnormal) keseimbangan
8. Penurunan kapasitas vital 3. Tanda tanda vital dalam 12. Monitor respirasi dan status O2
9. Dispnea rentang normal (kanan darah,
10. Peningkatan diameter anterior- nadi, pernafasan) OxygenTherapy
posterior 1. Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea
11. Pernafasan cuping hidung 2. Pertahankan jalan napas yang paten
12. Ortopnea 3. Atur peralatan oksigenasi
13. Fase ekspirasi memanjang 4. Monitor aliran oksigen
14. Pernafasan bibir 5. Pertahankan posisi pasien
15. Takipnea 6. Observasi adanya tanda hipoventilas
16. Penggunaan otot aksesorius 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Faktor yang berhubungan: Vital Sign Monitor


1. Ansietas 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Posisi tubuh 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Deformitas tulang 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
4. Deformitas dinding dada berdiri
5. Keletihan 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
6. Hiperventilasi bandingkan
7. Sindrom hipoventilasi 5. Monitor TD, nadi RR sebelum,selama,sesudah
8. Gangguan muskuloskeletal aktivitas
9. Kerusakan neurologis 6. Monitor kualitas nadi
10. Imaturitas neurologis 7. Monitor frekuensi dna irama pernafasan
11. Disfungsi neuromuskular 8. Monitor suara paru
12. Obesitas 9. Monitor pola pernafasan abnormal
13. Nyeri 10. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit
14. Keletihan otot pernafasan 11. Monitor sianosis perifer
15. Cedera medula spinalis 12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4. Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan tindakan Pain management
Domain 12: kenyamanan keperawatan dalam waktu 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kelas 1: kenyamanan fisik ….x24 jam masalah keperawatan termasuk lokasi, karakteristrik, durasi,
dapat diatasi dengan kriteria frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi.
Definisi: hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
Pengalaman sensori dan emosional 1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
yang tidak menyenangkan yang (tahu penyebab nyeri, 3. Gunakan tehnik komunikasi teraupetik untuk
muncul akibat kerusakan jaringan yang mampu menggunakan teknik mengetahui pengalaman nyeri pasien
aktual atau potensial atau digambarkan nonfarmakologi untuk 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
dalam hal kerusakan sedemikian rupa mengurangi nyeri, mencari 5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
(international association fot the study bantuan) lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
of pain) : awitan yang tiba-tiba atau 2. Melaporkan bahwa nyeri masa lampau
lambat dari intenstitas ringan hingga berkurang dengan 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
berat dengan akhir yang dapat menggunakan manajemen menemukan dukungan
diantisipasi atau prediksi dan nyeri 7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
berlangsung < 6 bulan. 3. Mampu mengenali nyeri nyeri sperti suhu ruangan,
(skala, intensitas, frekuensi pencahayaan,kebisingan
Batasan karakteristik: dan tanda nyeri) 8. Kurangi faktor predisposisi
1. Perubahan selera makan 4. Menyatakan rasa nyaman 9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
2. Perubahan tekanan darah setelah nyeri berkurang. (farmakologi, nonfarmakologi dan
3. Perubahan frekuensi jantung interpersonal)
4. Perubahan frekuensi 10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
pernafasan 11. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Laporan isyarat 12. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
6. Diaforesis 13. Tingkatkan istirahat
7. Perilaku distraksi ( misalnya 14. Kolaborasikan dengan dokter jika ada tindakan
berjalan mondar-mandir nyeri tidak berhasil
mencari orang lain dan atau 15. Monitor penerimaan pasien tentang
aktivitas lain, aktivitas yang manajemen nyeri.
berulang).
8. Mengekspresikan perilaku Analgesic administration
(misalnya gelisah, merengek, 1. Tentukan lokasi, karakteristrik, kualitas, dan
menangis) derajat nyeri sebelum pemberian obat
9. Masker wajah (misalnya mata 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis
kurang bercahaya, tampak dan frekuensi
kacau, gerakan mata terpencar 3. Cek riwayat alergi
atau tetap pada satu fokus 4. Pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi
meringis) dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu
10. Sikap melindungi area nyeri 5. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan
11. Fokus menyempit (misalnya beratnya
gangguan persepsi nyeri, 6. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
hambatan proses berfikir, secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara
penurunan interaksi dengan teratur
orang dan lingkungan) 7. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
12. Indikasi nyeri yang dapat pemberian analgetik pertama kali
diamati 8. Berikan analgesik tapat pada waktu terutama
13. Perubahan posisi untuk saat nyeri hebat
menghindari nyeri 9. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala.
14. Sikap tubuh melindungi
15. Dilatasi pupil
16. Melaporkan nyeri secara verbal
17. Gangguan tidur

Faktor yang berhubungan:


