Anda di halaman 1dari 41

KELAINAN KONGENITAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peristiwa kehamilan adalah salah satu peristiwa penting oleh setiap manusia yang telah terikat pernikahan. Tetapi adakalanya peristiwa itu mengalami permasalahan sehingga menjadi tidak normal misalnya dalam keadaan abnormal itu dapat mengakibatkan kelainan bawaan atau kelainan kongenital. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Untuk kejadian abnormal kehamilan pada regio kraniofasial umumnya terdiri atas kelainan kongenital jaringan lunak dan kelainan kongenital jaringan keras. Kelainan jaringan lunak meliputi cleft lip, makroglosia,mikroglosia,ankyloglossia,dll dan yang termasuk kelainan jaringan keras yaitu cleft palate/celah palatum, torus, agnasia, mikrognasia, makrognasia. Peristiwa ketidaknormalan yang terjadi pada regio kraniofasial diatas dapat digamabarkan dari sebuah skenario sebagai berikut: Anak usia 1tahun terdapat kelainan bawaan berupa celah pada bibir atas, cacat ini ditemukan sejak lahir. Oleh karena kelainan tersebut anak mengalami kesulitan untuk makan an minum karena sering tersedak, pada pemeriksaan juga terdapat celah palatum 1.2 Rumusan Masalah 1. 2. Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan embriologi kranifasial? Apa saja macam-macam kelainan kongenital?

a) Kelainan kongenital jaringan lunak? b) Kelainan kongenital jaringan keras? 3. 4. Bagaimana cara pemeriksaan klinis dan penunjang ? Bagaimana cara perawatan cleft lip dan cleft palate ?

1.3 Tujuan Pembelajaran 1. 2. Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan embriologi kranifasial. Mengetahui apa saja macam-macam kelainan kongenital.

a. Kelainan kongenital jaringan lunak. b. Kelainan kongenital jaringan keras. 3. 4. Mengetahui cara pemeriksaan klinis dan penunjang. Mengetahui cara perawatan cleft lip dan cleft palate.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kelainan kongenital Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. 2.2 Etiologi Kelainan Kongenital Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain: a) Kelainan Genetik dan Khromosom. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner. b) Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.

c)

Faktor infeksi. Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa infeksi pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi

toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia. d) Faktor Obat Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. e) Faktor umur ibu Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih. f) Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal. g) Faktor radiasi Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. h) Faktor gizi Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. i) Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui. 2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Wajah Palatum primer dan palatum sekunder terbentuk berdasarkan perkembangan embriologi. Palatum primer atau premaksila merupakan daerah triangular pada bagian anterior langitan keras, meluas secara anterior ke insisiv foramen sampai ke insisiv lateral kanan dan kiri, termasuk bagian alveolar ridge gigi gigi insisif maksila. Palatum sekunder terdiri dari sisa sisa bagian palatum keras dan semua palatum lunak. Menurul Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, dengan lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomodeum. Swelling ini disebut juga facial processes. Facial processes tersebut merupakan akumulasi sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial seperti saraf, gigi, tulang, mukosa mulut. Swelling yang berada diatas stomodeum disebut frontonasal processes dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan bibir atas. Dibagian bawah dal lateral stomodeum terdapat dua buah mandibular processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir dan di atas mandibular processes terdapat maxillary processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir. Pada sisi inferior frontonasal processes akan muncul nasal placodes. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral nasal prosesus. Diantara pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang merupakan primitive nostril. Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke dalam grooves diantara maxillary processes dan median nasal processes sehingga proses penggabungan antara kuduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palaite shelf untuk berfusi satu sama lain. Berbagai hipotesis dikemukakan bagaimana bagaimana bisa menyebabkan kegagalan proses penyatuan. Pada normal embrio, epitel diantara median dan prosesus lateral nasal dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan terbentuk celah. 2.4 Definisi Celah Bibir Dan Langitan

Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada wajah. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana melibatkan penutupan selubung ektoderma yang berkontak dengannya. Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan. Tingkat pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu brupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak kearah tenggorokan. Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses menelan, bicara dan mudah terjadi infeksi pada saluran pernafasan karena tidak adanya sekat antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi juga dapat berkembang ke daerah telinga. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45% dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25% dan celah langitan saja 35%. Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki laki sedangkan celah langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Perbandingan insiden celah bibir dengan atau tanpa celah langitan antar anak laki- laki dan perempuan yaitu 2:1, sebaliknya perbandingan insiden celah insiden celah langitan antara anak laki- laki dan perempuan sekitar 1:2. Celah palatum bilateral yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya protusi maksila ke anterior pada bagian premaksila. Insiden terjadinya celah palatum yang berhubungan dengan anomali ini lebih banyak pada ras negroid dibandingkan ras kulit putih. Insiden terjadinya celah palatum tanpa celah bibir adalah 0,5 dari 1000 kelahiran.

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Perkembangan Dan Pertumbuhan Embriologi Kranifasial 3.1.1 Embriogenesis Embriogenesis terdiri atas tiga tahap berbeda selama 280 hari pembuahan (10 hari pada siklus menstruasi 28 hari). Hari pertama pasca-pembuahan, zygot berkembang dari satu sel menjadi 16 selyang disebut morula. Sel ini sendiri tidak lebih besar daripada ovum semula. Blastomer totipotensi awal ini dapat berkembang menjadi jaringan, tetapi nantinya akan berdiferensiasi membentuk 100 sel blastosit yang terisi cairan, sebagai hasil dari penyerapan cairan sel morula yang padat. Bagian luar sel membentuk tropoblast dan massa sel dalam membentuk embrio. Selama periode ini, hasil pembuahan berjalan Sepanjang saluran uterus, masuk ke uterus, serta tertanam dalam endometrium uterin, pada hari ketujuh pasca pembuahan. Tropoblast berubah menjadi korion dengan mengeluarkan vili. Penanaman korionik menghasilkan plasenta, organ perpindahan nutrisi dan pembuangan produk sisa fetomaternal. 3.1.2 Neurolasi Cangkram benih embrionik primodial terdiri dari dua lapisan benih primer ektodermal, yang membentuk dasar rongga amniotik dan endodermal, yang membentuk atap kantung telur. Ini adalah garis batas awal padahari ke-14, dari kutub anterior cakram yang mulanya oval; penebalan endodermal, bidang prakordal muncul pada bakal midsephalik. Bidang prakordal mendahului perkembangan daerah orofasial, mengeluarkan lapisan endodermal dari membran orofaringeal; peranan membran ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam hubungannya dengan perkembangan mulut. Lapisan benih primer ketiga, mesodermal, muncul pada awal minggau ketiga, sebagai hasil proliferasi sel ektodermal dan diferensiasi pada daerah kaudal cakram embrionik. Tonjolan yang terbentutk di cakram memiliki groove kraniokaudal, yang disebut garis primitif. Dari garis primitif terbentuk jaringan yang berproliferasi dengan cepat serta disebut mesensim, yang membentuk mesodermal intraembrionik, yang bergerak ke segala arah antara ektodermal dan endodermal, kecuali pada daerah membran orofaringeal di depan dan membrankloakal di belakang. Munculnya mesodermal akan mengubah cakram bilaminar menjadi trilaminar. Sumbu garis tengah terlihat dengan pembentukkan notokord dari proliferasi dan diferensiasi ujung kranial garis primitif. Notokord berakhir di depan pada bidang prakordal pada bakal kelenjar pituitari.

