Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan
pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit Hirschsprung adalah penyebab
obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling
sering pada neonatus. Penyakit Hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan
kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari fleksus auerbach di kolon,
keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi
usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah
keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian
segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga
dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu
kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani,
Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai
penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial,
Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus
akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan

1
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi Kelainan Kongenital pada Sistem Digestive ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Hirschprung ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Atresia Ani ?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Atresia Ductus Hepaticus ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiologi Kelainan Kongenital pada Sistem Digestive ?
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hirschprung ?
3. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Atresia Ani ?
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Atresia Ductus Hepaticus ?

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini metode penulisan yang penulis terapkan adalah metode studi
kepustakaan dan googling, yaitu dengan membaca, mempelajari dan memahami kepustakaan
(buku-buku dan sumber lain) yang berhubungan dengan penyelesaian permasalahan pada
makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PengertianKelainan Kongenital Saluran Pencernaan

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang


timbul sejakkehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian
bayi dalam bulan
bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup ber
at, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi
yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk
masa kehamilannya.Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira
20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.Di samping pemeriksaan fisik,
radiologik dan hboratorik untuk menegakkan diagnosis kelainan kongenital setela6 bayi
lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/ante-natal kelainan kongenital dengan beberapa
cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air keruban
dan darah janin
B. Jenis-jenis Kelainan Kongenital
1. Labiopalatoskisis
a. Pengertian
Labiopalatoskisis merupakan kongenital anomali yang berupa adanya
kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167).
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan
oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus
nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik.
(Wong, Donna L. 2003).
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong,
Donna L. 2003)
Klasifikasi bibir sumbing :
Berdasarkan organ yang terlibat
.Celah di bibir (labioskizis)
.Celah di gusi (gnatoskizis)
.Celah di langit (palatoskizis)

3
.Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misal terjadi di bibir dan langit-
langit (labiopalatoskizis)

b. Etiologi
1) Faktor genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang
mempengaruhi / dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi
gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex (
kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita,
sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika
terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan
menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung,
dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2) Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui.
3) Kekurangan nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C
pada waktu hamil, kekurangan asam folat.
4) Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis
menyatu
5) Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
6) Mutasi genetic atau teratogen (agen/faktor yang menimbulkan
cacat pada embrio).
7) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin, contohnya
seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
8) Radiasi
9) Stress emosional
c. Patofisiologi
1) Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau
tulang selama fase embrio pada trimester I.
2) Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nasal
medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-
8 minggu.
3) Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7-12 minggu.

4
4) penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu
masa kehamilan.

d. Komplikasi
1) Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu
pola berbicara bahkan dapat menghambatnya
2) Terjadinya otitis media
3) Aspirasi
4) Distress pernafasan
5) Resiko infeksi saluran nafas

5
6) Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7) Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh otitis media
rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius
8) Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau
bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan
khusus.
9) Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat
kecacatan dan jaringan paruh.

e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Rontgen
2) Pemeriksaan fisik
3) MRI untuk evaluasi abnormal

2. Atresia esofagus (esofagus)


a. Pengertian
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan
tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal.
Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan
kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus
yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen
berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring
ke perut.
b. Etiologi
Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelaianan
kongenital atresia esofagus :
1) Faktor obat, Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomine
2) Faktor radiasi, Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan
mutasi pada gen.
3) Faktor gizi, Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan
congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan
makanan.
4) Dihubungkan dengan trisomi 21, 13, 18

6
c. Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari
trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali
mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti
biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret
sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga
dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi
refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan
apnea.

d. Manifestasi klinis
1) polihidramnion ( air ketuban > 2000 ml ) pada kehamilan
2) sekresi pada mulut bayi meningkat
3) bayi tersedak, batuk atau sianotik saat diberi minum
4) Beberapa jam setelah lahir timbul napas ngorok dan sesak napas
5) Terlihat gelembung udara bercampur lendir putih pada lubang hidung dan
mulut karena regurgitasi air ludah atau minum pertama.

3.Stenosis Pylorus ( Lambung )


a. Pengertian
Stenosis pylorus adalah penyempitan di bagian ujung lambung
tempat makanan keluar menuju ke usus halus. Akibat penyempitan
tersebut, hanya sejumlah kecil isi lambung yg bisa masuk ke usus,
selebihnya akan dimuntahkan sehingga anak akan mengalami penurunan
berat badan. Gejala tersebut biasanya muncul pada usia 2-6 minggu.

b. Manifestasi klinis
1) Muntah Proyektil, biasanya setelah diberi minum, makin sering sampai
2 – 3 kali pemberian minum.

