PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit Hirschsprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus. Penyakit Hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan
kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari fleksus auerbach di kolon,
keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian
segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga
dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,
Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus
akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
1
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi Kelainan Kongenital pada Sistem Digestive ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Hirschprung ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Atresia Ani ?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Atresia Ductus Hepaticus ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiologi Kelainan Kongenital pada Sistem Digestive ?
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hirschprung ?
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Atresia Ani ?
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Atresia Ductus Hepaticus ?
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini metode penulisan yang penulis terapkan adalah metode studi
kepustakaan dan googling, yaitu dengan membaca, mempelajari dan memahami kepustakaan
(buku-buku dan sumber lain) yang berhubungan dengan penyelesaian permasalahan pada
makalah ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
.Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misal terjadi di bibir dan langit-
langit (labiopalatoskizis)
b. Etiologi
1) Faktor genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang
mempengaruhi / dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi
gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex (
kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,
sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika
terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan
menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung,
dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2) Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui.
3) Kekurangan nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C
pada waktu hamil, kekurangan asam folat.
4) Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis
menyatu
5) Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
6) Mutasi genetic atau teratogen (agen/faktor yang menimbulkan
cacat pada embrio).
7) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, contohnya
seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
8) Radiasi
9) Stress emosional
c. Patofisiologi
1) Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau
tulang selama fase embrio pada trimester I.
2) Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nasal
medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-
8 minggu.
3) Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7-12 minggu.
4
4) penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu
masa kehamilan.
d. Komplikasi
1) Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu
pola berbicara bahkan dapat menghambatnya
2) Terjadinya otitis media
3) Aspirasi
4) Distress pernafasan
5) Resiko infeksi saluran nafas
5
6) Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7) Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media
rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius
8) Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau
bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan
khusus.
9) Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat
kecacatan dan jaringan paruh.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Rontgen
2) Pemeriksaan fisik
3) MRI untuk evaluasi abnormal
6
c. Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari
trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali
mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti
biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret
sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga
dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi
refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan
apnea.
d. Manifestasi klinis
1) polihidramnion ( air ketuban > 2000 ml ) pada kehamilan
2) sekresi pada mulut bayi meningkat
3) bayi tersedak, batuk atau sianotik saat diberi minum
4) Beberapa jam setelah lahir timbul napas ngorok dan sesak napas
5) Terlihat gelembung udara bercampur lendir putih pada lubang hidung dan
mulut karena regurgitasi air ludah atau minum pertama.
b. Manifestasi klinis
1) Muntah Proyektil, biasanya setelah diberi minum, makin sering sampai
2 – 3 kali pemberian minum.
7
2) Bisa mulai dari minggu ke 1 – 2, Kebanyakan mulai bergejala umur 2
– 8 minggu.
3) Tidak berwarna bil (dari empedu) tetapi terkadang ada flek sedikit
darah.
4) Tidak ada mual, dan bayi segera mau minum lagi.
5) Kalau lama: berat badan turun, dihidrasi, alkalosis matabolik dengan
hypokloremia & jaundis.
c. Patofisiologi
Suatu hipertropi dan hyperplasia otot polos antrum lambung yang
difus akan menyempitkan lumen sehingga mudah tersumbat. Bagian
antrum akan memanjang, menebal menjadi 2 kali ukurn normal dan
berkonsistensi seperti tulang rawan. Penebalan otot tidak hanya terbatas
pada suatu kumpulan serabut otot sirkuler yang terpisah yaitu sfingter
pylorus, tetapi meluas ke bagian proksimal ke dalam antrum dan ke bagian
distal berakhir pada permulaan duodenum. Sebagai respons terhadap
obstruksi lumen dn paristalik yang kuat otot lambung akan menebal
(hipertrofi) dan mengembang (dilatasi).
d. Tata laksana
1) Koreksi dihidrasi & alkalosis metabolik dulu
2) perasi piloromyotom
4. Atresia bilier
a. Pengertian
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak
adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih
dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus
persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis
biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus
Kedokteran Dorland, 2006)
b. Penyebab
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran
empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan
perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1) air kemih bayi berwarna gelap
8
2) tinja berwarna pucat
3) kulit berwarna kuning
4) berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat
5) hati membesar.
