Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
1. Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhaege Fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengu dan disebarkan
oleh nyamuk Aedes Aegypti yang disertai manifestasi perdarahan dan
cenderung menimbulkan shock (Misnadiarly, 2009:10)
Demam dangue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang disertai leucopenia, ruam, limfa denopati, trombositopenia dan
ditesis hemoragik. (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh serotipe
virus dengue, dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam
yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian
(Depkes, RI 2010)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7
hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechie),
lebam (echymosis), atau ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, berak
darah, muntah darah,kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Kemenkes
RI, 2011:133).
2. Klasifikasi Derajat DBD
WHO 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya:

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi
perarahan adalah uji tornoquet positif

Derajat 2 : Derajat 1 disertai perdarahan spontan dikulit dan/atau


perdarahan lain

Derajat 3 : Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan


lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit dingin, lembab dan pasien merasa gelisah

Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur

3. Epidemiologi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan mengakibatkan spectrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD),
DBD dan demam dengue yang disertai renjatan atau dengue shock
syndrome (DSS) ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus
yang terinfeksi. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus
dengue yang termasuk ke dalam family Flaviridae dan genus Flavivirus,
terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4.1 Dalam 50
tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan
ekspansi geografis ke negara-negara baru. Penderitanya bnayak ditemukan
disebagian besar wilayah tropis dan subtropics terutama di Asia Tenggara,
Amerika Tengah dan Karibia (Chandra,Aryu.2010)
Kejadian luar biasa pertama penyakit Demam Berdarah Dengue di
Asia ditemukan di manila pada tahun 1954 dan dilaporkan oleh Quintas.
Tahun 1958 terjadi kejadian luar biasa penyakit Demam Berdarah Dengue
“Thai” yang ditemukan di Bangkok-Thonburi sekitarnya. Tahun 1960 di
singapura ditemukan kasus Demam Berdarah Dengue dewasa muda dalam
jumlah yang lebih banyak dengan hasil isolasi virus dengue menunjukan
tipe 1 dan 2 (Soegjianto, 2016 : 24)
Kejadian luar biasa penyakit Demam Berdarah Dengue terjadi juga
di wilayah asia lainnya. Virus dengue tipe 1 dan 4 telah diisolasi dari
penderita di kamboja pada tahun 1961 . di Penang Malaysia Barat penyakit
Demam Berdarah Dengue ini pertama kali ditemukan pada tahun 1962
(Soegjianto, 2016 : 25)
Negara lain di Asia Barat yang meliputi Bangladesh, India,
Srilangka dan Maldive dikenal sebagai daerah yang tenang dari ancaman
serangan penyakit Demam Berdarah Dengue. Walaupun demikian epidemi
dengan pucak dua klai telah dilaporkan juga dari Calcuta sekitar bulan Juli
1963 dan Maret 1964 dan tahun 1966 kejadian luar biasa penyakit ini
dalam jumlah sedikit dilaporkan di Srilangka (Soegjianto, 2016 : 25)
Untuk di Indonesia sendiri kasus ini telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis
DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 (97%) dan 382 (77%)
kabupaten/kota pada tahun 2009 . selain itu terjadi juga peningkatan
jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun1968 hanya 58 kasus berubah
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 (Mariana, Sofia.2016)

4. Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang termasuk dalam
group B Arthropoda Borne Viruse (arboviruses) yaitu virus yang
ditularkan melalui serangga. Virus dengue termasuk genus Flavivirus dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan diindonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak
Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe lain yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat
ditemukan diberbagai daerah diindonesia (Sudoyo Aru,dkk : 2009).

