Anda di halaman 1dari 28

“ASUHAN KEPERAWATAN ( ATRESIA ANI)

PADA ANAK”

DISUSUN OLEH:
ANISA (P2012004)
DOKASEPTINA YERUSA (P2012049)
VIVIAN LESNUSSA (P20120290)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PASAPUA AMBON

2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan ini kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI”

Makalah ini kami susun untuk menambah ilmu serta untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen Yosef Marsianus Karno,S.kep.,Ns.,M.kes pada mata kuliah Keperawatan
Anak II.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
menuju kearah yang lebih baik.
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca
pada umumnya. Untuk itu kami sampaikan terima kasih dan maaf atas segala kekurangan dan
keterbatasan informasi yang kami miliki.

Ambon,06 November 2022

penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan
atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul
sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih
banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali
lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula
antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers, 2006).
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang didapatkan
penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang yaitu sekitar 50%
dari tahun 2007-2009. Menyikapi kasus yang demikian serius akibat dari komplikasi penyakit
atresia ani, maka penulis mengangkat kasus atresia ani untuk lebih memahami perawatan pada
pasien dengan atresia ani.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan atresia Ani?
2. Apa etiologi dari atresia ani?
3. Apa saja klasifikasi dari atresia ani?
4. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani?
5. Bagaimana WOC dari atresia ani?
6. Apa saja tanda dan gejala atresia ani?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari atresia ani?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari atresia ani?
9. Apa saja komplikasi dari atresia ani?
10. Apa saja isi pengkajian asuhan keperawatan pada atresia ani?
11. Apa saja diagnosa asuhan keperawatan pada atresia ani?
12. Bagaimana intervensi asuhankeperawatan pada atresia ani?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari atresia ani
2. Mengetahui etiologi dari atresia ani
3. Mengetahui klasifikasi dari atresia ani
4. Mengetahui patofisiologi dari atresia ani
5. Mengetahui WOC dari atresia ani
6. Mengetahui tanda dan gejala dari atresia ani
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari atresia ani
8. Mengetahui penatalaksanaan dari atresia ani
9. Mengetahui komplikasi dari atresia ani
10. Mengetahui pengkajian dari asuhan keperawatan pada atresia ani
11. Mengetahui diagnosa keperawatan dari asuhan keperawatan atresia ani
12. Mengetahui intervensi dari asuhan keperawatan atresia ani
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi dan Anatomi


Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis
yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar (Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal
(Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi
gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan
pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Jadi menurut kesimpulan penulis,
atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Atresia Ani
adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau
keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).

B. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier
penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan.
30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital
lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi
karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya
disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
 Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,
jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.

C. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:
1. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui
saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi,
maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi
menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel
tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan
letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih,
berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonium maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar,
penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada
perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan
kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel
vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar
sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat
divulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum,
anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera
dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ;
lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan
terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan
definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara < 1 cm dari kulit pada
invertogram, perlu juga dilakukan pembedahan.
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel
perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan
terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1cm dari kulit dapat
segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan.
Berkaitan dengan sindrom down. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Terdapat tiga macam letak :
1. Tinggi (supralevator) : Rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel kesaluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : Rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : Rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rectum paling jauh 1 cm
 Gangguan Pertumbuhan
 Pembentukan Anus Dari
Tonjolan Embrionik

E. Pathway ATRESIA ANI

Vistel
Feces Tidak
Rektovaginal
Keluar

Feces Menumpuk Feces Masuk


Uretra

Peningkatan Tekanan Reabsorbsi Sisa


Mikroorganisme
Intra Abdomen Metabolisme oleh Tubuh
Masuk Saluran Kemih

Dysuria
Operasi: Mual, Penumpukan Sisa
 Anoplasti Muntah Metabolisme
 Colostomi

Resti Nutrisi Kurang Gangguan Resti Infeksi Gangguan


Dari Kebutuhan Rasa Nyaman Eliminasi
Perubahan Nyeri BAK
Defekasi
Gangguan
Kecemasan
Pengeluaran Trauma
Tidak Jaringan
Terkontrol

