Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang bersifat akut yang
mnyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai dari hidung sampai alveolus termasuk
(sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Depkes, 2011).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia
tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. ISPA adalah masuknya miroorganisme
(bakteri, virus dan riketsia) ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang
dapat berlangsung sampai 14 hari (Wijayaningsih, 2013).
ISPA merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui udara.
Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan
panas disertai salah satu atau lebih gejala berupa tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk
kering atau batuk berdahak (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan lokasi anatomi
a. Infeksi saluran pernafasan akut atas
Infeksi saluran pernafasan akut atau merupakan infeksi yag mnyerang saluran
pernafasan bagian atas (faring). Terdapat beberapa gejala yang ditemukan pada infeksi
ini yaitu demam,batuk, sakit tenggorokan, bengkak diwajah, nyeri telinga, ottorhea, dan
mastoiditis. Beberapa pemyaki yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut
atas yaitu sinusitis, faringitis, dan otitis media akut.
b. Infeksi saluran pernafasan akut bawah
Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang menyerang saluran
pernafasan bagian bawah. Seseorang yang terkena infeksi pada saluran pernafasan
bawah biasanya akan ditemukan gejala takipnea, retraksi dada, dan pernafasan
wheezing. Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan akut
bawah yaitu bronchiolitis, bronchitis akut, san pneumonia.
2. Berdasarkan kelompok umur
a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan
1) Pneumonia berat : selain batuk atau sukar bernafas, ditemukan nafas cepat
(>60x/menit) atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke atas.
2) Bukan pneumonia : hanya ditemukan batuk dan atau sukar bernafas namun tidak
ditemukan nafas cepat (<60x/menit) dan tarikan dinding bagian bawah ke dalam.
b. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun
1) Pneumonia berat : selain batuk dan sukar bernafas juga ditemuakn tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing)
2) Pnemunia : tidak ditemukan tarikan dinding dada bawah ke dalam, namun
ditemukan nafas cepat sesuai golongan umur (2 bulan-<1 tahun :50 kali atau
lebih/menit; i-<5 tahun :40 kali atau lebih/menit).
3) Bukan pneumonia : tidak ditemukan nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam, hanya ditemukan batuk dan sukar bernafas.

C. ETIOLOGI
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan jamur. Bakteri penyebabnya antara
lain genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium.
Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
mikoplasma, herpes virus. Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan
masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung
(Wijayaningsih, 2013).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun yang
kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan resiko serangan ISPA.Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi
terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan
buruknya sanitasi lingkungan (Wijayaningsih, 2013).

D. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992). Iritasi virus pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut
menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah
batuk (Colman, 1992). Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang
rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan
dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi
virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus
yang menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran pernafasan
bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Colman,
1992). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian
besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri
khas sistem imun mukosa.Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang
peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran pernafasan(Colman, 1992). Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA
ini dapat dibagi menjadi empat tahap,yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belummenunjukkan reaksi apa-
apa.
2. Tahap inkubasi,virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam dan
batuk.
4. Tahap lanjut penyakit,dibagi menjadi empat,yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

E. MANIFESTASI KLINIS
Saluran pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit infeksi oleh
berbagai jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi yang terjadi pada saluran
pernafasan tergantung pada fungsi saluran pernafasan yang terjangkit infeksi, keparahan proses
infeksi, dan usia sseorang serta status kesehatan secara umum.
Tanda dan gejala ISPA sesuai dengan anatomi saluran pernafasan yang terserang yaitu :
1. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering timbul yaitu pengeluaran
cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair,
kongjungtivitis ringan, sakit tenggorokan yang ringan sampai berat, rasa kering paada
bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu, batuk seringkali
terjadi, dan terkadang timbul demam.
2. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang timbul biasanya didahului
oleh gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas seperti hidung buntu, pilekdan sakit
ternggorokan. Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimulai dengan
batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi sputum yang
banyak, dapat bersifar mucus tetapi dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik,
biasanya akan ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengar jika produksi
sputum meningkat.
Dan juga tanda dan gejala lainnya dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit
tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala saluran pernafasan hanya
bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit
kepala tidak memerlukan pengobatan antibiotik (Prabu, 2009).

F. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Upaya pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA sedang pada anak
menurut Prabu (2009), antara lain :
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap
penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai
penutup hidung dan mulut bila kontak langsung degan anggota keluarga atau orang
yang sedang menderita penyakit ISPA.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain menurut Purba (2003) antara lain :
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3. Penatalaksanaan medis
a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
b. Utama ditujukan pada pneumonia, influenza dan aureus.
1
c. Pneuminia rawat jalan yaitu kotrimoksasol 1mg, amoksisillin 3x /2 sendok teh,
ampisillin (500 mg) 3 tab puyer / x bungkus / 3x sehari /8 jam, penisillin prokain 1 mg.
d. Pneumonia berat yaitu benzil penicillin 1 mg, gentamisin (100 mg) 3 tab puyer/x
bungkus / 3x bungkus / 3x sehari / 8 jam.
e. Antibiotik baru lain yaitu sefalosforin 3x 1 /2 sendok teh, quinolon 5 mg, dll.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi merupakan akibat dari bakteri sinus paranasal dan bagian-bagian lain saluran
pernafasan. Limponodi servikalis dapat juga menjadi terlibat dan kadang-kadang bernanah,
mastoiditis, selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi
yang paling sering ditemukan pada bayi-bayi kecil sampai sebanyak 25 persennya. Kebanyakan,
infeksi virus saluran pernafasan atas juga melibatkan saluran permafasan atas juga melibatkan
saluran pernafasan bawah, dan pada banyak kasus, fungsi paru menurun walaupun gejala saluran
permafasan bawah tidak mencolok atau tidak ada (Prabu , 2009).
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Identitas pasien
a. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, dan
alamat.
b. Penanggung jawab atau pengantar meliputi nama, alamat, hubungan dengan klien,
telepon.
2. Keluhan utama
Adanya demam, kejang, sesak nafas, batuk produktif, tidak mau makan, anak rewel dan
gelisah, sakit kepala.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan
a. Riwayat kehamilan : penyakit infeksi yang pernah di derita ibu selama hamil.
b. Riwayat persalinan : apakah usia kehamilan cukup, lahir premature, penyakit
persalinan, apgar score.
4. Keadaan kesehatan saat ini
Anak lemah, tidak mau makan, sianosis, sesak nafas dan dangkal gelisah, ronchi (+),
wheezing (+), batuk, demam, sianosis daerah mulut dan hidung, muntah diare.
5. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, pneumonia, dan infeksi saliuran nafas lainnya.
6. Riwayat sosial
Siapa pengasuh klien, interaksi sosial, kawan bermain, dan peran ibu.
7. Kebutuhan dasar
a. Makan dan minum
Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB dan muntah.
b. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, lesu, penurunan aktivitas, banyak berbaring.
c. Eliminasi Urine/BAK
Tidak begitu sering
d. Kenyamanan
Mialgia, sakit kepala
e. Hygiene
Penampilan kusut, kurang tenaga