5. Vektor Demam Berdarah Dengue


Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti yang
menjadi vektor utama serta Ae. albopictus yang menjadi vektor
pendamping. Kedua spesies nyamuk itu ditemukan di seluruh wilayah
Indonesia, hidup optimal pada ketinggian di atas 1000 di atas permukaan
laut, tapi dari beberapa laporan dapat ditemukan pada daerah dengan
ketinggian sampai dengan 1.500 meter, bahkan di India dilaporkan dapat
ditemukan pada ketinggian 2.121 meter serta di Kolombia pada ketinggian
2.200 meter.45 Nyamuk Aedes berasal dari Brazil dan Ethiopia, stadium
dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk
lainnya (Chandra,Aryu.2010).
Kedua spesies nyamuk tersebut termasuk ke dalam Genus Aedes
dari Famili Culicidae. Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun
dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya.
Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di
bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih.
Sedangkan skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi
satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Chandra,Aryu.2010).
6. Manifestasi Klinik
Infeksi virus Dengue tergantung dari factor yang mempengaruhi
daya tahan tubuh dengan factor factor yang mempengaruhi virulensi virua.
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue dapat menyebabka keadaan yang
bermacam macam, mulai dari tanpa gejala (Asimptomatik), demam ringan
yang tidak spesifik (Undifferentiated) febrile illness,demam Dengue atau
(DD) dan sindrom syok dengue ata SSD (Hadinegoro.2010)
1. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri retro-orbital
c. Mialgia/artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan
f. Leucopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue positif ; atau ditemukan DD/DBD
yang sudah dikonfirmasikan pada lokasi dan wakto yang sama
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan krteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, baisanya
bersifat bifasik
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna , tempat bekas suntikan
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/µ1
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
1) Peningkatan nilai hematokrit ≥20 % dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit ≥20 % setelah pemberian
cairan yang adekuat
e. Tanda dan kebocoran plasma seperti hipoproteinemi, asitesis dan
efusi pleura
Adapun untuk sindrom syok dengue dimana seluruh kriteria diatas disertai
dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun ≤ 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin-lembab