1. Agen cedera fisik ( misalnya
biologis, zat kimia, fisik,
psikologis).
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang Setelah dilakukan tindakan Nutrition management
dari kebutuhan tubuh keperawatan dalam waktu 1. Kaji adanya alergi makanan
….x24 jam masalah keperawatan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Definisi: dapat diatasi dengan kriteria jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Asupan nutrisi tidak cukup untuk hasil : pasien
memenuhi kebutuhan metabolik 1. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
berat badan sesuai 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
Batasan karakteristik: dengan tujuan dan vitamin C
1. Kram abdomen 2. Berat badan ideal sesuai 5. Berikan substansi gula
2. Nyeri abdomen dengan tinggi badan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
3. Menghindari makanan 3. Mampu mengidentifikasi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Berat badan 20% atau lebih kebutuhan nutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dibawah berat badan ideal 4. Tidak ada tanda-tanda dikonsultasikan dengan ahli gizi)
5. Kerapuhan kapiler malnutrisi 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
6. Diare 5. Menunjukkan makanan harian
7. Kehilangan rambut berlebihan peningkatan fungsi 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
8. Bising usus hiperaktif pengecapan dari menelan 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
9. Kurang makanan 6. Tidak terjadi penurunan 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
10. Kurang informasi berat badan yang berarti nutrisi yang dibutuhkan
11. Kurang minat pada makanan
12. Penurunan berat badan dengan Nutrition monitoring
asupan makanan adekuat 1. BB pasien dalam batas normal
13. Kesalahan konsepsi 2. Monitor adanya penurunan berat badan
14. Kesalahan informasi 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
15. Membran mukosa pucat dilakukan
16. Ketidakmampuan memakan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makanan makan
17. Tonus otot menurun 5. Monitor lingkungan selama makan
18. Mengeluh gangguan sensasi 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
rasa selama jam makan
19. Mengeluh asupan makanan 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
kurang dari RDA 8. Monitor turgor kulit
(recommended daily 9. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah
allowance) pecah
20. Cepat kenyang setelah makan 10. Monitor mual dan muntah
21. Sariawan rongga mulut 11. Monitor kadar albumin, protein, Hb, dan kadar
22. Steatorea Ht
23. Kelemahan otot pengunyah 12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
24. Kelemahan otot untuk menelan 13. Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan
jaringan konjunctiva
Faktor-faktor yang berhubungan: 14. Monitor kalori dan intake nutrisi
1. Faktor biologis 15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
2. Faktor ekonomis papila lidah dan cavitas oral
3. Ketidakmampuan untuk 16. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
mengabsorbsi nutrien
4. Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
5. Ketidakmampuan menelan
makanan
6. Faktor psikologis
6. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection control:
Definisi: mengalami peningkatan keperawatan dalam waktu 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
resiko terserang organisme patogenik. ….x24 jam masalah keperawatan lain
Faktor resiko: dapat diatasi dengan kriteria 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Penyakit kronis: diabetes hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
mellitus, obesitas 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
2. Pengetahuan yang tidak cukup 1. Pasien bebas dari tanda tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
untuk menghindari pemajanan gejala infeksi meninggalkan pasien
patogen 2. Mendeskripsikan proses 5. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci
3. Pertahanan tubuh primer yang penularan penyakit, tangan
tidak adekuat : gangguan faktor yang 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
peristaltis, kerusakan integritas mempengaruhi penularan tindakan keperawatan
kulit (pemasangan kateter serta penatalaksanaannya 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
intravena, prosedur invasif), 3. Menunjukkan pelindung
perubaha sekresi pH, kemampuan untuk 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
penurunan kerja siliaris, pecah mencegah timbulnya pemasangan alat
ketuban dini, pecah ketuban infeksi 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
lama, merokok, statis cairan 4. Jumlah leukosit dalam dressing sesuai dengan petunjuk umum
tubuh, trauma jaringan batas normal 10. Gunakan kateter intermitten untuk
(misalnya trauma destruksi 5. Menunjukkan perilaku menurunkan infeksi kandung kemih
jaringan) hidup sehat 11. Tingkatkan intake nutrisi
4. Ketidakadekuatan pertahanan 12. Berikan antibiotik bila perlu
sekunder: penurunan Hb,
imunosupresi (misalnya Infection protection:
imunitas didapat tidak adekuat, 1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistematik
agen farmaseutical termasuk dan lokal
imunosupresan, steroid, 2. Montior hitung granulosit, WBC
antibodi monoklonal, 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
imunomodulator), supresi 4. Batasi pengunjung
respon inflamasi. 5. Sharing pengunjung terhadap penyakit
5. Vaksinasi tidak adekuat menular
6. Pemajanan terhadap patogen 6. Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang
lingkungan meningkat: wabah beresiko
7. Prosedur invasif 7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Malnutrisi 8. Berikan perawatan kulit pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukkan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar.


Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Cahyaningrum, P. F. (2012). Hubungan Kondisi Faktor Lingkungan dan Angka


Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta Pasca Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010. Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta.

Coleman. (2000). Social in the Creation of Human Capital in P. Dasgupta and I.


Serageldin (Ed). Social Capital : A Multi faceted Perpective, 13-39.
Washington, DC : The World Bank.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Riset kesehatan dasar


(RISKESDAS) Indonesia tahun 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Herdman, T. H. (2013). NANDA International: Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011).Profil Kesehatan Indonesia


tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revi).
Yogyakarta: Mediaction.

Purba, M. I. (2003). Pedoman Pemberantasan ISPA dan Pneumonia. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Rahajoe, N. (2008). Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Badan Penerbit
IDAI. Jakarta

Whaley and Wong.(1991). Nursing Care Infants and Children, Fourth Edition.
Toronto Canada : Mosby Year Book
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakatra: Trans Info
Media.

World Health Organization (WHO). (2007).Pencegahan dan pengendalian infeksi


saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan
pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan. (diunduh 20 Juli 2020). Tersedia
dari: URL: HYPERLINK http://apps.who.int/iris/bitstream/
10665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007.6_ind.pdf/

Anda mungkin juga menyukai