Anda di halaman 1dari 12

TUTORIAL

Skenario 1 “Jejas Persalinan”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Tutorial Modul scenario 1


Program D III Kebidanan Universitas Muhammadiyah Gombong

(Dosen Pengampu : Adinda Putri Sari Dewi, M.Keb)

Disusun Oleh
Talita Khairunnisa Jihan hamidah
NIM B2020017

PRODI D III KEBIDANAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022
1. Pengertian kelainan kongenital

Kelainan kongenital adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetic. Kelainan kongenital adalah
suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan
pada neonatus. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
(Muslihatun 2010, h.118, Rukiyah dan Yulianti 2010, h. 190).

Sumber dari Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015

2. Macam-macam kelainan kongenital

Beberapa macam kelainan kongenital diantaranya menurut Sudarti dkk (2010, h.


110-135) antara lain; Labioskizis dan palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus,
Atresia ani, atresia doudenum, Hirschprung, Omfakokel, Hidrosefalus,
Hipospadia, spina bifida, Ensefalokel, Meningomielokel, mikrosefali, Sindrom
down, himen imperforata, Anensefalus,Laringomalasi, Polydactyly.

Sumber dari Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015

3. Partofisiologis

 Echephalocele
Umumnya, ensefalokel terjadi pada awal masa kehamilan. Tepatnya pada
awal minggu ke-4 kehamilan. Pada saat itu, terjadi perkembangan
embriologi yang melibatkan susunan saraf pusat. Persarafan berkembang
membentuk tabung serta memisahkan diri dari jaringan tulang kepala.
Kegagalan jaringan saraf untuk menutup menyebabkan terjadinya
beberapa kelainan, diantaranya ensephalocel. Ada beberapa dugaan
penyebab penyakit ensephalocel, diantaranya yaitu infeksi, faktor usia ibu
yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, dan pola makan
yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.
Penatalaksanaan Encephalocel
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang
menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan
memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi (Setiyani, Astuti, dkk,
2016).
 Hydrosefalus
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro"
yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini
sering dikenal dengan "kepala air"). Suatu keadaan dimana terdapat
timbunan likuar serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel
dan ruang subarakhnoid yang disertai dengan kenaikan tekanan
intrakranial.
 Labioskizis dan Labiopalatoskizis
-Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang
selama fase embrio pada trimester I.
-Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nasal medial
dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
- Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang
disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7-12 minggu.
- penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa
kehamilan (Wong, 2003).
 Atresia esofagus
Atresia esofagus yaitu pada ujung esofagus buntu yang biasanya disertai
kelainan bawaan lainnya yaitu kelainan jantung bawaan dan kelainan
gastrointestinal.Tidak diketahui, kemungkinan terjadi secara multifactor.
Faktor genetic, yaitu Sindrom Trisomi 21,13, dan 18.
 Atresia ani
-Tidak adanya lubang tetap pada anus atau tidak komplit perkembangan
embrionik pada distal usus ( anus ) atau tertutupnya secara abnormal.
-Stenisis rektum yang lebih rendah atau pada anus
- Membran anus menetap
- Anus inperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada macam-
macam jarak dari perinium
- Lubang anus terpisah dengan ujung rektum yang buntu.
 Hirschsprung
Suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion para simpatis dari
pleksuss messentrikus / aurebach pada kolon bagian dista
Hirschsprung terbagi dua yaitu
Segmen pendek : dari anus sampai sigmoid
Segmen panjang : kelainan melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai
seluruh kolon atau usus halus.
 Spina bifida
kelainan bawaan yang terbentuk sejak dalam kandungan. Ada sebagian
komponen tulang belakang yang tidak terbentuk. Jadi, tidak ada tulang
lamina yang menutupi sumsum atau susunan sistem saraf pusat di tulang
belakang. Terjadinya kelainan ini, dimulai sejak dalam masa pembentukan
bayi dalam kandungan. Terutama pada usia 3-4 minggu kehamilan.
 Hipospadia
suatu kelainan bawaan dimana metus eksterna terletak dipermukaan
ventral penis dan lebih proksimaldari tempatnya yang normal (ujung glan
penis)

