BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap pasangan. Setiap
manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik maupun
psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira jumpai bayi dilahirkan dengankeadaan
cacat bawaan/kelainan kongenital.
Kelainan kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap
kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Maka pada makalah iniakan dibahas tentang neonatus dengan kelainan bawaan yang meliputi
meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, hipospadia serta kelainan metabolic dan
endokrin.
1. Tujuan
a. Memaparkan tentang neonatus dengan kelainan kongenitasl
b. Mengetahui jenis-jenis kelainan pada neonates
BAB II
ISI
1. KELAINAN KONGENITAL
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting
terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal
ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20%
meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Di samping pemeriksaan fisik, radiologik dan hboratorik untuk menegakkan diagnosis kelainan
kongenital setela6 bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pre/ante-natal kelainan kongenital
dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan
air keruban dan darah janin.
1. FAKTOR ETIOLOGI
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional
dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua
faktor secara bersaman. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapu mempengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain:
a. Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian
kelainan kongenital pada anaknva. DI antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum
Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
(“dominant traits”) atau kadang-kadang ,sebagai unsur resesif. Penyelidikan dalam hal ini se
ring sukar, tetapi adanya kelainan sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah kongenital yang selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa
kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan seianjutnya. Beberapa contoh: kelainan kromosom
autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolisme), kelainan pada kromosom
kelamin sebagai sindroma Turner.
b. Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk
organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
penumbuhan organ itu sendiri akan memptrmudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai
contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus. (clubfoot).
1. Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam penumbuhan suatu organ
tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital
dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada
trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada
mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada- trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi
toksoplasmosis. Kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroptalmia.
1. Faktor obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah
satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide
yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan
yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang balk diduga erat pula
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal MI secara laboratorik
belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan
yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal in] kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu
memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian transkuilaiser untuk
penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak dapat dihindarkan;
keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap
bayi.
1. Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. DI bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme
1,08 per 100 kelahiran hidup dan citemukan risiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu
berumur 35 tahun atau lebih; angka kejadian yang ditemukan ialah 1 : 5500 untuk kelompok
ibu berumur < 35 tahun, 1 : 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk
kelompok ibu berumur 40-44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau
lebih.
1. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi
yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan
untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang
normal.
1. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakihatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutik
sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
1. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan
makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang balk gizinya.
Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A riboflavin, folic acid, thiamin
dan lain-lain dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.
1. JENIS-JENIS KELAINAN KONGENITAL
a) Labioskizis/Labiopalatoskizis
1). Pengertian
Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka
serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.
2). Etiologi
banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain ,
yaitu :
1. factor Genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/. Dimana dapat terjadi karena
adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai
46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1
pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita
bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada
setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi
hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada
perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan
asam folat.
3. Radiasi
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan
Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas
selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin
7. Multifaktoral dan mutasi genetic
8. Diplasia ektodermal
3). Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan
maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis
medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan
fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan
ke-7 sampai 12 mgg
4). Klasifikasi
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a. Celah di bibir (labioskizis)
b. Celah di gusi (gnatoskizis)
c. Celah di langit (palatoskizis)
d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit
(labiopalatoskizis)
2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
5). Gejala dan tanda
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1. Terjadi pemisahan langit – langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.
4. Infeksi telinga berulang.
5. Berat badan tidak bertambah.
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.
6). Diagnosis
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah
sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau idak. Walaupun
pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya
dengan menggunakaan USG.
7). Komplikasi
Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya,
yaitu ;
1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah
palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan
juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing
2. Infeksi telinga dan hilangnya Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan akan
kehilangan pendengaran.
3. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena
adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya
4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga
perlu perawatan dan penanganan khusus.
8). Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah
bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada
saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi
bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon,
Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
1. Perawatan
a. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing
tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk
mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan
memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak
menyusu sampai 6 mgg
b. Menggunakan alat khusus
Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi
tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing,
suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa
dengan lubang besar.