7
2) Bisa mulai dari minggu ke 1 – 2, Kebanyakan mulai bergejala umur 2
– 8 minggu.
3) Tidak berwarna bil (dari empedu) tetapi terkadang ada flek sedikit
darah.
4) Tidak ada mual, dan bayi segera mau minum lagi.
5) Kalau lama: berat badan turun, dihidrasi, alkalosis matabolik dengan
hypokloremia & jaundis.

c. Patofisiologi
Suatu hipertropi dan hyperplasia otot polos antrum lambung yang
difus akan menyempitkan lumen sehingga mudah tersumbat. Bagian
antrum akan memanjang, menebal menjadi 2 kali ukurn normal dan
berkonsistensi seperti tulang rawan. Penebalan otot tidak hanya terbatas
pada suatu kumpulan serabut otot sirkuler yang terpisah yaitu sfingter
pylorus, tetapi meluas ke bagian proksimal ke dalam antrum dan ke bagian
distal berakhir pada permulaan duodenum. Sebagai respons terhadap
obstruksi lumen dn paristalik yang kuat otot lambung akan menebal
(hipertrofi) dan mengembang (dilatasi).

d. Tata laksana
1) Koreksi dihidrasi & alkalosis metabolik dulu
2) perasi piloromyotom

4. Atresia bilier
a. Pengertian
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak
adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih
dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus
persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis
biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus
Kedokteran Dorland, 2006)
b. Penyebab
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran
empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan
perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1) air kemih bayi berwarna gelap

8
2) tinja berwarna pucat
3) kulit berwarna kuning
4) berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat
5) hati membesar.

b.Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi
saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total
dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier
ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura
pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke
hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi
fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan
vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan
mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan
menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian
putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual pada hati
menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran
empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan
gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan
lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan
saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam

9
lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek
samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung
c. Pengobatan
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan
usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan
pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.

5. Divertikulum mekel ( yeyunum ileum )


a. pengertian
Adalah suatu kelainan bawaan yang merupakan suatu kantung (
divertikula ) yang menonjol dari dinding usus halus. Divertikula ini bisa
mengandung jaringan lambung maupun jaringan pankreas. Penyebab pasti
tidak diketahui.
b. Gejala
1) Biasanya tidak bergejala, tapi kantungnya dapat melepaskan asam dan
menyebabkan ulkus sehingga terjadi perdarahan rektum yang tidak
disertai nyeri.
2) Tinja biasanya berwarna keunguan / kehitaman
3) Pada remaja dan orang dewasa, divertikulum cenderung menyebabkan
penyumbatan usus sehingga timbul nyeri, kram dan muntah
c. Patofisiologi
Secara klasik, Divertikel Meckel ditemukan pada tepi
antimesenterik dari ileum, 2 kaki proksimal dari katup ileosekal, diameter 2
cm, panjang 2 inchi, dan tidak menempel pada dinding abdomen.
Perdarahan sekunder karena jaringan heterotropik adalah komplikasi paling
sering. Beberapa kali, jaringan heterotropik dapat berperan sebagai lead
point intususepsi, menyebabkan obstruksi usus halus.Dapat juga, obstruksi
usus disebabkan oleh divertikel Meckel yang menempel pada umbilikus
oleh mesodivertikular band. Hal ini dapat menyebabkan volvulus
disekitar band.Arteri vitelline yang menetap, yang merupakan ujung arteri
dari arteri mesenterika superior dapat menyebabkan obstruksi akibat
volvulus. Karena asosiasi H. Pylori dengan ulserasi pada gastroduodenal,
diperkirakan, perdarahan pada Divertikel Meckel juga disebabkan karena
kolonisasi H. Pylori.
d. Penatalaksanaan

10
1) Jika tidak timbul gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan
khusus
2) Jika terjadi perdarahan, maka dilakukan pengangkatan
divertikulum disertai pengangkatan jaringan usus disekitarnya

6. Hirschsprung (Megakolon Kongenital)


a. pengertian
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel –
sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan
ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 )
b. Etiologi
Terjadi akibat tidak adanya sel-sel ganglion submukosa dan pleksus
miesterikus dari intestin distal.
c. Patofisiologi
Morbus Hirschsprung disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion pada
dinding usus, mulai dari anus dan berlangsung terus ke arah proksimal untuk
jarak yang berbeda-beda.
Pada usus terdapat tiga pleksus neuronal yang mempersarafi usus:
submukosal (Meissner), intermuskular (Auerbach), dan pleksus mukosal lain
dengan ukuran yang lebih kecil. Ketiga pleksus ini berperan dalam mengatur
peristalsis usus dan fungsinya (absorpsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah).
Ganglia yang mempersarafinya mengontrol kontraksi maupun relaksasi dari
kolon, dengan dominasi relaksasi. inervasi eksternal, melalui dua macam serat,
yaitu kolinergik yang memicu kontraksi, dan adrenergik yang memicu
relaksasi.
Tanpa adanya ganglion tersebut, terjadi peningkatan persarafan ekstrinsik
pada kolon, yaitu sekitar 2 – 3 kali normal. Sistem adrenergik dikatakan lebih
mendominasi dibandingkan sistem kolinergik sehingga terjadi peningkatan
tonus otot polos. Hilangnya saraf inhibisi saluran cerna menyebabkan
ketidakseimbangan antara kontraksi otot, gerakan peristaltik, dan obstruksi
fungsional. Pada imaging, mungkin didapatkan gambaran pembesaran kolon
akibat obstruksi fungsional.
d. Tata laksana
1) Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis, lakukan
bilasan kolon dengan cairan garam faai atau kolostomi di daerah yang
ganglioner dengan laparatomi atau anal tube
2) Bedah definitive bila bayi berusia 6 – 12 bulan, dengan BB >9 kg.