Demam dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus


dibedakan dengan demam berdarah dengue (DBD). Fenomen
apatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
DBD dari DD ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, hipotensi, trombositopenia, dan diathesis
hemoragik (Hadinegoro.2010)
Sedangkan menurut Hadinegoro 2010 Gejala klinis DBD diawali
dengan demam mendadak disertai dengan muka kemerahan (Flushed fac)
dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam dengue,
seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala dan nyeri pada otot serta sendi.
Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada pemeriksaan
ditemukan faring hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak didaerah
epigastrium, nyeri dibawah lengkungan iga kanan, kadang kadang nyeri
perut dapat dirasakan diseluruh perut.
Gejala/ tanda utama DBD adalah sebagai berikut:
a) Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak,
terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
mempan dengan antipiretik. Kadang kadang suhu tubuh
sangat tinggi sampai 40℃ dan dapat terjadi kejang demam.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada saat fase
demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak
seakan sembuh, hati hati karena fase tersebut dapat sebagai
awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari demam.
Hari 3,4 dan 5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada
hari keenam dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi
perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (<20.000µ1)
(Hadinegoro.2010)
b) Tanda tanda Perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
tromositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta
koagulasi intravascular yang menyeluruh. Jenis perdarahan
yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji
Tourniquet (uji rumple lit/ uji bending) posistif, petekie,
purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtifa. Petekie
dapat muncul pada hari hari pertama demam tetapi dapat
pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Peradarahan lain
yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
Tanda perdarahan ini tidak semua terjadi pada seorang
pasien DBD. Perdarahan paling ringan adalah uji Torniquet
posistif berarti fragilitas kapiler meningkat
(Hadinegoro.2010)
c) Hepatomegali
Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada
permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat
diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkungan iga kanan.
Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba,
dapat meramalkan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan
pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya
perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat dijumpai
ikterus (Hadinegoro.2010)
d) Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala
klinis menghilang setelah demam turun. Demam turun
disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi
dan tekanan darah, akral (ujung) ekstermitas dingin, disertai
dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pasien biasanya
akan sembuh spontan dengan pemberian cairan dan
elektrolit. Pada kasus berat, keadaan ini atau beberapa saat
setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda
kegagalan sirkulasi seperti kulit teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis disekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi pasien tampak sangat lemah.
Sesaat sebelum syok seringklai pasien mengeluh nyeri
perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang).
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat
perhatian serius, oleh karena bila tidak diatasi dengan
sebaik baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan
kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk kedalam fase
kritis yaitu syok berat, pada saat itu tekanan darah dan nadi
tidak dapat terukur lagi . syok dapat terjadi dalam waktu
yang sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu
12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendapat penggantian
cairan yang memadai, apabila syok tidak dapat segera
diatasai dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis
metabolic, perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan
lain. Hal ini merupakan pertanda buruk prognosis
(Hadinegoro.2010).
7. Patogenesis
Ada dua perubahan patofisiologis utama terjadi pada DHF/DBD.
Pertama adalah peningkatan permeabilitas vascular yang meningkatkan
kehilangan plasma dari kompartemen vascular. Keadaan ini
mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah dan tanda syok
lainnya, bila kehilangan plasma sangat membahayakan. Perubahan kedua
adalah gangguan hemostatis yag mencakup perubahan vascular,
trombositopenia, dan koagulopati (Ester,Monica. 2009)
Temuan konstan pada DHF/DBD adalah aktivitas system
komplemen, dengan depresi besar kadar C3 dan C5. Mediator yang
meningkatkan permeabilitas vascular dan mekanisme pasti fenomena
perdarahan yang timbul pada infejsi dengue belum terindentifikasi :
sehingga diperlukan studi lebih lanjut. Kompleks imun telah ditemukan
pada DHF tetapi peran mereka belum jelas (Ester,Monica. 2009).
Defek Trombosit terjadi baik kualitatif dan kauntitatif, y.i.,
beberapa trombosit yang bersirkulasi selama fase akut DHF mungkin
kelelahan (tidak mampu berfungsi normal). Karena nya, meskipun pasien
dengan jumlah trombosit yang lebih besar dari 100.000 per mm mungkin
masih mengalami masa perdarahan yang panjang (Ester,Monica. 2009).
Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DHF/DBD adalah
peningkatan replikasi virus dalam makrofag oleh antibody heterotipik.
Pada infeksi sekunder dengan virus dari serotype yang berbeda dari yang
menyebabkan infeksi primer, antibody reaktif silang yang gagal unuk
menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah monosit terinfeksi saat
kompleks antibody-virus dengue masuk kedalam sel ini. Hal ini
selanjutnya dapat mengakibatkan aktivasi reaktif-silang CD4+ dan CD8=
limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan oleh aktivasi
sel T dan oleh lisis monosit terinfeksi dimedia oleh limfosit sitotoksik
yang dapat mengakibatkan rembesan plasma dan perdarahan yang terjadi
pada Demam Berdarah Dengue (Ester,Monica. 2009)
8. Patofisiologis
Walaupun demam dengue DD dan demam berdarah dengue DBD
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologinya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. perbedaan yang utama
adalah hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada
kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang
diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang didalam peredaran darah dan
akan ditangkap oleh makrofag segera terjadi viremia selama dua hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai.
Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menajdi APC (Antigen Presenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus.
T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag
yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas
antibodi. Ada tiga jenis antibodi yang telah dikenal yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen
(Syafikah,Nur.2018).
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,
malaise, dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifestasi perdarahan karena
terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi
trombositopenia ini bersifat ringan. Imunopatogenesis DBD dan DSS
masih merupakan masalah yang controversial. Dua teori yang digunakan
untuk menjelaskan perubahan pathogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori
virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory) (Syafikah,Nur.2018)
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut: virus dengue
seperti juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetic
akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh
manusia maupun tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik
dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi
sebagai akibat serotype virus yang paling virulen (Syafikah,Nur.2018)
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection
menjelaskan bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis
virus tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi
sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang
tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang
berat. Antibodi heterolog, yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-
antibodi yang akan berkaitan dengan Fc reseptor dari membrane sel
leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel mononuclear. Sebagai
respon terhadap inveksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoatif yang
kemudia menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan hipovolemia dan syok (Syafikah,Nur.2018)

9. Penetalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO (2009), pasien dengan infeksi dengue
dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu grup A, B, dan C. pasien yang
termasuk grup A dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang
termasuk grup B atau C harus menjalani perawatan dirumah sakit. Sampai
saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi
bersifat simptomatis dan suportif.
1. Grup A
Yang termasuk grup Adalah pasien yang tanpa disertai warning
signs dan mampu mempertahankan asupan oral cairan yang ade kuat
dan memproduksi urin minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum
diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan.
Pasien dengan hematocrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi
dirumah untuk pasien grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau
tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup, serta pemberian
paracetamol. Pasien beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang
warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya
kembali ke rumah sakit jika timbul warning signs itu selama perawatan
dirumah.
2. Grup B
Yang termasuk grup B meliputi pasien dengan warning signs dan
pasien dengan kondisi penyerta khusus (co-existing condition) pasien
dengan kondisi penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua,
diabetes mellitus, gagal ginjal, atau dengan indikasi social seperti
tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di
rumah sakit. Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan
secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi cairan intravena dapat
dimulai dengan memberikan larutan NACL 0,9% atau Ringer’s Lactate
dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu,
balans cairan (cairan masuk dan cairan keluar), produksiurin, dan
warning signs.
Tata laksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah
sebagai berikut :
a. Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemuadian kurangi kecepatan tetes
menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi
lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respon klinis
b. Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika
hematocrit stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi
cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
c. Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai
HCT, tingkatkan kecepatan tetes menjadi 5-10 ml/kg/jam
selama 1-2 jam.
d. Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematocrit dan
evaluasi kecepatan tetes infus. Kurangi kecepatan tetes secara
gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan
oleh adanya produksi urin dan asupan cairan yang adekuat dan
nilai hematocrit dibawah nilai baseline.
e. Monitor tanda vital dan perkusi perifer (setiap 1-4 jam sampai
pasien melewati fase kritis), produksi urine hematocrit
(sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan, kemudian setiap
6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal,
hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
3. Grup C
Yang termasuk grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma
(plasma leakage) berat yang menimbulkan shok dan/atau akumulasi
cairan apnormal dengan distress nafas, pendarahan berat, atau
gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi shokter
kompensasi (compensated shock) dan terapi syok dan terapi syok
hipotensif (hypotensive shock). Terapi cairan pada pasien dengan syok
terkompensasi meliputi:
a. Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10
ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika
terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara gradual
menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-4
jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik pasien. Terapi
cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.

b. Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah


bolus cairan pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau
masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau larutan
kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan
bolus kedua, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam
selama 1-2 jam dan lanjutkan pengurangan kecepatan tetes
secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.

c. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya


perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole
blood).\

Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:

1) Mulai dengan larutan kristaloid isotonic intravena 20


ml/kg/jam sebagai bolus diberikan dalam 15 menit.

2) Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10


ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes
secara gradual.

3) Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil,


evaluasi nilai hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit
rendah (<40%), hal ini menandakan adanya perdarahan,
siapkan cross-match dan transfusi. Jika hematokrit tinggi
dibandingkan nilai basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-
20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua selama 30 menit sampai 1
jam, nilai ulang setelah bolus kedua.

4) Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10


ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kembali kecairan
kristaloid dan kurangi kecepatan tetes seperti poin penjelasan
sebelumnya.

5) Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit


setelah bolus cairan kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal
ini menandakan adanya perdarahan. Jika hematokrit tetap
tinggi atau bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infuse koloid
10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian
kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian
ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes.

Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC


segaratau 10-20 ml/kg/jam whole blood segar.

10. Pemeriksaan Penunjang


1. Trombositopenia (100.000/mm3)
2. Hb dan PCV meningkat 20 %
3. Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis)
4. Isolasi virus
5. Serologi (uji H) : respon antibody sekunder
6. Pada renjatan yan berat, periksa: Hb, PCV berulang kali (setiap jam
atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan), Faal
hemostatis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatnin serum
(Huda,Amin.2015)