Nyeri
Iritasi
Mukosa
Gangguan Rasa
Nyaman
Resti Kerusakan
Integritas Kulit
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula
eksternal pada perineum (Suriadi, 2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi
tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran
abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996).
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan
empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3. USG terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi
posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
b. Colostomi sementara
BAB III
KASUS
3.1 Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah
pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan
keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang
digunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon.
a. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi:
1) Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
2) Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia
ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual
dan munta dampak dari anestesi.
3) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk
buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus,
sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,
1996).
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan
masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
inisisi.
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
(Doenges, 1993).

8) Peran dan Pola Hubungan


Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran (Doenges, 1993).
9) Pola reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,
1993).
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah
(Doenges, 1993).
11) Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat
dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya
pelaksanaan ibadah (Mediana, 1998).
b. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina (Whaley & Wong,1996).
1. Keadaan umum: Klien lemah
2. Tanda-tanda vital
a. Nadi : 120 – 140 kali per menit
b. Tekanan darah : -
c. Suhu : 36,5-37,5 C
d. RR : 30-40 kali per menit
e. BB : >2500 gr
f. TB : normal
3. Data sistematik
a) System kardiovaskuler
Tekanan darah normal, Denyut nadi normal (120-140 kali per menit)
b) System respirasi dan pernafasan
Klien tidak mengalami gangguan pernapasan
c) System gastrointestinal
Klien mengalami muntah-muntah, perut kembung dan membuncit pada 24-28
jam setelah lahir. Tidak ditemukan adanya saluran anus.
d) System musculosceletal
Klien tidak mengalami gangguansistem musculoskeletal
e) System integument
Klien tidak mengalami gangguan system integument
f) System perkemihan
Pada bayi laki-laki terdapat mekonium di dalam urine, dan pada bayi
perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium dalam vagina.

c. Diagnosa Keperawatan
Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan
diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu:
 Sebelum proses pembedahan :
1) Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak
lengkapnya pembentukan anus (Suriadi, 2001).
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan atu muntah (Doenges,1993).
3) Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi
bayi (Suriadi, 2001).

 Setelah proses pembedahan :


1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1993).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges, 1993).
3) Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges, 1993).
4) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan
(Doenges, 1993).
5) Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di
rumah (Whaley & Wong, 1996).

d. Intervensi Keperawatan
Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut :
 Sebelum proses pembedahan :
1) Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak
lengkapnya pembentukan anus (Suriadi, 2001).
Tujuan : terjadi peningkatan fungsi usus
Kriteria hasil : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek,
terbentuknya tinja, tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.
Intervensi :
a) Dilatasikan anal sesuai program.
b) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan atau muntah (Doenges, 1993).
Tujuan : kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal,
bebas tanda mal nutrisi.
Intervensi :
a) Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.
b) Kaji kesukaan makanan anak.
c) Beri makan sedikit tapi sering.
d) Pantau berat badan secara periodik.
e) Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak
untuk makan.
f) Beri perawatan mulut sebelum makan.
g) Berikan isirahat yang adekuat.
h) Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan
kalori sesuai program diit.
3) Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi
(Suriadi, 2001 : 159).
Tujuan : memberi support emosional pada keluarga
Kriteria hasil : keluarga akan mengekspresikan perasaan dan pemahaman
terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan.
Intervensi :
a) Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
b) Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan di rumah.
c) Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien.
d) Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien.
e) Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda – tanda vital dan
pengkajian.
 Setelah proses pembedahan :
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges, 1996).
Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di
daerah sekitar anoplasti.
Intervensi :
a. Kaji area stoma.
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area
stoma.
c. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.
d. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8
dari ukuran stoma.
e. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges, 1993).
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal.
Intervensi :
a) Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
b) Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
c) Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
d) Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi jika memungkinkan.
e) Beri antibiotik sesuai advis dokter. .
3) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,
1996).
Tujuan : pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien akan
tampak rileks
Kriteria hasil : ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.
e. Implementasi
Adalah tahap pelaksanaan atau implementasi terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah dibuat atau ditetapkan untuk perawat bersama klien ataupun
tenaga kesehatan lainnya guna mengatasi masalah kesehatan klien. Pelaksanaan
dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah divalidasi sesuai dengan kebutuhan
klien.

f. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah tahap pelaksanaan tidakan keperawatan
dengan tujuan dan criteria hasil yang diharapkan dalam tahap perrencanaan. Perawat
mempunyai 3 alternatif dalam mengevaluasi atau menentukan sejauh mana tujuan
tersebut tercapai, diantaranya adalah :
1. Tujuan tercapai : jika data subjektif dan objektif ditemukan pada saat
evaluasi telah memenuhi kriteria hasil.
2. Tujuan teratasi sebagian : jika data subjektif dan objektif yang ditemukan hanya
sebagian yang sesuai dengan kriteria hasil.
3. Tujuan belum tercapai : jika data subjektif dan objektif yang ditemukan tidak
sesuai dengan kriteria hasil.

TINJAUAN KASUS

3.1.1 PENGKAJIAN

An.A dibawa kerumah sakit pada jam 07:00 WIT pada tanggal 13 oktober 2022 Di RS
bhakti rahayu ambon, Keluarga pasien mengatakan bahwa Anak tersebut mengalami
Muntah, perut kembung dan membuncit tidak bisa buang air besar, kemudiaan anak
sering menagis dan terlihat gelisah saat meminum ASI. Kemudiaan keluarga pasien
membawa anak tersebut setelah ditanyakan pada keluarga dari kapan anak tersebut
seperti ini , keluarga mengatakan bahwa sudah sejak 4 hari sebelum kelahiran anak tetapi
baru disadari orang tua sejak anak berusia 8 hari,kemudiaan dilakukan TTV, Tanda-tanda
vital Nadi : 110 X/menit, Respirasi : 32 X/menit, Suhu axila :37º Celsius.

3.1.2 IDENTITAS PASIEN


Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 8 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Mangga dua
Tanggal MRS : 13 Oktober 2022 Jam 07.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 13 Oktober 2022 Jam 09.00 WIB

3.1.3 RIWAYAT KESEHATAN


a. Keluhan Utama : Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam
pertama kelahiran
d.Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga mengatakan bahwa tidak ada penyakit
turunan seperti di alami klaen
e.Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi
kejadian atresia ani
3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN
f. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan
g. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih
bayi.

AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilitas ditempat tidur
Pindah
Ambulansi
Makan .

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
h. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
i. Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e.Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada mekonium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan baik pada
orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri : belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap
adanya suatu masalah
3.1.5 PEMERIKSAAN FISIK

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan
vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

 Pemeriksaan Fisik Head to toe


1. Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva, tidak
ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus
11. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia
pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan
oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan
kukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

3.2.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Dx pre operasi
a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah.
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
2. Dx Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
c. Resiko infeksi Berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3.2.2 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Pre Operasi
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Konstipasi Setelah dilakukan 1. Lakukan enema 1. Evaluasi bowel


