Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENYAKIT ATRESIANI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPERAWATAN ANAK :

NAMA KELOMPOK 6

1. LARISA FITRI SABINA NIM : (PO7220119 1605)


2. NURUL ASYIKIN NIM : (PO7220119 1606)
3. RAMADAYANTI NIM : ( PO7220119 1615)
4. RESTY CAMELIA NIM : (PO7220119 1616)

KELAS : 2B KEPERAWATAN

DOSEN PENGAMPU :

SUHARTI ,. SST.MPH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG

PRODI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami tentang “Penyakit Antresiani”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, guna kesempurnaan makalah
ini, sehingga makalah ini akan menjadi bekal pengalaman bagi kami untuk lebih
baik di massa yang mendatang
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………..1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………. 2

1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………2

BAB 2 TINJAUAN TEORI ………………………………………………...3

2.1 Definisi …………………………………………………………………...3

2.2 Etiologi …………………………………………………………………...3

2.3 Klasifikasi ………………………………………………………………...4

2.4 Manifestasi klinis …………………………………………………………5

2.5 Komplikasi ………………………………………………………………..5

2.6 Pemeriksaan Fisik …………………………………………………………6

2.7 Pemeriksaan Penunjang …………………………………………………...6

2.8 Penatalaksanaan …………………………………………………………...7

2.9 Patofisiologi ……………………………………………………………….8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN………………………………………9

BAB IV KESIMPULAN ………………………………………………….....15

4.1 Kesimpulan …………………………………………………..……….15

4.2 Saran ………………………………………………………………….15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnor mal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit
atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup
signifikan yakni down syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3
kasus) (Swenson dkk, 1990).
Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani.
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap
tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki:
perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika
dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian  1,5 dalam 10.000
kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005;
Kartono,1993). Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti
adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi
faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran
kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah),
komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis), masalah atau k elambatan yang berhubungan
dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi),
prolaps mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare pembedahan
dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas
kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini
dilakukan dengan pendidikan kesehatan,pencegahan, pengobatan sesuai
program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan secara optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Atresia ?
2. Bagaimana klasifikasi, etiologi dan patofisioligisnya ?
3. Bagaiamana contoh Askep Atresia ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Penyusun membuat makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada Anak dengan Atresia Ani” bertujuan sebagai bahan pembelajaran
ANAK pada tingkat II Keperawatan, serta memenuhi syarat penyelesaian
tugas dari mata kuliah ANAK.

2. Tujuan khusus
Selesainya tugas makalah Asuhan Keparawatan pada Atresia Ani,
penyusun di harapkan mampu :
a. Memahami isi materi mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Atresia Ani.
b. Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Atresia Ani.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar (Walley,1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 2003).

2.2 Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan
anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bawaan gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani (Adele,1996).
Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses
pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang
terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan
penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator,
septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat
jalan penurunannya (Adele,1996).
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 7 minggu 
Adanya gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di daerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

2.3 Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.

2. Inperforata membran adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

(Wong, Whaley. 1985).

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan
lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal,
adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001).
Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air
besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen,
pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996).
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga
merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan
dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam
kehijauan karena cairan mekonium.

2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani, antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis).
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).
(Ngastiyah, 2005).

2.6 Pemeriksaan Fisik


1. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak bermasa/tumor,
tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, usus melebar, kadang – kadang
tampak ileus obstruksi, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik
2. Genetalia
Pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada
urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan
mekonium pada vagina.
3. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah,. Thermometer yang dimasukan
kedalam anus tertahan oleh jaringan, tanpa mekonium dalam 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, 1985)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap Abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Pemeriksaan Fisik Rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
d. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

2.8 Penatalaksanaan
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter
ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir. Kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through"
2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9
sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu
pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan
ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambah baik status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan
agak padat.
4. Dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau
speculum
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan
dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui
anoproktoplasti pada masa neonates.
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif:
a) Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
b) Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan)
c) Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan pasca operasi:
a) Memberikan antibiotic secara iv selama 3 hari
b) Memberikan salep antibiotika selama 8-10 hari

2.9 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis
dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Berkaitan
dengan sindrom down.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan. Atresia ani yang terjadi
akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka
urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese
mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ
sekitarnya.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN PADA AN. D DENGAN


DIAGNOSA POST OP TUTUP KOLOSTOMI E.C ATRESIA ANI DENGAN
INTERVENSI INOVASI BERMAIN BONEKA TANGAN DAN BERCERITA
TERHADAP PENURUNAN TINGAT KECEMASAN ANAK DIRUANG PICU
RSUD. ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada An. D Dengan Diagnosa Post Tutup
Kolostomi E.C Atresia Ani Dengan Intervensi Inovasi Bermain Boneka Tangan
Dan Bercerita Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Anak di RUANG PICU
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Tahun 2018 Desi Anggreni 1 , Fatma Zulaikha2
INTISARI Latar belakang : Hospitalisasi merupakan penyebab stress bagi anak
terutama perpisahan dengan lingkungan keluarga. Kecemasan adalah perasaan
yang dialami oleh anak yang timbul akibat hospitalisasi, biasanya dimunculkan
dengan anak menangis dan takut pada orang baru. Salah satu metode cara untuk
mengurangi kecemasan yang dialami adalah dengan cara bermain. Efek distraksi
didapat pada saat anak bermain boneka tangan dan bercerita sehingga dapat
mengurangi kecemasan.