Notokord berfungsi sebagai sumbu rangka embrio, dan merangsang pembentukkan bidang neural pada ektodermal di atasnya (ektodermal neural) dan mesodermal lateral merangsang perkembangan epidermal (ektodermal kutaneus). Ketiga lapisan benih primer berfungsi atas dasar diferensiasi jaringan dan organ serta berasal dari masing-masing lapisan. Perkembangan ektodermal menjadi bagian kutaneus dan saraf dimulai pada hari ke20, dengan terbukanya lipatan ektodermal bidang saraf sepanjang garis tengah, membentuk lipatan neural; membentuk groove neural. Pada hari ke-22, lipatan neural bergabung pada daerah somit ketiga sampai kelima, daerah bakal osipital. Penutupan awal meluas ke sephalik dan kaudal, membentuk neural tube, yang terbenam di bawah lapisan superfisial dari ektodermal kutaneus. Jaringan ektomesensimal ini disebut neural crest dari daerah asalnya, keluar dari crest lipatan neural dimana pengaruh netralisasi dan epidermisasi terjadi. Sel-sel neural crest membentuk jaringan terpisah yang dalam hubungannya dengan lapisan benih primer, pluripotensial. Ektomesensim neural crest memiiliki daya pergerakkan yang besar, mengikuti bidang pencungkilan alami antara mesodermal, ektodermal dan endodermal, serta mengarah intramesodermal. Populasi ini tergeser baik melalui translokasi aktif yang berasal dari pergeseran jaringan atau perpindahan sel aktif. Translokasi sel neural crest pada saat mencapai titik akhir yang sudah ditentukan, mengalami sitodeferensiasi menjadi berbagai tipe sel yang sebagian di antaranya membelah ketika bergerak, membentuk populasi yang lebih besar pada titik akhir daripada awal. Sel-sel ini membentuk sumber utama dari komponen jaringan ikat, termasuk tulang rawan, tulang, dan ligamen daerah wajah dan mulut, serta ikut berperan membentuk daerah otot dan arteri.

Notochord (terjadi induksi ektodermal, lalu terjadi poleferasi)

neural plate (berpoliferasi) neural fold neural groove

neural tube Pada saat terbentuknya neural tube terjadi pembentikan krista yang dikenaldengan neural crest. Setelah neural crest terbentuk, neural crest meninggalkan neuroektoderm ketempat-tempat tertentu. Setelah sampi ke tempat-tempat yang dituju neural crest berdiiferensiasi menjadi sel otak,, pigmen, sel schwan, medula adrenal, dan mesensim. Setelah itu mesenchim akan berdiferensiasi menjadi jaringan ikat sejati, jaringan tulang dan jaringan gigi(Embriologi kraniofasial,1991:17-29). 3.1.3 Pertumbuhan dan perkembangan Kraniofasial: Mesensim yang membentuk vault neokranium, mula-mula tersusun sebagai membran kapsular disekitar otak yang sedang terbentuk. Membran ini terdiri dari dua lapisan yakni lapisan dalam (endomenik) yang merupakan tempat asal neural crest dan lapisan luar (ektomenik) yang merupakan tempat asal mesodermal. Dari lapisan dalam (endomenik) tersebut terbentuk dua lapisan yang menutupi otak yang disebut dengan piameter dan arahnoid. Untuk lapisan luar (ektomenik) terjadi deferensiasi yang lalu menjadi bagian dalam durameter yang juga menutupi otak. Pada bagian ektomenik ini terjadi peristiwa osteogenesis. Osteogenesis ektomenik terjadi berupa pembentukan tulang intramembranosis diatas daerah otak yang nantinya membentuk vault tengkorak atau yang disebut calvaria. Selain itu, lapisan luar ini juga membentuk dasar kondrifikasi otak berupa kondrokranium yang nantinya berosifikasi endokondral. Osifikasi tulang calvaria intramembranosis tergantung akan adanya otak. Ada berbagai pusat osifikasi primer dan sekunder yang terbentuk dari lapisan luar untuk membuat tulang individual. Lapisan luar (ektomenik) yang berasal dari mesodermal akan membentuk sebagian besar tulang frontal, parietal, sphenoid, petrosal temporal dan occipital. 3.1.3.1 Pembentukan kalvaria

Pertumbuhan dari tulang calvaria ini sebenarnya merupakan kombinasi dari peristiwa pertumbuhan suture, aposisi permukaan dan resorpsi, serta pergeseran kearah luar karena perluasan otak. Pertumbuhan suture merupakan peristiwa dominant dalam perkembangan tulang calvaria sampai tahun kehidupan ke 4. Dilanjutkan dengan aposisi permukaan yang mengikuti menjadi semakin dominan. Untuk peristiwa remodeling dari peristiwa pertumbuhan tulang calvaria mampu membuat bagian tulang yang melengkung menjadi datar sebagai tempat daerah permukaan otak yang makin besar karena bertumbuh. Datarnya lengkung dari tulang calvaria tersebut diperoleh dengan kombinasi erosi endokondral dan deposisi ektokranial. 3.1.3.2 Pembentukan Suture Suture adalah salah satu variasi dari sendi tulang yang tidak bergerak (sinartrosis),yang terbatas pada tengkorak. Letaknya ditentukan secara genetic, tetapi pengaruh lingkungan juga menentukan bentuknya. Suture berperan penting pada pertumbuhan tengkorak. Walaupun suture membentuk ikatan yang kuat antar tulang-tulang yang berdekatan, suture juga memungkinkan adanya sedikit pergerakan dan karena itu, dapat menyerap stress mekanis. Tulang tengkorak intramembranosis dipisahkan oleh daerah-daerah jaringan ikat, ligament sutural atau membrane, yang terbentuk dari beberapa lapisan. Ligament sutural merupakan bagian dari membrane awal tempat osifikasinya tulangtulang. Tulang kalvaria terbentuk dalam ektomik dan suturenya terbentuk dari serat-serat sejajar yang berhubungan dengan perikranium dan duramater. Sebaliknya tulang wajah berosifikasi dalam mesensim yang relative tidak bersrtuktur dan serat-seratnya membentuk sudut tangen terhadap tulang, tanpa adanya serat yang menghubungkan tulang-tulang yang berdekatan, sampai ke dekat pertemuan sutural. Tulang rawan sekunder terbentuk dari beberapa suture, terutama pada suture sagital dan midpalatal. Suture dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Suture serrate tepi tulang seperti gergaji atau bergerigi. Contohnya, suture sagital dan koronal, yang bersama dengan tulang parietal artikulasi dan frontal yang berbentuk cembung, memungkinkan kranium menahan benturan yang cukup kuat. 2. Suture dentikulat tonjolan tulang artikulasi yang kecil dan seperti gigi, yang melebar ke arah ujung bebasnya. Penggabungan ini menghasilkan kunci yang lebih kuat daripada suture serrate. Contohnya adalah suture lambdoid. 3. Suture squamous atau bevel salah satu tulang menumpuk pada tulang yang lain, seperti pada suture squamous antra tulang parietal dan temporal. Tulang artikulasi tampak memiliki