b/d ganglion tindakan atau irigasi rectal meningkatkan
keperawatan sesuai order kenyaman pada anak
selama 1x 24 jam 2. Kaji bising usus 2. Meyakinkan
Klien mampu dan abdomen setiap berfungsinya usus
mempertahankan 4 jam
pola eliminasi 3. Ukur lingkar 3. Pengukuran
BAB dengan abdomen lingkar abdomen
teratur membantu
KH : Penurunan mndeteksi trjadinya
distensi distensi
abdomen,
meningkatnya
kenyamanan
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor intake – 1. Dapat
kekurangan tindakan output cairan mengidentifikasi
volume keperawatan 2. Lakukan status cairan klien
cairan b/d selama 1x 24 jam pemasangan infus 2. Mencegah
menurunnya Klien dapat dan berikan cairan dehidrasi
intake, mempertahankan IV
muntah keseimbangan 3. Observasi TTV
cairan 4. Monitor status 3. Mengetahui
KH: Output urin hidrasi (kelembaban kehilangan cairan
1-2 membran mukosa, melalui suhu tubuh
ml/kg/jam, capill nadi adekuat, yang tinggi
ary refill 3-5 takanan darah 4. Mengetahui tanda-
detik, trgor kulit ortostatik) tanda dehidrasi
baik, membrane
mukosa lembab
3. Cemas Setelah dilakukan 1. Jelaskan dg 1. Agar orang tua
orang tua tindakan istilah yg mengerti kondisi
b/d kurang keperawatan dimengerti tentang klien
pengetahuan selama 1x 24 jam anatomi dan
tentang Kecemasan orang fisiologi saluran
penyakit tua dapat pencernaan normal.
dan berkurang 2. Gunakan alat, 2. Pengetahuan
prosedur KH: Klien tidak media dan gambar tersebut diharapkan
perawatan lemas Beri jadwal studi dapat membantu
diagnosa pada menurunkan
orang tua kecemasan
3. Beri informasi 3. Membantu
pada orang tua mengurangi
tentang operasi kecemasan klien
kolostomi

2. Diagnosa post oprasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Hindari kerutan 1. Mencegah
integritas tindakan pada tempat tidur perlukaan pada
kulit b/d keperawatan selama kulit
kolostomi. 1 x 24 jam 2. Jaga kebersihan 2. Menjaga
diharapkan kulit agar tetap ketahanan kulit
integritas kulit bersih dan kering 3. Mengetahui
dapat dikontrol. adanya tanda
KH : - temperatur 3. Monitor kulit akan kerusakan
jaringan dalam adanya kemerahan jaringan kulit
batas normal, 4. Menjaga
4. Oleskan
sensasi dalam batas lotion/baby oil pada kelembaban
normal, elastisitas daerah yang tertekan kulit
dalam batas normal, 5. Monitor status 5. Menjaga
hidrasi dalam batas nutrisi klien
keadekuatan nutrisi
normal, pigmentasi
dalam batas normal, guna penyembuhan
perfusi jaringan baik.
luka
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan 1. mengetahui
infeksi b/d tindakan gejala infeksi tanda infeksi
prosedur keperawatan selama sistemik dan lokal lebih dini
pembedaha 1 x 24 jam 2. Batasi pengunjung 2. menghindari
n diharapkan klien kontaminasi
bebas dari tanda- dari pengunjung
tanda infeksi 3. Pertahankan 3. mencegah
KH : bebas dari teknik cairan penyebab infeks
tanda dan gejala asepsis pada klien
infeksi yang beresiko
4. Inspeksi kondisi 4. mengetahui
luka/insisi bedah kebersihan luka
dan tanda
infeksi
5. Ajarkan 5. Gejala infeksi
keluarga klien dapat di deteksi
tentang tanda dan lebih dini
gejala infeksi 6. Gejala infeksi
6. Laporkan dapat segera
kecurigaan infeksi teratasi
3. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
 Diagnosa Pre oprasi
Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Konstipasi b/d 1. Enema atau irigasi rectal sesuai
ganglion order
2. Mengauskultasi bising usus dan
abdomen
3. Mengukur lingkar abdomen
Resiko 1. Memonitor intake – output cairan
kekurangan 2. Memasang infus
volume cairan 3. Mengobservasi TTV
b/d 4. Memonitor status hidrasi
menurunnya (kelembaban membran mukosa, nadi
intake, muntah adekuat, takanan darah ortostatik)
Cemas orang 1. Menjelaskan dengan istilah yg
tua b/d kurang dimengerti tentang anatomi dan
pengetahuan fisiologi saluran pencernaan normal.
tentang 2. Menggunakan alat, media dan
penyakit dan gambar
prosedur 2. Memberi jadwal studi diagnosa
perawatan pada orang tua
3. Memberi informasi pada orang
tua tentang operasi kolostomi