Tujuan : analisa untuk mengetahui pengaruh bermain boneka tangan dan bercerita
terhadap penurunan tingkat kecemasan . Diruang PICU RS AWS Samarinda.

Metode: analisa keperawatan yang digunakan adalah dengan cara bermain boneka
tangan dan bercerita, waktu analisa dilakukan tiga kali diruang PICU RS AWS
Samarinda. Kesimpulan :Berdasarkan hasil analisis selama tiga kali dapat
disimpulkan bahwa hasil intervensi dengan skor 9 (tidak ada kecemasan) jadi
dapat disimpulkan terdapat pengaruh bermain boneka tangan dan bercerita
terhadap tingkat kecemasan , baik dari tanda-tanda vital maupun skla ekspresi
klien.

Kata Kunci : boneka tangan, bercerita, kecemasan Nursing Clinical Practical


Analysis To On Behaft D With Post Close Colostomy Diagnosis E.C Ani Atesia
With Innovation Intervention Of Playing Hand Puppets And Story Telling On The
Decrease Level Of Children’s Anxiety In picu Romm At RSUD Abdul Wahab
Sjahranie IN YEAR 2018 Desi Anggreni1 , Fatma Zulaikha 2 ABSTRACT
Background :Hospitalization is a cause of stress for children, especially separation
with family environment. Anxiety is a feeling experienced by a child arising from
hospitalization, usually raised with a child crying and afraid of a new person. One
way to reduce the anxiety experienced is by playing. The effect of distraction is
obtained when children play hand puppets and tell stories that can reduce anxiety.
Purpuse : Analysis to know the effect of playing hand puppets and telling stories
to decrease the level of anxiety. In PICU room at RSUD AWS Samarinda. The
method: Of nursing analysis used how to play hand puppets and tell stories, the
analysis time was done three times in the PICU romm at RSUD AWS Samarinda.
Conclusion :Based on the results of the analysis for three times in can be
concluded that the results of the intervention with score 9 (no anxiety ) so it can
be concluded there was the influence of playing hand puppets and storyteliing on
the levl of anxiey, both from vital signs and scale of client expression. Keywords :
Hand puppet, storyteliing, anxiety

1. Diagnosis keperawatan Diagnosisi keperawatan adalah suatu pernyataan yang


menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiki perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (NANDa, 2015-
2017). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : a. Risiko infeksi b/d faktor
risiko prosedur invaisif b.Nyeri akut b/d dilakukanya tindakan inisiasi bedah
c.Ansietas b/d perubahan lingkungan (hospitalisasi) d. Kerusakan intekritas kulit
b/d kolostomi