7. Atresia recti dan ani

11
a. Pengertian
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum/keduanya. (Bet.Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke
dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan
rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
b.Etiologi
1) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur
2) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu/ 3 bulan
3) Adanya gangguan/ berhentinya perkembangan embriologik di daerah
usus, rektum bagian distal, serta traktus urogenital.

c. Tanda dan gejala

1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran


2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya
4) Perut kembung
c.Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal
pada kehidupan embrional. Anus dan rectum berkembang dari embrionik
bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi
kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadi
stenosis anal karena adanya penyempitan pada anal anorektal. Terjadi
atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi
d.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto rontgen untuk menentukan letak ujung buntu.
USG perianal untuk menentukan jarak antara ujung rektum dengan kulit.
e.Penatalaksanaan
1) Kolonostomi, dilakukan saat bayi berusia 12 bulan
2) Eksisi membran anal -> membuat anus buatan

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HISPURUNG,ATRESIA ANI, DAN ATRESIA
DUCTUSHEPATICUS PADA ANAK
A. ASUHAN KEPERAWATAN HISPURUNG
1. Identitas Pasien

Nama pasien : An R.P


No rekam medis :008117
Umur :2bulan
Jenis kelamin :perempuan
Suku : Indonesia
Tanggal masuk RS : 03/09/2018

2. Keluhan Utama

Susah BAB.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 2bulan yang lalu BAB tidak lancar, tidak muntah, tidak diare, perut tidak
membesar. BAB dibantu dengan dulcolax supositoria setiap 2 hari sekali, anak tetap
susah BAB mengedan kuat dan menangis. Mekonium terlambat + 24 jam setelah lahir.13
hari SMRS datang ke RS Sarjito rencana operasi, jadwal operasi penuh diundur. HMRS :
keluhan sama, persiapan rencana operasi.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Prenatal
Selama hamil ibu rajin melakukan ANC di bidan. Saat hamil ibu mengalami keluhan
mual dan muntah pada trimester I, mendapat obat untuk pusing dan mual. Umur
kehamilan 5 bulan terasa kram pada kaki.

b. Perinatal dan post natal


Ibu melahirkan saat usia kehamilan 9 bulan. P2 a0, anak lahir spontan, menangis
kuat, bbl 3300 gr.
c. Penyakit yang pernah diderita
Anak sejak kesulitan bab periksa ke dokter dan mendapat dulcolax supositoria setiap
2 hari sekali.
d. Hospitalisasi, tindakan operasi
13
Anak belum pernah dirawat di rs sebelumnya.
e. Injury/kecelakaan
Tidak pernah.
f. Alergi
Tidak ada riwayat alergi
g. Imunisasi
 BCG : umur 1 hari
 DPT : umur 2, 3, 4 bulan
 Polio : umur 2, 3, 4 bulan
 Hepatitis B : umur 1, 2, 3 bulan
h. Pengobatan
Sejak kesulitan bab anak mendapatkan dulcolax supositoria setiap 2 hari sekali.

5. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

BB lahir 3300 gr, setelah usia 4 bulan 8000 gr. Panjang badan saat lahir 49 cm, saat ini
56 cm.
Motorik kasar Motorik halus Bahasa Sosial

Bangkit kepala tegak, Mengikuti 1800, Berteriak, menoleh Tersenyum,


dada terangkat tangan bersentuhan. kebunyi icik-icik, mengamati
menumpu pada menoleh kearah tangannya.
lengan, menumpu suara.
beban pada kaki

6. Riwayat Sosial

a. Yang mengasuh : ibu


b. Hubungan dengan anggota keluarga baik dan harmonis

7. Riwayat Keluarga

a. Sosial ekonomi: tinggal dengan orangtua, kakak dan nenek dari pihak ibu. Ibu
bekerja sebagai penjahit, ayah sebelumnya bekerja sebagai sopir taksi sekarang
belum mendapat pekerjaan.

14
b. Lingkungan rumah: ibu pasien mengatakan dinding rumah dari tembok, lantai
keramik, sumber air dari sumur, ventilasi cukup, sinar bisa masuk rumah.
c. Penyakit keluarga: tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa,
diabetes, paru-paru, kakek meninggal karena hipertensi.

8. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional

a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan


Sejak anak mengalami gangguan BAB ibu membawa anak ke dokter dan mendapat
terapi dulcolax supositoria setiap 2 hari sekali. Kalau anak sakit flu atau demam
dibawa ke dokter.
b. Nutrisi
Anak mendapat ASI sampai saat ini, sejak 2 hari ini di coba bubur bayi 2 x sehari.
c. Cairan
Anak biasa minum ASI + 15 menit setiap kali minum.
Selama di RS anak tetap minum ASI.
d. Aktifitas
Anak sudah bisa miring, saat dibantu tengkurap kepala sudah terangkat.
e. tidur dan istirahat
kebiasaan tidur dirumah 12-14 jam. Tidur siang 2-3 jam.
Selama di RS, Pola tidur : belum dapat terkaji.
Kebiasaan sebelum tidur : tidak ada.
Kebiasaan tidur siang + 2-3 jam.

f. Eliminasi
Kebiasaan di rumah pasien BAB 2 hari sekali menggunakan dulcolax supositoria,
BAK 6-8 kali.
g. Pola hubungan
 Hubungan dengan anggota keluarga baik dan harmonis. Selama di RS anak
ditunggu ibu karena ayah menunggu kakaknya dirumah.
 Hubungan dengan saudara : kakak bisa ikut membantu mengasuh adiknya.

h. Pengobatan
Sejak 2 bulan yang lalu anak mendapat obat dulcolax supositoria.

15
9. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
 Tingkat kesadaran : compos mentis
 Nadi : 120x/mnt, suhu : 36,70 C, tekanan darah 90 / 50 mmhg.
 BB : 8 kg, PB : 56
 Lingkar kepala : lingkar dada : LLA :
b. Kulit
Warna kulit : putih, turgor kulit baik, kulit tampak bersih.
c. Kepala
 Bentuk : Mesosepal, tidak ada kelainan anatomis
 Rambut : hitam dan lebat
d. Mata
 Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
 Pupil isokor, reaksi + / +
e. Telinga
 Daun telinga normal, sekret tidak ada.
 Tidak ada kelainan anatomis
f. Hidung
Lubang hidung simetris, tidak ada sekret, tidak ada kelainan anatomis.

g. Mulut
 Bentuk bibir normal, lidah tidak kotor, belum tumbuh gigi.
 Bau mulut (-), hyperemis (-)
h. Leher
 Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada kaku kuduk.
 Tidak ada peningkatan JVP
i. Dada
 Simetris, tidak ada ketinggalan gerak, ictus cordis tak tampak.
 Tidak ada retraksi.
j. Paru-paru
 Suara napas vesikuler, perkusi sonor
 Wheezing (-), ronchi (-)
k. Jantung
Bunyi jantung S1 dan S2 murni, bising (-), tidak ada suara tambahan.
l. Abdomen
 Kulit supel, tidak ada nyeri tekan, peristaltik (+), tidak ada distensi abdomen.
 Tidak ada pembesaran hepar maupun lien.
m. Genetalia
16
Pasien berjenis kelamin wanita, tidak ada kelainan anatomis pada genetalia.
n. Anus dan Rektum
Tak ada kelainan anatomis
o. Ekstremitas
Tidak ada gangguan pergerakan.

10. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang

Diagnosa medis : megakollon kongenital ultra short.


Hb : 9,7 gr/dl Albumin 3,90

Hmt : 3,3 % Bun : 5,3

Al : 7,1 Creat : 0,35

AE : 4,6

Foto thorax tgl 14 September 2004

Hasil : pulmo dan konfigurasi cor normal, thymus prominent.

Data focus :
Seorang anak perempuan umur 4 bulan dengan diagnosa medis megacollon kongenital
ultra short, rencana sigmoidektomi. Ibu pasien mengatakan sejak 2 bulan lalu anak susah
BAB. Ibu mengatakan dada berdesir anak mau dioperasi, tidak tega, dan tidak tahu
bagaimana perawatan selanjutnya. Ibu menanyakan tentang penyebab penyakit anaknya.

11. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS: Mekanik : megakollon Konstipasi

- Ibu pasien mengatakan


anak susah BAB.

17
- Anak mendapatkan
terapi dulcolax supositoria
setiap 2 hari sekali.

- Tiap kali BAB anak


mengedan kuat dan menangis.

DO :

Dx medis : megacollon
kongenital ultra short.

DS: ibu mengatakan dada Perubahan dalam status Cemas


berdesir anak mau dioperasi, kesehatan anak.
tidak tega

DO: - ibu terlihat tegang,

Wajah tampak sedih.

DS: ibu menanyakan penyebab Tidak mengenal sumber Defisit pengetahuan


penyakit, mengatakan tidak informasi. tentang penyakit,
tahu bagaimana perawatan prosedur tindakan dan
selanjutnya. cara perawatan

Ibu bertanya tentang perawatan


anak setelah operasi.

DO : -

12. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

a. Konstipasi berhubungan dengan mekanik : megakollon ditandai dengan Ibu pasien


mengatakan anak susah BAB, anak mendapatkan terapi dulcolax supositoria setiap 2
hari sekali, tiap kali BAB anak mengedan kuat dan menangis, Dx medis : megacollon
kongenital ultra short.