Botol peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga
dapat dihisap bayi
Ortodonsi
Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar
memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat
dilakukan tindakan bedah definitive
c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah
bayi
d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara
e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian
pemisah lobang hidung
f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi
arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut
tersebut untuk sembuh
g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas
yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air
2. Pengobatan
a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang
tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often
yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui
c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini
mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum
membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan
tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan
gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang
muka mendeteksi selesai.
e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang
lbar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi
menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk
pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat
mempengaruhi pola bicar secara permanen.
f) Hipospadia
1. Definisi
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan
mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengolahannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-
beul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
Hipospadia merupakan kelainan kelamian bawaan sejak lahir, cirinya, letak lubang uretra
terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Menurut dokter bedah urologi RSU Dr
Kariadi, dr Andi, S. SpBU, berat hipospadia bervarian, kebanyakan lubang uretra terletak di
dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah bantang penis
atau pada pangkal penis dan kadang pad skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum.
Kelainan ini sering kali berhubungan dengan kardi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang
yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
Pada hipospadia muara orifisium uretra eksterna (lubang tempat air seni keluar) berada
diproksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis, sepanjang ventral batang penis
sampai perineum. Jadi lubang saluran kencing letaknya bukan pada tempat yang semestinya
dan terletak di sebelah bawah penis bahkan ada yang terletak di rentang kemaluan.
Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya pada scrotum dapat berupa
undescensus testis, meorchisdism, disgenesis testis dan hidrotole pada penis berupa propenil
scrotum mikrophalasus dari torsi penile. Sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney,
malrotasi, duplek dan refluk ureter.
1. Etiologi
Trend peningkatan jumlah penderita salah satunya disebabkan faktor lingkungan dan pola
hidup yang kurang sehat, akibatnya marak penggunaan pestisida serta tinginya kandungan
polusi di udara. Zat polutan dari pabrik, limbah dan menumpuknya sampah bisa menimbulkan
hipospadia.
Dari beberapa pasien yang ditangani ternyata mereka tinggal disekitar daerah pembuangan
sampah. Ada pula yang berasal ari keluarga petani. Penderita hipospadia umumnya berasal dari
keluarga kurang mampu. Akibatnya banyak diantara penderita tak bisa segera ditangani.
Angka kejadian penderita hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi dari hasil
penelitian pakar kedokteran di sejumlah negara, kelainan ini terjadi pada satu dari 125 bayi
laki-laki kelahiran hidup. Salah satu penyebab kelainan ini adalah karena keturunan.
1. Penatalaksanaan
Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah, diharapkan anak tidak
malu dengan keadaanya setelah tahu bahwa anak laki-laki lain kalau BAK beriri sedangkan
anak pengidap hipospadia harus jongkok seperti anak perempuan (karena lubang penisnya
berada di bagian bawah penis).
Selain itu jika hipospadia tidk dioperasi maka setelah dewasa dia akan sulit untuk melakukan
penetrasi/coitus , selain penis tidak dapat tegak dan lurus (pada hipospadia penis bengkok
akibat adanya chordae), lubangkeluar sperma terletak di bagian bawah.
Operasi hiposdia satu tahap (one stage urethra plasty) adalah tehnik operasi sederhana yang
sering dapat digunakan terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini yang meatusnya
letak anterior atau di middle. Meskipun hasilnya sering kurang begitu bagus untukkelainan
yang berat sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap untuk tipe
hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat maka one stage
uretroplasty nyaris tidak dapat dilakukan.
Tipe hipospadia yang sering kali diikuti dengan kelainn-kelainan yang berat seperti korda yang
berat, globuler glans ygbengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal skinhood dan propenil
bifid scrotum. Intinya tipe hipospadi yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal (jauh
dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain
diskrotum atau sisa kulit yang sulit ditarik pada sat dilakukan operasi pembuatan uretra.
Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC
Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC
http://dokterbedahmalang.com/penyebab-timbulnya-celah-bibir-bibir-sumbing/
http://newbornclinic.wordpress.com/2009/04/19/kelainan-bawaan-bayi-baru-lahir-dan-
penyebabnya/