b.Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi
saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total
dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier
ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura
pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke
hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi
fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan
vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan
mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan
menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian
putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual pada hati
menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran
empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan
gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan
lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan
saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam
9
lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek
samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung
c. Pengobatan
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan
usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan
pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
10
1) Jika tidak timbul gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan
khusus
2) Jika terjadi perdarahan, maka dilakukan pengangkatan
divertikulum disertai pengangkatan jaringan usus disekitarnya
11
a. Pengertian
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum/keduanya. (Bet.Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
b.Etiologi
1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/ 3 bulan
3) Adanya gangguan/ berhentinya perkembangan embriologik di daerah
usus, rektum bagian distal, serta traktus urogenital.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HISPURUNG,ATRESIA ANI, DAN ATRESIA
DUCTUSHEPATICUS PADA ANAK
A. ASUHAN KEPERAWATAN HISPURUNG
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama
Susah BAB.
a. Prenatal
Selama hamil ibu rajin melakukan ANC di bidan. Saat hamil ibu mengalami keluhan
mual dan muntah pada trimester I, mendapat obat untuk pusing dan mual. Umur
kehamilan 5 bulan terasa kram pada kaki.
BB lahir 3300 gr, setelah usia 4 bulan 8000 gr. Panjang badan saat lahir 49 cm, saat ini
56 cm.
Motorik kasar Motorik halus Bahasa Sosial
6. Riwayat Sosial
7. Riwayat Keluarga
a. Sosial ekonomi: tinggal dengan orangtua, kakak dan nenek dari pihak ibu. Ibu
bekerja sebagai penjahit, ayah sebelumnya bekerja sebagai sopir taksi sekarang
belum mendapat pekerjaan.
14
b. Lingkungan rumah: ibu pasien mengatakan dinding rumah dari tembok, lantai
keramik, sumber air dari sumur, ventilasi cukup, sinar bisa masuk rumah.
c. Penyakit keluarga: tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa,
diabetes, paru-paru, kakek meninggal karena hipertensi.
f. Eliminasi
Kebiasaan di rumah pasien BAB 2 hari sekali menggunakan dulcolax supositoria,
BAK 6-8 kali.
g. Pola hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga baik dan harmonis. Selama di RS anak
ditunggu ibu karena ayah menunggu kakaknya dirumah.
Hubungan dengan saudara : kakak bisa ikut membantu mengasuh adiknya.
h. Pengobatan
Sejak 2 bulan yang lalu anak mendapat obat dulcolax supositoria.
15
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tingkat kesadaran : compos mentis
Nadi : 120x/mnt, suhu : 36,70 C, tekanan darah 90 / 50 mmhg.
BB : 8 kg, PB : 56
Lingkar kepala : lingkar dada : LLA :
b. Kulit
Warna kulit : putih, turgor kulit baik, kulit tampak bersih.
c. Kepala
Bentuk : Mesosepal, tidak ada kelainan anatomis
Rambut : hitam dan lebat
d. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Pupil isokor, reaksi + / +
e. Telinga
Daun telinga normal, sekret tidak ada.
Tidak ada kelainan anatomis
f. Hidung
Lubang hidung simetris, tidak ada sekret, tidak ada kelainan anatomis.
g. Mulut
Bentuk bibir normal, lidah tidak kotor, belum tumbuh gigi.
Bau mulut (-), hyperemis (-)
h. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada kaku kuduk.
Tidak ada peningkatan JVP
i. Dada
Simetris, tidak ada ketinggalan gerak, ictus cordis tak tampak.
Tidak ada retraksi.
j. Paru-paru
Suara napas vesikuler, perkusi sonor
Wheezing (-), ronchi (-)
k. Jantung
Bunyi jantung S1 dan S2 murni, bising (-), tidak ada suara tambahan.
l. Abdomen
Kulit supel, tidak ada nyeri tekan, peristaltik (+), tidak ada distensi abdomen.
Tidak ada pembesaran hepar maupun lien.
m. Genetalia
16
Pasien berjenis kelamin wanita, tidak ada kelainan anatomis pada genetalia.
n. Anus dan Rektum
Tak ada kelainan anatomis
o. Ekstremitas
Tidak ada gangguan pergerakan.
AE : 4,6
Data focus :
Seorang anak perempuan umur 4 bulan dengan diagnosa medis megacollon kongenital
ultra short, rencana sigmoidektomi. Ibu pasien mengatakan sejak 2 bulan lalu anak susah
BAB. Ibu mengatakan dada berdesir anak mau dioperasi, tidak tega, dan tidak tahu
bagaimana perawatan selanjutnya. Ibu menanyakan tentang penyebab penyakit anaknya.
