Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KELAINAN KONGINETAL DAN PENGELOLAANNYA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Komplikasi Kehamilan, Persalinan, Nifas Dan BBL

Disusun oleh :

Vivi Sari Diastuti (220411031)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
WIYATA HUSADA SAMARINDA
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap pasangan.
Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik
maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira jumpai bayi dilahirkan
dengankeadaan cacat bawaan/kelainan kongenital.

Kelainan kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama kematian bayi dalam
bulan- bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam
terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.

Maka pada makalah iniakan dibahas tentang neonatus dengan kelainan bawaan yang
meliputi meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, hipospadia serta kelainan metabolic
dan endokrin.

B. Tujuan
1. Memaparkan tentang neonatus dengan kelainan kongenitasl
2. Mengetahui jenis-jenis kelainan pada neonatus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KELAINAN KONGENITAL
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting
terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat,
hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20%
meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Di samping pemeriksaan fisik, radiologik
dan hboratorik untuk menegakkan diagnosis kelainan kongenital setela6 bayi lahir, dikenal
pula adanya diagnosis pre/ante-natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan
tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air keruban dan darah janin.

B. FAKTOR ETIOLOGI
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan
embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan
atau kedua faktor secara bersaman. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapu mempengaruhi
terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1. Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kejadian kelainan kongenital pada anaknva. DI antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan
sebagai unsur dominan (“dominant traits”) atau kadang-kadang ,sebagai unsur resesif.
Penyelidikan dalam hal ini se ring sukar, tetapi adanya kelainan sama dalam satu
keturunan dapat membantu langkah-langkah kongenital yang selanjutnya.

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat
diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah
dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan seianjutnya. Beberapa contoh: kelainan
kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolisme), kelainan pada
kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

2. Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam penumbuhan organ itu sendiri akan memptrmudah terjadinya
deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes
pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus.
(clubfoot).

3. Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu
dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam penumbuhan
suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan
kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai
contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat
menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem
pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi
lain pada- trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain
ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis. Kelainan-kelainan kongenital
yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroptalmia.

4. Faktor obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang balk diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal MI secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.

Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian


obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal in] kadang-kadang sukar
dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada
pemakaian transkuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat
hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya
sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

5. Faktor umur ibu


Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. DI bangsal bayi baru lahir Rumah
Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka
kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan citemukan risiko relatif sebesar
26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka kejadian yang ditemukan
ialah 1 : 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1 : 600 untuk kelompok ibu
berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40-44 tahun dan 1 : 15 untuk
kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.

7. Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakihatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan
diagnostik atau terapeutik sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada
hamil muda.

8. Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan
menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir
dari ibu yang balk gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A
riboflavin, folic acid, thiamin dan lain- lain dapat menaikkan kejadian kelainan
kongenital.

C. JENIS-JENIS KELAINAN KONGENITAL


1. Labioskizis/Labiopalatoskizis
a. Pengertian
Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta
samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

b. Etiologi
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut
antara lain , yaitu :
1) factor Genetik atau keturunan
Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan
kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri
dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang
kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3
untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom
pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir
sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung,
dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari
8000-10000 bayi yang lahir.
2) Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat.
3) Radiasi
4) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5) Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi
Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
6) Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin
7) Multifaktoral dan mutasi genetic
8) Diplasia ektodermal

c. Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu
(proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Labioskizis terjadi akibat fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi
kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi.
Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7
sampai 12 minggu.

d. Klasifikasi
 Berdasarkan organ yang terlibat yaitu :
1) Celah di bibir (labioskizis)
2) Celah di gusi (gnatoskizis)
3) Celah di langit (palatoskizis)
4) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan
langit-langit (labiopalatoskizis)

 Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1) Unilateral Incomplete.
Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung.
2) Unilateral Complete.
Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
3) Bilateral Complete.
Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
e. Tanda dan Gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1) Terjadi pemisahan langit – langit
2) Terjadi pemisahan bibir
3) Terjadi pemisahan bibir dan langit – langit.
4) Infeksi telinga berulang.
5) Berat badan tidak bertambah.
6) Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung.

f. Diagnosis
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena
pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau
idak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat
memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.