bevel resiprokal, satu di dalam, satu di luar. Permukaan bevel dapat bergerigi atau berlekuklekuk. 4. Suture bidang atau tumpul permukaan tulang berujung datar biasanya diperkasar dan tidak teratur. Contohnya adalah suture midpalatal. Tipe penghunbung fibrosa yang lain pada tengkorak umumnya lebih khusus dan tidak diklasifikasikan sebagai suture. 1. Schindylesis tipe artikulasi tongue in groove, dimana bidang tulang yang tipis masuk ke celah tulang yang lain. Contohnya adalah artikulasi bidang tulang etmoid yang tegak dengan vomer. 2. Gomphosis tipe artikulasi pig in hole, dimana prosesus konikal dari salah satu tulang masuk melalui bagian tulang lain seperti soket. Contohnya adalah artikulasi prosesus stiloid (prefusi) dengan tulang petrosal temporal. Melalui pemanjangan, perlekatan gigi-gigi dengan alveolus rahang atas dan bawah, juga disebut gomphosis. Suture koronal dan sagital, melalui interdigitasi dari proyeksi tulang frontal dan parietal, membentuk beberapa struktur sendi gomphosis untuk menahan tekanan mekanis yang mengenainya. 3.1.3.3 Pembentukan dasar cranial Daerah sentral dasar cranial terdiri dari bagian prekordral dan kordal yang saling bertemu pada sudut di fosa hipofisial. Sudut bawah, terbentuk dari garis nasion ke sela, kebasion pada bidang sagital. Yang mulanya sangat tumpul, kira-kira 150 derajat pada embrio berumur 4 minggu (tahap prekartilage). Membengkok menjadi 130 derajat, pada embrio 7-8 minggu. Akan menjadi lebih runcing pada umur 10 minggu (tahap pra ossifikasi), seluruh bagian kepala naik karena perluasan leher, mengangkat wajah dari otak. Antara 10-12 minggu dasar kranial membentuk sudut yang melebar, antara 125 -130derajat dan mempertahankan angulasi ini postnatal. Pendataran kranial mungkin karena pertumbuhan otak yang cepat selama fetus(Embriologi kraniofasial,1991:101). Antara minggu 10-40, bagian depan dasar cranial bertambah besar dan lebar tujuh kali lipat, sedangkan bagian belakang tumbuh lima kali lipat. Pertumbuhan batang otak dan tubuh tulang spenoid serta basisosipital, lambat, menghasilkan dasar yang stabil.

3.1.3.4 Pembentukan rangka wajah

Rangka dan jaringan ikat pada muka (kecuali kulit dan otak) berasal dari neural crest di kranial Sel ini memberi pola pertumbuhan dan perkembangan pada muka. Pertumbuhan fasial mulai sejak penuupan neuropore minggu ke 4 masa kehamilan migrasi, adhesi, proliferasi sel-sel neural crest. Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu :1 1. Sentra prosensefalik Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksiladan septum nasal (regiofrontonasal).1 2. Rombensefalik Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah (regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap) akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.1 3. Diasefalik Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbitadan ala nasi, selanjutnya ke arah filtrum; dan filtrum merupakan pertanda (landmark) satu-satunya dari diacephalic borders yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah regio spino-kaudal dan leher. Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan : a. sentra prosensefalik b. sentradiasefalik c. sentra rombensefalik1 Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks sel-sel neural crest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa displasi, normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi. Perkembangan palatum berlangsung pada minggu ke 4 12 kehamilan. Setelah penutupan neuropore (pada minggu ke-4), primary palate membentuk premaksila (sentra prosensefalik). Rangkaian prosesnya terdiri dari inisialisasi, proliferasi neural crest dan pertumbuhan mesenkim membentuk prosesus frontonasal. Secondary palate (90% hard palate dan 10% soft palate) dibentuk dari segmen lateral (sentra rombensefalik, pada minggu ke-6), yang kemudian akan mengalami fusi dengan median plane (akhir minggu ke-7).1 3.1.3.5 pembentukan palatum

Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan dengan pertumbuhan mandibula, palatine shelves terproyeksi pada bidang horizontal; mengalami fusi di medial dengan septum nasi (minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk palatum bagian anterior sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median memungkinkan proses penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis tengah, membentuk palatum secara utuh. Secara ringkas, rangkaian proses pembentukan secondary palate terdiri dari pertumbuhan sel mesenkim (proliferasi dan migrasi) dilanjutkan elevasi palatine shelves, proses fusi yang terdiri dari kontak epitel, epithelial breakdown (programmed cell death) dilanjutkan oleh penggantian sel-sel mesenkim di garis median. Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral bibir atas, dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum) dibentuk oleh fusi premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini kemudian mengalami kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan yang terjadi pada rangkaian proses sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan adanya celah baik pada bibir (jaringan lunak) maupun gnatum, palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka tulang). Dan berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa sumbing bibir dan langitan, merupakan suatu bentuk malformasi (aplasi-hipoplasi) yang paling ringan dari facial cleft, yang mencerminkan gangguan pertumbuhan pada sentra prosensefalik rombensefalik dan diasefalik.

3.2 Macam-Macam Kelainan Kongenital A) Kelainan Kongenital Jaringan Lunak 1. Makroglosia Pembesaran lidah dapat merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh hipertrofi otot lidah. Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan terbentuk pada tepi lateral lidah, seperti kerang. Makroglosia dapat terlihat pada sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat kekurangan hormon kelenjar tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan kelainan yang didapat, selain karena faktor perkembangan misalnya, karena kehilangan gigi geligi rahang bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah dapat pula disebabkan oleh tumor, radang dan perubahan hormonal (misalnya pada kretinisme dan akromegali).

Bergantung pada derajat keparahan dan potensinya untuk menimbulkan problem dalam rongga mulut, pembesaran lidah dapat dikurangi dengan tindakan bedah.

2.

Mikroglosia Mikroglosia adalah lidah yang kecil. Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat ditemukan pada sindrom Pierre Robin yang merupakan kelainan herediter. Pada hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada saraf hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah menjadi atrofi dan tubuh lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat pada lidah, juga menimbulkan kerusakan ditempat lain.