B. PEMERIKSAAN FISIK KEPERAWATAN


1. Keadaan umum
Tampak lemah, sakit berat
2. Tanda-tanda vital
TD menurun, nafas sesak, nadih lemah dan cepat, suhu meningkat, sianosis.
3. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan.
4. Kulit
Inspeksi : biasanya tampak pucat dan sianosis
Palpasi : biasanya turgor kulit jelek
5. Rambut
Inspeksi : lihat distribusi rambut merata atau tidak, bersih atau bercabang dan halus atau
kasar.
Palpasi : mudah rontok atau tidak
6. Kuku
Inspeksi : lihat kondisi kuku pucat atau tidak, tidak ada sianosis atau tidak
Palpasi : CRT < 2 detik
7. Kepala
Inspeksi : lihat kesimetrisan, biasanya klien mengeluh sakit kepala
Palpasi : periksa adanya benjolan atau nyeri
8. Mata
Inspeksi : biasanya konjungtiva dan sklera berwarna normal, lihat refleks kedip baik atau
tidak, terdapat radang atau tidak dan pupil isokor.
9. Hidung
Inspeksi : biasanya terdapat pernafasan cuping hidung, terdapat sekret berlebih dan
terpasang O2.
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
10. Mulut dan faring
Inspeksi : biasanya pucat sianosis, membran mukosa kering, bibir kering dan pucat
11. Telinga
Inspeksi : adanya kotoran atau cairan dan bagaimana bentuk tulang rawannya.
Palpasi : adanya respon nyeri pada daun telinga.
12. Thorax
Pemeriksaan dada pada balita dengan ISPA sedang meliputi :
Inspeksi : nafas cepat dan tarikan dada bagian bawah ke dalam.
Auskultasi : adanya stridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya.
13. Abdomen
Inspeksi : lihat kesimetrisan dan adanya pembesaran abdomen
Palpasi : adanya nyeri tekan dan pembesaran abdomen
14. Genetalia
Inspeksi : adanya kelainan genetalia, adanya pembesaran skrotum atau adanya lesi pada
genetalia.
Palpasi : adanya nyeri tekan atau benjolan
15. Ekstremitas
Inspeksi : adakah oedema, tanda sianosis, dan kesulitan begerak
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa refleks patelki dengan reflek hummar.

C. DIAGNOSTIK TEST
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan,
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suriadi, Yuliani R, 2001).
III. PENYIMPANGAN KDM

Bersihan jalan nafas


tidak efektif Hipertermia

Nyeri Akut
Asidosis

Pola nafas
tidak efektif

Defisit Nutrisi
IV. MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas (D.0149)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (D.0005)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis keengganan untuk makan (D.0019)
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi ( D.0130)
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (D.0077)
V. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan kriteria Hasil Intervensi Dan Rasional