g. Komplikasi
Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi karenannya, yaitu ;
1) Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan
celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan
yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing
2) Infeksi telinga dan hilangnya Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran
yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera
diatasi makan akan kehilangan pendengaran.
3) Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi
karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat
menghambatnya.
4) Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh,
sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.

h. Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari
infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga
untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of
Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal
10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
i. Perawatan
1) Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi
dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat
mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga
menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya
kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak
menyusu sampai 6 minggu.
2) Menggunakan alat khusus
a) Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui
hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi
pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung
halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.

b) Botol peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang
mulut hingga dapat dihisap bayi

c) Ortodonsi
Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar
memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum
sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive

3) Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau
belakang lidah bayi
4) Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak
udara
5) Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk
pada bagian pemisah lobang hidung
6) Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal
ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada
kulit yang lembut tersebut untuk sembuh
7) Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat
berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air

j. Pengobatan
Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu
yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
1) Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule
often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui.
2) Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan
sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat
bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan
tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk
memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah
supaya normal.
3) Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-
tulang muka mendeteksi selesai.

Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe”
yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian
belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting
untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yang telah
diperbaiki dapat mempengaruhi pola bicar secara permanen.

Selanjutnya untuk prinsip perawatan secara umum antara lain :


1) lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu
untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.
2) umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit
dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
3) umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung)
dan evaluasi telinga.
4) umur 18 bulan – 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila
terdapat sumbing pada langit-langit.
5) Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.
6) umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

2. Meningokel
a. Pengertian
Meningokel merupakan penyakit kongenital dari kelainan embriologis yang disebut
Neural tube defect (NTD). Meningokel disebabkan oleh banyak faktor dan metibatkan
banyak gen (multifaktoral dan poligenik). Banyak sekali penetitian yang mengungkap
bahwa sekitar tujuhpuluh persen kasus NTD dapat dicegah dengan suplementasi asam
fclai, sehingga defisiensi asam folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam
teratogenesis meningokel. Basis molekut defisiensi asam folat adafah kurang
adekuatnya enzim enzim yang mentransfer gugus, karbon dalam proses metiiasi protein
dalam se1, baik dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan
biosintesis DNA dan RNA. serta kenaikan kadar homosistein.
b. Etiologi
Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan
c. Tanda dan Gejala
1) Gangguan persarafan
2) Gangguan mental
3) Gangguan tingkat kesadaran

d. Penatalaksanaan
Pembedahan

3. Ensefalokel
a. Defenisi
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui
suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan
tabung saraf selama perkembangan janin.

b. Gejala
Gejalanya berupa :
1) Hidrosefalus
2) kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)
3) gangguan perkembangan
4) Mikrosefalus
5) gangguan penglihatan
6) keterbeiakangan mental dan pertumbuhan
7) Ataksia
8) kejang.

Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. ensefalokel seringkali disertai


dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

c. Etiologi
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia ibu
yang tertaiu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak
tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun
hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.

d. Penatalaksanaan Mencegah Ensefalokel


Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan jauh jauh hari.
Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah supfemen yang
mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa
kelainan yang bisa menyerang bayi_ Safah satunya, encephalocele atau ensefalokel.
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol
ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial
yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. pengobatan lainnya
bersifat, simtomatis dan suportif. Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang
terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang menyertainya.

4. Hidrosefalus
a. Definisi
Hidrosefalus (kepala air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: “hydro” yang
berarti air dan “cephalus” yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal
dengati “kepala air”) adalab penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di
dalam otak (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut
bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,
khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

b. Etiologi
1) Gangguan sirkulasi LCS
2) Gangguan produksi LCS

c. Tanda dan Gejala


1) Terjadi pembesaran tengkorak
2) Terjadi kelainan neurologis, yaitu Sun Set Sign (Mata selalu mengarah
kebawah)
3) Gangguan perkembangan motorik
4) Gangguan penglihatan karena atrofi saraf penglihatan

d. Penatalaksanaan
1) Pembedahan
2) Pemasangan “Suchn Suction”

5. Fimosis
a. Definisi
Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis. Fimosis
merupakan suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak
kecit, dan biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya. Pada pria
yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi
proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan
penyunatan (sirkumsisi).

