Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI
Dosen Pengampu : Mardi Hartono, S. Kep. Ns, M. Kep

Disusun Oleh :

1. Lindriyah (P1337420321063)
2. Marisa Anggi Saputri (P1337420321067)
3. Intan sirkhatul Imaniyah (P1337420321092)
4. M.Rayhan Prayoga Wijaya (P1337420321095)
5. Hanum Salsabiela (P1337420321104)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN

2022/2023
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Atresia Ani adalah kelainan kongential yang di kenal sebagai anus imperforate meliputi anus ,
rectum atau keduanya ( Betz. Ed 3 tahun 2002 ). Antresia Ani atau anus imporforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian etoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata dan sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubung langsung dengan rectum. ( sumber purwanto 2001 RSCM) Atresia Ani merupakan kelainan
bawaan (kongentinal) , tidak adanya lubang atau saluran anus (donann L. Wong, 520:2003).Atresia berasal
dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, terapis artinya nutrsi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia
itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubural secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang ditempat yang seharusnya
berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.

Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia Ani. Atresia Ani yaitu tidak
berlubangnya dubur, atresia Ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.

B. Etiologi

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakankelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anusdari tonjolan
embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpalubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala
mentaldan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra
salinankromosom 21)5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
C. PATOFISIOLOGI

Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada


kehidupanembrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor
dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria
danstruktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal.Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur
kolonantara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga
karenakegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak
ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi
dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya.Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus
urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula
antararektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina)atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya
fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula
menujuke uretra (rektourethralis).

D. Phatway
D. Manifestasi klinik

1. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.


2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5. Bayi muntah -muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. (Betz. Ed 7.2002)

Gambar klinis
E. Komplikasi

1. Asidosis hiperkloremia.
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka Panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut
dianastomosis).
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau implikasi).
7. Prolaps mukosa anorectal.
8. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi). (Ngastiyah,2005)
F. Klasifikasi

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membrane pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada dagingnya diantara rectum dengan anus.
4. Rektal atresia adalah tidak memiliki rectum.

G. Pemeriksaan fisik

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan fisik diagnostic yang umum dilakukan
pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel meconium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (Teknik Wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya
kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada meconium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rektal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rektal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan menusukan jarum tersebut sampai
melakukan aspirasi, jika meconium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm derek tersebut
dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
 Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
 Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini
harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
 Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki
diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara radio-opak
dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

H. Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelahiran. Semakin
tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa
hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum
abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan
dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisinya.
Gangguan ringan diatas dengan menarik kantongreetal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal
fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membran tersebut dilubangi dengan hemostratau skapel.

2. Pengobatan

a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)


b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukankorksi
sekaligus (pembuat anus permanen) (Staf Pengajar FKUI. 205)

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI

2.1 PENGKAJIAN

Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan yang
berhubungan dengan ketrampilan adaptif; komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial,
penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan,
akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.

2.1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa Pendidikan, Pekerjaan ,
No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis

2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN

a. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit Keluhan yang dirasakan pada pasien Keluhan
utama saat di kaji Merupakan sumber data yang subjektif tentang status kesehatan pasien yang
memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun potensial. Riwayat merupakan
kondisi klien. Penuntun pengkajian fisik yang berkaitan infromasi tentang keadaan fisiologis,
psikologis, budaya dan psikososial untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah-masalah
atau keluhan secara lengkap

b. Riwayat kesehatan dahulu

Kemungkinan besar pasien pernah mengalami Penyakit kromosom (Trisomi 21 (Sindrom


Down), Sindrom Fragile X. Gangguan Sindrom (distrofi otot Duchene ), neurofibromatosis (tipe
1), Gangguan metabolisme sejak lahir (Fenilketonuria ), Abrupsio plasenta, Diabetes maternal,
Kelahiran premature, Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan intracranial, Cedera
kepala, Infeksi, Gangguan degenerative.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang serupa atau penyakit
yang dapat memicu terjadinya retardasi mental, terutama dari ibu tersebut.

2.1.3 POLA FUNGSI KESEHATAN

A. Pola Fungsional Gordon


1. Pola persepsi dan managemen kesehatan
Adanya tindakan pelaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan terhadap
pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolic
Asupan nutrisi, pola makan, kecukupan gizi, pantangan makan, kehilangan berat badan
yang mendadak, nasfu makan meningkat, makan banyak, kurus, mual dan muntah.
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada kebiasaan BAB
dan BAK tetapi pada retradasi mental biasanya normal.
4. Pola aktifitas
Pada pola ini biasanya klien sering menolak ketika diajak bermain oleh teman-temannya
dan tidak nyambung ketika diajak bicara.
5. Pola istirahat dan tidur
Meliputi kebiasaan tidur/ istirahat pasien
6. Pola kognitif dan persepsi
Pola ini biasanya ditemukan klien mengalami gangguan retradasi mental yang ditandai
dengan sulitbya diajak berinteraksi dengan orang lain dan menolak jika diajak bermain.
7. Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami perubahan.
8. Pola peran dan hubungan
Nervus, tegang, cemas, gelisah, mudah tersinggung. Bila bias menyesuaikan tidak akan
menjadi masalah dalam hubungannya dengan anggota keluarganya.
9. Pola kopping dan stress
Mengalami stress yang beratbaik emosional maupun fisik. Masalah bias timbul jika pasien
tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk
menjalani pengobatan yang intensif.
10. Pola nilai keyakinan
Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang dianut oleh individu
tersebut.

