Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASUHAN PADA NEONATUS DENGAN KELAINAN

BAWAAN ATRESIA ANI

DIAJUKAN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS ASKEB


NEONATUS DAN BALITA

SEMESTER III

DOSEN PEMBIMBING

DISUSUN OLEH:

ANNISA RISKY FIRDHAUZY (P27824319002)

HUSNUL KHOTIMAH (P27824319013)

RIFQOH NUR ARIFATIN N (P27824319024)

ULFATUL ABDIYAH (P27824319035)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA

PRODI DIII KEBIDANAN BANGKALAN

TAHUN 2020/202

1
PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami telah berhasil menyelesaikan makalah
tentang “atresia ani dan atresia rekti” tepat pada waktunya. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi kebutuhan dan tuntutan sebaga mahasiswa yang baik dalam melakukan
pembelajaran sehari-hari. Makalah ini ditulis berdasarkan penetilian-penelitian yang
telah dilakukan oleh berbagai sumber.

Selain sebagai tugas kuliah makalah ini juga ditujukan untuk mahasiswa
kebidanan yang masih kekurangan rujukan tentang “atresia ani dan atresia rekti”.
Makalah ini berisikan tentang informasi pengertian, insiden, etiologi, patofisiologi, tanda
dan gejala, komplikasi, penanganan serta peran bidan baik asuhan maupun konseling
pada keluarga.

Melalui penulisan makalah ini, penulis mengharapkan semua pembaca dapat


memahami atresia ani dan atresia rekti secara umum dan dapat memberikan manfaat.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bangkalan , oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnor mal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit
atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup
signifikan yakni down syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3
kasus) (Swenson dkk, 1990).
Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani.
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap
tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki:
perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika
dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian  1,5 dalam 10.000
kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005;
Kartono,1993). Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti
adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi
faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran
kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah),
komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis), masalah atau k elambatan yang berhubungan
dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi),
prolaps mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare pembedahan
dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas
kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini
dilakukan dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai

1
program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan secara optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Atresua Ani?
2. Apa Etiologi dari Atresia Ani?
3. Apa klasifikasi dari Atresia Ani?
4. Apakah Manifestasi klinik dari atresia Ani?
5. Apa saja komplikasi yang terjadi?
6. Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Atresia Ani?
9. Apa saja patofisiologi nya?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar dapat mengetahui asuhan kelainan pada bayi dan neonatus dengan
masalah atresia Ani
2. Tujuan khusus
.
1. Untuk mengetahui Apa definisi dari Atresua Ani?
2. Untuk mengetahui Apa Etiologi dari Atresia Ani?
3. Untuk mengetahui Apa klasifikasi dari Atresia Ani?
4. Untuk mengetahui Apakah Manifestasi klinik dari atresia Ani?
5. Untuk mengetahui Apa saja komplikasi yang terjadi?
6. Untuk mengetahui Apa saja pemeriksaan fisik yang dilakukan?
7. Untuk mengetahui Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan?
8. Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan dari Atresia Ani?
9. Untuk mengetahui Apa saja patofisiologi nya?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang keluar (Walley,1996)
Atresia ani atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 2003).

2.2 Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan
anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul.
Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bawaan gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani (Adele,1996).
Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses
pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang
terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan
penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator,
septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat
jalan penurunannya (Adele,1996).

3
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 7 minggu 
Adanya gangguan atau berhentinya perkebangan embriologik di daerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

2.3 Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.

2. Inperforata membran adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.

4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

4
(Wong, Whaley. 1985).

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan
lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal,
adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001).
Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air
besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen,
pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996).
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga
merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan
dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam
kehijauan karena cairan mekonium.

2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani, antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis).
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. )Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).
(Ngastiyah, 2005).

5
2.6 Pemeriksaan Fisik
1. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak bermasa/tumor,
tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, usus melebar, kadang – kadang
tampak ileus obstruksi, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik
2. Genetalia
Pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada
urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan
mekonium pada vagina.
3. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah,. Thermometer yang dimasukan
kedalam anus tertahan oleh jaringan, tanpa mekonium dalam 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, 1985)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap Abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Pemeriksaan Fisik Rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
d. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.

6
2.8 Penatalaksanaan
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter
ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir. Kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through"
2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9
sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu
pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan
ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambah baik status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan
agak padat.
4. Dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau
speculum
5. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan
dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui
anoproktoplasti pada masa neonates.
7. Melakukan pembedahan rekonstruktif:
a) Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
b) Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-2 bulan)
c) Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan pasca operasi:
a) Memberikan antibiotic secara iv selama 3 hari
b) Memberikan salep antibiotika selama 8-10 hari

7
2.9 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Gangguan organogenesis
dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan. Berkaitan
dengan sindrom down.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan. Atresia ani yang terjadi
akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan
segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka
urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese
mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ
sekitarnya.