 Diagnosa Post Oprasi


Tanggal Jam Diagnosa Implementasi TTD
Gangguan 1. Menghindarkan kerutan pada
integritas kulit tempat tidur
b/d kolostomi. 2. Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
3. Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
4. Mengoleskan lotion/baby oil pada
daerah yang tertekan
5. Memonitor status nutrisi klien
Resiko infeksi 1. Memonitor tanda dan gejala
b/d prosedur infeksi sistemik dan lokal
pembedahan 2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik cairan
asepsis pada klien yang beresiko
4. Menginspeksi kondisi luka/insisi
bedah
5. Mengajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala infeksi
6. Melaporkan kecurigaan infeksi

3.2.3 EVALUASI KEPERAWATAN

 Diagnosa Pre oprasi


Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD
Konstipasi b/d S : Klien mampu mempertahankan
ganglion pola eliminasi BAB dengan teratur
O : distensi abdomen menurun
A : Diagnosa keperawatan konstipasi
teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko S : Klien dapat mempertahankan
kekurangan keseimbangan cairan
volume cairan O : Output urin 1-2
b/d ml/kg/jam, capillary refill 3-5
menurunnya detik, turgor kulit baik, membrane
intake, muntah mukosa lembab
A : Diagnosa keperawatan Resiko
kekurangan volume cairan teratasi
P : Intervensi dihentikan
Cemas orang S : orang tua mengatakan sudah
tua b/d kurang tidak cemas
pengetahuan O : klien tidak lemas
tentang A : Diagnosa Keperawatan Cemas
penyakit dan orang tua Teratasi
prosedur P : Intervensi dihentikan
perawatan

 Diagnosa Post Oprasi


Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi TTD
Gangguan S : integritas kulit klien dapat
integritas kulit terkontrol
b/d kolostomi. O : Temperatur jaringan dalam batas
normal, sensasi dalam batas normal,
elastisitas dalam batas normal,
hidrasi dalam batas normal,
pigmentasi dalam batas normal,
perfusi jaringan baik.
A : Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit teratasi
P : Intervensi dihentikan
Resiko infeksi S : Klien sudah tidak mengalami
b/d prosedur infeksi
pembedahan O : tanda gejala infeksi tidak ada
A : Diagnosa Keperawatan Resiko
infeksi teratasi
P : Intervensi dihentikan

26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar (Walley, 1996). Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada
sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Secara fungsional, atresia ani dibagi
menjadi 2 yaitu tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dan tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap abdomen, CT Scan dan
Pemeriksaan fisik rektum. Penatalaksanaan Medis yang sering dilakukan pada pasien
atresia ani yaitu pada Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang
disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital dan Colostomi
sementara.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat yang professional, maka seharusnya kita bisa melakukan
pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir terutama pada anggota badan yang rentan
mengalami kelainan kongenital seperti anus. Hal yang harus dilakukan adalah bayi
dilakukan colok dubur untuk mengetahui apakah bayi mempunyai anus atau tidak. Lalu
dianjurkan bayi untuk menginap di klinik atau RS dalam waktu 24 jam untuk mengetahui
apakah bayi sudah mengeluarkan mekonium atau tidak, kalau dalam jangka waktu
tersebut bayi sudah mengeluarkan mekonium maka bayi tidak mengalami kelainan.
Untuk ibu bayi yang mengalami atresia ani sebaiknya bias berkolaborasi dengan tim
medis dalam melakukan perawatan bayinya tersebut. Bayi terkadang dilakukan
pembedahan kolostomi dan harus dirawat secara ekstra agar kolostomi tersebut tidak
mengalami infeksi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. “Buku Saku Keperawatan


Pediatrik”. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Doengoes Merillynn. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Nursing care
plans, Guidelines for planing and documenting patient care”. Alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2003. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Sri


Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC..
Jakarta.

jtptunimus-gdl-sriwenidew-5112-2-bab2.pdf

http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/askep-atresia-ani/

http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-anak/askep-
atresia-ani/

http://www.kapukonline.com/2010/03/askepatresiaani.html

28

Anda mungkin juga menyukai