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan


bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium
menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
Keadaan demikian lebih baik segera disunat, tetapi kadang orang tua tidak tega karena
bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lubang
prepusium dengar, cara mendorong ke belakang kulit prepusium tersebut dan biasanyaa
akan terjadi luka.

Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut
dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter. Selanjutrnya
di rumah orang tua sendiri diminta tnelakukannya seperti yang dilakukan dokter (pada
orang Barat, sunat dilakukan pada seorangbayi laki-laki ketika masih dirawat/ ketika
baru lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan/mencegah infeksi karena
adanya smegma, bukan karena keagamaan).

Adanya smegma pada ujung prepusium juga menyulitkan bayi berkemih maka
setiap memandikan bayi hendaknya prepusium didorong ke belakang kemudian
ujungnya dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang dengan air matang.

b. Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang barn lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan
penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat
pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari
bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

Untuk menandai apakah anak memang mengalami funosis, orang tua sebaiknya
mencermati beberapa gejala berikut : Kulit penis anak tak bisa ditarik ke arah pangkal
ketika akan dibersihkan. Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran
kencing diujung tertutup. Biasanya ia menangis dan pada ujung penisnya tampak
menggembung. Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga. Kalau sampai timbul infeksi, maka si buyung
akan mengangis setiap buang air kecil dan dapat pula disertai demam.

Jika gejala-gejala di atas ditemukan pada anak, sebaiknya bawa ia ke dokter. Jangan
sekali-kali mencoba membuka kulup secara paksa dengan menariknya ke pangkal
penis. Tindakan ini berbahaya, karena kulup yang ditarik ke pangkal dapat menjepit
batang penis dan menimbulkan rasa nyeri dan pembekakan yang hebat. Hal ini dalam
istilah kedokteran disebut para Fimosis. Jika si Buyung mengalami kesulitan buang air
kecil, dokter akan mencoba melebarkan kulit yang melekat, namun hal ini harus
dilakukan dengan sangat hati-hati oleh seorang dokter yang berpengalaman.

Jika upaya ini gagal, maka tindakan sirkumsisi (sunat) adalah jaian keluarnya,
apalagi jika fimosisnya menetap dan terjadi infeksi. Untuk melakukan sirkumsisi pada
anak juga harus dipertimbangkan masalah pembiusannya karena jika si Buyung takut
dan merasa sakit maka hal ini akan mempengaruhi kondisi kejiwaannya kelak
kemudian hari. Selain itu jika si Buyung meronta-ronta karena taku[ atau sakit, mal:a
tindakan sirkumsisi ini malah akan membahayakan, karena dapat melukai penisnya dan
jahitan kulit penis tidak dapat dikerjakan secara sempurna.

c. Penatalaksanaan
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbu!
kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin
yang buruk, peradangan kronik gtans penis dan kulit preputium (balanoposthitis
kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis
kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian
kulit preputiurn yang membuka.

Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit


preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran air seni tidak
diimbangi besarnya tubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan
sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya
hambatan (obstruks) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air
kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus
gawat darurat. Fimosis kongenital seyogyanya dibiarkan saja, kecuali bila terdapat
alasan agama dan/atau sosial untuk disirkumsisi. Hanva diperlukan penjelasan dan
pengertian mengenai fimosis kongenital yang memang normal dan lazim terjadi pada
masa kanak-kanak serta menjaga kebersihan alat kelamin dengan secara rutin
membersihkannya tanpa penarikan kulit preputium secara berlebihan ke belakang
batang penis dan mengembalikan kembali kulit preputium ke depan batang penis setiap
selesai membersihkan. Upaya untuk membersihkan alat kelamin dengan menarik kulit
preputium secara berlebihan ke belakang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
luka, fimosis didapat, bahkan parafimosis. Seiring dengan berjalannya waktu,
perlekatan antara lapis bagian dalam kulit preputium dan glans penis akan lepas dengan
sendirinya. Walaupun demikian, jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni,
dipertukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit
preputium) atau teknik bedah plastlk lainnya seperti preputioplasty (memperlebar
bukaan kulit preputiurn tanpa memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya
tindakan siricumsisi pada anak-anak adalah fimosis patotogik.