3.

Ankiloglosia (tongue tie) Ankiloglosia merupakan perlekatan sebagian atau seluruh lidah kedasar mulut. Frenulum lingualis melekat terlalu jauh kedepan dan terlihat pada posisi bervariasi, yang paling parah bila terletak pada ujung anterior lidah. Pergerakan lidah dapat terhambat dan penderita tidak dapat menyentuh palatum keras dalam posisi mulut terbuka. Bicara dapat terganggu. Kasus ringan tidak membutuhkan perawatan, sedangkan kasus berat berhasil diobati dengan bedah untuk memperbaiki perlekatan frenulum.

4. Sumbing Lidah (cleft tongue) Sumbing lidah terjadi akibat terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah. 5. Tiroid Lingual Tiroid lingual tampak sebagai suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen caecum yang mengandung jaringan tiroid. Patogenesis: kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu ke 5, intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os hyoideum dan os tiroid. Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual. Secara normal, perjalanan penurunan ini merupakan suatu saluran yang akhirnya menghilang karena atrof, tetapi kadang-kadang sisa saluran tertinggal dan terbentuk kista (kista tiroglosus).

6. Kista Tiroglosus Mikroskopis: dinding kista mengandung sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel kelenjar tiroid yang mengandung koloid. Kista ini perlu dibedakan dengan kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya kista brankiogenik yang letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke samping. Pada gambaran mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung sisa-sisa kelenjar tiroid, tetapi terdiri atas folikel jaringan limfoid yang padat serta dilapisi oleh epitel gepeng berlapis sebagai lapisan dalam dinding kista. 7. Median Romboid Glositis Median romboid glositis merupakan kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan embrional. Kedua tuberkulum lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan tidak menutup bagian tengah yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak sebagai suatu daerah berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena radang dengan permukaan licin karena tidak berpapil.

Mikroskopis: ditemukan akantosis dengan fibrosis jaringan dibawahnya dan sebukan sel radang akut sehingga secara histologis merupakan radang. Secara patogenetik, kelainan ini termasuk golongan cacat kongenital.

8. Lidah Geografik Biasanya terjadi pada anak-anak. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila filiformis dikelilingi daerah sedikit menonjol dan berbatas tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih kekuningan. Papila fungiformis tetap ada. Gambaran dapat berubah ubah sehingga dinamakan glositis migratoris jinak. Lesi umumnya tidak sakit, tetapi kadang-kadang timbul rasa sakit, terutama ketika memakan makanan asin dan pedas. Jarang sekali disertai dengan stomatitis areata migrans pada sisi lain mukosa mulut yang umumnya pada mukosa labial atau bukal. Gambaran mikroskopisnya sama dengan stomatitis areata migrans, yaitu tampak perpanjangan rete peg dan ada infiltrasi sel neutrofil. 9. Hairy Tongue Tampak bagian tengah belakang lidah lebih merah dengan permukaan seperti berambut karena hipertrofi papila filiformis. Lidah dapat mempunyai bentuk dan pergerakan yang berbeda beda karena pengaruh faktor genetik dan turunan. Lidah dapat berbentuk seperti gulungan atau berfisura dengan sisi lateral menyentuh garis tengah. Beberapa penderita dapat mengontrol otot pada ujung lidah untuk membuat bentuk daun daun semanggi, dinamakan lidah trefoil. Ada pula penderita yang mempunyai genetik untuk mampu menggerakkan lidah kebelakang dan keluar dari rongga mulut, dinamakan lidah menelan. Kesemua bentuk lidah yang dapat melakukan

pergerakan ini bukan menunjukkan kelainan genetik bawaan maupun penyakit, tetapi merupakan keadaan normal bagi mereka yang dapat melakukan pergerakan tersebut.

B) Kelainan Kongenital Jaringan Keras 1. Torus Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak radiopak dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang. Pada garis tengah palatum keras, tampak sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel didaerah sutura palatal bagian tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng, nodular atau lobular dan dinamakan torus palatinus. Mandibula umumnya merupakan massa putih bilateral di bagian lingual akar gigi premolar dan dinamakan torus mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau multipel, unilateral atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari kaninus sampai molar pertama. Umumnya, torus menjadi jelas sesudah dewasa meskipun kadang-kadang pada anakanak sudah jelas. Pasien umumnya tek menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan usia. Rasio wanita:pria adalah 2:1 Torus dapat disebabkan oleh faktor genitik atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi tidak begitu kuat karena frekuensi kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan lakilaki Eskimo meskipun fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita Eskimo sering mengunyah sejenis tumbuhan. Gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang. Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial atau bukal dari lingir alveolar maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini

tidak membutuhkan perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan pengambilan secara bedah. 2. Agnasia Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga bertemu di garis tengah. Agenesis absolut mandibula masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering juga disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.

3. Mikrognasia Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula dipakai untuk menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka seperti burung. Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis rematoid juvenilis. Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan perkembangan atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau infeksi pada telinga dapat menyerang pusat pertumbuhan kepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.

Mikrognasia rahang atas ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom akrosefalosindaktilia yang karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia tangan dan kaki dan pada sindrom down. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga gigi tidak dapat beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi atau mengganngu estetik.

4. Makrognasia Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang bawah, hal ini dapat menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol. Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita mempunyai tumor kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus menerus pada tempat tertentu, misalnya jari dan tulang mandibula. Beberapa kelainan menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan sindrom seperti sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia rahang bawah yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain seperti deformitas telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom Treacher Collins. Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia rahang atas sebagai bagian suatu sindrom, misalnya sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down merupakan penyakit genetika yang paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan kraniofasial sinostosis yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang kecil sehingga menyebabkan muka melesak kedalam.

5. cleft lip dan cleft palate Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang

didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut (palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu: Cleft lip tanpa disertai cleft palate Cleft palate tanpa disertai cleft lip Cleft lip disertai dengan cleft palate Gambar 1. Gambar Macam-macam Cleft lip

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan (Anonim, 2009). Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini. ETIOLOGI CLEFT LIP (BIBIR SUMBING) Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh pewarisan multi-faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa generasi. Teratogen tertentu terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling utama adalah virus rubella, thalidomide, aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu dapat juga disebakan oleh kebiasaan

merokok saat trisemester pertama, dan juga mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat kehamilan (pseudoephedrine, aspirin, ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy). TANDA DAN GEJALA CLEFT LIP (BIBIR SUMBING) Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus. Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki suara hidung saat berbicara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigigeligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang. Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara Gejalanya berupa: a. pemisahan bibir b. pemisahan langit-langit c. pemisahan bibir dan langit-langit d. distorsi hidung e. infeksi telinga berulang f. berat badan tidak bertambah Gambaran Klinis Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung. Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir. g. regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)

Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung. Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung. Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna. Gambaran Klinis Celah Palatum Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu : Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak. Kelas II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum. Kelas III: Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III. Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc. Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak. 3.3 Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang Pemeriksaan fisik Pemeriksaan oral rutin yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan abnormalitas gigi, lengkung rahang, palatum lunak, palatum keras, dan lidah. a) Gigi hilang yang dapat mempengaruhi bunyi konsonan b) Lengkung alveolar sempit atau tidak c) Adanya fistula pada palatum lunak atau keras d) Malposisi memperberat keadaan si pasien sehingga menghasilkan bunyi berdesis seperti s dan z. Pemeriksaan penunjang 1. Cephaloroentgenograhps Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal. Digunakan untuk mempelajari pertumbuhan fasial dan tengkorak, membantu melihat bentuk atas dan bawah rongga mulut,

termasuk tengkorak dan ukuran dan bentuk bagian diatas palatum lunak yang mempengaruhi ruang pernapasan dan membantu menentukan pembentukan spinal servikal dan ukuran serta panjang palatum lunak. 2. Multiview vidiofluroscopy Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula (dari depan, samping, dan bagian bawah pada video tape). Ketiga hasil gambarnya digunakan untuk mengevaluasi fungsi velofaringeal. Contoh: bicara, mengisap, dan mengunyah. 3.4 Mengetahui Perawatan Cleft Lip Dan Cleft Palate Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna. 1. Terapi Non-bedah Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki. Perawatan Umum Pada Cleft Palatum Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni: a. Intake makanan Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan. Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan akrilik yg elastic untuk bayi brumur 12 minggu, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan

pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center-center cleft seperti Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg pertumbuhan pasien. Obturator juga harus di bersihkan otherwise malah jd sumber infeksi jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat mutlak, dengan berbagai pertimbangan tsb jadi dokter memutuskan perlu atau tidaknya tergantung situasi dan kondisi. Membersihkan mulut setelah di beri susu dan off course menghindari infeksi dengan memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi tali untuk membantu agar mudah dilepaskan, tapi ada pula jenis yg tidak perlu di beri tali, Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar sehingga air susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Cara menyusui nya untuk menghindari tersedak, dengan posisi sebagai berikut. Setelah operasi baik bibir maupun langit2 biasanya tidak di sarankan untuk memakai dot, disaranakan untuk memberikan susu pakai sendok, hal ini diperlukan untuk memberi waktu penyembuhan luka jaringan post operasi b. Pemeliharaan jalan nafas Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom). c. Gangguan telinga tengah Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.

2.

Terapi bedah Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:

i)

Teknik von Langenbeck Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.

ii)

Teknik V-Y push-back Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.

iii) Teknik double opposing Z-plasty Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator. iv) Teknik Schweckendiek Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan. v) Teknik palatoplasty two-flap Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada. Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara

yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus. Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.

BAB 1V KESIMPULAN Kelainan tumbuh kembang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan eksternal dan internal tubuh manusia, mulai dari yang sederhana (misal, cacat pada mukosa mulut seperti median romboit glositis) sampai yang komplek (misal, sumbing palatum dan sindrom Treacher Collins). Keadaan patologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrnsik, misalnya lingkungan dan faktor instrinsik, yaitu gen. Cacat lahir daat berasal dari perubahan lingkungan selama dalam kandungan, seperti keadaan toksik, hipoksia yang menyebabkan terjadi palsi cerebral, dan cacat mental. Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penenlanan yang sangat berat. Sering kali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital seperti ketidak mampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran. Berbeda dengan celah bibir, celah alatum atau palatoschisis merupakan suatu kelainan yang sering terjadi bersamaan dengan celah bibir dan alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses penelanan, bicara, dan mudah terjadi infeksi saluran pernafasan akibat tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi ini juga dapat berkembang ke telinga. Faktor yang mempengaruhi kelainan congenital skeletal dentomaksilo facial : A. 1. a. Faktor lingkungan Agen-agen infektif

Virus rubella/campak jerman Virus rubella dapat menyebabkan malformasi pada mata, telinga, bagian dalam, jantung dan gigi

b. Syphilis c. Herpes simplex virus 2. Radiasi Efek teratogenik radiasi pengion telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu dan diketahui benar bahwa mikrosefali, cacat tengkorak, celah palatum terjadi karena pengobatan wanita hamil dengan sinar X atau radium dosis tinggi. Sifat kelainannya tergantung pada dosis radiasi dan tingkat perkembangan janin pada saat diberi penyinaran. 3. Zat-zat kimia

Obat-obatan yang dikonsumsi selama masa kehamilan diketahui bersifat teratogenik. Contohnya, obat anti konvulsan (Ibuprofen dan diasepam) yang bisa mengakibatkan celah palatum, obat analgesic yang mengakibatkan celah bibir. 4. bibir 5. Penyakit ibu Gangguan metabolisme karbohidrat pada ibu yang menderita diabetes menyebabkan insiden lahir kematian tinggi. Janin yang terlalu besar dan malforasi konginetal. 6. 7. B. Defisiensi nutrisi Khususnya kekurangan vitamin telah terbukti bersifat terratogenik. Hipoksia Faktor kromosom dan genetik Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan dan merupakan penyebab penting malformasi kongenital. Salah satu kelainan kromosom adalah trisomi21 atau syndrome down. Syndrome down biasanya disebabkan oleh adanya satu kopi ekstra kromsom21 atau trisomi21. Secara klinis, ciri-ciri anak penderita syndrome down antara lain kelainan kranio facial, keterbelakangan pertumbuhan, wajah mendatar dan telinga kecil. Pada 95% kasus, syndrome ini disebabkan oleh trisomi21 karena meiosis non disjunction dan pada 75% diantaranya, nondisjunction terjadi pada saat pembentukan oosit . GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung. Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir. Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung. Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung. Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna. Gambaran Klinis Celah Palatum Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu : Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak. Hormon Contohnya, hormone hidrokortison yang diekskresi secara berlebih menyebabkan celah

Kelas II Kelas III

: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum : Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet.

sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III. Kelas IV bergerak. Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter khusus yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter gigi spesialis orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik. Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir. Waktu yang tepat untuk melakukan operasi sangat bervariasi, tergantung dari keadaan kasus itu sendiri. Tapi biasanya operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan pada saat bayi berusia tiga bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup celah pada langit-langit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan. Kedua operasi tersebut dilakukan dengan bius total. Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan untuk memperbaiki penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langit-langit rongga mulut. Jika ada celah pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone graft (implant tulang). Untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara, anak dapat menjalani terapi bicara dengan ahli terapi bicara. Dokter gigi spesialis anak dan orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak timbul kelainan-kelainan lain pada rongga mulut. : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc. Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali

3.2.1 Patogenesis Kelainan Kongenital Skeletal Patogeneis celah bibir bibir dan palatum Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (congenital). Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Sumbing bibir merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan bibir. Karena tidak menyatunya sebagian atau seluruh proc. maksila dengan proc nasalis medialis pada satu atau kedua sisi. Sebagian besar ahli embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua deformitas sumbing sehingga stuktur anatomi normal tidak terbentuk. Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga sumbing bibir dapat terjadi terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjadi bersama-sama dan bervariasi dallam derajat keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat bervariasi mulai dari lingir alveolar (alveolar ridge) sampaii ke bagian akhir dari palatum lunak. Sumbing bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6 hingga 7 itu, sesuai dengan waktu perkembangan bibir normal dengan terjadiinya kegaggalan penetrasi dari sel mesodermal pada groove epitel di antara proc. nasalis medialis dan lateralis. Kelainan Kongenital Skeletal adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan penderita, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam hal pemberian makan, tetapi juga efek psikologis karena mempunyai anak yang tidak sempurna. Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir : 1. Teori Fusi Disebut juga teori kalsik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa kehamilan, processus maxillaries berkembang kea rah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi. 1. Teori Penyusupan Mesodermal Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk. 1. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial

Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrlukan jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir. D. Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah. 3.2.2 Macam-macam Kelainan Kongenital Skeletal

Sumbing

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan congenital yang sering kali menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pngunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Sering kali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi congenital seperti ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran. Sumbing bibir dan palatum ditemukan pada hampir 50% kasus. Sumbing bibir saja merupakan 25% kasus, dapat terjadi pada 1 diantara 700-1000 kelahiran dengan predileksi ras yang bervariasi. Sumbing palatum saja lebih sedikit disbanding sumbing bibir, insidennya anatara 1 daiantara 1500-3000 kelahiran. Sumbing bibir dengan atau tanpa sumbing palatum lebih sering pada pria dan sumbing palatum saja lebih sering pada wanita. Umumnya sumbing bibir dan palatum dibagi dalam empat kelompok besar

Sumbing bibir Sumbing palatum Sumbing bibir dan palatum unilateral Sumbing bibir dan palatum bilateral

Sumbing bibir dan mulut lainnya adalah:


Pit pada bibir Cekungan linear pada bibir Sumbing palatum submukosa Bifid uvula dan lidah Sumbing muka yang meluas melalui hidung, bibir, dan rongga mulut

Deformitas sumbing dapat sangat bervariasi dari alur dalam kulit dan mukosa sampai meluas membelah tulang dan otot. Kombinasi sumbing bibir dan palatum merupakan deformitas sumbing yang paling sering terlihat . Beberapa pendapat tentang klasifikasi celah :

1. Berdasarkan organ yang terlibat a. Celah di bibir (labioskizis) b. Celah di gusi (gnatoskizis) c. Celah di langit (palatoskizis) d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis) 2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah : a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Defek tabung saraf Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda spinalis. Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk tabung pada hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka akan terjadi defek tabung saraf. Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau meninggal segera setelah lahir. 2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan: - Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna di sekeliling korda spinalis. - Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian otak tidak terbentuk.

Cerebral palsy Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantung kepada beratnya kelainan. Sindroma Down Merupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dengan kelebihan kromosom nomor 21 pada sel-selnya. Mereka mengalami keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan gambaran fisik lainnya yang khas; kelainan ini sering disertai dengan kelainan jantung. 3.2.3 Pemeriksaan Kelainan Kongenital Skeletal 1. Tes darah

Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berarti ia memiliki risiko yang tinggi memiliki bayi dengan sindroma Down. 2. Alfa Fetoprotein (AFP) Tes ini hanya pada ibu hamil dengan cara mengambil contoh darah untuk diperiksa. Tes dilaksanakan pada minggu ke-16 hingga 18 kehamilan. Kadar Maternal-serum alfafetoprotein (MSAFP) yang tinggi menunjukkan adanya cacat pada batang saraf seperti spina bifida (perubahan bentuk atau terbelahnya ujung batang saraf) atau anencephali (tidak terdapatnya semua atau sebagian batang otak). Kecuali itu, kadar MSAFP yang tinggi berisiko terhadap kelahiran prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah. 3. Sampel Chorion Villus (CVS) Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan kerusakan pada kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu mendeteksi adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel, fibrosis berkista, thalasemia, dan sindroma Down. 4. Ultrasonografi (USG) Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan struktural pada janin, seperti; bibir sumbing atau anggota tubuh yang tidak berkembang. Sayangnya USG tidak bisa mendeteksi kecacatan yang disebabkan oleh faktor genetik. Biasanya USG dilakukan pada minggu ke-12 kehamilan. Pada pemeriksaan lebih lanjut USG digunakan untuk melihat posisi plasenta dan jumlah cairan amnion, sehingga bisa diketahui lebih jauh cacat yang diderita janin. Kelainan jantung, paru-paru, otak, kepala, tulang belakang, ginjal dan kandung kemih, sistem pencernaan, adalah hal-hal yang bisa diketahui lewat USG. 5. Amiosentesis Pemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas 35 tahun. Karena hamil di usia ini memiliki risiko cukup tinggi. Terutama untuk menentukan apakah janin menderita sindroma Down atau tidak. Amniosentesis dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin, bahan-bahan kimia, dan mikroorganisme, mampu memberikan informasi tentang susunan genetik, kondisi janin, serta tingkat kematangannya. Tes ini dilakukan pada minggu ke-16 dan 18 kehamilan. Sel-sel dari cairan amnion ini kemudian dibiakkan di laboratorium. Umumnya memerlukan waktu sekitar 24 sampai 35 hari untuk mengetahui dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut. 6. Sampel darah janin atau cordosentesis Sampel darah janin yang diambil dari tali pusar. Langkah ini diambil jika cacat yang disebabkan kromosom telah terdeteksi oleh pemeriksaan USG. Biasanya dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa mendeteksi kelainan kromosom, kelainan metabolis, kelainan gen tunggal, infeksi seperti toksoplasmosis atau rubela, juga kelainan pada darah (rhesus), serta problem plasenta semisal kekurangan oksigen. 7. Fetoskopi Meski keuntungan tes ini bisa menemukan kemungkinan mengobati atau memperbaiki kelainan yang terdapat pada janin. Namun tes ini jarang digunakan karena risiko tindakan

fetoskopi cukup tinggi. Sekitar 3 persen sampai 5 persen kemungkinan kehilangan janin. Dilakukan dengan menggunakan alat mirip teleskop kecil, lengkap dengan lampu dan lensalensa. Dimasukkan melalui irisan kecil pada perut dan rahim ke dalam kantung amnion. Alat-alat ini mampu memotret janin. Tentu saja sebelumnya perut si ibu hamil diolesi antiseptik dan diberi anestesi lokal. 8. Biopsi kulit janin Pemeriksaan ini jarang dilakukan di Indonesia. Biopsi kulit janin (FSB) dilakukan untuk mendeteksi kecacatan serius pada genetika kulit yang berasal dari keluarga, seperti epidermolysis bullosa lethalis (EBL). Kondisi ini menunjukkan lapisan kulit yang tidak merekat dengan pas satu sama lainnya sehingga menyebabkan panas yang sangat parah. Biasanya tes ini dilakukan setelah melewati usia kehamilan 15-22 minggu. 3.2.4 Maloklusi dan klasifikasi maloklusi Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal. Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau transversal. (Huoston, 1989) ETIOLOGI MALOKLUSI Graber menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi sebagai berikut ini: 1. Faktor umum : faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi yang meliputi: - Herediter - Kelainan kongenital - Lingkungan: Prenatal Postnatal