4. Faktor Penyebab

 Usia
Menurut Notoatmodjo (2014) bayi yang lahir dari wanita yang hamil di
usia 35 tahun atau lebih dapat meningkatkan risiko terkena penyakit yang
disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti down syndrome sedangkan
Prawiroardjo (2014) usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-
30 tahun.10,11 Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata dua sampai lima kali lebih tinggi dari pada
usia produktif. Dalam Manuaba (2012)disebutkan faktor umur sangat
mempengaruhi kelainan bawaan pada bayi, makin tua seorang perempuan
untuk hamil maka kemungkinan besar akan terjadi kecacatan pada bayi
salah satu nya down syndrome. Hasil penelitian ini menunjukkan kejadian
kelainan kongenital paling banyak terjadi pada usia produktif disebabkan
jumlah sampel penelitian paling banyak pada usia produktif.
 Faktor genetik
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif.
 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan penting dalam etiopatogenesis kelainan
kongenital. Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses
pertumbuhan normal dan menghasilkan kelainan kongenital mayor dan
minor. Agen-agen yang berpotensi menginduksi anomali struktur anatomi
janin disebut sebagai teratogen. Belum ada mekanisme yang jelas masing-
masing teratogen dalam menyebabkan anomali. Risiko memiliki kelainan
kongenital setelah terpapar agen teratogen tergantung kondisi alam dan
dosis dari agen tersebut, waktu dan lama durasi paparan, adanya paparan
yang bersamaan, dan gen yang rentan dari embrio. Interaksi antara gen dan
faktor lingkungan berperan pada kebanyakan kelainan kongenital yang
berhubungan dengan paparan teratogen (Kumar P, Burton BK, 2008).
 Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang
cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan
mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkan.

5. Dampak/Resiko Kelainan Kongenital Bagi Bayi


Kelainan kongenital atau kelainan bawaan pada bayi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kelainan fisik dan kelainan fungsional. Berikut ini adalah
penjelasannya:

 Kelainan fisik
Beberapa kelainan atau cacat fisik pada tubuh bayi yang sering ditemui, di
antaranya:
a. Bibir sumbing (celah bibir dan langit-langit)
b. Penyakit jantung bawaan
c. Cacat tabung saraf, seperti spina bifida dan anensefali
d. Bagian tubuh tidak normal, seperti kaki pengkor atau bengkok
e. Kelainan bentuk dan letak tulang panggul (dislokasi panggul kongenital)
f. Kelainan pada saluran cerna, seperti penyakit Hirschsprung, fistula
saluran cerna, serta atresia anus
 Kelainan fungsional
Kelainan fungsional adalah cacat lahir yang terkait dengan gangguan
sistem dan fungsi organ tubuh. Beberapa jenis kelainan atau cacat
fungsional yang sering terjadi, di antaranya:
a. Gangguan fungsi otak dan saraf, seperti Sindrom Down
b. Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan fenilketonuria
c. Gangguan pada indra tubuh, seperti tuli dan buta (misalnya akibat
katarak bawaan)
d. Kelainan pada otot, misalnya distrofi otot
e. Kelainan pada darah, misalnya hemofilia, thalasemia, dan anemia sel
sabit

6. Dampak Resiko Kelainan Kongenital Bagi Ibu

bahwa risiko terjadi kelainan kongenital mayor pada ibu dengan diabetes melitus
(DM) dan bukan DM sebesar 9,1%:3,1%. Penelitian lain menunjukkan ibu dengan
diabetes melitus berisiko 70% lebih besar menghasilkan bayi dengan kelainan
kongenital atresia esofagus dibandingkan ibu non diabetes.
Sumber dari Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. No.1, Maret 2015

7. Komplikasi Kelainan Kongenital Pada Bayi

Bibir sumbing: gangguan makan dan bicara, masalah gigi, serta kehilangan
pendengaran.

Penyakit jantung bawaan: gangguan irama jantung, proses tumbuh kembang yang
lambat, dan gagal jantung kongestif.

Kelainan bentuk tangan dan kaki: kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari,


seperti makan, mandi, atau berjalan, serta merasa rendah diri karena penampilan
yang tidak normal.

Sindrom Down: kelainan jantung, gangguan pencernaan, dan gangguan sistem


kekebalan tubuh.

Sindrom Prader-Willi: diabetes, hipertensi, sleep apnea, masalah kesuburan, serta


osteoporosis.