Penggunaan krim steroid topikal yang dioleskan pada kutit preputium 1 atau 2 kali
sehari, selama 4-5 minggu, juga efektif dalam tatalaksana fimosis. Namun jika fimosis
telah membaik, kebersihan atat ketamin tetap dijaga, kulit preputium harus ditarik dan
dikembalikan lagi ke posisi semula pada saat mandi dan setelah berkemih untuk
mencegah kekambuhan fimosis.
6. Hipospadia
a. Definisi
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering
ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengolahannya harus dilakukan
oleh mereka yang betul- beul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
Hipospadia merupakan kelainan kelamian bawaan sejak lahir, cirinya, letak lubang
uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Menurut dokter bedah
urologi RSU Dr Kariadi, dr Andi, S. SpBU, berat hipospadia bervarian, kebanyakan
lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.

Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
bantang penis atau pada pangkal penis dan kadang pad skrotum (kantung zakar) atau di
bawah skrotum. Kelainan ini sering kali berhubungan dengan kardi, yaitu suatu
jaringan fibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada
saat ereksi. Pada hipospadia muara orifisium uretra eksterna (lubang tempat air seni
keluar) berada diproksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis,
sepanjang ventral batang penis sampai perineum. Jadi lubang saluran kencing letaknya
bukan pada tempat yang semestinya dan terletak di sebelah bawah penis bahkan
ada yang terletak di rentang kemaluan. Hipospadia sering disertai kelainan bawaan
yang lain, misalnya pada scrotum dapat berupa undescensus testis, meorchisdism,
disgenesis testis dan hidrotole pada penis berupa propenil scrotum mikrophalasus dari
torsi penile. Sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi, duplek
dan refluk ureter.

b. Etiologi
Trend peningkatan jumlah penderita salah satunya disebabkan faktor lingkungan
dan pola hidup yang kurang sehat, akibatnya marak penggunaan pestisida serta tinginya
kandungan polusi di udara. Zat polutan dari pabrik, limbah dan menumpuknya sampah
bisa menimbulkan hipospadia. Dari beberapa pasien yang ditangani ternyata mereka
tinggal disekitar daerah pembuangan sampah. Ada pula yang berasal ari keluarga
petani. Penderita hipospadia umumnya berasal dari keluarga kurang mampu. Akibatnya
banyak diantara penderita tak bisa segera ditangani. Angka kejadian penderita
hipospadia di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi dari hasil penelitian pakar
kedokteran di sejumlah negara, kelainan ini terjadi pada satu dari 125 bayi laki- laki
kelahiran hidup. Salah satu penyebab kelainan ini adalah karena keturunan.

c. Penatalaksanaan
Tindakan operasi harus dilakukan sebelum anak memasuki usia sekolah, diharapkan
anak tidak malu dengan keadaanya setelah tahu bahwa anak laki-laki lain kalau BAK
beriri sedangkan anak pengidap hipospadia harus jongkok seperti anak perempuan
(karena lubang penisnya berada di bagian bawah penis). Selain itu jika hipospadia tidk
dioperasi maka setelah dewasa dia akan sulit untuk melakukan penetrasi/coitus , selain
penis tidak dapat tegak dan lurus (pada hipospadia penis bengkok akibat adanya
chordae), lubangkeluar sperma terletak di bagian bawah.

Operasi hiposdia satu tahap (one stage urethra plasty) adalah tehnik operasi
sederhana yang sering dapat digunakan terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe
distal ini yang meatusnya letak anterior atau di middle. Meskipun hasilnya sering
kurang begitu bagus untukkelainan yang berat sehingga banyak dokter lebih memilih
untuk melakukan 2 tahap untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan
kelainan yang jauh lebih berat maka one stage uretroplasty nyaris tidak dapat
dilakukan.