- Penyakit atau gangguan metabolisme - Problema diet - Kebiasaan jelek dan aberasi fungsional: Abnormal sucking Thumb and finger sucking Tongue thrust and tongue sucking

Lip and nail biting Abnormal swallowing habits Speech defects Respiratory abnormalities Tonsils and adenoids Bruxism

- Posture - Trauma dan kecelakaan b. Faktor lokal : faktor yang berpengaruh langsung pada gigi, yang terdiri atas: Anomali jumlah gigi:

- Gigi kelebihan - Missing Anomali ukuran gigi Anomali bentuk gigi Frenulum labial abnormal Kehilangan prematur Retensi Erupsi gigi permanen terlambat Pola erupsi gigi abnormal Ankilosis Karies gigi Restorasi gigi yang tidak baik

MALOKLUSI 1. Maloklusi dapat dibagi menjadi 3 golongan yakni : 2. Dental dysplasia 3. Skeleto dental dysplasia

4. Skeletal dysplasia 1. Dental dysplasia Adalah maloklusi yang disebabkan oleh relasi yang tidak harmonis dari gigi-gigi. Berbagai posisi gigi dapat terjadi dalam deretan lengkung gigi, seperti misalkan terjadinya : rotasi, labioversi, linguoversi, impaksi, gigi yang berjejal-jejal, ektopioc, dsb.dalam hal ini maka relasi dari tulang rahangnya masih normal dan fungsi dari otot-otot adalah baik. 1. Skeleto dental dysplasia Dalam hal ini tidak adanya gigi-giginya yang maloklusi, tapi juga meliputi rahang. Dimana hubungan antara tulang maksila dan mandibula adalah tidak normal, atau dapat pula maksila atau mandibulanya atau kedua-duanya hubungannya dengan cranium adalah tidak normal. Maloklusi ini adalah sangat kompleks dan memerlukan perawatan yang khusus. 1. Skeletal dysplasia Maloklusi ini disebabkan karena malrelasi antara maksila dan mandibula, atau karena malrelasi dari tulang rahang dan kraniumnya.kedudukan gigi-giginya ada kemungkinan normal. Maloklusi semacam ini sering menunjukkan bentuk muka yang maju ke depan (forward facial divergent) atau bentuk muka yang mundur ke belakang (backward facial divergent). Hal ini disebabkan karena perkembangan kurang atau lebih dari tulang rahang. 1. B. Secara lebih terperinci maloklusi dapat dibagi menjadi 4 golongan : 1. Malposisi dan malrelasi dari tiap-tiap gigi 2. Malrelasi dari lengkung gigi dan tulang rahang 3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi 4. Malformasi dari tulang rahang 1. 1. Malposisi dan malrelasi gigi Dalam keadaan ini terdapat kedududukan gigi yang abnormal, seperti : mesioversi, distoversi, labioversi, torsiversi, infraversi, supraversi, dan perversi. 1. 2. Malrelasi lengkung gigi dan tulang rahang Hal ini merupakan relasi yang tidak baik antara lengkungan geligi atas dan lengkungan geligi bawah, dan hubungan yang tidak baik dari maxilla dan mandibula dalam dataran sagital atau relasi antero-posterior. 1. 3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi Kadang-kadang oleh karena adanya pertumbuhan dan perkembangan yang tidak baik, maka lengkungan gigi menjadi sempit, dan untuk mempelajari anomaly yang berhubungan dengan ini kita berpangkal pada raphe median line (median sagital plane of the face).

Garis median ini pada muka orang ialah melalui : trichion, glabella, pertengahan garis inter pupil, ujung dari hidung, pertengahan dari bibir, pertengahan dari gnation dan pada model ialah melalui papilla isisivus, perpotongan rugea kedua kanan kiri, pertengahan fovea palatine kanan-kiri. Bila lebih dekat dengan median line disebut contraction, = compression = introversion. Bila menjauhi median line disebut distraction = extraversion. 1. 4. Malformasidari rahang dan gigi dan malposisi dari mandibula. Maloklusi seperti ini adalah sering disebabkan karena adanya mandibula displacement baik kekiri maupun ke kanan. Bila mandibula displace kekiri maka teraba bahwa kondil sebelah kanan kedudukannya lebih kebawah dan kedepan serta ke medial (glides downward & medialto medial line, sedangkan yang sebelah kiri kondilnya hanya memutar. Terlihat dalam keadaan oklusi, maka terlihat gigi-gigi sebelah kanan gigi-gigi bawahnya lebih ke mesial adri pada normal an hubungan bucco-lingual sebelah kanan tetap tak berubah, yang berubah adalah hubungan antero-posteriornya. Sedangkan yang sebelah kiri akan berubah ke jurusan atau dalam jurusan bucco-lingual, sehingga menyebabkan cross-bite, gigi bawah lebih keluar. 1. C. Maloklusi dapat berkembang dalam 3 dimensi: 1. Sagital (antero-posterior) ialah ditinjau dari orbital plane ada atau tidak adanya protraction-retraction. Misalkan maloklusi kelas II atau kelas III. 2. Transversal (medio-lateral) ialah ditinjau dari raphe median line. Ada atau tidaknya : contraction/distravtion. 3. Vertical ditinjau dari suatu garis yang menghubungkan tragus dan foramen infra orbitalis dan tegak lurus orbital plane serta sejajar dengan bidang horizontal. Garis ini disebut Frankfurt Horizontal Plane (F.P.H) tau sering pula disebut sebagai gaya Eye Ear Plane (E.E.P). perkataan Frankfurt berasal dari tempat dimana para sarjana anthtropology berkongres di Frankfurt. Klasifikasi Angle Klasifikasi maloklusi Angle berdasar pada hubungan rahang di bidang sagital. Kunci klasifikasi Angle adalah hubungan antara molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah. Molar pertama permanen digunakan sebagai kuncinya karena dianggap sebagai gigi yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya, karena gigi ini tertanam dalam tulang zygomaticus yang sangat kuat. Pada oklusi normal, cusp mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan groove bukal depan M1 permanen bawah. Angle Klas 1 Maloklusi dimana terdapat hubungan antero-posterior rahang yang normal dilihat dari M1 permanen. Angle Klas 2