18
b. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan anak ditandai dengan
ibu mengatakan dada berdesir anak mau dioperasi, tidak tega, ibu terlihat tegang,
wajah tampak sedih.
c. Defisit pengetahuan tentang penyakit, prosedur tindakan, cara perawatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan ibu bertanya
mengenai penyebab penyakit, tindakan operasi yang akan dilakukan, mengatakan
tidak tahu bagaimana perawatan selanjutnya, ibu bertanya tentang perawatan anak
setelah operasi.

13. Rencana Keperawatan

No Dx Tujuan Intervensi

1 Konstipasi BAB lancar, dengan kriteria : 1. Bowel management


berhubungan
- Faeses lunak - Catat BAB terakhir
dengan mekanik :
megakollon - Anak tidak kesakitan saat - Monitor tanda
ditandai dengan Ibu BAB. konstipasi
pasien mengatakan
- Tindakan operasi - Anjurkan keluarga
anak susah BAB,
colostomi untuk mencatat warna,
anak mendapatkan
jumlah, frekuensi BAB.
terapi dulcolax
supositoria setiap 2 - Berikan supositoria jika
hari sekali, tiap kali perlu.
BAB anak
2. Bowel irrigation
mengedan kuat dan
menangis, Dx - Jelaskan tujuan dari
medis : megacollon irigasi rektum.
kongenital ultra
- Check order terapi.
short.
- Jelaskan prosedur pada
orangtua pasien.

- Berikan posisi yang

19
sesuai.

- Cek suhu cairan sesuai


suhu tubuh.

- Berikan jelly sebelum


rektal dimasukkan.

- Monitor effect dari


irigasi.

3. Persiapan preoperatif

- Jelaskan persiapan yang


harus dilakukan.

- lakukan pemeriksaan
laboratorium: darah rutin,
elektrolit, AGD.

- transfusi darah bila perlu.

2. Cemas Cemas keluarga pasien 1. Anxiety reduction


berhubungan tertangani dengan kriteria:
- jelaskan semua prosedur
dengan perubahan
- Ibu terlihat lebih yang akan dilakukan.
dalam status
tenang
kesehatan anak - kaji pemahaman orangtua
ditandai dengan ibu - Ibu dapat bertoleransi terhadap kondisi anak,
mengatakan dada dengan keadaan anak. tindakan yang akan
berdesir anak mau dilakukan pada anak.
dioperasi, tidak
- anjurkan orang tua untuk
tega, ibu terlihat
berada dekat dengan anak.
tegang, wajah
tampak sedih. - bantu pasien
mengungkapkan

20
ketegangan dan
kecemasan.

3. Defisit pengetahuan Orang tua tahu mengenai 1. teaching: proses


berhubungan perawatan anak dengan penyakit
dengan tidak kriteria:
- Kaji pengetahuan
mengenal dengan
- Mampu menjelaskan pasien tentang penyakit.
sumber informasi
penyakit, prosedur operasi
ditandai dengan ibu - Jelaskan tentang
bertanya mengenai - mampu menyebutkan penyakit, prosedur
penyebab penyakit, tindakan keperawatan yang tindakan dan cara
tindakan operasi harus dilakukan. perawatan bersama dengan
yang akan dokter.
- Mampu menyebutkan
dilakukan,
cara perawatan. - Informasikan
mengatakan tidak
jadwal rencana operasi:
tahu bagaimana
waktu, tangggal, dan
perawatan
tempat operasi, lama
selanjutnya, ibu
operasi.
bertanya tentang
perawatan anak - Jelaskan kegiatan
setelah operasi. praoperasi : anestesi, diet,
pemeriksaan lab,
pemasangan infus, tempat
tunggu keluarga.

- Jelaskan medikasi
yang diberikan sebelum
operasi: tujuan, efek
samping.

2. health education:

- jelaskan tindakan

21
keperawatan yang akan
dilakukan.

- Jelaskan mengenai
penyakit, prosedur
tindakan dan cara
perawatan dengan dokter.

- Lakukan diskusi
dengan keluarga pasien
dengan penyakit yang
sama.

- Jelaskan cara
perawatan post operatif.

14. Tindakan Keperawatan

Tgl/jam Dx Implementasi Evaluasi

28-9-
2004
1 - Mengkaji kebiasaan BAB pasien. S : Ibu mengatakan suami
08.00 setuju dengan tindakan
- Menanyakan terakhir diberikan
operatif untuk menangani
supositoria.
gangguan BAB pada anak.
- Mengambil darah untuk
O : Hb : 10,3 gr/dl, Hmt : 3,3
pemeriksaan laboratorium persiapan
08.45 %
operasi.
Al : 7,1
- Menanyakan hasil pemeriksaan
11.00 laboratorium. A : tujuan belum tercapai

Hasil : Hb : 10,3 gr/dl, Hmt : 3,3 % P : persiapkan operasi

22
Al : 7,1 colostomi.

- Menjelaskan pada orang tua


rencana transfusi.
12.00
- Menganjurkan ortu untuk
mencari donor.