Tipe hipospadia yang sering kali diikuti dengan kelainn-kelainan yang berat seperti
korda yang berat, globuler glans ygbengkok kearah ventral (bawah) dengan dorsal
skinhood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadi yang letak lubang air
seninya lebih kearah proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan
penis yang bengkok dan kelainan lain diskrotum atau sisa kulit yang sulit ditarik pada
sat dilakukan operasi pembuatan uretra.
Kelainan seperti ini biasanya harus dilakukan dengan 2 tahap yaitu:
1) Tahap 1 : Dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang
tempat keluar kencing) nantinya letaknya lebih proksimal (lebih mendekatiletak
yang normal), memobilisasi kulit dan prepurium untuk menutup bagian
ventral/bawah penis.
2) Tahap 2 : Dilakukan urethroplasty (pembuatan uretra) sesudah 6 bulan.

Tujuan utama penanganan operasi hipospadia adalah merekonstruksi


penismenjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal
sehingga aliran kencing arahnya kedepan dan dapat melakukan koitus dengan
normal, prosedur operasi satutahap pada usia yang dini dengan komplikasi yang
minimal. Penyempurnaan tehnik operasi danperawatan paska operasi menjadi
prioritas utama.

Setelah operasi biasanya pada lubang kencing baru (post uretroplasty) masih
dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri air
seni. Di bagian supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang langsung
menuju kandung kemih untuk mengalirkan air seni. Tahap penyembuhan biasanya
kateter diatas di non fungsikan terlebih dahulu sampai seorang dokter yakin betul
bahwa hasil urethroplasty nya dapat difungsikan dengan baik, baru setelah itu
kateter di lepas.

7. Atresia esofagus
a. Pengertian
Esofagus/kerongkongan yang tidak terbentuk secara sempurna, kerongkongan
menyempit dan buntu tidak tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya.
Atresia esophagus adalah tidak adanya kesinambungan esophagus secara congenital
umumnya disertai fistula trakheo esophageal dan ditandai dengan salvias (pengeluaran
air liur) berlebihan, tercekik, muntah bila makan, Cyanosis, dan dyspnea.

Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan yang
diseababkan karena penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distal
berhubungan dengan trakea.

b. Etiologi
Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelaianan kongenital
atresia esofagus :
1) Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomine
2) Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan mutasi pada gen.
3) Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan congenital pada
bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan

c. Patofisiologi
Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat :
1) Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk
masing-masing menjadi esophagus dan trekea
2) Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia
3) Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula
trekeo esophagus. Faktor genetic tidak berperan dalam patogenesis ini

8. Atresia Rekti dan Atresia Anus


a. Pengertian
Atresia rekti yaitu obstruksi pada rektum (sekitar 2 c dari batas kulit anus).
Pada pasien ini, umumnya memiliki kanal dan anus yang normal. Atresia anus yaitu
obstruksi pada anus

b. Etiologi
Malformasi kongenital

c. Manifestasi Klinik
1) Tidak bisa BAB melalui anus
2) Distensi abdomen
3) Tidak dapat dilakukan pemeriksaan suhu rektal
4) Perut kembung
5) Muntah

d. Penatalaksanaan :
Dilakukan tindakan kolostomi

9. Obstruksi Billiaris
a. Pengertian
Obstruksi billiaris adalah tersumbatnya saluran kandung empedu karena
terbentuknya jaringan fibrosis.

b. Etiologi :
1) Degenerasi sekunder
2) Kelainan kongenital

c. Tanda dan Gejala :


1) Ikterik (pada umur 2-3 minggu)
2) Peningkatan billirubin direct dalam serum (kerusakan parenkim hati, sehingga
bilirubin indirek meningkat)
3) Bilirubinuria
4) Tinja berwarna seperti dempul
5) Terjadi hepatomegali

d. Penatalaksanaan
Pembedahan

10. Omfalokel
a. Pengertian
Omfalokel merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar dalam kantong
peritoneum

b. Etiologi
Kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10
minggu

c. Tanda dan Gejala


1) Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hiperinsulin
2) Berat badan lahir > 2500 gr

d. Penatalaksanaan
1) Bila kantong belum pecah, diberikan merkurokrom yang bertujuan untuk
penebalan selaput yang menutupi kantong
2) Pembedahan

11. Hernia Diafragmatika


a. Pengertian
Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui
suatu lubang pada diafragma. Diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada
dan rongga perut. Secara anatomi serat otot yang terletak lebih medial dan lateral
diafragma posterior yang berasal dari arkus lumboskral dan vertebrocostal triagone
adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi rupture.
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69% pada sisi kiri, 24% pada sisi
kanan, dan 15% terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena adanya hepar di sisi sebelah
kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat struktur hemidiafragma sisi
sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster,
omentum, usus halus, kolon, limpa‟dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata
maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks ini.
Lubang hernia dapat terjadi di peritoneal (tipr bochdalek) yang tersering ditemukan.
Pada hernia bochdalek umumnya langsung menunjukkan gejala pada saat bayi. Pada
kasus hernia bochdalek, bayi akan tampak kebiruan dan perut kembung. Kemudian,
anterolateral (tipe morgagni) atau di esofageal hiatus hernia. Umumnya baru
menimbulkan gejala pada usia dewasa. Merupakan penonjolan pada bagian gelung atau
ruas organ atau jaringan melalui lubang abnormal. sedangkan Diafragmatika
merupakan sekat yang membatasi pada rongga dada dan rongga perut.

b. Penyebab
Penyebab penyakit hernia ini adalah Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir,
berbagai sistem organ berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara minggu
ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan
tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu. Pada
hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang tidak normal atau usus mungkin
terperangkap di rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia tipe
Morgagni, otot yang seharusnya berkembang di tengah diafragma tidak berkembang
secara wajar.

Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan tidak
terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang berarti
“banyak faktor” baik faktor genetik maupun lingkungan.

c. Patofisiologis
Pada bagian Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma
terbentuk dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonei, septum transversum dan
pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan
pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan seperti diafragma, gangguan
fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti pembentukan otot. Pada
gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan
pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.
Para ahli belum seluruhnya mengetahui faktor yang berperan dari penyebab hernia
diafragmatika, antara faktor lingkungan dan gen yang diturunkan orang tua.

d. Tanda dan gejala


1) Gangguan pernafasan yang berat
2) Sianosis (warna kulit kebiruan akibatkekurangan oksigen)
3) Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
4) Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
5) Takikardia (denyut jantung yang cepat).

e. Komplikasi
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika
hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara
sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi
oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru
dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.

Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika


tipe Bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16
% mengalami kelainan kromosom.

f. Penatalaksanaan
1) Berikan diit RKTP
2) Berikan Extracorporeal Membrane Oxygenation (EMCO)
3) Dilakukan tindakan pembedahan

12. Atresia Duodeni

a. Pengertian

Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali fibrosa yang
menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah
antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung

b. Etiologi

1) Kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5

2) Banyak terjadi pada bayi yang lahir prematur


c. Tanda dan Gejala

1) Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen

2) Ikterik

d. Penatalaksanaan
1) Pemberian terapi cairan intravena
2) Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi

D. ASUHAN DAN PERAN BIDAN


1. Asuhan Bidan
Adapun penatalaksanann dari kelainan bawaan adalah :
a. Tindakan segera : dimana penanganan kelainan bawaan harus segera dilakukan.
Dimana sebagai upaya pertama untuk menyelamatkan penderita karena kelainan
tersebut mengancam jiwanya, seperti hernia diagfragmatika
b. Berencana : tindakan lanjutan sebagai koreksi atas kelainan bawaan yang dialami
sesuai dengan waktu yang ditentukan, seperti anencepali. Kelainan congenital yang
bersifat multiple sering kali sukar untuk dikoreksi, sehingga koreksi bedah belum
memungkinkan, sementara penanganan secara klinis bersifat konservatif saja.
c. Secara medik : tindakan ini dilakukan sesuai prosedur untuk mencegah kejadian
komplikasi.

2. Peran Bidan
Peran bidan pada kasus kelainan bawaan disini adalah memberikan informasi yang
jelas dan sesuai dengan yang detemukan, dimana dijelaskan mengenai jenis, etiologi,
penanganan, dan prognosis kepada klien atau keluarganya, sehingga keluarga dapat
menerima dan siap dengan asuhan yang akan diberikan. Asuhan atau penanganan yang
diberikan baik bedah, medik, maupun koreksi lain yang dapat diberikan dapat berhasil
secara optimal.