17
- Anak mendapatkan
terapi dulcolax supositoria
setiap 2 hari sekali.
DO :
Dx medis : megacollon
kongenital ultra short.
DO : -
18
b. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan anak ditandai dengan
ibu mengatakan dada berdesir anak mau dioperasi, tidak tega, ibu terlihat tegang,
wajah tampak sedih.
c. Defisit pengetahuan tentang penyakit, prosedur tindakan, cara perawatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan ibu bertanya
mengenai penyebab penyakit, tindakan operasi yang akan dilakukan, mengatakan
tidak tahu bagaimana perawatan selanjutnya, ibu bertanya tentang perawatan anak
setelah operasi.
No Dx Tujuan Intervensi
19
sesuai.
3. Persiapan preoperatif
- lakukan pemeriksaan
laboratorium: darah rutin,
elektrolit, AGD.
20
ketegangan dan
kecemasan.
- Jelaskan medikasi
yang diberikan sebelum
operasi: tujuan, efek
samping.
2. health education:
- jelaskan tindakan
21
keperawatan yang akan
dilakukan.
- Jelaskan mengenai
penyakit, prosedur
tindakan dan cara
perawatan dengan dokter.
- Lakukan diskusi
dengan keluarga pasien
dengan penyakit yang
sama.
- Jelaskan cara
perawatan post operatif.
28-9-
2004
1 - Mengkaji kebiasaan BAB pasien. S : Ibu mengatakan suami
08.00 setuju dengan tindakan
- Menanyakan terakhir diberikan
operatif untuk menangani
supositoria.
gangguan BAB pada anak.
- Mengambil darah untuk
O : Hb : 10,3 gr/dl, Hmt : 3,3
pemeriksaan laboratorium persiapan
08.45 %
operasi.
Al : 7,1
- Menanyakan hasil pemeriksaan
11.00 laboratorium. A : tujuan belum tercapai
22
Al : 7,1 colostomi.
28-9- 2.
2004
- Dampingi keluaga saat dokter S : ibu pasien mengatakan
08.00 menjelaskan mengenai penyakit dan sudah lumayan “semeleh”
prosedur tindakan. dengan prosedur operasi yang
akan dilaksanakan.
- Jelaskan tiap tindakan yang akan
dilakukan. Ibu mengatakan sudah
lumayan tenang setelah diberi
- Menganjutkan ortu berada dekat
penjelasan.
dengan anak.
O : wajah ibu terlihat lebih
rileks.
A : tujuan tercapai
P : hentikan intervensi
28-9- 3.
2004
- kaji tingkat pengetahuan ortu S : ibu mengatakan sudah tahu
mengenai penyakit, tindakan yang mengenai penyakit dan
akan dilakukan. prosedur pembedahan yang
akan dilakukan.
- Menjelaskan pada pasien
tindakan pre operatif yang harus O : ibu dapat menyebutkan
penyebab penyakit dan
23
dilakukan. prosedur pembedahan.
29-9-
2004
1 - mengobservasi keadaan S : Ibu mengatakan anak
07.30 pasien : rewel, tidak bisa tidur, selesai
operasi jam 13.00
puasa sejak 6 jam yang lalu,
transfusi selesai jam 22.00. O : - terdapat stoma colostomi,
produk encer.
hasil lab: WBC 8,7
- anak sudah coba minum air
RBC 5,32 MCH 26,5
putih sedikit-sedikit.
HgB 14,1 MCHC 36,7
- TD : 90 / 60 mmHg , nadi
McV 72,3 PLT 387. 128, R : 24 x/menit, Suhu :
36,5 0 C.
Mengantar pasien operasi.
08.30
- terpasang DC
- Mengobservasi keadaan pasien:
21.00
pasien rewel, belum tidur. - peristaltik +
24
- anak sudah coba minum air putih
sedikit-sedikit.
- terpasang DC
- peristaltik +
- Injeksi :
Cefotaxim 2 x 300 mg
Metronidazol 3 x 50 mg
1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : An. K
Umur :4
Agama : Islam
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Tidak bisa buang Air Besar (BAB)
25
b. Keluhan tambahan
Nyeri pada Abdomen
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 13 Januari 2011 jam 16.00 WIB dengan
diantar keluarganya, Keluarga pasien mengatakan pasien tidak dapat buang air besar dan
ia terus menangis, badanya lemas.