1.Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
efektif berhubungan dengan keperawatan selama ..... 1. Identifikasi kemampuan batuk
spasme jalan nafas (D.0149) jam, diharapkan pasien R: Membantu perkembangan kondisi pasien.
Definisi : menunjukkan bersihan jalan 2. Monitor input dan output cairan
Ketidakmampuan nafas meningkat dengan R: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
membersihkan sekret atau kriteria hasil : mengencerkan sekret, membantu untuk mudah
obstruksi jalan nafas untuk - Batuk efektif meningkat dikeluarkan.
mempertahan kan jalan nafas - Produksi sputum Terapeutik
tetap paten. menurun 3. Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pola nafas membaik R: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi
- Frekuensi nafas membaik paru dan menurunkan upaya pernafasan.
Kolaborasi
4. Kolaborasi penberian mukolitik dan
ekspektoran, jika perlu
R : Agen mukolitik untuk menurunkan
kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama .... jam, 1. Monitor pola nafas dan bunyi nafas
hambatan upaya nafas di harapkan pasien tambahan
(D.0005) menunjukkan pola nafas R: Untuk mengetahui peningkatan kerja nafas.
Definisi : yang membaik dengan Terapeutik
Inspirasi dan /atau ekspirasi kriteria hasil ; 2. Posisikan semi fowler ataufowler
yang tidak memberikan - Dispnea menurun R: Mengoptimalkan ekspansi paru dan
ventilasi adekuat. - Frekuensi nafas membaik memaksimalkan upaya batuk.
- Kedalaman nafas Edukasi
membaik 3. Ajarkan teknik batuk efektif
- Ekskursi dada membaik R: Untuk mengeluarkan sekret dengan maksimal
Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik jika perlu
R: Untuk melegakan pernafasan, melebarkan
saluran permafasan dan melemaskan otot paru-
paru
3.Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan faktor psikologis keperawatan selama .... jam 1. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
keengganan untuk makan diharapkan klien dapat R/ Mendeteksi secara dini dan tepat agar
(D.0019) menunjukan tidak ada tanda- mencari inervensi yang tepat.
Definisi : tanda ketidakseimbangan Terapeutik
Asupan nutrisi tidak cukup nutrisi kurang dari 2. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan, dengan kriteria : perlu
metabolisme - Nafsu makan membaik R/ Menimbulkan rasa segar, mengurangi rasa
- Porsi makan dihabiskan tidak nyaman, sehingga berefek meningkatkan
nafsu makan.
Edukasi
3. Ajarkan diet yang diprogramkan
R/ Membantu menjaga pemasukan yang
terprogram.
Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
R/ Membantu dalam mengurangi keluhan saat
makan.
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan jika perlu
R/ Membantu dalam proses penyembuhan
4. Hipertermia berhubungan Setelah di lakukan tindakan Observasi
dengan proses infeksi keperawatan selama …. jam 1. Identifikasi penyebab hipertermia
(D.0130) di harapkan suhu tubuh R/ Mengetahui perubahan suhu tubuh.
Definisi : Suhu tubuh kembali normal dengan Terapeutik
neningkat di atas rentang kriteria hasil : 2. Lakukan pendinginan eksternal (mis,
normal tubuh. - Suhu tubuh kembali kompres dingin pada leher, dahi, abdomen,
normal 36-37O C aksila)
- Suhu kulit kembali R/ Mempercepat penurunan suhu tubuh.
normal. Edukasi
Kulit tidak nampak 3. Anjurkan tirah baring,
pucat. R/ Isrirahat yang cukup dapat meningkatkan
metabolisme tubuh sehingga mempercepat proses
penyembuhan.
Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit
intravena jika perlu.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan cairan.
5. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan agen cedera fisiologis keperawatan selama .... jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
(D.0077) di harapkan nyeri berkurang frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Definisi : atau hilang dengan, kriteria R/ Mengidentifikasi nyeri untuk melakukan
Pengalaman sensorik atau hasil : intervensi.
emosional yang berkaitan -Keluhan nyeri menurun. 2. Identifikasi respon nyeri secara non verbal
dengan kerusakan jaringan -Perilaku membaik R/ Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan
aktual atau fungsional, -Tidak tampak meringis.. yang dirasakan oleh pasien.
dengan onset mendadak atau Edukasi
lambat dan berintensitas 3. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
ringan hingga berat dan mengurangi rasa nyeri.
konstan, yang berlangsung R/ Tindakan ini memungkinkan klien untuk
lebih dari 3 bulan. mendapatkan rasa kontrol terhadap nyeri.
4. Jelaskan strategi meredakan nyeri
R/ Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa
nyeri.
Kolaborasi
4. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
R/ Untuk menghilangkan rasa nyeri yang
dirasakan oleh klien.
VI. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dalam proses keperawata mencakup penerapan keterampilan yang diperlukan
untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk implementasi biasanya berfokus pada melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status
masalah yang telah ada. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan
pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan. Membantu klien
membuat keputusan tentang layanan kesehatanya sendiri. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada
profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat. Memberi tindakan yang spesifik
untuk menghilangkan masalah kesehatan. Membantu klien melakukan aktivitas sendiri, membantu
klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.
VII. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil,klien
bisa keluar dari siklus proses kepewatan. Jika sebaliknya kajian ulang (reassessment). Secara umum ,
evaluasi ditujukkan untuk meihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan, menentukan
apakah tujuan keperawatan teelah tercapai atau belum, mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatan belum tercapai.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Coleman. (1992). Social in the Creation of Human Capital in P. Dasgupta and I. Serageldin
(Ed). Social Capital : A Multi faceted Perpective, 13-39. Washington, DC : The World
Bank.

Dinas Kesehatan Indonesia. (2011). Profile kesehatan Indonesia. Jakarta : Dinas Kesehatan
Pemerintahan Indonesia

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi I ,
Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2016). Standar Intervensi Ke perawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Edisi I , Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria HasiL Keperawatan,
Edisi I , Jakarta: DPP PPNI

Prabu. (2009). Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Yokyakarta: Mediaction

Wijayaningsih, K.S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai