Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN IMPERFORATE ANUS


( ATRESIA ANI )

DISUSUN OLEH :
NAMA
KELAS

: YUHESTI
: 2A

NIM
DOSEN

: P0 5120214063
: Ns. Mardiani, S.kep, MM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
KOTA BENGKULU
TAHUN 2016
1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah KEPEAWATAN ANAK dengan judul
ASUHAN KEPERAWATAN IMPERFORATE ANUS ( ATRESIA ANI ) dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini mungkin ada hambatan ,namun berkat
bantuan serta dukungan dari teman-teman dan bimbingan dari dosen pembimbing. Sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Dengan adanya makalah ini,diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak,atas bantuan serta dukungan dan doa nya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan
dapat mengetahui tentang Proses keperawatan. Kami mohon maaf apabila makalah ini mempunyai
banyak kekurangan,karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena
itu,kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun,sangat diharapkan oleh kami dalam
pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca maupun
kami

Bengkulu,10 Maret 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
2

KATA PENGANTAR..

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah. 1
1.3 Tujuan..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.2

Konsep

Teoritis

Imperforata

Anus..

2.2 Proses Keperawatan Imperforate


Anus..

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
15
3.2 Saran.
15
Daftar pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia ani atau imperporata anus adalah malformasi congenital dimana rectum tidak
mempunyai lubang diluar ( Wong. 2004). Sebagian besar prognosis atresia ani biasanya baik
bila didukung perawatan yang tepat dan juga tergantung kelainan letak anatomi saaat lahir.
Atresia ani bila tidak segera ditangan maka dapat terjadi komplikasi seperti obstruksi
intestinal, konstipasi dan inkontenensia feses.
Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya dengan penduduk dan polusi udara.
Sulitnya mencari pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan rendah, membuat banyak kaum
urban berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah. Tinggal dipemukiman padat dan
kumuh dengan polusi udara dan konsumsi nutrisi yang mungkin kurang baik. Rendahnya
tingkat pendidikan pola tingkat ekonomi sangat memungkinkan terbatasnya keluarga dan ibu
hamil terpapar dengan informasi kesehatan tentang nutrisi kehamilan nutrisi yang dikonsumsi
ibu selama kehamilan dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan janin. Polusi udaradari
asap rokok/nikotin dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan janin dan peningkatan mortalitas
dan morbiditas bayi dan perinatal ( Bobak, 2005). Atresia ani merupakan salah kelainan
kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau keduanya
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara umum atresia
ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektoureta merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal.
Sedangkan pada bayi perempuan jenis atresia ani yang paling banyak ditemukan adala atresia
ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal ( Oldham k, 2005 )
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan mortilitas usus dan
obstruksi ( imperforate anus )

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan mortilitas usus dan
obstruksi ( imperforate anus )

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teoritis
A. Pengertian
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau
terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya
dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya.
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
B. Klasifikasi
Ada empat klasifikasi untuk imperforate anus :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus
4. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum
C. Etiologi

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan
anus dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan
4. Berkaitan dengan sindrom down ( kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala mental
dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan kromosom
21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
D. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor
dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria
dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada anal
anorektal. Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi
dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan
vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal
tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju
ke uretra (rektourethralis).
E. WOC
6

1. Gang
pertumbuhan
2. Fusi
3. Pembentukan
anus dari
tonjolan
embriogenik

ATRESIA ANI

Vistel rektovaginal

Feses tidak keluar

Feses masuk ke uretra

Feses menumpuk

Mikroorganisme
masuk ke saluran
kemih

Kelainan
kongenital

Dysuria
Reabsorbsi sisa
metabolisme oleh tubuh
Keracunan

Peningkatan tekanan
intraabdominal
Opeasi neoplasti

Gang rasa nyaman


Dx : Gangguan
eliminasi urine

Mual, muntah
Dx :
ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

Dx : Nyeri

Dx : Ansietas
Dx : resiko
kerusakan integritas
kulit

Abnormalitas sfingter
ani

Perubahan defekasi :
1. Pengeluaran tak
terkontrol
2. Iritasi mukosa

Trauma jaringan

Perawatan tidak
adekuat
Dx : resiko infeksi

F. Manifestasi klinis
7

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.


Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tdk ada fistula).
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal.
Perut kembung. (Betz. Ed 7. 2002)

G. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.
I. Penataaksanaan Medis
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
1. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli

bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir
2. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
3. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak
akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah
operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat
J. Setting ruang rawat bayi
NICU (Neonatal Intensive Care Unit) adalah ruangan khusus di rumah sakit, untuk
merawat bayi baru lahir sampai usia 30 hari yang memerlukan pengobatan dan
perawatan khusus di bawah pemantauan tim dokter. Sarana dan prasarana medis di NICU
lengkap, teknologinya pun canggih. Sehingga perawatan NICU mampu mencegah dan
mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital yang dialami bayi baru lahir, yang
disebabkan

oleh

kelahiran

prematur

-kurang

dari

37

minggu-

atau

lahir

dengan penyakit bawaan.


Jenis perawatan di NICU disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Contoh, perawatan NICU,
dibagi tiga level:
1. Perawatan level l, untuk bayi sakit ringan dan tidak perlu infus.
2. Perawatan level ll, untuk bayi sakit sedang dan perlu inkubator, infus, oksigen, dan
monitor jantung dan paru.
3. Perawatan level lll, untuk bayi sakit berat yang perlu penanganan dan pemantauan ketat,
serta perawatan bayi prematur dengan usia kehamilan < 34 minggu atau berat badan
(BB) < 510 gram.
Inkubator untuk kontrol suhu dan lingkungan: peraturan Suhu pada bayi
baru lahir. Salah satu unsur paling penting dalam kelangsungan hidup bayi baru lahir
adalah pengaturan suhu bayi. Mamalia memiliki keuntungan dari homeotherms sedang,
yang berarti bahwa mereka mampu menghasilkan panas, yang memungkinkan kita untuk
menjaga suhu tubuh yang konstan. Namun, mungkin homeothermy kewalahan dalam
ekstrim dingin atau panas. Bayi baru lahir memiliki semua kemampuan dari sebuah
homeotherm dewasa, namun kisaran temperatur lingkungan di mana bayi dapat beroperasi
dengan sukses sangat terbatas. Bayi memiliki beberapa kelemahan dalam hal regulasi
9

termal. Seorang bayi memiliki luas permukaan yang relatif besar, isolasi termal miskin, dan
sejumlah kecil massa untuk bertindak sebagai heat sink. Bayi baru lahir memiliki sedikit
kemampuan untuk menghemat panas dengan mengubah postur dan tidak memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan pakaian mereka sendiri dalam respon terhadap stres termal
Inkubator Sebuah inkubator neonatal adalah perangkat yang terdiri dari kandang
kotak seperti kaku di mana bayi dapat disimpan dalam lingkungan yang terkontrol untuk
perawatan medis. Perangkat mungkin termasuk pemanas bertenaga AC, kipas angin untuk
sirkulasi udara hangat, wadah air untuk menambah kelembaban, katup kontrol melalui
oksigen yang dapat ditambahkan, dan port akses untuk perawatan. Ini juga mungkin berisi
servocontrol untuk membantu mengatur suhu inkubator udara. servocontrol menggunakan
penginderaan suhu termistor, yang ditempel ke perut anak. Pada bayi lahir sebelum usia
kehamilan 31 minggu, kehilangan air menguapkan adalah saluran paling penting kehilangan
panas.
Hal ini disebabkan keratinisation tidak memadai kulit, yang memungkinkan
permeabilitas air yang tinggi pada kulit. permeabilitas yang tetes cepat dalam 7 sampai 10
hari pertama setelah lahir kecuali kulit menjadi trauma atau sekunder yang terinfeksi. Dalam
jangka waktu 7 sampai 10 hari, kelembaban mutlak harus dipantau sehingga kerugian panas
menguapkan disimpan ke minimum serta kehilangan air melalui kulit.Bayi prematur tidak
selalu dimasukkan ke dalam inkubator. Jika bayi berada dalam bahaya akan masuk ke
pernapasan atau masalah penting lainnya, mereka dimasukkan dalam buaian bercahaya
overhead sehingga mereka mudah diakses oleh perawat dan dokter. Radiasi dari overhead
menempatkan panas itu kembali ke bayi saat bayi kehilangan panas dengan cara lain.
Kehilangan panas dan keuntungan sulit untuk memantau. Satu-satunya cara untuk
memonitor suhu bayi adalah dengan termistor dan unit pemanas servo dikendalikan.
Radiator overhead dapat menjelaskan panas yang hilang dengan cara lain, tetapi tidak dapat
menjelaskan air hilang melalui kulit, yang sangat penting untuk mempertahankan selama 7
sampai 10 hari pertama setelah lahir untuk mencegah dehidrasi.Ada kemajuan yang
signifikan dalam termoregulasi sejak 1960-an. Kemajuan ini telah mengurangi angka
kematian pada bayi kecil sebesar 25%. Walaupun ini merupakan prestasi besar, penelitian
terus sehingga kematian pada bayi kecil berkurang bahkan l
2.2 Proses Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien

10

Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa,
Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa buang
air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam pertama
kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelainan/
penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian
atresia ani
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan
b.
c.
d.
e.

dan apa yang diinginkan


Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi.
Pola istirahat/tidur
diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
Pola nutrisi metabolik
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam

urin ada mekonium


f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientasi dengan baik pada
orang lain
g. Pola konsep diri
Identitas diri, ideal diri, gambaran diri, peran diri, harga diri
h. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
i. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
j. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang lain secara
mandiri
k. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon terhadap
adanya suatu masalah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa pre-op
a. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomic, dysuria
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
11

2. Diagnosa post-op
a. Ansietas b.d pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna
b. Resiko kerusakan integritas kulit b.d kolostomi
c. Nyeri b.d trauma jaringan
d. Resiko infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi

C. Intervensi
1. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomic, dysuria
N

Diagnosa

Tujuan dan kriteria Intervensi

o
1

hasil
Gangguan eliminasi NOC

NIC

urine b.d obstruksi Urinary elimination 1. Lakukan


penilaian
komprehensif

Urinary
anatomic, dysuria
berfokus pada inkontinensia ( misalnya,
continuence
output urine, pola berkemih, fungsi
Kriteria hasil :

kognitif, dan masalah kencing praeksisten

Kandung

kemih

bladder
Balance

cairan

)
kosong
secara 2. Gunakan kekuatan sugesti dengan
menyalakan air atau menyiram toilet
penuh
3.
Instruksikan cara-cara untu menghindari
Tidak ada residu
konstipasi atau impaksi tinja
urine >100-200 cc
4.
Memantau tingkat distensi kandung
Intake cairan dalam
kemih dengan palpasi dan perkusi
rentang normal
5. Membantu ke toilet secara berkala
Bebas dari ISK
6. Merujuk ke spesialis kontinensia urine
Tidak ada spasma

seimbang
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
N

Diagnosa

Tujuan

dan

kriteria Intervensi

o
2

hasil
Ketidakseimbanga NOC
Nutrional status
n nutrisi kurang
Nutrional status
dari
kebutuhan
food and fluid
tubuh b.d mual

NIC
Nutrition Management
: 1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi

12

untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi

muntah

Intake
Nutrional status

yang dibutuhkan pasien


: 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan

nutrient intake
Weight control
Kriteria hasil :
Adanya penigkatan

protein dan vitamin c


5. Berikan makanan yang terpilih ( sudah

dikonsultasikan dengan ahli gizi )


berat badan sesuai 6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan

dengan tujuan
kalori
Berat badan ideal 7. Berikan informasi tentang kebutuhan
sesuai tinggi badan
Mampu

nutrisi
Nutrition Monitoring

mengidentifikasi

1. BB pasien dalam batas normal


2. Monitor adanya penurunan berat badan
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda- 3. Monitor kulit kering dan perubahan
tanda malnutrisi
Menunjukan
peningkatan

fungsi

pengecapan

dari

menelan
Tidak
penuruna

pigmentasi
4. Monitor mual muntah
5. Monitor petumbuan dan perkembangan

terjadi
berat

badan yang berarti


3. Ansietas b.d pembedahan dan mempunyai anak yang tidak sempurna
N
o
3

Diagnosa
Ansietas
pembedahan
mempunyai
yang
sempurna

Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
b.d NOC

NIC

dan Anxiety self-control 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan


2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
anak Anxiety level
Coping
pelaku pasien
tidak
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
Kriteria hasil :
dirasakan selama prosedur
Klien
mampu
4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi
menidentifikasi dan
stress
mengungkapkan
5. Dorong keluarga untuk menemani anak
6. Berikan
obat
untuk
mengurangi
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan,
13

kecemasan

dan

menunjukan

tehknik

untuk

mengontrol cemas
Vital sign dalam
batas normal
Postur
tubuh,
ekspresi

wajah,

bahasa tubuh dan


tingkat

aktivitas

menunjukan
berkurangnya
kecemasan

4. Resiko kerusakan integritas kulit b.d kolostomi


N

Diagnosa

o
4

Resiko

Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
kerusakan NOC

integritas kulit b.d


kolostomi

NIC

Tissue integrity :

Pressure management

1.
Skin and Mucous
Membranes
Hemodyalis akses 2.
3.
Kriteri hasil :
1. Integritas

kulit

yang

bisa

baik

dipertahankan
(

sensasi,

elastisitas,
tempratur, hidrasi,
pigmentasi )
2. Tidak

ada

luka/lesi

pada

kulit
3. Perfusi

jaringan

baik
14

Anjurkan pasien untuk menggunakan


pakaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Jga kebersihan kulit agar tetap bersih dan

kering
4. Mobilisasi pasien ( ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak baby oil pada
daerah yang tertekan
7. Memandikan pasien dengan sabun dan
air hangat

4. Menunjukkan
pemahaman
dalam

proses

perbaikan
dan

kulit

mencegah

terjadinya

cidera

berulan
5. Mampu
melindungi

kulit

dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan

perawatan

alami
5. Nyeri b.d trauma jaringan
N
o
5

Diagnosa
Nyeri
jaringan

b.d

Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
trauma NOC

NIC

pain level
pain control
comfort level

Pain management
1. Melakukan pengkajian nyeri secara
komperehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidak
nyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, dan cahaya
5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
6. Tingkatkan istirahat

kriteria hasil :
1. Mampu
mengontrol nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
teknik
nonfarmakologi,
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang Analgesik administrasi
dengan
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
menggunakan
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
management nyeri 2. Cek intruksi dokter tentang jenis obat,
15

3. Mampu mengenali
nyeri
(
skala
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri )
4. mengatakan rasa
nyaman
setelah
nyeri berkurang

3.
4.
5.
6.

dosis dan frekuensi dan cek riwayat alergi


Tentukan
analgesik
pilihan,
rute
pemberian dan dosis optimal
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektifitas analgesik , tanda dan
gejala

6. Resiko infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
N

Diagnosa

o
6

Resiko

Tujuan dan kriteria hasil


infeksi

perawatan

b.d NOC

Intervensi
NIC

tidak

immune status
knowledge :
adekuat,
trauma
infection control
jaringan post operasi
risk control
kriteria hasil :
klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
mendeskripsikan
proses penularan
penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaan
nya
menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya
infeksi
jumlah leukosit
dalam batas
normal
menunjukkan
prilaku hidup
sehat
16

1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai


pasien lain.
2. Pertahankan teknik isolasi.
3. Batasi pengunjung bila perlu.
4. Intruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan
pasien.
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
cuci tangan.
6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung.
8. Berikan terapi antibiotik bila perlu
infection protection ( proteksi
terhadap infeksi).

D. Implementasi
Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan keperawatan
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Diharapkan gangguan eliminasi urine pada klien dapat teratasi
2. Diharapkan nutrisi klien terpenuhi
3. Diharapkan kecemasan klien berkurang
4. Diharapkan resiko kerusakan integritas kulit dapat teratasi
5. Diharapkan nyeri klien berkurang
6. Diharapkan klien bebas dari resiko infeksi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus (Wong, D. L, 2003).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi
anus, rectum atau keduanya (Betz, C. L and Sowden, L. A, 2002).

17

Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik.
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam
usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu
mendiagnosis secara dini mengenai penyakit imperforate anus pada anak, sehingga kita
mampu memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap anak tersebut.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan sehingga
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra : EGC


www.google.com/search?q=askep+atresia+ani&ie=utf-8&oe=utf-

8#q=askep+atresia+ani+pdf
Ngastiyah.1995. perawatan anak sakit . Jakarta :EGC
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
www.academia.edu/8685826/ASKEP_PADA_PASIEN_ATRESIA_ANI

18

Anda mungkin juga menyukai