3.Diagnosa Keperawatan
c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
4. Rencana Keperawatan
Kriteria Hasil :
- Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi I :
26
Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
Kriteria Hasil :
Intervensi II :
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.
Kriteria Hasil :
Intervensi III :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi
saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
27
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
kecemasan
Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
Intervensi I :
Intervensi II :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.
5. Evaluasi
28
2. Defisit volume cairan tidak terjadi
terjadi 2. Infeksi tidak terjadi
3. Lemas berkurang 3. Klien memiliki pengetahuan
perawatan di rumah
4. Nyeri berkurang
Kasus semu
An. Y (laki-laki) berusia 2 bulan dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan mual, muntah, kulit
tampak berwarna kuning, tinja berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh, perut membesar
dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan
kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati. Kulit teraba hangat dan
tampak kuning di seluruh tubuh.Mata konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik.Perut tampak
buncit, hepar teraba 1/3-1/3 peinggir tajam, konsistensi padat keras, permukaan rata, nyeri tekan
tidak ada.Lien teraba S1.Perkusi timpani, shifting dullness positif, bising usus positif
normal.Ekstrimitas hangat, perfusi baik, ditemukan pitting edema. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, sadar, TD 110/60 mmHg, nadi
130x/menit, RR 40x/menit, suhu tubuh 36,5oC, tinggi badan 70 cm, berat badan 5 kg.
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian Anak
Anamnesa
Nama : An. Y
Usia : 2 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku / bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Surabaya
Agama :Islam
Tanggal MRS : 10 November 2014
Jam MRS : 14.00 WIB
Diagnosa : Atresia Billier
Nama : Tn. G
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
Hubungan dengan klien : ayah klien
29
d. Keluhan Utama
Mual muntah, kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh,
perut membesar dan selalu rewel
Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir, Polio
oral diberikan bersamaan dengan DTP
Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breath)
RR meningkat 40x/menit, Suhu (36.5°C), penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung, napas pendek.
b. B2 (blood)
c. B3 (brain)
gelisah (rewel)
d. B4 (bladder)
e. B5 (bowel)
anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas,
regurgitasi berulang, dehidrasi, regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5 Kg/ 70
30
cm), distensi abdomen. Perut tampak buncit, hepar teraba 1/3-1/3 peinggir tajam, konsistensi
padat keras, permukaan rata, nyeri tekan tidak ada.Lien teraba S1.Perkusi timpani.
f. B6 (bone) :
Letargi/ kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, ikterik, kulit
berkeringat dan gatal (pruritus), jaundice, kerusakan kulit.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Diagnostik
1. USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis ekstrahepatik (dapat
berupa dilatasi kritik saluran empedu)
2. Memasukkan pipa lambung sampai duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
3. Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi
empedu dan mengeksresikan ke saluran empedu dampai tercurah ke duodenum. Jika tidak
ditemukan empedu di duodenum, maka dapat terjadi atresia inrahepatik
4. Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.
DS : - Pembesaran hepar
DO : Penurunan turgor
kulit
Kekurangan volume
1.
cairan
BAK berwarna seperti
teh
Distensi abdomen
Frekuensi nadi
meningkat >
31
115x/menit
Produksi keringat
meningkat Perut terasa penuh
32
punggung anak
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput cairan menjadi
seimbang.
Kriteria hasil :
33
b. Turgor kulit membaik.
c. Pengisian kapiler nadi perifer kuat.
d. Haluaran urine individu sesuai.
Intervensi Rasional
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, penurunan berat badan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola
nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : - BB pasien stabil
- Konjungtiva tidak anemis
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Distensi abdomen merupakan tanda
1. Kaji distensi abdomen
non verbal gangguan pencernaan.
2. Mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan nutrisi dengan mengetahui
intake dan output klien.
2. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi
3. Mengawasi keefektifan rencana diet
muntah
4. Untuk menurunkan rangsang
mual/muntah.
5. Mulut yang bersih meningkatkan
34
nafsu makan.
3. Timbang BB setiap hari.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan,
ditandai dengan adanya pruritis.
35
Intervensi Rasional
Mandiri:
Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Kriteria hasil : - Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
- Berpartisipasi dalam pengobatan.
36
Intervensi Rasional
BAB VI
37
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejakkehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cu
kup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap
kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang
menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal
ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai
rektum. Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah
yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom
VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak
referensi untuk menunjang proses pembelajaran.
38