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke distal dari rahang atas, dilihat dari hubungan M1 tetap. Klas 2 dibagi menjadi dua divisi: Divisi 1 : insisivus atas proklimasi sehingga terdapat peningkatan overjet Divisi 2: insisivus pertama atas retroklinasi. Insisivus kedua selalu proklinasi dan overbite dalam. Angle Klas 3 Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke mesial dari atas, dilihat dari hubungan M1. Oleh Dr. martin Dewey, maka kelas Idibagi menjadi atas beberapa tipe maloklusi dari Angle yakni: 1. type I : Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak dilabial 2.type II : Protusi atau labio versi dari insisiv atas 3.type III : Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih dari kea rah lingual terhadap gigi insisiv bawah. (cross bite gigi depan/ anterior crossbite) 4.type IV :Crossbite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross bite) 5.type V : Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya gigi depannya 6.type VI : Spacing, openbite,dll Kelas II maloklusi (Angel) dapat dibagi atas: 1. Divisi I : bilateral distal - insisiv atas protusi Subdivisi. Unilateral distal (hanya menggunakan satu sisi saja) 1. Divisi II : Bilateral dital - insisiv atas retrusi / step bite Subdivisi. Unilateral distal Kelas III Angle (Mesioklusi). Dapat berupa : Bilateral atau Unilateral subdivisi. Kelas III maloklusi dapat pula dibagi beberapa type yakni: 1. type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge 2. type 2 : insisiv atas menumpang pada insisiv bawah, seperti hubungan yang normal dan insisiv bawah agak berjejal-jejal 3. insisiv atasnya adalah linguoversi - cross bite dan hal ini merupakan progenik.

KLASIFIKASI ANGLE Angle mendeskripsikan tujuh malposisi untuk satu gigi:


Bukal atau labial Lingual Mesial Distal Torso (berotasi) Infra (erupsi tidak sampai garis oklusal) Supra (erupsi melebihi garis oklusal)

Penggolongan malposisi gigi ini dapat digunakan unruk menggambarkan maloklusi dengan lebih lengkap. (orthodontics: diagnosis and treatment) 3.2.5 Hubungan celah bibir dan celah palatum Pertumbuhan dan perkembangan craniofasial dimulai pada trismeter pertama kehamilan. Pada minggu ke lima terjadi pertumbuhan yang cepat pada tonjolan nasal media. Secara simultan tonjolan maksila yang ada dilateral bergerak ke median. Pada minggu-minggu selanjutnya tonjolan maksila bertemu dengan tonjolan nasal medial dan menekan tonjolan nasal medial ke arah midline. Selanjutnya terjadi fusi membentuk segmen intermaksilari yaitu bibir atas dan philtrum, rahang atas yang menyangga gigi anterior dan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi akan terjadi celah bibir. Pada minggu ke delapan palatum sekunder tumbuh vertikal sampai sejajar dengan lidah lalu tumbuh horizontal dan keduanya berfusi dengan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi pada pemebentukan palatum akan terjadi celah palatum. Jika ada celah bibir mungkin ada celah palatum tetapi kebanyakan kasus jika ada celah bibir juga akan terdapat celah palatum. Tetapi jika ada celah palatum belum tentu ada celah bibir karena pembentukan bibir lebih dulu daripada pembentukan palatum. 3.2.6 Hubungan Kelainan Kongenital Skeletal dengan Maloklusi Hubungan Kelainan Kongenital Skletal dengan Maloklusi 1. Kelainan celah palatum primer Kelainan yang ada bervariasi dari lekukan bibir sampai celah bibir menyeluruh dengan kelainan alveolar. Kelainan ortodonti dan gigi bersifat lokal serta tercermin pada maloklusi yang masih dalam ambang normal. Celah alveolar terdapat pada daerah gigi seri kedua sehingga kelainan gigi ini sering terlihat; gigi mungkin tidak tumbuh atau tumbuh tidak sempurna dan/atau malposisi; atau terdapat dikkotomi gigi seri kedua dengan satu gigi peg shaped kecil pada kedua sisi garis celah.

1. Kelainan celah palatum sekunder Celah palatum lunak saja menimbulkan gangguan skletal ringan tetapi dapat berhubungan dengan mikrognasia dan glosoptopis yang keduanya dapat menyebabkan maloklusi. Bila palatum keras telah diperbaiki, rahang atas seringkali sempit sehingga gigi berjejal-jejal (crowding) dan terdapat gigitan terbalik (crossbite, uni atau bilateral) 1. Celah yang mengenai palatum primer dan sekunder Kasus ini menunjukan problem yang besar; operasi, gigi, ortodonsi, dan bicara. Faktor yang menyebabkan maloklusi adalah kelainan maksila, bibir atas yang telah diperbaiki dan kelainan gigi pada daerah celah yang semuanya dapat menimbulkan maloklusi. 1. Cerebral Palsy Paralysis atau kurang koordinasinya otot karena lesi intrakranial kelainan neuromuskular, yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi; misalnya lengkung geligi tidak normal atau colaps. 1. Torticollis Berkaitan dengan kekuatan otot yang abnormal, dimana terjadi pemendekan otot cleidomastoid yang menyebabkan perubahan bentuk tulang cranium dan muka sehingga terjadi asimetri muka. 1. Cleidoeranial Dysotosis Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan maloklusi, dapat unilateral maupun bilateral, tidak terbentuk clavicula parsial atau keseluruhan karena keterlambatan penutupan sutura cranial, retrusi maksila, dan protrusi mandibula, gangguan erupsi gigi permanen dan gigi sulung yang tidak tanggal. Akar gigi permanen pendek dan tipis dan gigi kelebihan juga sering dijumpai. 1. Congenital Syphilis Dapat menyebabkan bentuk gigi abnormal dan malposisi gigi. BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan yang dihasilkan yaitu : 1. Kelainan kongenital adalah kelainan yang ada pada bayi sejak ia dilahirkan. 2. Etiologi dari kelainan kongenital adalah genetik dan non genetik (lingkungan, nutrisi, trauma, obat-obatan, paparan radiasi, umur ibu hamil, infeksi pada ibu, aktivitas ibu terlalu berat selama hamil dan psikologis ibu selama hamil)

3. Macammacam kelainan kongenital pada kraniofasial gangguan wajah, perkembangan kista, gangguan lidah, gangguan rahang, dan gangguan gigi. 4. Patogenesis dari cleft lips dan cleft palate dapat dijelaskan dengan berbagai teori, namun pada dasarnya adalah terjadinya kegagalan pada penyatuan prosesus maksilaris dan prosesus nasalis medialis selama proses tumbuh kembang kraniofasial janin. 5. Kelainan kongenital dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik, laboratoris, dan radiologi.

DAFTAR PUSTAKA Speber,G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Hipokrates:Jakarta Sudiono, Jantih.2008.Gangguan Tumbuh Kembang.EGC:Jakarta www.klinikindonesia.com : Klinik Kesehatan, Kedokteran, Bisnis & Religius Online

Anda mungkin juga menyukai