Pemeriksaan Laboratorium bersama pemeriksaan klinis merupakan


satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan untuk menegakkan diagnosis
infeksi dengue :
A. Hematologi
1) Jumlah leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ketiga dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total leukosit) yang
pada fase syok meningkat. Hitungan leukosit ini cukup penting
untuk diperhitungkan dalam menentukan prognosis pada fase
fase awal infeksi. Leucopenia (<5000 sel/µ1) merupakan
pertanda bahwa dalam 24 jam kedepan demam akan turun dan
penderita akan memasuki fase kritis (Hadinegoro.2010).
2) Jumlah Trombosit
Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada
peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun.
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µ1). Biasanya
ditemukan pada hari ke 3-8 (Hadinegoro.2010).
3) Nilai Hematokrit
Peningkatan hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi dan
merupakan indicator yang peka akan terjadinya perembesan
plasma. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada
hari ke3 demam. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit
dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan
(Hadinegoro.2010).

B. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, defuse pleura
dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto toraks
sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitas kanan (pasien tidur
disis kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG (Hadinegoro.2010).

C. Diagnosis Serologis
Menurut Hadinegoro 2010 Dikenal 5 uji serologis yang dipakai untuk
menentukan adanya infeksi virus dengue, misalnya:
1). Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Haemagglutination Inhibistion
Tes = HI Tes )
2). Uji Komplemen Fiksasi (Complemen Fixation Tes = CF tes)
3). Uji Netralisasi (Neutralization Tes = NT Tes)
4). Igm Elisa (Mac. Elisa)
5). IgG Elisa
D. Isolasi Virus
Kepastian diagnosis paling baik adalah apabila dapat menemukan virus
(Hadinegoro.2010).
B. Konsep Keperawatan
1. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Primer
a. Anamnesa
I. Identitas klien
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku Bangsa :
Tanggal masuk :
Tanggal Keluar :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis : Demam Berdarah Dengue
II. Identitas Penganggung Jawab
Nama :
Umur :
Hubungan dengan Pasien :
Pekerjaan :
Alamat :
III. Keluhan Utama
Biasanya klien sering mengeluhankan apa yang klien rasakan saat
itu
IV. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang diderita klien saat ini
b. Riwayat kesehatan terdahulu
Jika pasien memiliki riwayat kesehatan sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF/DBD pada anggota keluarga yang
lain juga sangat menentukan, karena penyakit DHF/DBD adalah
penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes
aegepty.
d. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan di sekitar klien kurang bersih, bak mandi
yang jarang di bersihkan sehingga dapat menimbulkan jentik jentik
nyamuk yang menyebabkan demam berdarah dengue, tempat
sampah, terdapat genangan air di tempat tempat tertentu.
V. Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan : tidak terkaji
b. Pola Nutrisi Metabolik
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
c. Pola Eliminasi
BAB
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
BAK
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
d. Pola Eliminasi dan Latihan
1). Aktivitas : Tidak Terkaji
2). Latihan : Tidak Terkaji
Sebelum sakit : Tidak Terkaji
Sesudah sakit : Tidak Terkaji
VI. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
b. Tanda Tanda Vital
Suhu badan : 36,5℃ - 39℃
Nadi : 80 X/M
RR : 20 X/M
TD :
SPO2 :

c. Keadaan Fisik
1). Kepala dan Leher :
2). Dada :
3). Paru :
4). Jantung :
5). Payudara dan Ketiak :
6). Abdomen :
7). Genetika :
8). Integument :
9). Genetalia :
10). Ekstremitas :
11). Status Mental :
12). Pengkajian Saraf Cranial :
13). Pemeriksaan Refleks :
d. Pola Kognitif dan Persepsi :
e. Pola Persepsi dan Konsep Diri:
f. Pola Tidur dan istirahat
Sebelum Sakit :
Sesudah sakit :
g. Pengkajian Psikososial
1) Anak : Perkembangan psikososial, kemampuan beradaptasi
dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan
2) Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan
keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stres
2. Diagnosa Keperawatan
a). Hipertemia (D.0130)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
b). Resiko Perdarahan (D.0012)

Kategori : Fisiologi

Subkategori : Sirkulasi

c). Nyeri Akut (D.0077)


Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
d). Resiko Syok (D.0039)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi/Cairan

Anda mungkin juga menyukai