8
BAB III
Konsep Asuhan Kebidanan

3.1 Pengkajian
A. Data Subjektif
1. Biodata klien.
Nama :
Umur :
Tempat, Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Agama :
Alamat :
Biodata Orang Tua
Ayah
a) Nama :
b) Umur :
c) Agama :
d) Alamat :
e) Pekerjaan :
Ibu
a) Nama :
b) Umur :
c) Agama :
d) Alamat :
e) Pekerjaan :
Diagnosa Medis :

2. Riwayat keperawatan.
a)  Riwayat kesehatan sekarang.
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus
(anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung
dan terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi

9
laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin,
dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan
mekonium pada vagina.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
1) Riwayat Parental
Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir
(HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan
atau perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi
perkembangan dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan
merokok, minum kopi, minum minuman keras, mengkonsumsi
narkoba dan obat obatan secara sembarang.
2) Riwayat Intranatal
Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis
pertolongan persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir
awal, awal timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan
tindakan khusus.
3) Riwayat neonatal
Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang
berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital,
kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.

c)  Riwayat kesehatan Keluarga


Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami
gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang
berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.
d) Riwayat Psikologis.
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
e) Riwayat tumbuh kembang anak.
1. BB lahir abnormal.
2. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
3. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.

10
4. Saat kelahiran tidak keluar mekonium.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak
bermasa/tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, usus
melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, pada auskultasi
terdengan hiperperistaltik
b. Genetalia
Pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium
pada urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital
ditemukan mekonium pada vagina.
c. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah,. Thermometer yang
dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina.
(FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan
untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari
sfingternya.
c. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
d. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)
dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum

11
yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung
kantong rectal.

3.2 Diagnosa
Diagnosa preoperasi:
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat, muntal
2. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan mual, muntah,
anoreksia
4. Gangguan Pola Eliminasi BAB berhubungan dengan aganglion
Diagnose post operasi :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma
sekunder dari kolostomi.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan kolostomi.
3. Resiko infeksi berhubungan masuknya mikroorganisme sekunder
terhadap luka kolostomi.

3.3 Intervensi
Diagnosa preoperasi:
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, muntah.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
Output urin 1-2 ml/kg/jam
Capillary refill 3-5 detik
Turgor kulit baik
Membrane mukosa lembab
Intervensi :
1) Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

12
2) Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
3) Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

2. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil : Klien tidak lemas
Intervensi :
1) Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang
anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media
dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2) Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan
kecemasan
3) Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
3. Dx 3: Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan kebidanan selama 3x24 jam, pasien
mendapatkan asupan nutrisi yang adekuad.
Kriteria Hasil:
a) Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
b) Turgor pasien baik
c) Pasien tidak mual, muntah
d) Nafsu makan bertambah
Intervensi :
a) Kaji KU pasien
b) Timbang berat badan pasien
c) Catat frekuensi mual, muntah pasien
d) Catat masukan nutrisi pasien

13
e) Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
4. Gangguan Pola Eliminasi BAB berhubungan dengan aganglion
Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan
teratur.
Kriteria Hasil :
1) Penurunan distensi abdomen.
2) Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1) Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
2) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
3) Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya
distensi
Diagnose postoperasi :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Kriteria hasil:
3) Penyembuhan luka tepat waktu.
4) Tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.
Intervensi:
1) Kaji area stoma.
2) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada
area stoma.
3) Tanyakan apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
4) Kosongkan kantong kolostomi setelah terisi ¼ atau ⅓ kantong.
5) Lakukan perawatan luka kolostomi.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan kolostomi.
Tujuan: Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.

14
Kriteria hasil:
Menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan kolostomi dirumah.
Intervensi:
4) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai
mereka dapat melakukan perawatan.
5) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
6) Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan
dilatasi pada anal secara tepat.
7) Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
8) Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
9) Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).

3. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder


terhadap luka kolostomi.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2) TTV normal.
3) Leukosit normal.
Intervensi:
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
2) Pantau TTV.
3) Pantau hasil laboratorium.
4) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
3.4 Implementasi
Pelaksanaan kebidanan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

15
3.5 Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan neonatus kelainan bawaan dengan atresia ani :
1. Pasien dapat BAK dengan normal. Tidak ada perubahan volume
urine.
2. Nyeri pasien dapat berkurang
3. Rasa nyaman pasien bertambah.
4. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
5. Turgor pasien baik
6. Pasien tidak mual, muntah
7. Nafsu makan pasien bertambah

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Wong, D. L, 2003). Etiologi secara pasti atresia
ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik
didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

16
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang bidan
mampu mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada anak,
sehingga kita mampu memberikan asuhan kebidanan yang maksimal
terhadap anak tersebut.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.

17

Anda mungkin juga menyukai