2. Perencanna keperawatan Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk


membantu pasien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang
diuraikan dalam hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Afita,
2016).Rencana asuhan keperawatan yang dirumuskan dengan tepat memfasilitasi
kontinitas asuhan keperawatan dari satu perawat ke perawat lainya. Sebagai h
tertulis menagtur hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk
memberikan asuhan yang berjualitas tinggi dan konsisten. Rencana asuhan
keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam
pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencangkup kebutuhan pasien
jangka panjang ( Potter dan Perry, 1997 dalam Afita, 2013
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut b/d Tingkat Nyeri (2002) Manajemen nyeri 2.1
dilakukanya tindakan Setelah dilakukan Lakukan pengkajian
inisiasi bedah tindakan keperawatan secara komprehensif
selama ...nyeri akut yang meliputi lokasi,
dapat teratasi dengan karakteristik, durasi,
indikator skala: 1. frekuensi, kualitas,
faktor-faktor penyebab intensitas atau
nyeri pada skala … di beratnya nyeri dan
tingkatkan ke skala … faktor pencentus 2.2
2. Menggunakan Observasi adanya
tindakan penggurangan petunjuk nonverbal
nyeri tanpa analgetik mengenai
dari skala … ketidaknyamanan
ditingkatkan ke …. 3. terutama pada mereka
Melaporkan nyeri yang yang tidak dapat
terkontrol dari skala berkomunikasi secara
..ditingkatkan ke …. efektif 2.3 Pilih dan
Keterangan skala : 1. implementasikan
Tidak pernah tindakan yang
menunjukan 2. Jarang beragam
menunjukan 3. (mis,farnakologi,
Kadang-kadang nonfarmakologi dan
menunjukan 4. Sering interpersonal) 2.4
menunjukan 5. Secara Mulai dan modifikasi
konsisten menunjukan tindakan pengontrol
nyeri berdasarkan
respon pasien 2.5
Monitor kepuasan
pasien terhadap
manajemen nyeri
dalam interval yang
spesifik
2. Risiko infeksi b/d faktor Control Risiko: Proses Kontrol infeksi (6540)
risiko prosedur invaisif infeksi (1924) Setelah 1.1 Cuci tangan
dilakukan tindakan sebelum dan sesudah
keperawatan selama … kegiatan perawatan
risiko infeksi tidak pasien 1.2 Gunakan
menjadi aktual dengan sabun antimikroba
indikator: a. untuk cuci tangan
Mengidentifikasi tanda yang sesuai 1.3
dan gejala infeksi pada Anjurkan pengunjung
skala ….ditingkatkan untuk mencuci tangan
ke skala …. b. Demam pada saat memasuki
dari skala ...di dan meninggalkan
tingkatkan ke c. Nyeri ruangan pasien 1.4
di tingkatkan skala… Batasi jumlah
ditingkatkan ke .. pengunjung
dengan indikator : 1. 1.5Bersihkan
berat 2. cukup brat lingkungan dengan
3.sedang 4. ringan baik setelah digunakan
5.tidak ada untuk setiap pasien 1.6
Ganti peralatan
perawatan perpasien
sesuai protocol
institusi 1.7 Pakai
pakaian ganti atau
jubah saat menagani
bahan-bahan
3. Ansietas b/d perubahan Tingkat kecemasan : Pengalihan: 3.1
lingkungan (hospitalisasi) Setelah dilakukan Motivasi anak untuk
tindakan keperawatan memilih teknik
selama … masalah pengalihan yang
keperawatan ansietas diinginkan 3.2 Ajarkan
teratasi dengan pasien mengenai
indikator skala: 1. manfaat merangsang
Tidak dapat berbagai indera
beristirahat dari skala (contohnya music,
… ditingkatkan ke … bermain, membaca,
2. Perasaan gelisah dari video game) 3.3
skala … ditingkatka ke Gunakan teknik
skala … 3. Wajah distraksi untuk anak
tegang dari skala … yang baru dan
ditingkatkan ke … 4. menstimulasi lebih
Rasa cemas yang dari satu
disampaikan se cara indera(misalnya
lisan dari skala … bermain atau
ditingkatkan ke … membaca) 3.4 Ajarkan
Keterangan sklaa: 1. pasien cara terlibat
Berat 2. Cukup berat 3. didalam pengalihan,
Sedang 4. Ringan 5. sebelum saat hal
Tidak ada tersebut dibutuhkan,
jika memungkinkan
3.5 Dorong partipasi
keluarga dan orang
terdekat, serta berikan
pengajaran yang
diperlukan
4. Kerusakan integritas kulit Integritas Jaringan: Perawatan luka
d/d kolostomi Setelah dilakukan Perlindungan infeksi :
tindakan keperawatam 4.1 Monitor adanya
selama…. Masalah tanda gejala infeksi
integritas kulit tidak sistemik dan local 4.2
terjadi dengan Periksa kulit dan
indikator skala: a. Lesi selaput lender untuk
pada kulit dari skala… adanya kemerahan,
di tingkatkan ke kehangatan ekstrim
skala… b. Lesi atau drainase 4.3
membrane membran Periksa kondisi luka
mukosa dari skala…di 4.4 Anjurkan
tingkatkan ke skala… peningkatanmobilita s
c. Jaringan parut dari dan latihan dengan
skla..ditingkatkan tepat 4.5 Anjurkan
skala… d. Eritma dari istirahat
skala…ditingkatkan
skala…

4. Tindakan keperawatan Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing ordes untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang diharapkan.Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan pasien. Adapun tahap – tahap dalam tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut :

a. Tahap 1 : persiapan Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat


untuk mengevaluasi yang diindetifikasi pada tahap perencanaan

b. Tahap 2 : intervensi Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah


kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan
independen, dependen, dan interdependen

c. Tahap 3 : dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh


pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam prose
keperawatan

5. Evaluasi keperawatan Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan


proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan prosese dapat dilihat
dengan jalan membandingkan antra proses dengan pedoman atau rencana proses
tersebut. Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut :

a. Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria atau rencana yang telah


disususn

b. Hasil tindakan keperawatan berdasarkan criteria keberhasilan yang dirumuskan


dalam rencana evaluasi:

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluai yaitu:

a. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan atau kemajuan


sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan

b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu dicari penyebab serta cara untuk mengatasinya.

Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan atau kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisa, diagnosa,
tindakan.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus (Wong, D. L, 2003). Etiologi secara pasti atresia ani belum
diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan
oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat
mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada anak,
sehingga kita mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal
terhadap anak tersebut.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.

Anda mungkin juga menyukai