28-9- 2.
2004
- Dampingi keluaga saat dokter S : ibu pasien mengatakan
08.00 menjelaskan mengenai penyakit dan sudah lumayan “semeleh”
prosedur tindakan. dengan prosedur operasi yang
akan dilaksanakan.
- Jelaskan tiap tindakan yang akan
dilakukan. Ibu mengatakan sudah
lumayan tenang setelah diberi
- Menganjutkan ortu berada dekat
penjelasan.
dengan anak.
O : wajah ibu terlihat lebih
rileks.

A : tujuan tercapai

P : hentikan intervensi

28-9- 3.
2004
- kaji tingkat pengetahuan ortu S : ibu mengatakan sudah tahu
mengenai penyakit, tindakan yang mengenai penyakit dan
akan dilakukan. prosedur pembedahan yang
akan dilakukan.
- Menjelaskan pada pasien
tindakan pre operatif yang harus O : ibu dapat menyebutkan
penyebab penyakit dan

23
dilakukan. prosedur pembedahan.

- Memberi tahu pasien rencana A : tujuan tercapai


operasi tanggal 29 September 2004
P : Tindakan keperawatan
pada jam 09.00
dihentikan.
- Menganjurkan ortu untuk
bercerita pada ortu anak yang
mengalamu reaksi yang mereka
sediakan.

29-9-
2004
1 - mengobservasi keadaan S : Ibu mengatakan anak
07.30 pasien : rewel, tidak bisa tidur, selesai
operasi jam 13.00
puasa sejak 6 jam yang lalu,
transfusi selesai jam 22.00. O : - terdapat stoma colostomi,
produk encer.
hasil lab: WBC 8,7
- anak sudah coba minum air
RBC 5,32 MCH 26,5
putih sedikit-sedikit.
HgB 14,1 MCHC 36,7
- TD : 90 / 60 mmHg , nadi
McV 72,3 PLT 387. 128, R : 24 x/menit, Suhu :
36,5 0 C.
Mengantar pasien operasi.
08.30
- terpasang DC
- Mengobservasi keadaan pasien:
21.00
pasien rewel, belum tidur. - peristaltik +

- Ibu pasien mengatakan anak A : tujuan tercapai anak sudah


selesai dioperasi jam 13.00. menjalani operasi colostomi.

- Terdapat stoma colostomy, produk P : tindakan dihentikan.


encer.

24
- anak sudah coba minum air putih
sedikit-sedikit.

- TD : 90 / 60 mmHg , nadi 128, R :


24 x/menit, Suhu : 36,5 0 C.

- terpasang DC

- peristaltik +

- Infus Kaen 3A 25 tetes / menit.

- Injeksi :

Cefotaxim 2 x 300 mg

Metronidazol 3 x 50 mg

Novalgin 3 x 1/3 amp

B. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ATRESIA ANI PADA ANAK

1. Identitas

Identitas Pasien

Nama : An. K

Umur :4

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Diagnosa Medis : (Atresia Ani)

Tanggal masuk RS : 13 Januari 2018 Jam 16.00

2. Riwayat keperawatan

a. Keluhan utama
Tidak bisa buang Air Besar (BAB)

25
b. Keluhan tambahan
Nyeri pada Abdomen
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 13 Januari 2011 jam 16.00 WIB dengan
diantar keluarganya, Keluarga pasien mengatakan pasien tidak dapat buang air besar dan
ia terus menangis, badanya lemas.

3.Diagnosa Keperawatan

a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

c. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

4. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa Pre Operasi

Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria Hasil :

- Penurunan distensi abdomen.

- Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi I :

1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order

R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

R/ Meyakinkan berfungsinya usus

3. Ukur lingkar abdomen

R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

26
Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

- Output urin 1-2 ml/kg/jam

- Capillary refill 3-5 detik

- Turgor kulit baik

- Membrane mukosa lembab

Intervensi II :

1. Monitor intake – output cairan

R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien

2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV

R/ Mencegah dehidrasi

3. Pantau TTV

R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang

Kriteria Hasil :

- Klien tidak lemas

Intervensi III :

1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi
saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar

R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien

27
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua

R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan

kecemasan

3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

b. Diagnosa Post Operasi

Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Intervensi I :

1. Gunakan kantong kolostomi yang baik

2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong

3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan


di rumah.

Intervensi II :

1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.