Komunikasi dan dukungan emosional . Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan


dapat memberikan pengalaman yang menyedihkan bagi orang tua. Memiliki bayi
dengan kelainan akan menimbulkan berbagai reaksi yang jelas membuat orang tua
sangat tertekan dan bagi beberapa kelompok masyarakat, hal ini dikaitkan dengan
stigma tertentu pada ibunya. Setiap keluarga memiliki respon dan kebutuhan yang
berbeda dan petugas kesehatan tidak dapat menggunakan pendekatan yang sama untuk
semua keluarga. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah :
a. Pasien dan keluarga akan merasakan perasaan yang tidak percaya, tidak bias
menerima dan sedih, hal tersebut merupakan reaksi yang normal khususnya bila
kelainan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Perasaan diberlakukan tidak adil,
putus asa, ertekan, cemas, marah, gagal, dan ketakutan merupakan hal yang biasa.
b. Tanyakan pada ibu, apakah ia ingin melihat dan menggendong bayinya.
c. Berikan penjelasan bahwa kelainan bawaan bukanlah kesalahan orang tua.
Memberikan penjelasan atau gambaran tentang penyebab kelainan pada bayi
mungkin dapat sedikit menenangkan orang tua dan keluarganya.
d. Berikan penjelasan mengenai kemungkinan yang terjadi pada bayi, namun tidak
memberikan tekanan pada sisi negative pada kehidupan bayi di masa depan.
e. Jika bayi memiliki kelainan bawaan tertentu yang dapat diperbaiki melalui jalan
operasi (misal labioschizis), berikan penjelasan dan support pada orang tua dan
keluarga. Namun tidak memberikan harapan yang berlebihan jika tidak dapat
disembuhkan.
f. Berikan orang tua menentukan pilihannya sendiri dan pendapat yang jujur tentang
kemungkinan hasilnya. Pastikan keputusan mereka dibuat berdasarkan inform
consent dan pemahaman yang cukup tentang semua kemungkinan yang terjadi.
g. Berikan kebebasan pada orang tua untuk menemui bayinya dan jika
memungkinkan biarkan bayi berada dengan ibu sepanjang waktu. Semakin banyak
hal yang bisa dilakukan oleh orang tua terhadap bayinya, semakin cepat pula
mereka akan menerima bayinya
h. Bila memungkinkan berikan bantuan pada orang tua untuk memperoleh akses
dukungan dari individu atau kelompok professional.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat
dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum
kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran.

2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelainan kongenital atau cacat bawaan pada
neonatus yaitu kelainan genetik dan kromosom, faktor genetik, faktor infeksi, faktor
obat, faktor umur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi, dan faktor-faktor
lainnya.

3. Kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus yaitu encephalocele,


hidrocephalus, bibir sumbing (Labio Paltoskiziz), atressia esofagus, atrssia ani,
hirschprung, spina bifida, kelainan jantung kongenital, omfalokel.

4. Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan
bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan
koreksi kosmetik.

Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus
dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-
langkah penanganan dan prognosisnya. Kelainan congenital atau cacat bawaan tidak
dapat dicegah, melainkan resiko terjadinya dapat dikurangi dengan tidak mengkonsumsi
alcohol, menghindari rokok , obat terlarang, makan makanan yang bergizi, olahraga
teratur, menjalani vaksinasi, melakukan pemeriksaan prenatal dengan rutin, dan
menghindari zat-zat berbahaya lainnya.

B. Saran

Adapun saran yang diajukan dalam makalah ini, yaitu:

1. Dalam mempelajari asuhan neonates, seorang calon bidan diharapkan mengetahui kelainan
kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus sehingga mampu
memberikan asuhan neonates dengan baik dan sesuai dengan kewenangan profesi.

2. Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan makalah
atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan kekurangan yang ada
pada makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC
http://dokterbedahmalang.com/penyebab-timbulnya-celah-bibir-bibir-sumbing/
http://newbornclinic.wordpress.com/2009/04/19/kelainan-bawaan-bayi-baru-lahir-dan-
penyebabnya/

Anda mungkin juga menyukai