B. Pemeriksaan fisik
a) keadaan umum : composmentis
b) TTV
- TD : normal
- N : normal
- RR : normal
- S : normal
- SPO2 : normal

c) Pemeriksaan head to toe:


a. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
b. Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
c. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung ke
atas, dil
e. Mulut : bentuk "V" yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi
f. Geligi : odontogenesis yang tdk normal
g. Telinga keduanya letak rendah; dil
h. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher : : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempuma
j. Tangan :jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan lebar,
klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll
l. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
m. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing
diujungnya, lebar, besar, gemuk

d) pemeriksaan dada
a) Paru-Paru
Inspeksi : Amati bentuk kesimestrisan dada kanan dan kiri, adanya retraksi
interkosta dan ekspansi paru
Palpasi : Ekspansi paru dan taktil vocal fremitus
Perkusi : Pada penderita osteortritis tidak ada kelaianan pada paru, suara paru
sonor ( normal)
Auskultasi : Apakah bunyi nafas wheezing, vesikuler

b) Jantung
Inspeksi : Iktus Kordis tidak terlihat
Palpasi : Denyut apeks/ iktus kordis dan aktivitas vertikel
Auskultasi : Adanya getaran bising(thrill), bunyi jantung, atau bising jantung
Perkusi : Bunyi jantung I-II normal

c) Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan, adanya
ketidak simetrisan, adanya asites
Auskultasi : bunyi peristaltic usus
Palpasi : apakah ada respon nyeri tekan
Perkusi : tidak adanya bunyi pekak

2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Dx Pre Operasia
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,muntah.

2. Dx Post Operasia.
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
b. Resiko Infeksi b/d prosedur pembedahan

2.4 Intervensi Keperawatan

1. Dx Pre Operasia

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


.
1. Konstipasi berhubung Setelah dilakukan tindakan Observasi
an dengan aganglion keperawatan selama 1x24 jam 1. Identifikasi factor resiko
klien mampu mempertahankan konstipasi (mis.asupan
pola eliminasi BAB dengan teratur serat tidak adekuat,
dengan KH: asupan cairan tidak
adekuat, aganglionik,
 Penurunan Distensi kelemahan otot
abdomen abdomen, aktifitas fisik
 Meningkatnya kurang)
Kenyamanan
2. Monitor tanda dan gejala
konstipasi (mis.defekasi
kurang 2x seminggu ,
defekasi lama atau sulit,
feses keras, peristaltic
menurun)

3. Identifikasi status
kognitif untuk
mengkomunikasikan
kebutuhan

4. Identifikasi penggunaan
obat-obatan yang
menyebabkan konstipasi

Terapeutik
1. Batasi minuman yang
mengandung kafein dan
alcohol

2. Jadwalkan rutinitas
BAK

3. Lakukan masase
abdomen

4. Berikan terapi
Akupresur

Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan
factor resiko konstipasi

2. Anjurkan minum air


putih sesuai dengan
kebutuhan (1500-2000
ml/hari)
3. Anjurkan
Mengkonsusmsi
makanan berserat (25-
30gr/hari)

Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
kebutuhan

4. Anjurkan berjalan 15-20


menit 1-2x perhari
5. Anjurkan berjongkok
untuk memfasilitasi
proses BAB

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli


gizi jika perlu
2. Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake output
volume cairan b/d keperawatan selama 1x24 jam cairan
menurunnya intake, klien mampu mempertahankan
muntah keseimbangan cairan dengan KH: 2. Lakukan pemasangan
infus dan memberikan
 Output urin 1-2 ml cairan IV
/kg/jam
 Capillary revill 3-5 detik, 3. ObservasibTTV
turgor kulit baik, monitor status hidrasi
membrane mukosa dalam (kelembaban
lembab membrane mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah
ortostatik )
2. Dx Post operasia

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Observasi


kulit berhubungan keperawatan selama 1x24 jam
dengan kolostomi klien diharapkan intregitas kulit 1. Identifikasi penyebab
dapat terkontrol KH: gangguan intregitas kulit
(mis. Perubahan
Temperatur jaringan dalam batas sirkulasi, perubahan
normal, sensasi dalam batas status nutrisi penurunan
normal, elastisistas dalam batas kelembaban, suhu
normal, hedrasi dalam batas
lingkungan
normal, pigmentasi dalam batas
ekstrim,penurunan
normal, perfusi jaringan baik
mobilitas)

Terapeutik

2. Ubah posisi setiap 2 jam


jika tirah baring
3. Lakukan pemijatan pada
area penonjolan
tulang,jika perlu
4. Bersihkan
perinealdengan air
hangat, terutama selama
periode diare
5. Gunakan produk
berbahan
petroleum/minyak pada
kulit kuring
6. Gunakan produk
berbahan ringan atau
alami dan hipoalergi
pada kulit sensitive
7. Hindari produk
berbahan dasar alcohol
pada kulit kuring

Eduksi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (missal
lotion.serum)
2. Anjurkan minum air
yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi buah dan
sayur
4. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
5. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada di luar
ruymah
6. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

2. Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Observasi


prosedur pembedahan keperawatan selama 1x24 jam
klien diharapkan bebas dari 1. Monitor tanda dan gejala
tanda-tanda infeksi KH: infeksi local dan
Bebas dari tanda dan gejala sistemik
infeksi
Terapeutik

2. Batasi jumlah
pengunjung
3. Berikan perawatan kulit
pada area edema
4. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi

1. Jelaskan tanda dan


gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu

Anda mungkin juga menyukai