8. Penatalaksanaan Kelainan Kongenital

 Penatalaksanaan Encephalocel
 Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang
menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan
memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi (Setiyani, Astuti, dkk,
2016).
 Penatalaksanaan Hydrosefalus
 - Melakukan pengukuran lingkar kepala secara rutin untuk mengetahui
perubahan ukuran kepala sekecil mungkin.
 - Pada beberapa anak dengan keadaan yang semakin melemah serta
hilangnya nafsu makan memerlukan asupan nutrisi dengan memasang
NGT
 - Memberikan lingkungan yang nyaman tidak bising karena anak ini
mudah terangsang oleh suara akibat kelemahan kondisinya.
 - Memberitahu keluarga supaya terus menjaga kebersihan saat kontak
dengan anak, menjaga kebersihan lingkungan sekitar anak karena anak
dengan hidrosefalus mudah terinfeksi
- Segera bekerjasama dengan dokter / rujuk di RS untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut. Karena kelainan ini memerlukan tindakan operatif
(Setiyani, Astuti, dkk, 2016).
 Penatalaksanaan Atresia esofagus
Dengan operasi, sebelum operasi bayi diletakkan setengah duduk untuk
mencegah tregurgitas cairan lambung ke dalam lambung. Lakukan
pengisapan cairan lambung untuk mencegah aspirasi bayi dirawat dalam
inkubator,ubah posisi lebih sering, lakukan pengisapan lendir, rangsang
bayi untuk menangis agar paru-paru berkembang.
 Penatalaksanaan Atresia Ani
Penanganan secara preventif antara lain Kepada ibu hamil hingga
kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-
obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
Pemeriksaan segera setelah bayi lahir yaitu:
- Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam
jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini
dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-
parunya.
- Segera Rujuk RS untuk penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan Medis :
- Letak rendah : fistelektomi di tempat yg lunak / anus
- Letak tinggi : colostomy Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat
penyumbatan usus, segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi
adalah pembuatan lubang pada
dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan
bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya
dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih. Jika terjadi perforasi
(perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik (Setiyani,
Astuti, dkk, 2016).

9. Pencegahan Kelainan Kongenital/ Cacat Bawaan pada Neonatus

Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan terutama ibu
dengan kehamilan di atas usia 35 tahun:

1) Tidak merokok dan menghindari asap rokok

2) Menghindari alkohol

3) Menghindari obat terlarang

4) Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal

5) Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup

6) Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin

7) Mengkonsumsi suplemen asam folat

8) Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi

9) Menghindari zat-zat yang berbahaya.

Sumber dari jurnal poltekes denpasar

11. Cara Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum
 a. Bentuk Tubuh ( lordosis, kifosis / tidak )
 b. Psikologis ( menangis / tidak, takut / tidak)
 Kepala
 a. Bentuknya ( lonjong, bundar / tidak )
 b. Besarnya ( normal, mikrocepalus, hydrocephalus / tidak )
 c. Ubun-ubun besar / kecil, sudah menutup / belum
 d. Bila belum menutup teraba cekung, datar, cembung, tegang / tidak
 e. sutura-sutura teraba / tidak
 Rambut
 a. Warnanya (hitam, merah jagung, putih)
 b. Kesuburannya (lebat, tipis / tidak )
 c. Mudah rontok / tidak, botak / tidak
 Muka
 a. Pucat, cemas, kuning, merah, biru (sianosis)
 b. Kulit wajah : halus, kasar, jerawatan / tidak
 c. Hiperpigmentasi melantonik ada atau tidak
 Mata
 Hidung
 a. Pilek / tidak, polip / tumor ada / tidak
 b. Dapat membedakan bau-bauan atau tidak
 Mulut
 a. bersih / tidak, berbau / tidak
 b. Bibir pucat / tidak, stomatitis / tidak
 c. Lidah kotor, tenggorokan bersih / tidak, pharynx membesar / tidak,tonsil
membesar / tidak
 Telinga
 a. Pernah keluar cairan / tidak
 b.Dapat mendengar dengan baik / tidak
 Leher
 a. embesaran kelenjar thyroid ada / tidak, pembesaran kelenjar
lympheada / tidak
 b. Hiperpigmentasi pada kulit leher / tidak
 c. Arteri karotis palpasi jelas / tidak
 Ketiak
 Dada
 a. Bentuk normal / tidak
 b. Kalau pasien wanita ( buah dada, putting susu, hiperpigmentasi ada
/tidak)
 Ekstrimitas atas (lengan)
 a. Simetris / tidak
 b. Jari-jari lengkap / tidak
c. Kuku : pucat, kotor, panjang, biru / tidak
 Abdomen (perut)
a. Membesar / tidak
b. Nyeri tekan / tidak
c. Ada bekas operasi / tidak
d. ada bising usus / tidak
e. Bentuk pusar : cekung, datar (hernia umbilikalis)
f. Teraba tumor / tidak
 Ekstremiitas bawah (paha/kaki)
a. Simetris / tidak
b. Tibia baik / tidak, oedema ada / tidak, varises ada / tidak
c. Jari-jari kaki lengkap / tidak
d. Telapak kaki cekung / datar
 Punggung
 a. Alur tulang punggung simetris / tidak
 b. Kifosis ada / tidak
 c. Hiperlordosis ada / tidak
 Genitalia ( alat kelamin ) dan
a. Genitalia laki-laki ( Saluran kencing lancar / tidak, testis lengkap /tidak,
testis sudah turun ke skrotum / belum, femosis ada / tidak )
b. Genetalia wanita (kebersihan, vagina bersih / tidak, labia minor /mayor
sudah menutup / belum, klistoris, uretra, vagina lengkap /tidak)

Sumber dari SOP Pemeriksaan Fisik BBL Unipa Surabaya

Anda mungkin juga menyukai