Anda di halaman 1dari 7

BAB II

KONSEP MEDIS

2.1 Definisi

Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang
normal.
Atresia ani adalah kelainan congenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum, atau keduanya (Willian dkk, 2016).
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membrane yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna.Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum (Purwanto, 2011).
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (congenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus Donna L. (Wong, 2013).

2.2 Etiologi

Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun
menurut beberapa sumber yang ada dikatakan bahwa kelainan bawaan anus di
sebabkan oleh :

1) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena


gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
4) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini.
Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat
kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang
mempunyai 19 sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto 2011).

Selain itu ada juga beberapa factor predisposisi yang dapat memicu
terjadinya atresia ani, yaitu beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti :

1) Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada


gastrointestinal.
2) Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

2.3 Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal


secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi
atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon
antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga
karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan
bawaan, terdapat tiga letak :

1) Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M.


puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel
ke saluran kencing atau saluran genital.
2) Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3) Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara
kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :

1) Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses


tidak dapat keluar.
2) Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3) Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
4) Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi


yaitu :
1) Anomali rendah / infralevator Rektum mempunyai jalur desenden normal
melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
2) Anomali intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot
puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang
normal.
3) Anomali tinggi / supralevator Ujung rectum di atas otot puborectalis dan
sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula
genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak
antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm (Parker
dkk, 2013.

2.5 Manifestasi Klinis

Menurut (Adriana, 2013) gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani


atau anus impergorate terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala ini dapat berupa:
1) Perut kembung
2) Muntah
3) Tidak bisa buang air besar
4) Pada pemeriksaan radiologi dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan
5) Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium
(mengeluarkan tinja yang menyerupai pita)
6) Perut membuncit
7) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
8) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
9) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
10) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula)
11) Pada pemeriksaan rectal touché adanya membrane anal.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis atresia ani, sering diperlukan pemeriksaan


penunjang sebagai berikut :

1) Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya


obstruksi intestinal.
2) Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel dan untuk 23 mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfingternya.
3) Ultrasound terhadap abdomen. Digunakan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4) CT Scan. Digunakan untuk menentukan lesi.
5) Pyelografi intra vena. Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6) Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan selang atau jari.
7) Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus
urinarius.

2.7 Penatalakasanaan

Berikut ini merupakan beberapa penatalaksanaan untuk atresia ani.

1) Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan


keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur
pengobatanya.Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir,
kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
member waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
Berat badan dan bertambah baik status nutrisiny. Gangguan ringan diatas
dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit
anal fistula, bila ada harus di tutup kelainan membrane mukosa hanya
memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membrane tersebut
dilubangi dengan hemostratau skapel

2) Pengobatan

 Aksisi membrane anal (membuat anus buatan)

 Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3


bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuatan anus permanen)

3) Keperawatan

Kepada orang tua diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan


keadaan tesebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan
dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan
setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk
mencegah infeksi serta memperhatikan kesehatan bayi.

2.8 Komplikasi
a) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
b) Obstruksi intestinal
c) Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
d) Komplikasi jangka panjang :
 Eversi mukosa anal.
 Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
 Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
 Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
 Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana (2013), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta : Salemba Medika

Parker & Wampler (2013), Keperawatan Anak, Jakarta : Salemba Medika

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wilian dan Chung (2016), Asuhan Keperawaan Pada Anak : Jakarta : EGC

Wong dkk (2013).Buku Ajar Keperwatan Pediatrik.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai