Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA ANI

Disusun oleh :
Anggota Kelompok 2 :
Azka Salsabilla Nurlaili (201902096)
Cici Dwi Pramfiska (201902097)
Delia Zahwa Nur Amalinda (201902098)
Dinar Maranata (201902099)
Dita Yogi Nouvalia (201920100)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan kali ini kami
membahas  “Atreasi Ani”. Dalam menulis makalah  ini, kami mengalami beberapa kesulitan.
Namun dengan usaha dan kesungguhan kami dalam mengerjakan penyususnan makalah ini
akhirnya kami dapat menyajikan makalah ini.
Kami berharap makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya yang membaca, sehingga dapat memberikan informasi kepada para pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya kami tidak lepas dari bantuan dan bimbingan orang–
orang terdekat kami. Maka pada kesempatan ini kami  mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Kartika S.Kep.,Ns.,M.K.M. sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang
dengan sabar selalu membimbing kami dalam penyusunan makalah kami.
2. Para pembaca yang telah mau meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna maka, kami sangat mengharapkan kritik ataupun saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah yang kami susun. Akhir kata saya
mengucapkan terima kasih.

Madiun, November 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A.latar belakang
B.tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi dari atresia ani
B.Etiologi dari atresia ani
C. Patofisiologi dari atresia ani
D. Pathway dari atresia ani
E. Manifestasi Klinis dari atresia ani
F. Pemeriksaan penunjang dari atresia ani
G. Penanganan dari atresia ani
H. Konsep asuhan keperawatan dari atresia ani
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit di jumpai adanya kelainan cacat konginetal pada anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat
atau pemeriksaan perineum. (Kurniah, 2013)
Atresia ani merupakan kelainan konginetal yang tergolong rendah angka kejadiannya
dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di Amerika Serikat 600 anak
lahir dengan atresia ani. Data yang dapatkan kejadian atresia ani timbul dengan perbandingan
1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran
35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani.
(Haryono, 2013).
1.2 Tujuan
Setelah dilakukan pembahasan, mahasiswa mampu memahami :
1. Definisi dari atresia ani
2. Etiologi dari atresia ani
3. Patofisiologi dari atresia ani
4. Pathway dari atresia ani
5. Manifestasi Klinis dari atresia ani
6. Pemeriksaan penunjang dari atresia ani
7. Penanganan dari atresia ani
8. Konsep asuhan keperawatan dari atresia ani
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Atresia Ani
Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang
seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus.
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukan keadaan tanpa anus atau
dengan anus yang tidak sempurna. Penyakit ini merupakan kelainan kongenital yang sering
kita jumpai pada kasus bedah anak. Diagnosis penyakit kongenital ini sangat mudah
ditegakkan melalui pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti sehingga hal ini harus diketahui
oleh tenaga kesehatan. (Lakonanta, 2016) .
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum. (Kurniah, 2013)
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
spingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal, dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinari.
2. Anomali intermediate
Rektum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan
spingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi
Ujung rektum diatas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau
rektovaginaris (wanita). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm. (Nurarif & Kusuma, 2016)
2.2 Etiologi
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetapi Atresia dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya embriologi di daerah usus, rectum bagian
distal serta traktur urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke 4 sampai ke 6 usia
kehamilan. (Nurarif & Kusuma, 2016)

2.3 Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus
dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang
berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal
karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui
anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir
tanpa lubang anus.
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala atresia ani dapat meliputi :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Perut kembung. (Nurarif & Kusuma, 2016)
2.5 Pathway atresia ani
Faktor kongenital dan factor lain
Yang tidak diketahui/ idiopatik

Atresia ani

Feses tidak Vistel rektovaginal


keluar
Feses masuk ke uretra
Feses menumpuk

Mikroorganisme masuk
saluran kemih
Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa
intra abdominal metabolisme oleh tubuh
dysuria

Operasi: Mual, muntah Gangguan Gangguan


Anoplasti, rasa eliminasi
Colostomi nyaman urin
Resiko deficit
nutrisi
Perubahan
defekasi
Trauma
jaringan
Pengeluaran
tdk
terkontrol
Nyeri akut Perawatan tidak
adekuat
Iritasi mukosa

Resiko
Resiko gangguan infeksi
integritas kulit
2.6 Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi
adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Atresia Ani dibagi menjadi penatalaksanaan medis dan non medis
(Kurniah, 2013) :
1) Penatalaksanaan Medis
a) Kolostomi
Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami malformasi anorektal
(atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali operasi untuk
memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang pertama dan biasa dilakukan.
Kolostomi dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi (High Anomaly), rektovaginal
fistula, rektovestibular fistula , rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak
udara di ujung. distal rektum ke tanda timah atau logam di perineum pada radiologi
invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 : transverso kolostomi dan
sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah stoma laras ganda. Kolostomi
merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu) sebelum dilakukan pembedahan.
Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty atau bedah laparoskopi.
Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty.
Kolostomi dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki pada usia 12-15 bulan

b) Diltasi Anal (Secara Digital Atau Manual)


Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh perawat.
Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian dilakukan mandiri. Klien
dengan anal stenosi, dilatasi anal dilakukan 3x sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal
dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak
pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke dalam rektal. Pada perawatan postoperatif
anoplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah
pembedahan. Dilatasi anal dilakukan dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan
menggunakan Hegar Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang
lebih besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup, namun
dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.

c) Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan tanpa
kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika tidak mengalami
konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan rektoperineal fistula, rektovaginal
fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum.

d) Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional. Pembedahan ini dilakukan dengan


menarik rectum kepembukaan anus.

2) Penatalaksanaan Nonmedis
a) Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yang sama dengan
anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk berlubang untuk eliminasi dan atau
penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh
benda lain memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai juga
memfasilitasi defekasi.
b) Bowel Management Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan
kolon.
c) Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu panas/dingin.
Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari buah-buahan dan sayuran mentah.
Menghindari makanan yang memproduksi gas/menyebabkan kram, seperti minuman
karbonat, permenkaret, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan.
e) Diet Laksatif/Tinggi Serat
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsimakanan seperti ASI, buah -
buahan, sayuran, jus apel danapricot, buah kering, makanan tinggi lemak, coklat,
dankafein.
2.7 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien : nama, alamat, usia, TTL, penanggung jawab dll.
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan Utama : Bayi dengan atresia ani akan mengalami distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meonium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Bayi mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam
pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : kelainan congenital bukan kelainan/ penyakit
menurun sehingga belum tentu dialami oleh anggota keluarga yang lain
e. Riwayat Tumbuh kembang :
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan matorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan : Bayi belum bisa mengungkapkan secara
verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan : Bayi belum bisa melakukan aktifitas apapun
secara mandiri karena masih bayi.
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilitas di tempat tidur √
Pindah √
Ambulansi √
Makan √

Keterangan :
0 : Mandiri
1: Dengan menggunakan alat bantu
2 : dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : denganbantuan orang lain dan alat bantu
4 : tergantung total, tidak berpartisipsi dalam beraktifitas
c. Pola istirahat/tidur : diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain.
d. Pola nutrisi metabolic : Biasanya bayi hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi : bayi dengan atresia ani tidak dapat buang air besar karena tidak
adanya anus dan di dalam urinnya ada mekonium
f. Pola kognitif perceptual : Bayi belum mampu berkomunikasi, berespon, dan
berorientasi dengan baik pada orang lain
4. Pemeriksaan fisik
Bayi dengan atresia ani, saat dilakukan pemeriksaan fisik akan ditemukan:
a. Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepalhematom.
b. Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ikterus, tidak nista gamus/ tidak episnatus,
conjungtiva tampak agak pucat.
c. Hidung simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada pus dan lendir.
d. Mulut bibir simetris, tidak macrognatia, tidak macroglosus, tidak cheilochisis.
e. Telinga memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna.
f. Leher tidak ada webbed neck.
g. Thorak bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal.
h. Jantung tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur.
i. Abdomen simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor, tidak
terdapat perdarahan pada umbilicus.
j. Getalia terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada hipospandia
pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
k. Anus tidak ada, nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi.
Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan oleh jaringan.Pada auskultasi
terdengar peristaltik.
l. Ektrimitas atas dan bawah simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan
maupun kaki dan kukunya tampak agak pucat.
m. Punggung tidak ada penonjolan spina gifids
n. Pemeriksaan Reflek
1) Suching + 4) Grip +
2) Rooting + 5) Plantar +
3) Moro +
B. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur tindakan operasi)
2) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
3) Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
C. Rencana Asuhan keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Intervensi
Tujuan & Kriteria Hasil
1. Nyeri akut b.d agen MANAJEMEN NYERI
1. Observasi
pencedera fisik (prosedur
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
tindakan operasi)
intensitas nyeri
Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2 x  Identifikasi skala nyeri

24 jam, diharapkan  Identifikasi respon nyeri non verbal


 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
masalah dapat teratasi
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
KH :
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 keluhan nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
(menurun)  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 gelisah (menurun)  Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan rasa nyaman b.d TERAPI RELAKSASI
1. Observasi
gejala penyakit
 Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
Tujuan : setelah dilakukan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
tindakan keperawatan 2 x kognitif
24 jam, diharapkan  Identifikasiteknik relaksai yang pernah efektif digunakan
masalah dapat teratasi  Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
KH : sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
 keluhan tidak
sebelum dan sesudah latihan
nyaman (menurun)
 Monitor respon terhadap terapi relaksai
 gelisah (menurun) 2. Terapeutik
 Ciptakan lingkungan yang tenag dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan nalgesik
atau tindakan medis lain, jika sesuai
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis. musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensai relaksasi 
 Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)
3. Resiko infeksi b.d efek PENCEGAHAN INFEKSI
1. Observasi
prosedur invasif
 Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
Tujuan : setelah dilakukan
2. Terapeutik
tindakan keperawatan 2 x
 Batasi jumlah pengunjung
24 jam, diharapkan  Berikan perawatan kulit pada daerah edema
masalah dapat teratasi  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
KH : lingkungan pasien

 demam (menurun)  Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggiEdukasi


 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 kemerahan
 Ajarkan cara memeriksa luka
(menurun)
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 nyeri (menurun) 3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus
atau tertutupnya anus secara abnormal. Dengan kata lain tidak adanya lubang pada anus
atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir
atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata.
Jika atresia terjadi, maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat
saluran seperti keadaan normalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif & Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Nanda, NIC, NOC Dalam
Berbagai Kasus.Jogjakarta: MediAction

Haryono, Rudi. 2013. Penanganan Atresia Ani Pada Anak. Jurnal Keperawatan Notokusuma
Vol 1 No 1.

Kurniah, Ade. Analisis Praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Klien
Atresia Ani di III Utara RSUP Fahmawati. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Keperawatan

Lokananta, Irene & Rokhadi. 2016 Malformasi Anorekta. Universitas Gajahmada: Fakultas
Kedokteran 16.

Anda mungkin juga menyukai