2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

5. Evaluasi

Pre Operasi Post operasi


1. Tidak terjadi konstipasi 1. Kerusakan integritas kulit tidak

28
2. Defisit volume cairan tidak terjadi
terjadi 2. Infeksi tidak terjadi
3. Lemas berkurang 3. Klien memiliki pengetahuan
perawatan di rumah
4. Nyeri berkurang

C. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PADA ANAK

Kasus semu
An. Y (laki-laki) berusia 2 bulan dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan mual, muntah, kulit
tampak berwarna kuning, tinja berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh, perut membesar
dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan
kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya pembesaran hati. Kulit teraba hangat dan
tampak kuning di seluruh tubuh.Mata konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik.Perut tampak
buncit, hepar teraba 1/3-1/3 peinggir tajam, konsistensi padat keras, permukaan rata, nyeri tekan
tidak ada.Lien teraba S1.Perkusi timpani, shifting dullness positif, bising usus positif
normal.Ekstrimitas hangat, perfusi baik, ditemukan pitting edema. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, sadar, TD 110/60 mmHg, nadi
130x/menit, RR 40x/menit, suhu tubuh 36,5oC, tinggi badan 70 cm, berat badan 5 kg.

ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian Anak
Anamnesa

b. Data Demografi klien :

Nama : An. Y
Usia : 2 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku / bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Surabaya
Agama :Islam
Tanggal MRS : 10 November 2014
Jam MRS : 14.00 WIB
Diagnosa : Atresia Billier

c. Identitas Penanggung Jawab :

Nama : Tn. G
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
Hubungan dengan klien : ayah klien

29
d. Keluhan Utama

Ibu klien mengatakan anak Y mengalami mual muntah

e. Riwayat Penyakit Sekarang

Mual muntah, kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh,
perut membesar dan selalu rewel

f. Riwayat Penyakit sebelumnya : -

g. Riwayat Tumbuh Kembang anak :

Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir, Polio
oral diberikan bersamaan dengan DTP

h. Riwayat Kesehatan Keluarga:


a. Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. Y dalam merawat klien.
b. Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan di sekitar adalah perumahan

Pemeriksaan Fisik

a. B1 (breath)

RR meningkat 40x/menit, Suhu (36.5°C), penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung, napas pendek.

b. B2 (blood)

TD meningkat 110/60 mmhg, HR meningkat 130x/ menit (tachicardi).

c. B3 (brain)

gelisah (rewel)

d. B4 (bladder)

Perubahan warna urin dan feses


Urine : warna gelap seperti teh, pekat
Feses : warna pucat seperti dempul

e. B5 (bowel)

anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas,
regurgitasi berulang, dehidrasi, regurgitasi berulang, penurunan berat badan BB/TB (5 Kg/ 70

30
cm), distensi abdomen. Perut tampak buncit, hepar teraba 1/3-1/3 peinggir tajam, konsistensi
padat keras, permukaan rata, nyeri tekan tidak ada.Lien teraba S1.Perkusi timpani.

f. B6 (bone) :

Letargi/ kelemahan, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, ikterik, kulit
berkeringat dan gatal (pruritus), jaundice, kerusakan kulit.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

1. Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 – 1,9 mg/dl)


2. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu
yang luas. Normalnya (1,7 – 7,1 mg/dl)
3. Tidak ada urobilinogen dalam urin.
4. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-
20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigliserol).

Pemeriksaan Diagnostik

1. USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis ekstrahepatik (dapat
berupa dilatasi kritik saluran empedu)
2. Memasukkan pipa lambung sampai duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
3. Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi
empedu dan mengeksresikan ke saluran empedu dampai tercurah ke duodenum. Jika tidak
ditemukan empedu di duodenum, maka dapat terjadi atresia inrahepatik
4. Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.

4.2 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS : - Pembesaran hepar

DO : Penurunan turgor
kulit
Kekurangan volume
1.
cairan
BAK berwarna seperti
teh
Distensi abdomen
Frekuensi nadi
meningkat >

31
115x/menit

Produksi keringat
meningkat Perut terasa penuh

Input = 700 ml/hr

Output = 1000 ml/hr Mual muntah

cairan banyak yang keluar

Obstruksi aliran dari hati ke


dalam usus

DS: Anoreksia, rewel,


mual/muntah. gangguan penyerapan lemak Gangguan pemenuhan
dan vitamin larut lemak (A,
Do: D, E, dan K) Nutrisi kurang dari
2.
kebutuhan tubuh
Berat badan turun (6 kg
menjadi 5 kg) muntah,
konjungtiva anemis.

Nutrisi kurang dari


kebutuhan

Ds:- cairan asam empedu balik ke


hati
Do:
Kerusakan integritas kulit
3. Anak tampak tidak
nyaman dengan posisi
tidurnya

Terdapat pruritus di itching dan akumulasi dari


daerah pantat & toksik

32
punggung anak

Albumin 3,27 g/dL


(N:3,8-5,4)

tersebar ke dalam darah dan


kulit

Pruiritis (gatal) pd kulit

DS: Orang tua sering


Kurang sumber informasi
menanyakan keadaan
anaknya
4. Ansietas
DO: Orang tua tampak
ansietas
gelisah dan bingung

4.3 Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah


2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, penurunan berat badan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan,
ditandai dengan adanya pruritis.
4. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurang
pengetahuan

4.4 Intervensi Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput cairan menjadi
seimbang.
Kriteria hasil :

a. Tanda-tanda vital stabil.

33
b. Turgor kulit membaik.
c. Pengisian kapiler nadi perifer kuat.
d. Haluaran urine individu sesuai.

Intervensi Rasional

1. Berikan cairan IV (biasanya glukosa) 1. memberikan terapi cairan dan


elektrolit. penggantian elektrolit
2. Awasi nilai laboraturium, 2. menunjukkan hidrasi dan
contoh Hb/Ht, nat, albumin. mengidentifikasikan retensi natrium/
kadar protei yang dapat menimbulkan
pembentukan edema.
3. indikator volume sirkulasi/ perfusi.

3. Kaji tanda-tanda vital, nadi perifer,


pengisian kapiler, turgor kulit.
4. memberikan informasi tentang
4. Awasi intake dan output, bandingkan kebutuhan penggantian cairan / efek
dengan BB . misal muntah terapi.

2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, penurunan berat badan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola
nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : - BB pasien stabil
- Konjungtiva tidak anemis
Intervensi Rasional

Mandiri:
1. Distensi abdomen merupakan tanda
1. Kaji distensi abdomen
non verbal gangguan pencernaan.
2. Mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan nutrisi dengan mengetahui
intake dan output klien.
2. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi
3. Mengawasi keefektifan rencana diet
muntah
4. Untuk menurunkan rangsang
mual/muntah.
5. Mulut yang bersih meningkatkan

34
nafsu makan.
3. Timbang BB setiap hari.

4. Berikan makanan /minuman sedikit


tapi sering. 6. Berguna dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi individu dengan diet yang
5. Berikan kebersihan oral sebelum paling tepat.
makan
7. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
meminimalkan rangsang pada
Kolaborasi: kantung empedu.

6. Konsul dengan ahli diet sesuai 8. Meningkatkan pencernaan dan


indikasi. absorbsi lemak serta vitamin yang
larut dalam lemak.

7. Berikan diet rendah lemak, tinggi serat 9. Memberi informasi tentang


dan batasi makanan penghasil gas. keefektifan terapi.

10. Vitamin-vitamin tersebut terganggu


penyerapannya.
8. Berikan makanan yang mengandung
medium chain triglycerides (MCT)
sesuai indikasi.

9. Monitor laboratorium; albumin,


protein sesuai program.

10. Berikan vitamin-vitaminyang larut


dalaam lemak (A, D, E dan K)

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan,
ditandai dengan adanya pruritis.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan


integritas kulit baik
Kriteria hasil : - tidak ada pruritus/lecet
- jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi

35
Intervensi Rasional

Mandiri:

1. Gunakan air mandi biasa atau 1. Mencegah kulit kering berlebihan,


pemberian lotion/ cream, hindari sabun memberikan penghilang rasa gatal,
alkali. Berikan minyak kalamin sesuai sekaligus menghindari infeksi.
indikasi.
2. Berikan massage pada waktu tidur.

2. Bermanfaat dalam meningkatkan


tidur dan menurunkan integritas kulit.
3. Pertahankan sprei kering dan bebas
lipatan 3. Kelembaban meningkatkan pruritus
dan meningkatkanresiko kerusakan
kulit.

4. Mencegah pasien dari cidera


4. Gunting kuku jari, berikan sarung tambahan pada kulit, khususnya bila
tangan bila diindikasikan. tidur.

Kolaborasi: 5. Antihistamin dapat mengurangi gatal.

5. Berikan obat sesuai indikasi


(antihistamin).
6. Berfungsi untuk mengurangi pruritus
6. Berikan obat resin kholestiramin dan hiperbilirubinemia.
(questian).
7. Bilirubin direk dikonjugasi oleh
7. Pantau pemeriksaan laboratorium enzim hepar glukoronitin direk yang
sesuai indikasi. (bilirubin direk dan dikonjugasi dan tampak dalam bentuk
indirek) bebas dalam darah atau terikat pada
albumin.

4.Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya


pengetahuan

Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Kriteria hasil : - Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
- Berpartisipasi dalam pengobatan.

36
Intervensi Rasional

1. Jelaskan tentang pengobatan yang


1. Mengidentifikasi area kekurangan dan
diberikan, dosis, reaksi obat dan
pengetahuan/ salah informasi dan
tujuannya
memberikan kesempatan untuk
memberikan informasi tambahan
sesuai keperluan.
2. Stimulasi dapat meningkatkan
kekebalan tubuh klien
2. Jelaskan pentingnya stimulasi pada
anak, pendengaran, visual, sentuhan
3. Membantu perawat dalam melakukan
3. Jelaskan pentingnya monitor adanya
pengkajian selanjutnya terhadap
muntah, mual, dan diare.
output klien

BAB VI

37
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejakkehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cu
kup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap
kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang
menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal
ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai
rektum. Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah
yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom
VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).

B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak
referensi untuk menunjang proses pembelajaran.

38

Anda mungkin juga menyukai